Kesimpulan Pemanfaatan dan pengelolaan perikanan cucut dan pari (Elasmobranchii) di Laut Jawa

Selanjutnya hasil penelitian di perairan laut Jawa ini memberikan indikasi bahwa jenis dan komposisi ikan pari di perairan ini tidak menyebar secara merata, atau berbeda menurut lokasi dan wilayah perairan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah dari Laut Jawa memiliki jenis dan komposisi ikan pari yang lebih beragam dibandingkan wilayah Jawa Timur.

4.4.4 Implikasi keragaman jenis pada pengelolaan cucut dan pari

Banyaknya jenis cucut dan pari yang berhasil diidentifikasi pada penelitian memberikan pemahaman bahwa perikanan komoditas ini di Laut Jawa bersifat multi spesies. Implikasi pada pengelolaannya adalah bagaimana menerapkan bentuk pengelolaan perikanan cucut dan pari yang terdiri dari beragam jenis, berumur panjang dan memiliki karakteristik biologi khusus disajikan pada bab 6 aspek biologi. Perbedaan komposisi dan jenis antar lokasi merupakan refleksi dari armada penangkapan yang berpangkalan dari masing-masing lokasi serta daerah operasinya disajikan pada bab 5 aspek teknologi penangkapan. Perbedaan komposisi antar lokasi merupakan gambaran awal dari penyebaran jenis komoditas ini di Laut Jawa. Langkah awal perikanan ini adalah perbaikan pendataan yang lebih baik dari yang telah dilakukan oleh petugas perikanan saat ini disajikan pada bab 7 pengelolaan.

