11
2.3 Metronidazol 2.3.1 Sifat fisika kimia metronidazol
Struktur metronidazol dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini:
Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol
Rumus kimia metronidazol adalah C
6
H
9
N
3
O
3
dengan nama kimia 2-metil- 5-nitroimidazol-1-etanol, mempunyai berat molekul 171,16. Metronidazol
mengandung tidak kurang dari 99,0 dan tidak lebih dari 101,0 C
6
H
9
N
3
O
3
, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemberiannya antara lain: hablur
atau serbuk hablur; putih hingga kuning pucat; tidak berbau; stabil di udara, tetapi lebih gelap bila terpapar oleh cahaya. Sukar larut dalam eter; agak sukar larut
dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform Ditjen POM, 1995.
2.3.2 Farmakologi
Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum protozoanya mencakup
Trikomonasi gardnerella Vaginalis, Entamoeba Histolytica, dan Guardian Lamblia. Aktivitas antibakterinya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus
bedah dan ginekologis terutama Bacteroides fragilis. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan struktur helik DNA dan
putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat Sukandar, et al., 2008.
Universitas Sumatera Utara
12 Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E.
histolytica dengan kadar metronidazol 1-2 µgmL, semua parasit musnah dalam 24 jam. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap
metronidazol. Metronidazol juga memperlihatkan daya trikomonoiasid langsung. Pada biakan Trichomonas vaginalis, kadar metronidazol 2,5 µgmL dapat
mengancurkan 99 parasit dalam waktu 24 jam. Trofozit Giardia lambia juga dipengaruhi langsung pada kadar antara 1-50 µgmL. Namun, saat ini telah
dilaporkan bahwa Trichomonas vaginalis dan Giardia lambia secara klinis resisten terhadap metronidazol Syarif dan Elysabeth, 2011.
2.3.3 Farmakokinetik
Absorpsi metronidazol
berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral.
Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 µgmL. umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang
sensitif, rata rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 µgmL Syarif dan Elysabeth, 2011.
Waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Ini mungkin disebabkan oleh
absorpsi yang buruk atau metabolism terlalu cepat. Obat ini diekskresi melalui urin dalm bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi.
Metronidazol juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar yang rendah Syarif dan Elysabeth, 2011.
2.4. Natrium Alginat
Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat Phaeophyceae dengan menggunakan basa lemah.
Universitas Sumatera Utara
13 Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak
larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum Belitz dan Grosch, 1987.
Gambar 2.2 Struktur G:
- L asam guluronat dan M: - D asam mannuronat
Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu -D-
mannuronat M dan -L-asam guluronat G yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linear. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu MM dan GG dan suatu
blok heteropolimer dari dua residu MG Thom, et al., 1982. Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam
industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan
penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat Thom, et al., 1982. Pembentukan gel alginat dengan ion
kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai.
Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar Morris, et al., 1980.
Universitas Sumatera Utara
14
2.5. Parafin Cair