Analisa Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Tenaga Matahari

(1)

ANALISA MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN

MENGGUNAKAN TENAGA MATAHARI

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

MUHAMMAD DARWIS RAMBE

NIM. 110421014

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Penggunaan energi besar – besaran saat ini telah membuat membuat manusia mengalami krisis energi. Untuk mengatasi krisis energi di masa depan beberapa alternatif sumber energi mulai dikembangkan, salah satunya ialah energi matahari. Energi matahari biasa digunakan sebagai penerang dan sumber panas bagi kehidupan sehari - hari namun ternyata energi matahari dapat dikembangkan menjadi sumber energi lainnya misalnya untuk pendingin. Mesin pendingin siklus adsorpsi ini digerakkan oleh tenaga matahari dan tidak menggunakan energi mekanik sama sekali. Mesin pendingin siklus adsorpsi memiliki 3 komponen utama yaitu kolektor, kondensor, dan evaporator. Ketiga komponen utama alat ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan terhadap korosi akibat dari refrigeran yang digunakan. Tujuan dari peneltian ini untuk mengetahui temperatur maksimum pada kolektor dan temperatur minimum pada air yang di dinginkan dan mengetahui laju perpindahan panas dari kolektor, kondensor, dan evaporator. Prosedur pengujian dengan memanaskan kolektor surya (desorpsi) dari pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB, sedangkan proses pendinginan alamiah (adsorpsi) berlangsung dari pukul 17.00 WIB – 08.00 WIB. Pada penelitian ini menggunakan pasangan Alumina aktif moleculer seave 13X sebagai adsorben sebanyak 7 Kg dan methanol sebagai refrigerant sebanyak 4 L. Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan didapat bahwa temperatur maksimum pada kolektor 102 oC dan temperatur minimum air 18,40 oC. Efisiensi kolektor tertinggi pada hasil pembahasan adalah 52 % dan efisiensi evaporator tertinggi pada hasil pembahasan adalah 11,3 %


(10)

ABSTRACT

The use of energy large scale today have made make the human experience of the energy crisis. To overcome the energy crisis in the future some alternative energy sources were developed, one of which is solar energy. Solar energy is used as a light and heat source for daily life the day but turns solar energy can be developed into other energy sources such as for cooling. Adsorption refrigeration cycle is driven by solar energy and mechanical energy does not use at all. Adsorption refrigeration cycle has three main components, namely the collector, condenser, and evaporator. The third major component of this instrument is made of stainless steel which is intended to be resistant to corrosion as a result of refrigerant used. The purpose of this research to determine the maximum temperature in the collector and the minimum temperature at which water cooled

and determine the rate of heat transfer from the collector, condenser, and evaporator. Testing procedures by heating the solar collector (desorption) from 08.00 am - 17.00 pm, while the natural cooling process (adsorption) takes place from 17:00 pm - 8:00 pm. In this study, uses a pair of active alumina adsorbent moleculer seave 13x as much as 7 kg and methanol as a refrigerant as much as 4 L. From the results of tests and calculations have been carried out found that the maximum temperature in the collector 102 ° C and a minimum temperature of 18.40 ° C water. The highest collector efficiency on the results of the discussion is 52% and the highest evaporator efficiency on the results of the discussion was 11.3%.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan agar memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Sarjana yang dipilih dengan judul “ANALISA MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN MENGGUNAKAN TENAGA MATAHARI ”

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang Tua (H. Akhiruddin Rambe dan Hj. Mahjanun Siregar),

Kepada Abang dan Adik-adikku tersayang, Hotman Efendi Rambe, Aman Aswadi Rambe, Fatimah Hanum Rambe dan Fitri Yani Rambe yang telah memberikan doa dan dukungannya.

2. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST. MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Bapak Dr.Eng Himsar Ambarita yang juga banyak membantu dalam memberikan fasilitas alat penelitian dalam perancangan ini.

4. Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME (Dekan Fakultas Teknik USU), beserta segenap staf dan jajarannya.

5. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

6. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.


(12)

7. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

8. Rekan satu tim Imam Handoko Putra atas kerja sama yang baik untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Seluruh teman-teman penulis dan anak kost 72, atas semua doa dan dukungannya.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin, khususnya kepada kawan-kawan seperjuangan Angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan yang berguna demi kelengkapan Tugas Sarjana ini,

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian Tugas Sarjana ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran-saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini dikemudian hari.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 08 Januari 2015 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SIMBOL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi ... 4

2.2 Evaporator ... 5

2.2.1 Perpindahan Kalor Didalam Evaporator ... 5

2.2.2 Jenis Evaporator ... 6

2.3 Kondensor ... 8

2.3.1 Prinsip Kerja Kondensor ... 8

2.3.2 Analisis Kondensor ... 9

2.4 Kolektor ... 10

2.4.1 Kolektor Surya Pelat Rata ... 10

2.4.2 Efisiensi Sirip ... 13

2.4.3 Koefisien Kerugian, UL ... 14

2.4.4 Faktor Efisiensi ... 18

2.4.5 Efisiensi Termal Kolektor Surya ... 19

2.5 Kalor (Q) ... 20

2.5.1 Kalor Laten ... 20


(14)

2.5.3 Tinjauan Pindahan Panas ... 21

2.5.4 Perpindahan Panas konduksi ... 21

2.5.5 Perpindahan Panas Konveksi ... 23

2.5.6 Perpindahan Panas Radiasi ... 24

2.6 Adsorben ... 25

2.6.1 Alumina Aktif Moleculer Seave 13X ... 25

2.7 Refrigeran ... 27

2.7.1 Metanol ... 30

2.7.2 Keamanan Refrigeran... 31

2.8 Siklus Adsorpsi ... 32

2.8.1 Teori Umum Adsorpsi ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Pelaksanaan Penelitian ... 35

3.2 Tempat dan Waktu ... 36

3.3 Bahan dan Alat ... 36

3.4 Perancangan Mesin Pendingin Tenaga Surya ... 43

3.5 Dimensi Utama Alat Penelitian ... 44

3.6 Langkah Pembuatan Mesin Pendingin Tenaga Surya ... 49

3.6.1 Kolektor ... 49

3.6.2 Kondensor ... 52

3.6.3 Evaporator ... 52

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 53

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Data Hasil Pengujian ... 55

4.2 Pengolahan Data ... 59

4.2.1 Pengujian Hari Pertama ... 60

4.2.1.1 Kolektor ... 60

4.2.1.2 Kondensor ... 62

4.2.1.3 Evaporator ... 65

4.2.2 Pengujian Hari Kedua ... 69

4.2.2.1 Kolektor ... 69


(15)

4.2.2.3 Evaporator ... 74

4.2.3 Pengujian Hari Ketiga ... 77

4.2.3.1 Kolektor ... 77

4.2.3.2 Kondensor ... 80

4.2.3.3 Evaporator ... 82

4.3 Temperatur Lingkungan dan Radiasi Matahari ... 87

4.4 Analisa Grafik ... 89

4.4.1 Kolektor ... 89

4.4.2 Kondensor ... 91

4.4.3 Evaporator ... 94

4.4.4 Tekanan Absorber dan Tekanan Evaporator ... 96

4.4.5 Perbandingan Hasil Pengujian ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pemanasan Kolektor Dengan Tenaga Surya ... 4

Gambar 2.2 Kerugian Panas Kolektor ... 15

Gambar 2.3 Sirkuit Ekivalen Untuk Tahanan Perpindahan Panas Melalui Bagian Atas Kolektor, I/Ut ... 16

Gambar 2.4 Bentuk Molekul Molecular Sieve ... 26

Gambar 2.5 Alumina Aktif Moleculer Sieve 13X ... 27

Gambar 2.6 Metanol ( CH3OH ) ... 30

Gambar 2.7 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi ... 33

Gambar 3.1 Pompa Vakum ... 37

Gambar 3.2 Agilent ... 38

Gambar 3.3 Hobo Microstation Data Logger ... 39

Gambar 3.4 Manometer Vakum ... 42

Gambar 3.5 Proses Desorpsi Mesin Pendingin Tenaga Surya ... 43

Gambar 3.6 Proses Adsorpsi Mesin Pendingin Tenaga Surya ... 43

Gambar 3.7 Model Kolektor ... 44

Gambar 3.8 Ruang Bagian Dalam Kolektor ... 45

Gambar 3.9 Model Kotak Isolasi ... 46

Gambar 3.10 Posisi Adsorber Pada Kotak Isolasi ... 46

Gambar 3.11 Model Kaca Kolektor ... 47

Gambar 3.12 Model Kondensor ... 47

Gambar 3.13 Model Evaporator ... 48

Gambar 3.14 Ukuran Evaporator ... 48

Gambar 3.15 Kotak Insuli ... 49

Gambar 3.16 Wadah Penampungan Air... 49

Gambar 3.17 Pengisian Adsorben ... 50

Gambar 3.18 Pemasangan Jaring Kawat ... 51

Gambar 3.19 Penyambungan Pipa Kolektor ... 51

Gambar 3.20 Proses Pengerjaan Kondensor ... 52

Gambar 3.21 Pengerjaan Evaporator ... 53


(17)

