Pengembalian Fungsi Apotek sesuai Peraturan

4.3.2 Pengembalian Fungsi Apotek sesuai Peraturan

Pengembalian fungsi apotek sesuai Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13 berbunyi “Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker”, dan pasal 24 ayat 3 berbunyi “Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan”. Hasil distribusi total persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait pengembalian fungsi apotek sesuai peraturan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Distribusi persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait pengembalian fungsi apotek sesuai peraturan. Kuesioner Jumlah Sangat Tidak Tidak Setuju Sangat tidak setuju berpendapat setuju Setuju Apotek bukan sekedar tempat transaksi jual beli melainkan sebagai sarana pelayanan kesehatan dengan aktifitas utama praktek kefarmasian oleh apoteker Pasal 1 ayat 13. 5,76 0,00 0,00 50,00 44,23 Penyerahan obat keras, narkotika dan psikotropika atas resep dokter Pasal 24 ayat 3. 0,00 1,92 3,84 51,92 42,32 Rata-rata 2,88 0,96 1,92 50,96 43,27 Berdasarkan Tabel 4.3 total persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait pengembalian fungsi apotek sesuai peraturan yakni pada kuesioner I: 5,76 sangat tidak setuju, 0,00 tidak setuju, 0,00 tidak berpendapat, 50,00 setuju dan 44,23 sangat setuju. Dan pada kuesioner II: Universitas Sumatera Utara 0,00 sangat tidak setuju, 1,92 tidak setuju, 3,84 tidak berpendapat, 51,92 setuju dan 42,32 sangat setuju. Terkait pengembalian fungsi apotek sesuai dengan peraturan responden setuju. Menurut Rantucci 2010, sekarang apotek bukan lagi merupakan lahan bisnisusaha yang mereka bangun dengan harapan memperoleh keuntungan saja, sehingga profil dan perfoma apotek benar sebagai sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker melainkan lebih sebagai tempat transaksi jual beli obat. Apoteker saat menyadari bahwa praktik apotek telah berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya mencakup penyimpanan, peracikan dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi juga interaksi dengan pasien dan penyedia layanan kesehatan lain di seluruh penyediaan asuhan kefarmasian. Pengembalian fungsi apotek ini mengakibatkan peran sosial Apoteker sebagai pemberi informasi obat kepada pasien menjadi penting, karena pemberian obat merupakan tanggung jawab apoteker yang telah diatur dalam perundang- undangan yakni UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pada penjelasan pasal 27, UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 7 dan yang terbaru yaitu PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 5 Hartini, 2009. Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah obat yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya dan harga yang wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi Sanusi, 2009. Universitas Sumatera Utara Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker semestinya adalah sarana yang sangat tepat bagi apoteker untuk memberikan asuhan kefarmasian kepada masyarakat. Secara filosofis, konsumen yang datang ke apotek sejatinya bukan semata-mata akan membeli obat. Mereka membutuhkan saran atas masalah yang berkaitan dengan kesehatan mereka. Bahwa bila diakhir kunjungannya mereka membeli obat, dapat dipastikan hal itu terjadi setelah melalui tahap pemberian asuhan kefarmasian. Paradigma tersebut memperjelas sekaligus mempertegas bahwa apotek tidak lain adalah pusat asuhan kefarmasian dan profesi yang memiliki kompetensi untuk menjalankannya adalah apoteker Anonim, 2008.

4.3.3 Peningkatan peran apoteker