4.5 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian identifikasi, perbandingan jenis dan komposisi ikan cucut dan pari di Laut Jawa diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Ikan cucut dan pari Elasmobranchii yang diidentifikasi di perairan Laut Jawa tergolong sebagai anggota 7 ordo, 18 famili , 31 genus, dan 77 jenis ikan. Cucut memiliki 3 ordo, 10 famili , 15 genus, dan 35 jenis ikan, Sedangkan pari terdiri dari 4 ordo, 9 famili , 16 genus, dan 42 jenis ikan. 2. Jumlah jenis pari lebih banyak dibandingkan jumlah jenis ikan cucut di Laut Jawa. Dan jumlah jenis ikan cucut dan pari Elasmobranchii pada setiap lokasi berbeda-beda, jumlah terbanyak diperoleh di Jakarta, yaitu sebanyak 47 jenis, dan yang paling sedikit di Tegal sebesar 33 jenis. 3. Komposisi jenis cucut dan pari di Laut Jawa menunjukkan bahwa jumlah pari lebih dominan dibandingkan cucut. Perbandingan persentase komposisi cucut dibanding pari di Laut Jawa adalah 25,95 berbanding 75,05 . Komposisi jenis cucut dan pari di Laut Jawa didominasi oleh Himantura gerrardi sebesar 19,12 , kemudian disusul oleh Dasyatis kuhlii sebesar 17,31 , Dasyatis zugei sebesar 6,23. Jenis cucut dan pari yang dominan di Laut Jawa adalah sembilan jenis pari dan cucut hanya diwakili empat jenis ikan. 4. Jenis - jenis cucut pada setiap lokasi memiliki kesamaan dan perbedaan. Jumlah jenis cucut terbanyak diperoleh di Jakarta, yaitu sebanyak 24 jenis ikan. Dan jumlah jenis ikan cucut yang paling sedikit diperoleh di Tegal sebanyak 9 jenis ikan 5. Komposisi jenis cucut di Laut Jawa didominasi oleh Carcharhinus sorrah sebesar 12,32 , kemudian disusul secara berurutan oleh Carcharhinus sealeii sebesar 11,81 , Carcharhinus dussumieri sebesar 9,17 . Selanjutnya komposisi Ikan cucut paling dominan, yaitu Carcharhinus sorrah diperoleh di terbanyak Jakarta, dominan kedua adalah Carcharhinus sealeii diperoleh terbanyak di Juana. 6. Jenis - jenis pari pada setiap lokasi memiliki kesamaan dan perbedaan. jumlah jenis ikan pari yang tertinggi diperoleh di Lokasi Indramayu, Tegal dan Juana, yaitu sebanyak 24 jenis ikan. Jumlah jenis ikan pari yang diperoleh di Jakarta sebanyak 23 jenis ikan, dan paling sedikit diperoleh dilokasi Brondong sebanyak 18 jenis ikan. 7. Komposisi jenis pari di Laut Jawa didominasi oleh Himantura gerrardi sebesar 25,45 , kemudian disusul secara berurutan oleh Dasyatis kuhlii sebesar 23,05 , Dasyatis zugei sebesar 8,30 . Selanjutnya komposisi Pari paling dominan, yaitu Himantura gerrardi diperoleh terbanyak Brondong, selajutnya ikan dominan kedua, yaitu Dasyatis kuhlii diperoleh terbanyak di Jakarta. 8. Penelitian di Laut Jawa ini memberikan indikasi bahwa jenis dan komposisi ikan cucut dan pari di perairan ini tidak menyebar secara merata, atau berbeda menurut lokasi dan wilayah perairan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wilayah Barat Laut Jawa memiliki jenis dan komposisi cucut dan pari yang lebih beragam dibandingkan wilayah lainya. 5 TEKNOLOGI PENANGKAPAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA 5.1 Pendahuluan Komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia pada tahun 2001 menyatakan bahwa potensi lestari ikan demersal 375.200 ton per tahun, namun perkiraan stok cucut dan pari dan tingkat pemanfaatannya belum diketahui. Cucut dan pari umumnya didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di pantai utara Jawa. Alat tangkap yang selama ini digunakan untuk menangkap cucut dan pari adalah aradcantrang dogol boat seine, jaring insang gillnet, jaring tramel trammel net, rawai dasar bottom long line, perangkap, bubu dan lainnya. Ikan cucut dan pari termasuk dalam sub group elasmobranchii, yang mencakup 1100 jenis dan merupakan jumlah species terbesar dari jenis-jenis ikan laut Compagno, 2001. Berbagai penelitian cucut dan pari menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan sangat lambat, tingkat kedewasaan yang lambat, dan jumlah fekunditas yang sedikit dibadingkan ikan-ikan bertulang sejati Camhi et al., 1998. Selain itu, cucut dan pari memiliki jumlah anak yang sedikit Smith et al., 1988 dan sangat rentan terhadap laju kematian karena penangkapan Hoenig dan Gruber, 1990. Oleh karena itu, populasi cucut dan pari hanya dapat terpelihara dengan mengontrol tingkat upaya penangkapan yang tidak mengganggu jumlah sediaannya Camhi et al., 1988; Musick et al., 1993; Cortes, 2000. Penurunan populasi cucut dan pari berlangsung sangat cepat dan sulit untuk pulih kembali dibandingkan dengan ikan bertulang sejati Sminkey dan Musick,1995; 1996. Konsekuensinya adalah pengelolaan perikanan cucut dan pari harus segera dilakukan Musick, 2003. Namun demikian pengelolaan cucut secara khusus belum banyak dikembangkan di dunia Bonfil, 1994. Selanjutnya suatu pola pengelolaan yang dapat menjaga sumberdaya cucut dan pari dari kepunahan sangat dibutuhkan Anderson, 1990; Hoff dan Musick, 1990. Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri dan rekreasi, tiga puluh jenis cucut dieksploitasi secara intesif dari berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol Pawson dan Vince, 1999. Selanjutnya Joyce 1999 melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah long line. Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 perang Dunia II, tiga puluh sembilan jenis cucut dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam Branstetter, 1999. Statistik Perikanan Indonesia mencatat paling sedikit ada sebelas jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cucut dan pari di Laut Jawa. Kesebelas alat tersebut adalah payang lampara net, dogol boat seine, pukat pantai beach seine, jaring insang hanyut drift gillnet, jaring insang tetap bottom-set gillnet, jaring trammel trammel net, rawai dasar bottom long line, rawai tuna tuna long line, pancing tangan hand line, sero guiding barrier dan bubu portable traps. Alat tangkap ikan cucut dan pari dapat diklasifikasikan menjadi alat tangkap aktif dan pasif. Klasifikasi ini didasarkan pada tingkah laku ikan yang menjadi target penangkapan dan hubungannya terhadap alat tangkap. Bjordal 2002 menjelaskan teknik evaluasi terhadap berbagai alat tangkap cucut dan pari, dengan tujuan memberikan alternatif peraturan alat tangkap secara ilmiah, hasil evaluasi ini menunjukan bahwa alat tangkap trawl udang merupakan alat dengan indeks dampak terhadap ekosistem yang terburuk. Di Indonesia pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau di beberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhir- akhir ini komoditas ikan cucut telah berubah nilai ekonomisnya setelah ada peningkatan permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen tas, dompet dan sepatu. Hal ini memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Musick 2003 menjelaskan ikan cucut dan pari hampir seluruh tubuhnya dimanfaatkan, mulai dari sirip, daging, kulit liver baik sebagai makanan maupun diekstrak menjadi vitamin, dan ada juga yang memanfaatkan cucut dan pari sebagai obyek wisata bahari. Jika awalnya produksi ikan cucut dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada kecenderungan penurunan produksi dari hasil tangkapan cucut dan pari khususnya dari Laut Jawa. Bab ini menyajikan teknologi penangkapan dan pemanfaatan ikan cucut dan pari di Laut Jawa berdasarkan studi pustaka dan pengamatan lapang, dalam periode waktu mulai April 2001 sampai Desember 2004. Lokasi penelitian adalah sentra produksi ikan cucut dan pari di sepanjang pantai utara Jawa. Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu: 1 Mendapatkan data secara rinci tentang jenis-jenis alat tangkap, daerah penangkapan dan pemanfaatan cucut dan pari yang ada di perairan Laut Jawa. 2 Membandingkan jumlah dan jenis cucut dan pari menurut jenis alat tangkap yang dipakai nelayan. Tujuan penelitian ini dilandasi dengan hipotesis bahwa berbagai jenis alat tangkap ikan cucut dan pari mempunyai komposisi hasil tangkapan yang berbeda di Laut Jawa. 5.2 Bahan dan metode 5.2.1 Waktu dan tempat penelitian