Gambar 4.2 Grafik Temperatur Lingkungan vs Waktu ... 88

Gambar 4.3 Grafik Temperatur Adsorber Hari Pertama ... 89

Gambar 4.4 Grafik Temperatur Adsorber Hari Kedua ... 90

Gambar 4.5 Grafik Temperatur Adsorber Hari Ketiga ... 91

Gambar 4.6 Grafik Temperatur Kondensor Hari Pertama ... 92

Gambar 4.7 Grafik Temperatur Kondensor Hari Kedua ... 93

Gambar 4.8 Grafik Temperatur Kondensor Hari Ketiga ... 93

Gambar 4.9 Grafik Temperatur Evaporator Hari Pertama ... 94

Gambar 4.10 Grafik Temperatur Evaporator Hari Kedua ... 95

Gambar 4.11 Grafik Temperatur Evaporator Hari Ketiga ... 96

Gambar 4.12 Grafik Tekanan vs Waktu Pada Hari Pertama ... 97

Gambar 4.13 Grafik Tekanan vs Waktu Pada Hari Kedua ... 97


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kondukvitas termal beberapa bahan kolektor surya ... 14

Tabel 2.2 Sifat Metanol ... 31

Table 3.1 Spesifikasi Pyranometer ... 40

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor ... 40

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement Apparatus ... 41

Tabel 3.4 T and RH Smart Sensor ... 42

Tabel 4.1 Tekanan dan temperatur pada proses desorpsi hari pertama .. 55

Tabel 4.2 Tekanan dan temperatur pada proses adsorpsi hari pertama .. 56

Tabel 4.3 Tekanan dan temperatur pada proses desorpsi hari kedua ... 56

Tabel 4.4 Tekanan dan temperatur pada proses adsorpsi hari kedua ... 57

Tabel 4.5 Tekanan dan temperatur pada proses desorpsi hari ketiga ... 58

Tabel 4.6 Tekanan dan temperatur pada proses adsorpsi hari ketiga ... 58

Tabel 4.7 Hasil Pengujian ... 99


(19)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

Qcool Kalor pendinginan Joule

Qdrive Kalor kerja Joule

∆H Perubahan entalpi Kj/Kg

CS Perubahan entropi Kj/Kg

CV Kalor spesifik volume tetap J/Kg.K

CP Kalor spesifik tekanan tetap J/Kg.K

QL Kalor laten J

Le Kapasitas kalor spesifik laten J/Kg

m Massa zat Kg

Qs Kalor sensibel J

∆T Beda Temperatur K

Qsp Kapasitas pendinginan spesifik Kj/s/m2

h Koefesien konveksi W/(m2k)

A Luas penampang m2

∆x Jarak pusat adsorben ke plat

k Koefesien konduksi W/m.K

t Interval waktu S

Teva Temperatur evaporator K

Tgene Temperatur generator K

q Laju perpindahan panas Watt

p Tekanan CmHg

ε1 Emisivitas dari pelat penyerap

ε2 emisivitas dari pelat kaca

α Harga absorpsivitas

ρ Massa jenis Kg/Cm3

η Efisiensi


(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penggunaan energi besar – besaran saat ini telah membuat manusia mengalami krisis energi, ini di sebabkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti minyak dan gas alam sangat tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat kita perbarui dan akan habis suatu saat. Untuk mengatasi krisis energi masa depan beberapa alternatif sumber energi mulai dikembangkan, salah satunya ialah energi matahari, energi matahari biasa digunakan sebagai penerang dan sumber panas bagi kehidupan sehari - hari namun ternyata energi matahari dapat dikembangkan menjadi sumber energi lainnya.

Seperti kita ketahui energi surya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas dan sebagai sumber energi listrik. Salah satu aplikasi dari pemanfaatan energi termal matahari adalah mesin pendingin siklus adsorpsi. Mesin ini digerakkan oleh tenaga matahari dan tidak menggunakan energi mekanik sama sekali. Dengan karakteristik iklim cuaca kota Medan, sangat diperlukan pendinginan yang umumnya digunakan untuk pengkondisian udara. Keunggulan utama siklus ini adalah temperatur regenerasi yang relatif rendah sehingga cocok untuk aplikasi energi surya dan tidak memiliki bagian yang berputar karena semua gerakan fluida memanfaatkan efek alamiah.

Keunggulan dari mesin pendingin siklus adsorpsi ini adalah temperatur regenerasi yang relatif rendah sehingga cocok untuk aplikasi energi surya dan tidak memiliki bagian yang berputar karena semua gerakan fluida memanfaatkan efek alamiah.

Penelitian ini merupakan tahap lanjutan penelitian sebelumnya. Adapun perbedaan pada penelitian sebelumnya adalah penggunaan molecular sieve 13X sebagai adsorben dan methanol sebagai refigeran, serta ada sedikit perbedaan pada ukuran rangka mesin.


(21)

1.2.1 Tujuan umum

• Mahasiswa mampu membuat mesin pendingin tenaga surya siklus adsorpsi.

1.2.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui temperatur minimum air yang didinginkan. b. Mengetahui temperatur maksimum dari kolektor surya.

c. Mengetahui laju perpindahan panas dari kolektor, kondensor, dan evaporator.

1.3 Batasan Masalah

Dalam skripsi ini, penulis mambatasi masalah pada :

a. Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah alumina aktif moleculer seave 13X dan refrigeran yang digunakan adalah metanol. b. Massa alumina aktif moleculer sieve 13X 7 Kg dan rerigeran metanol 4

Liter.

c. Sudut kolektor pada penelitian adalah 30°.

1.4 Manfaat penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah

a. Perancang berikutnya pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya yang akan membahas hal yang sama dan untuk dijadikan bahan referensi atau sebagai bahan perbandingan.

b. Memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya mereka yang tertarik pada mesin pendingin tenaga surya untuk mengurangi penggunaan energi listrik.

c. Penerapan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktek.

d. Menjadi bahan referensi pengetahuan dalam bidang teknologi tepat guna. e. Dengan direncanakan dan dibuat alat ini diharapkan alat ini dapat


(22)

1.5 Sistematika penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi 5 (lima) bab, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini membahas latar belakang penulisan skripsi, tujuan penulisan, batasan masalah, dan manfaat penulisan ksripsi.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas teori-teori yang dapat mendukung dan menjadi pedoman dalam penyusunan skripsi. Pada bab ini dibahas teori tentang perpindahan panas,teori tentang kolektor surya pelat surya dan prinsip kerja mesin pendingin.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan metode pelaksanaan skripsi dan juga membahas alat dan bahan yang digunakan.

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab ini membahas hasil pengujian. Data yang dianalisa berupa temperatur dan tekanan pada adsorber.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas tentang kesimpulan hasil dari metodologi, analisa dan pembahasan dan juga membahas saran.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi

Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan generator bertekanan rendah, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga adsorben dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak kompresi tersebut,


(24)

Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yangmenggunakan energi komersial.

Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator, kondensor, dan evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai tempat refrigeran yang akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda yang akan didinginkan.

2.2 Evaporator

Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida seperti udara, air atau beberapa benda yang lain. (Bayu Rudianto, 2008)

Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin dan akan bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air. Cairan metanol akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat pemanasan adsorben. Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan terkumpul kembali di evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun perlahan – lahan dan akan menyerap metanol. Akibatnya metanol akan menguap dan menyerap kalor dari sekitarnya sehingga temperatur akan turun. (Bayu Rudianto, 2008)

2.2.1 Perpindahan Kalor Didalam Evaporator a. Koefisien Perpindahan Kalor

Faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor adalah kecepatan aliran fluida atau benda yang akan didinginkan, disamping itu makin besar luas bidang benda yang hendak diinginkan atau dekat dengan bidang pendingin juga mempengaruhi koefisien perpindahan kalor. Untuk temperatur penguapan refrigeran, temperatur benda atau fluida yang akan didinginkan akan dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari zat yang hendak didinginkan.Di dalam evaporator,


(25)

banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan rata- rata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah.

b. Kapasits (Q) Pendingin di dalam Evaporator

Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam Kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton Of Refrigeration (TR) atau Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas pencairan 1 ton es selama 24 jam.

Dimana tiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 btu, maka :

Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu; jumlah refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran didalam evaporator, jenis refrigeran yang digunakan.

