Peningkatan peran apoteker Distribusi tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 tentang

Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker semestinya adalah sarana yang sangat tepat bagi apoteker untuk memberikan asuhan kefarmasian kepada masyarakat. Secara filosofis, konsumen yang datang ke apotek sejatinya bukan semata-mata akan membeli obat. Mereka membutuhkan saran atas masalah yang berkaitan dengan kesehatan mereka. Bahwa bila diakhir kunjungannya mereka membeli obat, dapat dipastikan hal itu terjadi setelah melalui tahap pemberian asuhan kefarmasian. Paradigma tersebut memperjelas sekaligus mempertegas bahwa apotek tidak lain adalah pusat asuhan kefarmasian dan profesi yang memiliki kompetensi untuk menjalankannya adalah apoteker Anonim, 2008.

4.3.3 Peningkatan peran apoteker

Peningkatan peran apoteker sesuai PP No. 51 tahun 2009 meliputi pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pelayanan kefarmasian di apotek hanya dapat dilakukan oleh Apoteker”. Pasal 21 ayat 2 yang berbunyi “Penyerahan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker”. Hasil distribusi total persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait peningkatan peran apoteker dapat dilihat pada Tabel 4.4 halaman 27. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Distribusi persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait peningkatan peran apoteker. Kuesioner Jumlah Sangat tidak setuju Tidak setuju Tidak berpendapat Setuju Sangat setuju Pelayanan kefarmasian pharmaceutical care di apotek hanya dapat dilakukan oleh Apoteker pasal 51 ayat 1. 7,69 17,31 3,85 51,92 19,23 Keharusan Apoteker hadir selama jam buka apotek. 9,61 21,15 13,46 40,38 15,38 Adanya apoteker pendamping. 7,69 15,38 13,46 48,08 15,38 Penyerahan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker pasal 21 ayat 2. 5,76 13,46 5,76 65,38 9,61 Filosofi pelayanan kefamasian untuk mengoptimalkan terapi obat dibutuhkan pelayanan angsung dan bertanggung jawab oleh apoteker . 0,00 9,61 5,76 59,63 25,00 Rata-rata 6,15 15,38 8,46 53,08 16,92 Berdasarkan Tabel 4.4 total persentase tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait peningkatan peran apoteker di apotek yakni pada kuesioner I: 7,69 sangat tidak setuju, 17,31 tidak setuju, 3,85 yang tidak berpendapat, 51,92 setuju dan 19,23 sangat setuju. Pada kuesioner II: 9,61 sangat tidak setuju, 21,15 tidak setuju, 13,46 yang tidak berpendapat, 40,38 setuju dan 15,38 sangat setuju. Pada kuesioner III: 7,69 sangat tidak setuju, 15,38 tidak setuju, 13,46 yang tidak berpendapat, 48,08 setuju dan 15,38 sangat setuju. Pada kuesioner IV: 5,76 sangat tidak setuju, 13,46 tidak setuju, 5,76 yang tidak berpendapat, 65,38 setuju dan 9,61 sangat setuju. Pada kuesioner V: 0,00 sangat tidak setuju, 9,61 tidak setuju, 5,76 yang tidak berpendapat, 59,63 setuju dan 25,00 sangat setuju. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan terhadap kinerja apoteker di apotek yakni secara umum apoteker tidak hadir di apotek setiap hari, sehingga pelayanan kefarmasian di apotek lebih banyak dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian mulai dari pelayanan penyiapan obat, pelayanan resep, dan pemberian informasi kepada pasien Ginting, 2009. Namun, pergeseran pola fikir dan orientasi kerja para apoteker dari produk ke pasien, membawa banyak perubahan dalam sistem kesehatan. Konsekuensi utama dari hal tersebut, mau tidak mau akan mensyaratkan suatu bentuk kolaborasi antara masing-masing profesi seperti apoteker dengan dokter, perawat ataupun tenaga teknis kefarmasian. Pasien pasti membutuhkan asuhan kefarmasian yang berkaitan dengan banyaknya obat yang beredar saat ini. Maka apoteker merupakan orang yang paling tahu tentang obat. Maka ini akan menjadi peluang apoteker untuk melakukan pelayanan kefarmasian dan apoteker memiliki peran yang sangat penting Pratomo, 2011. Pasal 51 ayat 1 PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian di apotek hanya dapat dilaksanakan oleh Apoteker. Sedangkan tenaga teknis kefarmasian sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasiasisten apoteker adalah tenaga yang membantu apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian Pemerintah RI, 2009. Salah satu pelayanan kefarmasian yang penting didapat oleh seorang pasien adalah pelayanan informasi obat. Apoteker harus memberi informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara Universitas Sumatera Utara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi Menteri Kesehatan RI, 2004. Pelayanan kefarmasian yang komprehensif meliputi dua kegiatan yaitu memberikan rasa aman karena kesehatannya menjadi lebih baik dan menghindarkan masyarakat dari sakit dan penyakit. Asuhan atau pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima oleh pasien untuk mencapai tujuan terapi yang optimal karena pharmaceutical care dapat meningkatkan kesehatan dan bahkan menyelamatkan nyawa pasien. Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat, tetapi lebih menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup aman, harga yang wajar, informasi yang cukup memadai, serta diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi untuk mencapai tujuan terapi yang optimal bagi pasien Cipolle, 1998.

4.3.4 Penambahan Beban Kerja di Apotek