3 pemodelan penyediaan dan pemanfaatan energi dengan skenario
optimalisasi EBT daerah.
Bab 2
Pada bab ini dibahas permasalahan pengembangan EBT di Indonesia. Indonesia telah memiliki sejarah panjang dalam
penggunaan energi terbarukan, yang dapat dilihat dari usaha eksplorasi panas bumi di awal abad 20, dan pembangkit PLTA yang
merupakan pembangkit awal untuk listrik di Indonesia, selain PLTD. Bab ini mengupas masalah yang tengah dihadapi dalam
pengembangan EBT di Indonesia sehingga mempengaruhi optimalisasi pemanfaatannya. Di samping itu juga dibahas tentang
perkembangan kebijakan EBT di Indonesia.
Bab 3
Bab ini membahas mengenai metodologi yang dilakukan dalam melakukan pemodelan. Metode yang dilakukan dalam hal ini adalah
dengan melakukan pemodelan sistem dinamik. Di dalam Bab ini dijelaskan tentang konsep sistem dinamik, causal loop diagram,
sistem, model, dan simulasi energi.
Bab 4
Bab IV empat berisi konsep model dan batasan, asumsi, parameter, dan model kelistrikan yang dikembangkan.
Bab 5
Bab V lima berisi analisis dan evaluasi atas model yang dikembangkan. Mulai dari simulasi model hingga hasil skenario
model.
Bab 6
Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dengan berdasarkan hasil skenario model yang dikembangkan.
3
4
BAB II PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN EBT DI INDONESIA
2.1 Sejarah Perkembangan Pemanfaatan EBT Dari Masa Ke Masa
Ide pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia, khususnya dalam bentuk pembangkitan listrik telah ada sejak tahun 1918. Pada saat
era kolonial Belanda tersebut, kegiatan eksplorasi panas bumi telah dimulai di daerah Kamojang, Jawa Barat. Pada tahun yang sama Ide
JB Van Dijk tersebut kemudian menjadi kenyataan dengan melakukan pemboran sumur di Kawah Kamojang-Jawa Barat pada
tahun 1926 dan berhasil. Sebagai pembanding, Itali telah lebih dulu berhasil memanfaatkan panas bumi untuk kelistrikan pada tahun
1904.
Berikut ini ragam sejarah perkembangan pemanfaatan EBT dari masa ke masa di Indonesia:
2.1.1 Pengembangan Panas Bumi Gagasan Awal
Ide pemanfaatan panas bumi di Indonesia telah muncul pada tahun 1918. Jawatan Pertambangan mulai melakukan pemboran di
Kamojang pada tahun 1926. Dua tahun berikutnya telah dibor
4
5 sebanyak 5 lubang bor. Di pemboran ke-5, kedalaman pemboran
mencapai 128 m. Di antara ke-5 pemboran tersebut, lubang bor ke-3 masih menyemburkan uap yang bertekanan 4 atm atmosfer
dengan suhu 40
o
C sampai sekarang. Pasca pemboran di Kamojang, usaha penyelidikan panas bumi
berhenti sangat lama. Penyelidikan panas bumi kembali aktif, setelah Indonesia mulai bekerja sama dengan USGS, Eurofre,
Selandia Baru, dan UNESCO pada tahun 1964. Selain itu, pihak- pihak dalam negeri, antara lain Dinas Gunung Api, Lembaga
Masalah Ketenagaan LKM, dan Pertamina turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan panas bumi pada periode 1964 s.d 1981. Pertamina
sendiri, yang kini memiliki beberapa WKP Wilayah Kerja Pertambangan, mulai ikut penyelidikan panas bumi pada tahun
1974.
Tahun 1971, fokus penyelidikan adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali. Hasil pekerjaan tersebut mendorong Pemerintah
untuk membuat prioritas pengembangan panas bumi di Indonesia. Urutan prioritas tersebut adalah Kawah Kamojang, Kawah
Cibeureum, Cisolok dan Gunung Salak yang semuanya berada di Jawa barat, Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, dan Bali.
Tahun 1972, studi 3G Geologi, Geofisika, dan Geokimia intensif dilakukan di Kawah Kamojang, dan daerah Cisolok. Dua tahun
kemudian, Pertamina bekerjasama dengan Selandia Baru berhasil mengebor sumur di daerah Kamojang dengan kedalaman 600 m
yang menyemburkan uap panas dengan suhu 129
o
C dan tekanan 3 atm, jika dikonversikan setara dengan listrik sebesar 8,6 MW.
Dengan penemuan ini, Kamojang merupakan daerah pertama didirikan PLTP di Indonesia 1981 dengan daya terpasang sebesar
30MW, dan kini kapasitas terpasangnya mencapai 200 MW.
10 tahun kemudian, tahun 1991, berhasil didirikan kembali PLTP skala kecil yakni sekitar 2 MW untuk memenuhi kebutuhan listrik di
sekitar desa-desa Dataran Tinggi Dieng. Keberhasilan pasca di Kamojang ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan sejak
5