2.2.2. Jenis Evaporator

Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Evaporator Pipa Telanjang ( Bare Tube Evaporator )

2. Evaporator Pelat ( Plate Surface Evaporator )

3. Evaporator Bersirip ( Finned Evaporator)

Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, evaporator dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :


(26)

1. Evaporator jenis expansi kering

Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada waktu masuk ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam kering.

Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran , maka perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan keadaan dimana refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan. Evaporator jenis ini tidak memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar, disamping itu jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat kecil.

Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh katup expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk uap jenuh, dan bahkan dalam keadaan superpanas.

2. Evaprator jenis super basah

Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi refrigeran diantara di antara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis basah. Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa penguapnya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh pada jenis expansi kering, tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah.

Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas dari koil sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan dari bagian bawah koil evaporator.

3. Evaporator jenis basah

Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Proses penguapannya terjadi seperti pada ketel uap. Gelelmbung refrigeran yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada permukaan cair atau terlepas dari permukaannya. Sebagian refrigeran kemudian masuk ke dalam akumulator yang memisahkan uap dari cairan maka refrigeran yang ada dalam bentuk uap sajalah yang masuk ke dalam kompresor. Bagian refrigeran cair yang


(27)

dipisahkan didalam akumulator akan masuk kembali kedalam evaporator, bersama – sama dengan refrigeran (cair) yang berasal dari kondensor.

Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran meyerap kalor dari fluida yang hendak di dinginkan ( air larutan garam), yang mengalir di dalam pipa uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas dari evaporatorsebelum masuk kekompresor. Tinggi permukaan cairan refrigeran yang ada di dalam evaporator diatur oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator di sesuaikan dengan beban pendingin. 2.3 Kondensor

Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar kalor berguna untuk membuang kalor dan mengubah wujud refrigeran dari uap menjadi cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kondensor adalah :

1. Luas muka perpindahan panasnya meliputi diameter pipa kondensor, panjang pipa kondensor dan karakteristik pipa kondensor.

2. Aliran udara pendinginnya secara konveksi natural atau aliran paksa oleh fan.

3. Perbedaan suhu antara refrigeran dengan udara luar. 4. Sifat dan karakteristik refrigeran di dalam system.

Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat melepaskan panas saat mengkondensasi methanol pada proses desorpsi. Tekanan refrigeran yang meninggalkan kondensor harus cukup tinggi untuk mengatasi gesekan pada pipa dan tahanan dari alat ekspasi, sebaliknya jika tekanan di dalam kondensor sangat rendah dapat menyebabkan refrigeran tidak mampu mengalir melalui alat ekspansi.

2.3.1. Prinsip Kerja Kondensor

Uap refrigeran yang keluar dari generator akan memasuki kondensor. Uap yang bersuhu tinggi ini sebelum masuk ke evaporator terlebih dahulu didinginkan di kondensor. Panas uap dari refrigeran secara konveksi akan mengalir ke pipa


(28)

kondensor. Panas akan mengalir ke sirip-sirip kondensor sehingga panas tersebut dibuang ke udara bebas melalui sirip dengan cara konveksi alamiah.

Sehingga untuk memperluas daya konveksi maka luas sirip dirancang semaksimal mungkin. Suhu uap refrigeran didalam kondensor ini akan turun tetapi tekanannya tetap tidak berubah. Bila penurunan suhu gas mencapai titik pengembunannya maka akan terjadi proses pengembunan (kondensasi), dalam hal ini terjadi perubahan wujud gas menjadi liquid yang tekanan dan suhunya masih cukup tinggi (tekanan condensing.

2.3.2. Analisis Kondensor

Dua sistem A dan B yang berbeda suhunya, bila dihubungkan satu sama lain akan terjadi perubahan suhu sampai suhu keduanya sama besar (setimbang). Perubahan suhu itu terjadi karena aliran panas atau perpindahan dari A ke B atau sebaliknya. Dari percobaan dan penelitian Count Rumford (1753-1814) serta Sir Janes Prascolt Youle (1818-1889) muncul suatu pendapat bahwa aliran panas itu tidak lain adalah suatu perpindahan energi :

�= �̇. c.∆t ...(2.1) Dimana

Q = Panas yang diserap atau dikeluarkan (w) m = Massa benda (kg)

c = Panas jenis (kj/kg°c)

∆t = selisih temperatur (°c)

Pada peristiwa melebur atau meleleh, panas yang diserap atau dikeluarkan oleh benda yang mengalami perubahan fase tersebut. Demikian juga pada peristiwa mendidih, mengembun dan sublimasi. Banyaknya panas persatuan massa benda pada waktu terjadi perubahan fase disebut panas laten (L).

Q = m.l ...(2.2)

Dimana

Q = Panas yang diserap atau dikeluarkan pada waktu perubahan fase (kj) M = Massa benda (kg)


(29)

L = Panas laten (kj/kg)

Perhitungan panas yang dilepas air persatuan massa dapat dirumuskan sebagai berikut:

�=��(�1−�2) +�+����(�2−�3)...(2.3)

Dimana

Z = Panas yang dilepas air persatuan massa (kj/kg) Cpw = Panas jenis air (kj/kg.k)

Cpes = Panas jenis es (kj/kg.k)

L = Panas laten yang harus dilepas (kj/kg) T3 = Temperatur akhir rata rata es (k)

2.4 Kolektor

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

2.4.1 Kolektor surya pelat rata

Data radiasi surya pada bidang miring jarang diperloleh : karakteristik dari permukaan di sekitarnya berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya, sehingga standariasasi pengukuran sukar dibuat. Misalnya, data untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponenen radiasi karena pemantulan, harus dirinci dulu kondisi saljunya, yaitu sifat pantulnya.

Karena itu, radiasi total pada suatu permukaan miring biasanya dihitung. Dalam bagian ini dipertimbangkan metode untuk menghitung komponen radiasi pada sutu permukaan miring. Komponen sorotan IbT diperoleh dengan mengubah


(30)

radiasi sorotan pada permukaan horizontal menjadi masuk normal dengan menggunakan sudut zenith, dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggunakan sudut masuk. Radiasi sorotan pada permukaan horisontal diperoleh dari selisih antara pengukuran radiasi total dan pengukuran radiasi sebaran untuk suatu lokasi tetentu.

Komponen sebaran pada permukaan miring, IdT , dihitung dari komponen horisontal. Perhitungan dapat dilakukan dengan dua cara: yang pertama dengan menganggap radiasi sebaran didistribusi merata; yang kedua, suatu , metode yang lebih teliti, menggap bahwa sebaran lebih banyak berasal dari daerah langit dekat matahari. Karena untuk kebanyakan daerah, komponen sebaran untuk suatu permukaan horizontal, Id , tidak dapat diperoleh secara terpisah, maka suatu metode perhitungan fraksi sebaran dari radiasi total, Id/I. Komponen yang dipantulkan pada permukaan miring, IrT, dapat segera dihitung apabila reflektansi dari permukaan disekitanya telah diketahui. Radiasi total pada permukaan miring adalah jumlah dari tiga komponen yang diterangkan dengan menggunakan rumus:

IT – IbT + IdT + IrT ……….…..(2.4)

Intensitas radiasi langsung atau sorotan per jam pada sudut masuk normal Ibn,

Ibn = cosIb∅z ……….(2.5)

Dimana Ib adalah radiasi sorotan pada permukaan horizontal dan cosØz adalah sudut zenith, untuk permukaan yang dimiringkan dengan sudut terhadap bidang horizontal, intensitas dari komponen sorotan adalah :

IbT = Ibn cosØT = Ib cos∅T

cos∅z ...(2.6)

Dimana ØT disebut sudut masuk, dan didefenisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen tegak lurus ( 90 oC) pada permukaan miring.

Apabila permukaan dimiringkan denga sudut terhadap horizontal, maka hal itu adalah sama dengan apabila bumi diputar denga arah jarum jam sebesar , dan


(31)

permukaannya tetap berada pada kedudukan yang sama,. Hubungan antara cosØz untuk garis lintang ф – kemudian datap diganti untuk permukaan yang dimiringkan pada garis lintang ф. Karena garis lintang ditentukan dari bidang ekuator, maka kemiringan permukaan megarah ke ekuator, yaitu bahwa permukaan itu dimiringkan ke selatan.

Persamaan untuk sudut ØT , yaitu sudut masuk adalah :

Cos ØT = sin δ. Sin (ф – ) + cos δ. Cos (ф – ). Cos ω ...(2.7)

Radiasi sorotan IbT pada permukaan miring selanjutnya dapat dihitung dari radiasi sorotan Ib pada sebuah permukaan horizontal,

��� = Ib

sinδ . sin(φ−β) + cosδ. cos(φ−β) cosω

sinδ. sinφ+ cosδ. cosφ cosω … … … … (2.8)

Radiasi sebaran yang disebut juga radiasi langit (sky radiation), adalah radiasi yang diancarkan ke permukaan oleh atmosfer, dank arena itu berasal dari seluruh bagian langit.

