5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Peptikum Peptic Ulcer
Ulkus peptikum merupakan kerusakan pada mukosa gastrointestinal yang meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya
bergantung pada aktivitas asam lambung. Penyebab umum ulkus peptikum yaitu infeksi bakteri Helicobacter pylori dan penggunaan obat nonsteroid Soll dan
Graham, 2009.
2.1.1 Etiologi
Kebanyakan ulkus terjadi dengan adanya asam dan pepsin ketika H.pylori, NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa normal dan
mekanisme penyembuhan. Hipersekresi asam adalah mekanisme pathogenesis utama Berardy dan Welage, 2005.
2.1.2 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif asam lambung dan pepsin dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa
pertahanan mukosa dan perbaikan Soll dan Graham, 2009.
2.1.2.1 Asam lambung dan pepsin
Potensi untuk membuat kerusakan mukosa berhubungan dengan sekresi dari asam lambung hidroklorida dan pepsin. Asam hidroklorida disekresikan
oleh sel parietal, yang mengandung reseptor untuk histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam serta infeksi H.pylori dan penggunaan NSAID merupakan
faktor independen yang berkontribusi terhadap gangguan integritas mukosa Berardy dan Welage, 2005.
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.2.2 Pertahanan dan perbaikan mukosa
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa saluran cerna yang melindungi mukosa dari endogen berbahaya dan substansi eksogen. Mekanisme
pertahanan mukosa termasuk lender dan sekresi bikarbonat, pertahanan intrinsic sel epitel dan aliran darah mukosa. Kekentalan dan pH yang hampir netral dari
mukus-bikarbonat melindungi lambung dari isinya yang asam dalam lumen lambung. Perbaikan mukosa setelah cedera berhubungan dengan rewstitusi sel
epitel, pertumbuhan dan regenerasi. Pemeliharaan integritas dan perbaikan mukosa dimediasi oleh produksi prostaglandin endogen. Perubahan dalam
pertahanan mukosa yang disebabkan oleh H. pylori atau penggunaan NSAID adalah kofaktor yang paling penting dalam pembentukan ulkus peptikum Berardy
dan Welage, 2005.
2.1.2.3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori memproduksi urease dalam jumlah besar yang menghidrolisis urea dalam asam lambung dan mengubahnya menjadi amoniak dan
karbon dioksida. Efek buffer lokal dari amoniak menciptakan lingkungan kecil yang netral di sekitar bakteri yang melindungi dari efek asam lambung yang
mematikan. H.pylori juga memproduksi protein penghambat asam yang memungkinkan untuk beradaptasi dengan lingkungan pH rendah di lambung
Berardy dan Welage, 2005. Kerusakan mukosa langsung dihasilkan oleh faktor virulensi vacuolating
cytotoxin, protein gen terkait cytotoxin dan faktor inhibitor pertumbuhan, enzim pengurai dari bakteri lipase, protease, dan urease. H.pylori juga memproduksi
protein toksin Vac A yang bertanggung jawab untuk pembentukan vakuola
Universitas Sumatera Utara
7 seluler. Lipase dan protease mendegradasi mukus, ammonia yang dihasilkan oleh
urease bersifat toksik terhadap sel epitel dan penempelan bakteri meningkatkan pemasukan toksin ke dalam sel epitel. Infeksi H.pylori mengubah respon
inflamasi dan merusak sel epitel secara langsung oleh mekanisme kekebalan yang dimediasi oleh sel atau secara tidak langsung dengan mengaktifkan neutrofil atau
makrofag mencoba untuk memfagosit bakteri atau produk dari bakteri Berardy dan Welage, 2005.
2.2 Sistem Penghantaran Obat Tertahan di Lambung
Penghantaran obat yang tertahan di lambung merupakan suatu pendekatan untuk memperlama waktu tinggal di lambung, dengan cara menargetkan tempat
pelepasan obat secara spesifik pada bagian atas saluran pencernaan untuk efek lokal maupun sistemik. Sediaan gastroretentif dapat tetap berada di lambung
untuk waktu yang lama dan karenanya dapat memperlama waktu tinggal di lambung secara signifikan Nayak, et al., 2010.
2.2.1 Faktor yang mempengaruhi sediaan obat tertahan di lambung
Anatomi dan fisiologi lambung memiliki parameter-parameter untuk dipertimbangkan dalam mengembangkan sediaan obat yang bertahan di lambung.
Untuk melewati katup pilorus ke usus halus ukuran partikel harus berkisar antara 1-2 mm. Parameter yang paling penting mempengaruhi waktu bertahan di
lambung dari sediaan oral diantaranya: berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, makanan yang dimakan, kandungan kalori dan frekuensi makan, postur, jenis
kelamin, umur, tidur, indeks masa tubuh, aktivitas fisik, dan penyakit yang diderita contohnya penyakit kronis, diabetes, dan lain-lain dan pemberian obat
dengan pengaruh yang kuat pada waktu tinggal di lambung, contohnya obat-obat
Universitas Sumatera Utara
8 yang berperan sebagai agen antikolinergik contohnya atropine, prophanteline,
opium contohnya kodein, dan agen prokinetik contohnya metoklopramid, kisaprid Streubel, et al., 2006.
2.2.2 Sistem penghantaran obat yang mengapung
Sistem penghantaran obat mengapung merupakan salah satu pendekatan yang penting untuk mencapai penahanan di lambung untuk memperoleh
bioavailabilitas obat yang cukup Singh dan Kim, 2000. Sistem penghantaran ini diperlukan untuk obat dengan tapak absorpsi di lambung atau usus halus bagian
atas Sungthongjeen, et al., 2006. Berdasarkan
mekanisme mengapungnya, sistem penghantaran obat
mengapung dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem effervescent pembentukan gas dan sitem non-effervescent Goyal, et al., 2011.
