Standar Prosedur Operasional SPO merupakan prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian. Keharusan membuat dan
memperbaharui Standar Prosedur Operasional dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan mutu pelayanan yang lebih
baik Pemerintah RI, 2009. Adapun manfaat dari SPO adalah :
1. SPO memberikan kejelasan kepada petugas apotek, untuk mengikuti
langkah-langkah prosedur secara sistematis dan seragam. 2.
SPO membantu petugas farmasi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab di apotek, sehingga menghindari kebingungan, dan fungsi tumpang
tindih. 3.
SPO membantu untuk memastikan bahwa pelayanan kefarmasian yang baik dapat diikuti dan dicapai setiap saat.
4. SPO adalah alat yang berguna untuk pelatihan anggota baru staf.
5. SPO membantu untuk menjamin kualitas dan konsistensi pelayanan,
sehingga akan meminimalkan efek yang membahayakan pasien. Apoteker harus membuat SPO yang mencangkup berbagai aspekfungsi
yang dilakukan di apotek dan prosedur hukum dan etika yang harus selalu diingat ketika menulis dan mengikuti SPO. Isi SPO harus jelas dan mudah dipahami oleh
petugas farmasi Anonim, 2008
c
.
2.7 Pelayanan Resep
Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan
Universitas Sumatera Utara
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dalam
PP No. 51 Pasal 21 ayat 2 berbunyi “Penyerahan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker”. Peraturan ini jelas bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat
bahwa apoteker harus selalu berada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian Pemerintah RI, 2009.
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Swamedikasi sendiri
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan secara tepat, aman, dan rasional. Oleh
sebab itu peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka
peningkatan pengobatan sendiri. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi Obat Wajib Apotek OWA, Obat
Bebas Terbatas OBT dan Obat Bebas OB Wirasuta, 2010. Dalam PP 51 tahun 2009 pasal 24, dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan. Secara tidak langsung pada pasal ini dijelaskan seorang apoteker hanya bisa menyerahkan obat keras dengan resep dokter. Swamedikasi
obat keras non OWA di apotek dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran hukum PP 51 tahun 2009 Wirasuta, 2010.
Pelanggaran hukum yang dilakukan tidak hanya sebatas pada PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, tetapi juga terhadap Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Praktek swamedikasi obat keras akan bertentangan dengan hukum di atas, jika tidak dilakukan oleh apoteker
di apotek yang dibenarkan oleh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia hanya swamedikasi obat keras yang termasuk Obat Wajib Apotek Wirasuta, 2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan model penelitian survei dan bersifat cross-sectional di beberapa apotek di kota Medan Singarimbun,
1989.
3.2 Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu tanggapan yang dipilih langsung melalui pengisian angket kuisioner oleh responden Riduwan, 2009.
3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 bertempat di beberapa apotek di kota Medan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan secara manual, kuisioner yang dibagikan terdiri atas 11 buah pertanyaan terkait 3 konsekuensi Peraturan
Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian kepada apoteker penanggungjawab apotek di kota Medan. Jumlah sampel dihitung berdasarkan
rumus berikut Lwanga dan Lameshow, 1997:
n = N – 1 +
P1 – P
Universitas Sumatera Utara