Apabila dimisalkan, seperti yang sering terjadi, bahwa radiasi sebaran (langit) didistribusikan merata , maka radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan:

��

= I

d

1+cosβ

2 ...(2.9)

Dimana adalah sudut miring dari permukaan miring dan Id menunjukkan besarnya radiasi sebaran.

Selain komponen radiasi langsung dan sebaran, permukaan penerima juga mendapatkan radiasi yang dipantulkan dari permukaan yang berdekatan; jumlah radiasi yang dipantulkan tergantung dari reflektansi dari permukaan yang berdektan itu,dan kemiringan permukaan yang menerima. Radiasi yang dipantulkan per jam, juga disebut radiasi patulan , adalah :

��

=

α

(I

bT

+ I

d

)

1−���β


(32)

Dimana = 0,20-0,25 untuk permukaan tanpa salju dan 0,7 untuk permukaan lapisan salju.

2.4.2. Efisiensi sirip

Efisiensi sirip adalah satu satunya parameter yang paling penting dalam perancangan kolektor surya jenis cairan. Pelat penyerap memindahkan panasnya secara konduksi ke pipa-pipa yang secara mekanis dan termal tersambung pada pelat penyerap itu. Kerugian panas dari penyerap akan menjadi minimum jika seluruh sirip ada pada Tb. Dalam sebuah kolektor yang yang dirancang dengan sangat baik, selisih temperatur Tmaks – Tb dibuat sekecil mungkin. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Hal ini dicapai dengan memilih sebuah lembar penyerap dengan konduktivitas termal k yang baik, dengan ketebalan d yang cukup memadai dan dengan alur aliran panas (s-d)/2 sependek mungkin. Teori penukar panas dengan permukaan yang diperluas sudah sangat bagus. Sirip-sirip pendingin dapat dilihat pada motor dengan pendinginan udara, kompresor,dan peralatan elekronik. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Parameter rancangan yang berkaitan dengan tebal pelat δ, konduktivitas thermal k, dan sela antara pipa s disebut efiiensi sirip dan diberi lambang F. Temperatur pelat, Tp°C

TF−��(τα) �� ��−����(τα)

=

cosh x �UL / �δ cosh �� / �δ�−�

2

...(2.11)

Dalam kolektor surya, efisiensi sirip adalah suatu ukuran untuk mengetahui kebaikan radiasi diserap dan diubah menjadi panas yang dikonduksikan ke bagian dasar sirip

=

tanh��U L

kδ� sd

2 ��

�U Lkδ�s−2d�

...(2.12)

Dimana :

UL = Kerugian panas total S = sela antara pipa


(33)

d = diameter luar pipa

Harga konduktivitas termal untuk bahan khas yang digunakan dalam kolektor surya ditunjukkan dalam tabel 2.1. Suatu penelitian terhadap literatur mengenai kolektor komersial menunjukkan bahwa harga F berkisar antara 0.92 dan 0.95.

Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu

No Bahan Konduktivitas

termal (k), W/(m.K)

1 Tembaga 385.0

2 Aluminium 211.0

3 Timah Putih 66.0

4 Baja, 1 % karbon 45.0

5 Baja tahan karat 16.0

6 Kaca 1.05

7 ABS ( Akrilonitiril-Butadien-Stiren ) 0.27

8 Polikarbonat 0.2

9 Karet alam 30 durometer 0.14 10 Karet alam 70 durometer 0.17 11 Isolasi papan kaca serat 0.043

(sumber : Arismunandar, 1995)

2.4.3. Koefisien Kerugian, UL

Mekanisme kerugian panas dari dalam penyerap dalam gambar di bawah ini adalah sebagai berikut. Panas hilang dari bagian atas pelat penyerap karena konveksi ala dan karena radiasi ke permukaan dalam dari pelat penutup kaca. Sebagian dari radiasi itu akan benar-benar melauipenutup kaca, tetapi dalam analisis ini hal itu akan diabaikan. Panas ini akan dikonduksikan oleh pelat kaca ke permukaan luarnya. Kemudian dipindahkan ke etmosfer luar secara konveksi dan radiasi. (Wiranto Arismunandar, 1995)


(34)

Gambar 2.2 Kerugian panas kolektor (sumber : Arismunandar, 1995)

Kerugian panas ini dinamai kerugian atas (top loss),dinyatakan dengan: Ut(tp-ta) W/m2...(2.13)

Dimana :

Ut = Koefisien kerugian atas ,W/(m2.K)

Tp dan Ta = Temperatur pelat dan temperatur lingkungan.

Kebalikan dari Ut,1/Ut, adalah jumlah tahanan terhadap perpindahan panas dari pelat ke lingkungan yang dinyatakan dengan sirkuit seri-pararel sederhana dalam gambar

Dalam sirkuit ini,

a. h1 = koefisien konveksi (alam) dalam

b. h2 = koefisen radiasi (ekivalen) dalam

c. R(kaca) = harga R dari kaca,tebal/konduktivitas termal =t/k,m2.K/W d. Ho = koefisien konveksi luar

e. Hro = koefisien radiasi (ekivalen) luar

Dimana satuan-satuan untuk koefisien konveksi dan koefisien radiasi adalah W/(m2.K). Karena dalam suatu sirkuit pararel konduktansi-konduktansi dijumlahkan, dan dalam suatu sirkuitseri tahanannya dijumlahkan, maka tahanan total dapat ditulis

1 �� =

1 ℎ1+ ℎ2+

t

� (����) + 1


(35)

a. Koefisien konveksi alam

koefisien konveksi alam hi antara pelat-pelat miring yang dipanasi dari bawah telah dikorelasikan oleh hollands dan lain-lain untuk sudut miring lain antara 0o dan 70° yang dinyatakan dalam bilangan Rayleigh (perbandingan gaya apung terhadap gaya viskos) dan sudut miring β1 . Koefisien tersebut dapat dengan mudah dinyatakan dari sela z, antara pelat penyerap dan penutup kaca, dengan sudut miring sebagai parameter.

Dan temperatur rata-rata (Tm) :

Tm = (Tp+Tc)/2K...(2.15)

Gambar 2.3 Sirkuit ekivalen untuk tahanan perpindahan panas melalui bagian atas kolektor, I/Ut

(sumber : Arismunandar, 1995) b. koefisien radiasi dalam (ekivalen) hri

Penukaran panas radiasi antara penyerap dan penutup adalah :

q =

σ(�� 4

�4)

1 ε+

1 ε−1

...(2.16)

yang dapat ditulis sebagai fungsi koefisien radiasi ekuivalen hri sebagai q = hri (Tp-Tc)...(2.17)

dimana :

��

=

σ (Tp

4−T c 4)

(ε1

p− 1

εc−1)(Tp−Tc)


(36)

c. Tahanan termal kaca dinyatakan dengan :

(����)

=

t

�...(2.19) Dimana:

T = Tebal kaca

m dan k = konduktivitas termal W/(m.K)

d. Koefisien konveksi luar ho dihitung dengan :

Ho = 5,7 + 3.8 V...(2.20) dimana V adalah kecepatan angin dalam m/s (meter/detik)

e. Koefisien radiasi luar ekivalen dapat ditulis sebagai :

��� =

εcσ(Tc4−Tlangit4 ) Tc−Tlangit w/(m

2.k)...(2.21) Dimana temperatur langit diperkirakan oleh Swinbank adalah

Tlangit = 0,0552 (Ta3/2)...(2.22) Temperatur luar Ta adalah dalam derajat Kelvin (K)

Koefisien kerugian Total UL, ditentukan dengan menambahkan koefisien kerugian bawah dari kolektor pada Ut, atau

UL = Ub + Ut...(2.23)

Dengan cara menyamakan perpindahan panas dari pelat penyerap ke luar dengan perpindahan panas dari pelat penyerap ke tutup muka dengan mudah dapat diperolah persamaan untuk menghitung temperatur tutup. Temperatur ini digunakan untuk mendapatkan sebuah garga baru dari Utdan proses tersebut diulangi sampai selisihnya dengan harga dari Ut berikutnya menjadi cukup kecil.