1. Sistem Effervescent pembentukan gas
Merupakan sistem matriks yang dibuat dengan bantuan plimer yang dapat mengembang seperti hidroksi propil metil selulosa atau polisakarida dan
kitosan komponen pembentuk gas seperti natrium bikarbonat, kalsium karbonat, asam sitrat, atau asam tartrat. Sediaan ini diformulasikan sehingga
ketika kontak dengan cairan lambung, akan terbentuk karbon dioksida dan terperangkap di dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini menyebakan
sediaan mengapung Arora, et al., 2005 2.
Sistem non-effervescent Sistem penghantaran obat mengapung non-effervescent bekerja dengan
mekanisme pengembangan polimer, bioadhesif dari polimer ke lapisan mukosa. Bahan tambahan yang paling umum digunakan untuk sediaan
Universitas Sumatera Utara
9 mengapung non-effervescent yaitu pembentuk gel atau hidrokoloid yang dapat
mengembang, polisakarida, dan polimer pembentuk matriks seperti polimetakrilat, polikarbonat, poliakrilat, polistiren, dan polimer bioadhesif
seperti kitosan dan karbopol. Setelah penggunaan oral, sediaan akan kontak dengan cairn lambung dan mengembang, membentuk suatu lapisan seperti gel
pada permukaannya Goyal, et al., 2011 dan berat jenis menjadi lebih kecil dari 1. Udara yang terjerat di dalam matriks yang mengembang memberikan
daya bagi sediaan untuk mengapung. Gel hidrokoloid yang terbentuk ini bertindak sebagai reservoir dan memberikan pelepasan sustained release
Arora, et al., 2005. Keuntungan dari sistem sediaan mengapung Rao dan Pavan, 2012
1. Sistem penghantaran obat mengapung menguntungkan untuk obat yang
diabsorbsi di lambung misalnya garam-garam ferro. 2.
Sistem penghantaran obat mengapung menguntungkan untuk obat yang ditujukan untuk aksi lokal di lambung dan pengobatan ulkus, seperti antasida.
3. Sistem penghantaran obat mengapung memberikan keuntungkan untuk obat
yang memiliki tapak absorpsi yang sempit di bagian usus halus contohnya CTM.
Beberapa tipe obat yang menguntungkan bila diformulasikan menggunakan sistem mengapung diantaranya Rao dan Pavan, 2012:
a Obat yang memiliki aksi lokal di lambung
b Obat yang terutama diabsorbsi di lambung
c Obat yang kelarutannya rendah dalam cairan usus
d Obat dengan tapak absorpsi yang sempit
Universitas Sumatera Utara
10 e
Obat yang dengan cepat diabsorpsi di saluran pencernaan f
Obat yang terdegradasi di kolon. Kelemahan dari sistem penghantaran obat mengapung Rao dan Pavan,
2012: 1.
Ada beberapa situasi yang mana retensi lambung tidak diinginkan. Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid diketahui menyebabkan lesi
pada lambung, dan pelepasan yang lambat dari obat-obat ini di lambung tidak diinginkan.
2. Obat-obat yang mengiritasi lambung atau yang tidak stabil dalam suasana
asam tidak dibenarkan untuk diformulasikan dalam sistem gastroretentif. 3.
Memerlukan cairan yang cukup di lambung agar sediaan dapat mengapung. Sediaan obat ini harus diminum dengan segelas air 200-250
ml. Adapun sediaan floating yang tersedia di pasaran diantaranya
Bentuk Sediaan Nama Obat
Nama Dagang Perusahaan,Negara
Floating Controlled Release Capsules
Levodopa, Benserazide
MODAPAR Roche Products, USA
Floating Capsule Diazepam
VALRELEASE Hoffmann-LaRoche, USA
Effervescent Floating Liquid Alginate
Preparation Aluminium
hydroxide, Magnesiumcarbonate
LIQUID GAVISON Glaxo Smith Kline, INDIA
Floating Liquid Alginate Preparation
Aluminium - Magnesium antacid
TOPALKAN Pierre Fabre Drug, FRANCE
Coloidal Gel Forming Floating Drug
Delivery Systems Ferrous sulphate
CONVIRON Ranbaxy, INDIA
Gas-Generating Floating Tablet
Ciprofloxacin CIFRAN OD
Ranbaxy, INDIA Bilayer Floating
Capsule Misoprostal CYTOTEC Pharmacia,
USA
Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011.
Universitas Sumatera Utara
11
2.3 Metronidazol 2.3.1 Sifat fisika kimia metronidazol
Struktur metronidazol dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini:
Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol
Rumus kimia metronidazol adalah C
6
H
9
N
3
O
3
dengan nama kimia 2-metil- 5-nitroimidazol-1-etanol, mempunyai berat molekul 171,16. Metronidazol
mengandung tidak kurang dari 99,0 dan tidak lebih dari 101,0 C
6
H
9
N
3
O
3
, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemberiannya antara lain: hablur
atau serbuk hablur; putih hingga kuning pucat; tidak berbau; stabil di udara, tetapi lebih gelap bila terpapar oleh cahaya. Sukar larut dalam eter; agak sukar larut
dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform Ditjen POM, 1995.
2.3.2 Farmakologi
Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum protozoanya mencakup
Trikomonasi gardnerella Vaginalis, Entamoeba Histolytica, dan Guardian Lamblia. Aktivitas antibakterinya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus
bedah dan ginekologis terutama Bacteroides fragilis. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan struktur helik DNA dan
putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat Sukandar, et al., 2008.
Universitas Sumatera Utara