Pelepasan panas sebuah kolektor surya lebih baik sebagai fungsi dari temperatur masuk fluida Ti. Hal ini dapat dilakukan dengan memakai faktor pelepasan panas yang diberi lambang FR. Apabila kerugian panas dinyatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk Ti maka kerugian tersebut dinyatakan sebagai :


(37)

Dimana Ti selalu lebih kecil dari pada temperatur pelat yang menjadi dasar bagi UL . Maka perolehan panas yang dinyatatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk, menjadi

FR[ (GT (��) - UL (Ti-Ta)]

2.4.4. Faktor Efisiensi, F’

Karena temperatur Tp dari pelat penyerap berubah-ubah sepanjang dan melintang pelat itu, maka persamaan perolehan panas kolektor dan persamaan efisiensi biasanya dinyatakan dengan fungsi dari temperatur fluida masuk, yang relative mudah dikontrol dan diukur selama pengujian dan operasinya. Langkah pertama untuk mencapai hal tersebut adalah menggunakan effisiensi sirip F’ berdasarkan temperatur dasar Tb. (Wiranto Arismunandar, 1995)

Perolehan panas melalui lebar sirip (s-d)/2 , adalah :

��−�2 � �[Gt(τα)−UL(Tb −Ta)]...(2.25)

Apabila radiasi yang diserap Gt (τα) untuk sesaat dibuat sama denga nol,maka aliran panas dapat ditulis sebagai

Tb−Ta 1

UL[(s−d)�+�]

...(2.26) Dimana tahanan terhadap aliran panas dalam sirip adalah

1 UL[(s−d)�+�]

...(2.27) Tahanan dari perekat (misalnya solder) adalah

1 ��

Dimana b adalah panjang perekat dan 1 adalah tebalnya. Perbandingan kb/I disebut kondukstansi perekat Cb

2.4.5. Efisiensi Termal Kolektor Surya a. Persamaan efisiensi termal

Perolehan panas atau keluaran berguna dari sebuah kolektor surya pelat rata diberikan sebagai


(38)

FR[��(τα)−UL(Ti− Ta)]

Apabila keluaran ini dibagi dengan masukan, yaitu masukan radiasi pada kolektor,perbandingan yang dihasilkan adalah

η= �(τα)− ��Ti−Ta

GT �...(2.28)

η didefenisikan sebagai efisiensi termal kolektor, dan FR UL biasanya hampir konstan dalam daerah operasi kolektor. Dengan demikian persamaan ini dapat dilihat sebagai bentuk persamaan lurus y = b = mx, dimana b adalah sumbu -y yang terpotong dan m adalah kemiringan garis tersebut. FR (τα) adalah titik potong dan -FRUL adalah kemiringan garis lurus, dengan satuan absis a (Ti-Ta)/GT . Karena itu bilangan FR dan -FRUL adalah karakteristik prestasi termal dari kolektor pelat rata, dan merupakan masukan bagi sejumlah program komputer untuk sistem energi surya. (Wiranto Arismunandar, 1995)

b. Persamaan empiris untuk koefisien kerugian Ut

Sebuah persamaan empiris disarankan oleh S.A. Klein dan baru-baru ini dimodifikasi oleh Agarwal dan Larson untuk memperhitungkan ketergantungan sudut Ut pada kemeringin ,

Ut =

�����−���+� �0,33

+

1

�0

−1

+

�+ ����Tp

2

+Ta2�

�ε+ 0,05 ��1−ε��−1+ �2N +fε −1

g �−N

...(2.29)

Dimana :

N = Jumlah kaca penutup

F = (1- 0,04 ho + 0,0005ho2)(1+0,091N) C = 250[1-0,0044(-90o)]

Harga ho = 5,7 + 3,8 V W/m2.K Dimana V adalah kecepatan angin

2.5 Kalor (Q)

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda


(39)

mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

2.5.1 Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

QL = Le m...(2.30) Dimana

QL = Kalor laten zat (J)

Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg) m = Massa zat (kg)

2.5.2 Kalor sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

�� =�̇. Cp.∆t...(2.31)

Dimana :

Qs = Kalor sensibel zat (J)

Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K) ΔT


(40)

M = Massa benda (kg)

2.5.3 Tinjauan Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah salah satu dari displin mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Perpindahan panas diklasifikasikan

menjadi

panas melalui

Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi. Apabila sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka kita menyebutnya konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca ( umumnya menutupi kolektor ) dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi

2.5.4 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah proses perpindahan panas dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam satu medium baik itu cair, padat, dan gas ataupun antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Setiap benda mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin. Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, semakin cepat benda itu akan mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain. Dapat dikatakan bahwa energi dapat berpindah secara konduksi apabila laju perpindahan kalor berbanding dengan gradien suhu normal.

�~

∂T ∂�


(41)

Panas mengalir secara konduksi dari daeah yang berteperatur tnggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier

�= −����

�� � (����)...(2.32)

Dimana :

q = Laju perpindahan panas (w)

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)

dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalan arah aliran panas (-k/m)

k = Konduktivitas thermal bahan (w/mok)

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu:

�= −KA∆t

L...(2.33)

Dimana :

Q = laju aliran energi (W) A = luas penampang (m2) Δt = beda suhu (K)

L = panjang (m)


(42)

2.5.5 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan, energi dan gerakan mencampur. Proses terjadi pada permukaan padat (lebih panas atau dingin) terhadap cairan atau gas (lebih dingin atau panas). Pada bagian tepi pelat terbentuk suatu daerah dimana pengaruh gaya viskos semakin meningkat. Gaya-gaya viskos dapat diterangkan dengan tegangan geser () antara lapisan-lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding lurus dengan gradient kecepatan normal, maka dapat dirumuskan persamaan dasar untuk viskositas :

=

��

��

...(

2.34

)

Konstanta proporsional disebut viskositas dinamik.

1. Bilangan Prandtl (Pr)

Bilangan Prandtl adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan fungsi dari sifat-sifat fluida. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai perbandingan viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida yaitu

��

=

��.µ

� ...(2.35)

Dimana :

Cp = panas spesifik fluida (J/kg.K) μ = viskositas fluida (Pa.det) k = konduktivitas thermal (W/m2K) 2. Bilangan Nusselt (Nu)

��=hc .D

k ...(2.36)

Dimana :

Hc = koefisien konveksi (W/m2K) D = diameter efektif aliran fluida (m) k = konduktifitas thermal fluida (W/mK)


(43)

Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu sehingga hubungan antara bilangan Nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat dirumuskan

Nu = C (

��

+

��

)

...

(2.37) 2.5.6 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi termal adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Ada beberapa jenis radiasi elektromagnetik ,radiasi termal hanyalah salah satu diantaranya. Apapun jenis radiasi itu, ia selalu merambat dengan kecepatan cahaya, 3x1010 m/s. kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang-gelombang dengan frekuensi radiasi,

C = .�...(2.38)

Dimana,

C = Kecepatan cahaya � = Panjang gelombang � = frekuensi.

Perambatan radiasi termal berlangsung dalam bentuk kuantum-kuantum yang diskrit atau farik (discrete), setaip kuantum mengandung energi sebesar

E = h. ...(2.39) Dimana h adalah 6,625 x 10-34 J.s

Bila densitas energi diintegrasikan sepanjang seluruh panjang-gelombang,maka energy total yang dipancarkan sebanding dengan pangkat empat suhu absolut atau sesuai dengan hukum Stefan-Boltzmann :

Eb =

��

4 Dimana :

Eb = energi yang diradiasikan persatuan waktu dan persatuan luas (Watt/m2),


(44)

Penukaran panas netto secara radiasi termal adalah:

q

=

σ

A

(

T

1 4

-T

2

4

)...

(2.40)

dimana:

σ = konstanta Stefan-Boltsman,5,67 x 108 W/(m2.K4 ) A = luas bidang,m2

Temperatur adalah derajat Kelvin pangkat empat,K4

2.6 Adsorben

2.6.1 Alumina Aktif Molecular Sieve

Molecular sieve adalah adsorben pertama yang digunakan secara komersial. Senyawa ini merupakan unit material dari logam alumina silikat yang terhubung secara tiga dimensi dengan kristal silika dan alumina tetrahedral (Schweitzer, 1996). Adsorben ini memiliki pori-pori kecil/halus dimana ukurannya sudah sangat terstandarisasi dan seragam. Pori-pori tersebut dapat dengan selektif "melanjutkan" atau "menangkap" molekul-molekul yang lewat berdasarkan besar-kecilnya ukuran molekul. Ukuran diameter ini mempengaruhi senyawa apa yang akan ditangkap atau diteruskan. Penyaring molekular berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk menyaring molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul air yang mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya.

Oleh karena itu, penyaring molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant). Molecular sieve sering digunakan untuk menyerap air (jari-jari molekular air sekitar 0,28 nm). Kemampuannya untuk menyerap H2O cukup tinggi, yaitu sampai mencapai 25% beratnya sendiri. Berdasarkan bentuk molekulnya, molecular sieve terdiri dari dua jenis, yaitu tipe A (yang berbentuk pellet dan serbuk) dan X. Penyaring molekular biasanya terdiri dari mineral-mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air. Bentuk molekul dari molecular sieve dapat dilihat pada gambar 2.4.


(45)

Gambar 2.4 Bentuk molekul molecular sieve (Savary, 2004)

Kekurangan dari adsorben ini adalah kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi cukup besar. Besarnya energi tersebut disebabkan oleh tingginya temperatur yang dibutuhkan untuk proses desorpsi air yang terjebak di pori-pori. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kekurangan tersebut dapat segera ditutupi dengan banyaknya adsorbat yang dapat diserap oleh molecular sieve.

Kemampuan penyerapan molecular sieve dapat berkurang akibat kontaminasi zat-zat seperti minyak, olefin, dan diolefin. Selain oleh zat-zat tersebut, kemampuan penyerapan molecular sieve juga dapat berkurang akibat terbentuknya arang (coke) dipermukaan molecular sieve dari proses regenerasi adsorben. Arang ini dapat menutupi permukaan aktif sehingga mengurangi jumlah air yang dapat diserap.

Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa (seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum tinggi. Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :

• 3A (ukuran pori 3Å) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk pengeringan cairan polar.

• 4A (ukuran pori 4Å) : mengadsorpsi H2O, CO2, SO2, H2S, C2H4, C2H6, C3H6, Etanol. Tidak akan mengadsorpsi C3H8 dan hidrokarbon yang lebih tinggi.


(46)

• 5A (ukuran pori 5Å) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n- C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.

• 10X (ukuran pori 8Å) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.

• 13X (ukuran pori 10Å) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n-butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide (HMPA) (Anonim 2006).

Gambar 2.5 Molekuler sieve 13X

Berdasarkan dari pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa 1 kg alumina aktif moleculer seave mampu menyerap methanol 350 ml. Atas dasar inilah dipilihnya alumina aktif moleculer seave sebagai adsorben untuk mesin pendingin siklus adsorpsi.

2.7. Refrigeran

Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke udara sekeliling di luar benda.


(47)

Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).

2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.

Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

1. R-C316 C4Cl2F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane 2. R-C317 C4ClF7 chloroheptafluorocyclobutane 3. R-318 C4F8 octafluorocyclobutane

4. Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.

Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi.


(48)

Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

4. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa

Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butana (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.

5. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrigeran ini adalah:

• R-702 : hidrogen • R-704 : helium • R-717 : amonia • R-718 : air • R-744 : O2 • R-764 : SO2


(49)

6. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran halokarbon.

2.7.1 Metanol

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya.

Gambar 2.6 Metanol ( CH3OH) Adapun sifat Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Sifat Metanol

Sifat Metanol Massa jenis

Panas Laten Penguapan (Le)

787 kg/m³, cair -97,7oC

64,5oC

Flammable (F), Toxic (T) 1100 kJ/kg


(50)

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus.

Metanol merupakan bentuk

metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.

Setelah beberapa hari uap metanol aka

bantuan sinar

2.7.2 Keamanan Refrigeran

Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan mudah terbakar.

Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B sebaliknya.

Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3oC. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm dan temperatur 21,1oC atau kalor pembakarannya kurang


(51)

dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg/m3 ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran diklasifikasikan menjadi 6 kategori.

1. A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.

2. A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah. 3. A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar. 4. B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.

5. B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah. B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar 2.8. Siklus Adsorpsi

2.8.1. Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.

Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.

Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat di atas permukaan adsorben, sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben. Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat


(52)

yang diserap dengan adsorben. Banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu).

Gambar 2.7 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di atas. Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.

Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di dalam labu kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke


(53)

botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.

Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini : 1. Proses Pemanasan ( pemberian tekanan )

Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada temperatur rendah TA dan tekanan rendah Pe (tekanan evaporator). Adsorber akan menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran refrigeran (metanol atau R134a yang masuk maupun yang keluar dari adsorber). 2. Proses desorpsi

Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair dan mengalir ke kondensor.

3. Proses Pendinginan (penurunan tekanan)

Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F, adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.

4. Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A, Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air yang ada disekitar evaporator sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut.


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksaan penelitian ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang meliputi tahapan yaitu:

Tahapan Persiapan Mulai

Survey Lapangan

Assembling Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi

Pengujian Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran


(55)

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Pendingin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.3. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Pelat stainless steel 1 lembar

2. Pipa stainless steel ½” 3 meter

3. Pipa stainless steel ¾” 1 meter

4. Katup / valve stainless 5 buah

5. Manometer vakum 2 buah

6. Alumina aktif moleculer sieve 13X 7 kg

7. Methanol 4 liter

8. Rockwall

9. Selang karet ¾’’ 1 meter

10. Busa 1 lembar 1x1 meter

11. Lem araldite 4 buah

12. Lem dexton 3 buah

13. Lem silicon 2 botol

14. Papan 1 lembar


(56)

16. Kaca transparan tebal 8 mm

17. Pelat besi siku 5 cm x 5 cm

18. Cat semprot hitam tahan panas

19. Cat minyak warna hijau 1 kaleng

20. Gelas ukur 1 buah

21. Kawat nyamuk 1/2 meter

22. Isolasi

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Pompa vakum

Pompa vakum adalah sebuah alat untuk yang fungsinya untuk membantu menurunkan tekanan dan untuk mengeluarkan partikel-partikel/kotoran seperti uap air dan lainnya dari kolektor, kondensor dan evaporator.

Gambar 3.1 Pompa vakum Spesifikasi:

Merk : Robinair Model No. : 15601 Capacity : 142 l/m Motor : ½ HP


(57)

2. Agilent

Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada flashdisk yang dihubungkan pada bagian belakang alat ini.

Gambar 3.2 Agilent

Spesifikasi

a) Tipe : Agilent 34970A b) Buatan : Belanda

c) Jumlah sensor thermocouple : 20 channels multiplexer d) Ketelitian termokopel 0.03°C

e) Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik f) Daya 35 Watt

g) Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor, serta arus listrik AC

3. Station data log Hobo Micro Station

HOBO Micro Station adalah sebuah alat pencatat data dari 3 sensor pencatat microclimates multi channel (Intensitas radiasi matahari, kecepatan, angin, dan kelembaban relatif). Mikro station ini menggunakan sebuah jaringan yang terhubung dengan beberapa sensor pintar yang berfungsi untuk melakukan pengukuran. Terdiri dari Sebuah data logger yang terhubung dengan perangkat komputer dan beberapa sensor yang dipasang pada sebuah penyangga.


(58)

Gambar 3.3 Hobo Micro station data logger Dengan spesifikasi :

a) Skala Pengoperasian : -200 – 500C dengan baterai alkalin -400 – 700C dengan baterai litium b) 2.Input Sensor : 3 buah sensor pintar multi channel

monitoring

c) 3.Ukuran : 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm

d) 4.Berat : 0,36 kg

e) 5.Memori : 512K Penyimpanan data nonvolatile flash.

f) 6.Interval Pengukuran : 1 detik – 18 jam

g) 7.Akurasi waktu : 0 sampai 2 detik untuk titik data pertama dan ±5 detik untuk setiap minggu pada suhu 25o C


(59)

Terdapat beberapa alat ukur pada Hobo Micro station data logger yaitu : a. Pyranometer

Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi. Satuan alat ukur ini adalah W/m2.

Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer

Parameter pengukuran Intensitas radiasi dengan interval 1 detik Rentang Pengukuran 0 sampai 1280 W/m2

Temperatur kerja Temperature: -40° C to 75 °C (-40° F to 167 °F)

Akurasi ± 10,0 W/m

2 or ± 5%. Tambahan temperatur error 0,38 W/m2/°C from 25 °C (0,21 W/m2/°F from 77 °F)

Resolusi 1,5 W/m2

Penyimpangan < ± 2% per Year Panjang kabel 3 Meters (9,8 ft)

Berat 120 grams (4,0 oz)

Dimensi 41 mm Height x 32 mm Diameter (1 5/8" x 1 1/4") (sumber : HOBO Micro station user’s guide)

b. Wind Velocity Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Satuan alat ukur ini adalah m/s. Berikut adalah spesifikasi wind velocity sensor.

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor Parameter pengukuran Kecepatan angin rata-rata

Kecepatan angin tertinggi Data Channels 2 Channel, 1 Port

Rentang pengukuran 0 to 45 m/s (0 to 100 mph)


(60)

Akurasi ±1.1 m/s (2.4 mph) atau 4%

Resolusi 0,38 m/s (0,85 mph)

Ambang batas awal 1 m/s (2,2 mph) Kecepatan angin maksimum 54 m/s (120 mph) Radius pengukuran 3 Meter

Housing 3 buah Anemometer dengan bantalan Teflon Bearings dan poros Hardened Beryllium Panjang kabel 3,0 Meters (10 ft)

Dimensi 190 cm x 51 cm (7,5" x 3,2")

Berat 300 gram (10 oz)

(sumber : HOBO Micro station user’s guide) c. Ambient Measurement apparatus

Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan sekitar. Satuan alat ukur ini adalah °C. Dengan spesifikasi:

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement Apparatus Rentang pengukuran -40 °C to 125 °C (-40 °F to 257 °F)

Akurasi ±0,22 °C at 25 °C (±0.4 °F at 77 °F) see Diagram Resolusi 0,02 °C @ 25 °C (0,04 °F @ 77 °F)

Penyimpangan 0,05 °C/yr + 0,1 °C/1000 hrs above 100 °C Waktu Respon Water: 3,5 minutes to 90%

Air: 10 minutes to 90% ( Moving at 1 m/sec) Akurasi Waktu ±2 Minutes per Month at 25 °C (77 °F) Sampling Rate 1 Second to 18 Hours

Kapasitas penyimpanan data

43,000 12-bit Samples/Readings

Konstruksi housing 316L Stainless Steel with O-ring seal Tekanan/kedalaman kerja 2200 psi (1500 m/4900 ft) maximum Lingkungan kerja Air, Water, Steam (0 to 100% RH)

Berat 72 g (2,5 oz)


(61)

d. T and RH Smart Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kelembaban. Besarnya nilai yang diukur oleh alat ini dalam persen (%).

Tabel 3.4 Spesifikasi T dan RH Smart Sensor

Channel 1 Channel kelembapan

Rentang pengukuran -40 °C - 100 °C (-40 °F - 212 °F)

Akurasi < ±0.2 °C - 0 °C sampai 50 °C (< ±0.36 °F @ 32 °C - 122 °F)

Resolusi < ±0,03 °C dari 0 °C - 50 °C (< ±0,054°F dari 32°F - 122°F) Penyimpangan < ±0,1 °C (0,18 °F)/tahun

Waktu Respon kurang 2,5 Menit sampai RH 90% dalam 1 m/det gerakan udara

Housing Stainless Steel Sensor Tip Pilihan operasi pengukuran Tersedia

Kondisi Lingkungan Kabel dan Sensor Tahan air selama 1 tahun dengan Temperatur sampai 50 °C

Berat w/ 17 Meter Cable: 880 grams (12,0 oz) Dimensi 7 mm x 38 mm (0,28" x 1,50") - (Sensor saja)

(sumber : HOBO Micro station user’s guide)

4. Manometer vakum


(62)

Spesifikasi :

Buatan : Jepang Max tekanan : 0 CmHg Min tekanan : -76 CmHg

3.4 Perancangan mesin pendingin tenaga surya

Uap Refrigeran

Uap Refrigeran

Gambar 3.5 Proses desorpsi mesin pendingin tenaga surya


(63)

3.5 Dimensi utama alat penelitian 3.5.1 Kolektor

3.5.1.1 Adsorber

Adsorber adalah alat yang digunakan untuk menangkap panas dari radiasi matahari pada proses desorpsi berlangung. Adsorber terbuat dari bahan pelat stainless steel dengan ketebalan 1 mm dengan luas permukaan 0,0025 m2. Adsorber dilapisi dengan kaca dan jarak kaca dengan adsorber adalah 30 mm.

Gambar 3.7 Model kolektor

Adsorber disambungkan dengan tiga pipa berukuran ¾ “ stainless steel, pipa yang pertama (dari kiri kekanan) dihubungkan langsung ke evaporator sedangkan pipa yang ketiga di pasangkan manometer vakum lalu dihubungkan ke kondensor , dan dari kondensor dihubungkan lagi ke evaporator. Pipa pertama dan ketiga memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk proses adsorpsi dan desorpsi. Sedangkan pipa yang kedua atau pipa yang ditengah hanya terhubung pada adsorber saja karena fungsi dari pipa ini ialah untuk proses pemakuman pada saat sore hari/pada saat proses desorpsi berakhir.


(64)

Gambar 3.8 Ruang bagian dalam adsorber Keterangan gambar :

Tebal pelat : 1 mm Tebal fin : 1 mm Jarak antar fin : 50 mm

Tinggi fin ` : 50 mm Jumlah fin : 12 buah Tinggi adsorber : 80 mm Diameter pipa (Ø ) : 3/4”

3.5.1.2 Kotak isolasi adsorber

Kotak isolasi adalah tempat generator/kolektor yang diisolasi dengan baik sehingga panas yang diserap kolektor tidak terbuang ke luar.


(65)

Gambar 3.9 Model kotak isolasi

Gambar 3.10 Posisi adsorber pada kotak isolasi

Bahan : kayu

Ukuran kotak : 600 mm x 600 mm x 210 mm Tebal box isolasi : 15 mm

3.5.1.3 Kaca penutup

Kaca penutup berfungsi untuk menangkap sekaligus mengurangi kerugian panas yang mengalir ke luar.


(66)

Gambar 3.11 Model kaca kolektor

Tebal kaca : 8 mm

Ukuran kaca : 550 x 550 mm Jumlah kaca : 1 lapis

Jarak generator ke kaca : 30 mm 3.5.2 kondensor

Kondensor terdiri dari 17 buah sirip yang terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran sirip 400 mm x 100 mm dan tebal plat 1 mm. Udara disirkulasikan ke sirip kondensor sehingga uap refrigeran yang berada di dalam pipa akan memindahkan panas ke udara pendingin melalui permukaan sirip tersebut.

Gambar 3.12 Model kondensor 3.5.3 Evaporator

Salah satu komponen utama mesin pendingin adsorpsi yang akan dirancang adalah evaporator. Evaporator dibuat sesuai dengan kapasitas


(67)

metanol yang mampu diserap oleh alumina pada generator dengan dimensi 220× 220×10 (mm).

Gambar 3.13 Model evaporator

Ini adalah gambar dari model evaporator yang digunakan pada penelitian ini, evaporator disambungkan 3 buah pipa ¾ “ stainless steel. Sama halnya seperti pada kolektor / adsorber tadi pipa pertama dan ketiga pada evaporator ini merupakan pasangan dari pipa pada absorber . Pipa pertama (dari kiri kekanan) dihubungkan langsung ke absorber sedangkan pipa ketiga dipasangkan manometer vakum lalu dihubungkan ke kondensor. Sedangkan pipa yang ketiga untuk pengisian pengisian methanol setelah proses assembling selesai.

Gambar 3.14 Ukuran evaporator 3.5.3.1 Kotak insulasi

Kotak insulasi adalah ruang sekaligus tempat evaporator dan wadah air yang akan didinginkan. Kotak insulasi terbuat dari bahan plat stainless dengan ketebalan 1 mm. Ruang bagian dalam kotak insulasi diisolasi dengan karet agar ruangan di dalam kotak insulasi tidak berhubungan dengan


(68)

udara luar dan bagian luar kotak insulasi dilapisi lagi dengan styrofoam agar suhu udara luar atau udara lingkungan tidak bersinggungan dengan suhu kamar ruang pendingin.

Gambar 3.15 Kotak insulasi

3.5.3.2 Wadah penampung air

Dalam penelitian ini media yang didinginkan adalah air. Air ditampung di dalam sebuah wadah dan diletakkan di dalam kotak insulasi. Ukuran wadah disesuaikan dengan ukuran evaporator dan kapasitas air yang akan didinginkan. Wadah ini terbuat dari bahan aluminium.

Gambar 3.16 Wadah penampung air

3.6 Langkah pembuatan mesin pendingin tenaga surya 3.6.1 Kolektor (adsorber)

1. Adsorber terbuat dari bahan pelat stainless steel dengan ketebalan 1 mm. Langkah awal dalam pembuatan adsorber adalah proses pemotongan plat sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Pembentukan pelat menjadi sebuah kotak stainless atau proses pembendingan.Setelah proses pembendingan selesai dilakukan maka proses pengelasan dilakukan agar


(69)

tidak ada sedikitpun celah udara masuk atau keluar dari adsorber. Bagian yang di las adalah bagian siku atau bagian sudut kolektor beserta pemasangan fin pada kolektor. Proses pengelasan ini menggunakan las argon. Las argon dipilih karena bahan atau material yang akan dilas terbuat dari bahan stainless steel dan memiliki ketebalan 1 mm, dan hasil sambungan lebih kuat dan menghindari tingkat kebocoran sehingga las argon memenuhi kriteria dalam proses pengelasan ini.

2. Setelah adsorber dibentuk, maka adsorber diisi dengan adsorben. Jumlah adsorben yang dimasukkan adalah 7 kg alumina aktif moleculer sieve 13X. Adsorben alumina aktif langsung dituang merata disetiap bagian kolektor.

Gambar 3.17 Pengisian adsorben

3. Setelah proses pengisian adsorben selesai, maka adsorben dilapisi dengan jaring kawat. Tujuannya adalah agar adsorben tidak jatuh ke bawah pada saat adsorber dibalikkan dan pada proses pemvakuman dilakukan adsorben tidak ada yang terhisap oleh pompa vakum, sehingga adsorben tidak ada yang terbuang.


(70)

Gambar 3.18 Pemasangan jaring kawat

4. Setelah jaring kawat terpasang dengan baik, maka adsorber pun ditutup dengan penutup adsorben. Adsorber dilengkapi juga dengan tiga buah pipa dua dari tiga pipa tersebut dilengkapi dengan valve atau katup dan salah satu pipa dilengkapi dengan manometer untuk mengukur tekanan pada adsorber.

Gambar 3.19 Penyambungan pipa kolektor

5. Setelah semua bagian dari adsorber dilas dan dilakukan pengecekan adsorber menggunakan pompa. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui apakah adsorber mengalami kebocoran atau tidak, maka langkah selanjutnya adalah proses pengecatan adsorber. Warna yang dipilih adalah warna hitam kabut (dop).


(71)

3.6.2 Kondensor

1. Langkah yang pertama dilakukan adalah pemotongan pelat untuk pembuatan sirip sirip kondensor. Pelat dipotong sesuai dengan ukuran sirip yang telah dirancang. Jumlah sirip adalah 17 buah sirip dengan ukuran 400 mm x 100 mm.

Gambar 3.20 Proses pengerjaan kondensor

3. Setelah proses pengelasan selesai dilakukan, maka proses finishing dilakukan dengan mengecek apakah kondensor mengalami kebocoran atau tidak. Untuk mencegah terjadinya kebocoran, bagian bagian yang rentan mengalami kebocoran misalnya sambungan antara pipa pipa kondensor di lem dengan lem araldite.

3.6.3 Evaporator

1. Langkah awal pembuatan evaporator adalah pemotongan pelat sesuai dengan ukuran evaporator yang telah dirancang. Setelah itu plat dibending untuk membentuk bagian alas permukaan evaporator.

2. Setelah evaporator selesai dibentuk, langkah selanjutnya adalah proses pengelasan pipa pada evaporator.


(72)

Gambar 3.21 Pengerjaan evaporator

3. Setelah itu proses finishing, Pengecekan seluruh bagian dari evaporator serta dilanjutkan dengan pemasangan kaca agar nantinya kita dapat mengetahui jumlah metanol yang diserap pada proses adsorpsi dan berapa jumlah methanol yang kembali pada proses desorpsi berlangsung.

3.7 Pelaksanaan penelitian 3.7.1 Persiapan penelitian

1. Proses assembling/ penyambungan komponen mesin pendingin tenaga surya. Komponen dari mesin kolektor, kondensor, dan evaporator dihubungkan/ dirangkai. Bagian yang mengalami sambungan yaitu antar pipa dan selang karet di lem dengan baik agar tidak rerjadi kebocoran. 2. Kemudian apabila komponen mesin pendingin di rangkai/ dihubungkan.

Maka, pemasangan thermokopel dilakukan. Sebelum pemasangan sebaiknya kabel thermokopel dicek di setiap titiknya apakah terjadi eror atau tidak. Apabila kabel sudah dalam keadaan baik, maka pemasangan pun dilakukan di setiap titik yang telah ditentukan.

3. Setelah titik thermokopel selesai dipasang. Maka penelitian pun dilakukan dengan penjemuran adsorber di bawah sinar matahari. Penjemuran ini dilakukan di lantai 4 gedung Magister Teknik Mesin. Proses desorpsi berlangsung ± 9 jam dari pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB.


(1)

Gambar 4.12 Grafik tekanan vs waktu pada hari pertama

Gambar 4.12 menyatakan proses pengujian hari pertama dimulai pada pukul 07.39 WIB, tekanan dimulai dari absorber -43 CmHg dan berakhir pada tekanan -41 CmHg sedangkan pada tekanan evaporator dimulai dari -45 CmHg dan berakhir pada tekanan -42 CmHg. Tekanan naik pada saat temperatur juga naik dan tekanan akan turun jika temperatur juga turun.


(2)

Gambar 4.13 menyatakan proses pengujian hari pertama dimulai pada pukul 08.01 WIB, tekanan absorber dimulai dari -41 CmHg dan berakhir pada

tekanan -35 CmHg sedangkan pada tekanan evaporator dimulai dari -40 CmHg dan berakhir pada tekanan -36 CmHg. Tekanan naik pada saat temperatur juga naik dan tekanan akan turun jika temperatur juga turun.

Gambar 4.14 Grafik tekanan vs waktu pada hari kedua

Gambar 4.14 menyatakan proses pengujian hari pertama dimulai pada pukul 07.46 WIB, tekanan absorber dimulai dari -41 CmHg dan berakhir pada tekanan -35 CmHg sedangkan pada tekanan evaporator dimulai dari -40 CmHg dan berakhir pada tekanan -36 CmHg. Tekanan naik pada saat temperatur juga naik dan tekanan akan turun jika temperatur juga turun.


(3)

4.4.5 Perbandingan Hasil Pengujian

Tabel 4.7 Hasil Pengujian

Tanggal Adsorben Temperatur rata-rata adsorber oC

Tekanan (Bar) Total Radiasi Matahari Temp

Air oC Kolektor Efsiensi 8 Oktober 2014 7 Kg Alumina aktif moleculer seave 13X

79,88 -0,57

309.432, 1 W/m2

38

52 % 9

Oktober

2014 27,10

-0,55 18,40

9 Oktober 2014 7 Kg Alumina aktif moleculer seave 13X

63,65 -0,55

211.795, 2 W/m2

33,70

48 % 10

Oktober 2014

26,80 -0,47 19,80

10 Oktober 2014 7 Kg Alumina aktif moleculer seave 13X

67,91 0,55 245.103 W/m2 33,70 41 % 11 Oktober 2014


(4)

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Sebelumnya

Tanggal Adsorben Temperatur rata-rata adsorber oC

Tekanan (Bar) Total Radiasi Matahari Temp

Air oC Kolektor Efsiensi 10 April

2014

4 Kg Alumina aktif + 4 Kg Karbon Aktif menggunakan

mimis stainless 80

buah

85,5 -0,60

284.315.2 W/m2

29,55

22 % 11 April

2014 27,23

-0,66 7,98

11 April 2014

4 Kg Alumina aktif + 4 Kg Karbon Aktif menggunakan

mimis stainless 80

buah

86 -0,63

307.754 W/m2

30,43

32 % 12 April

2014 26,61 -0,83 4,37

15 April 2014

4 Kg Alumina aktif + 4 Kg Karbon Aktif menggunakan

mimis stainless 80

buah

85,15 0,65 289.091,5 W/m2

30,59

28 % 16 April


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Temperatur maksimum pada kolektor di hari pertama pengujian adalah 102

°C, pada hari kedua 89.30 °C, dan pada hari ketiga 80.90 °C.

2. Temperatur maksimum air di hari pertama pengujian adalah 38oC dan temperatur minimum 18,40 oC, pada hari kedua temperatur maksimum 33,70°C dan temperatur minimum 19,80 °C, pada hari ketiga temperatur maksimum 33,70 °C dan temperatur minimum 20,30 °C.

3. Efisiensi kolektor tertinggi pada hasil pembahasan adalah 52 % 4. Efisiensi evaporator tertinggi pada hasil pembahasan adalah 11,3 %

5.2 Saran

Untuk kelanjutan dan pengembangan penelitian ini ke depannya, penulis menyarankan agar penelitian berikut hendaknya memperhatikan beberap hal sebagai berikut :

1. Kevakuman sistem, dalam hal ini kebocoran dan rendahnya kevakuman pada sistem agar lebih diperhatikan karena proses adsorpsi hanya bisa terjadi jika evaporator dalam keadaan vakum.

2. Untuk menghindari data error, sebelum pengujian hendaknya mengecek seluruh termokopel yang akan digunakan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] ASHARAE.1997. ASHRAE HANDBOOK 1997, Fundamentals, Atlanta,GA

[2] Ambarita, Himsar. 2012. Buku Kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara. Medan

[3] Ambarita, Himsar. 2011. Buku Kuliah Perpindahan Panas Konduksi. Medan

[4] Ambarita, Himsar. 2011. Buku Kuliah Perpindahan Panas Konveksi dan Pengantar Alat Penukar Kalor. Medan

[5] Arismunadar, Wiranto. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita: Jakarta

[6] Critoph, Bop. Introduction to heat driven (adsorption) cycles. The University of Warwick

[7] Cengel, Yunus. 2006. Heat and Mass Transfer: A Practical Approach, 2nd., McGraw-Hill

[8] Damanik, Masrin. 2011. Kajian Ekprimental Untuk Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi yang Digerakkan Energi Surya. USU

[9] Holman, J. P. 1986. Heat Transfer. Sixth Edition. McGraw-Hill Book. USA

[10] Incropera, F.P., DeWit, Bergan, Lavine. 2006. Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 6th edition.