0.20 ANALISIS STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI ASAL SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN

51 sampai 0.645 memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kertadikara dan Prat 1995 pada provenan jati dari Indonesia, India, Thailand dan Afrika menggunakan marka isoenzim sebesar 0.347. Perbedaan nilai ini disebabkan perbedaan marka genetik yang digunakan, mikrosatelit pada penelitian ini memberikan polimorfisme yang tinggi 0.44 sampai0.58 dengan satu lokus terdiri atas banyak alel bisa sampai tujuh alel, sedangkan pada isoenzim seperti yang dilakukian oleh Dewi 2003 hanya mempunyai dua alel. Dari nilai indek fiksasi antar tanaman dalam populasi, nilai rata-rata F IS untuk populasi Dolok dan Warangga bernilai positif hal ini berarti terjadi defisit heterozigositas, nilai negatif ditemukan pada lokus CPIMS, AGT10, dan AC44 hal ini berarti pada lokus tersebut ditemukan kelimpahan heterozigot. Nilai F IS yang positif disebabkan terjadinya silang dalam atau anggota populasi yang berkawin tidak beragam dari sisi genotipenya. Nilai F IS diperoleh untuk populasi Dolok dan Warangga sekitar 8 namun pada Sampolawa terjadi kelimpahan heterozigositas Tabel 5.4, nilainya hampir sama dengan yang diteliti pada jenis pohon tropis mencapai 10.9. Namun nilai tersebut masih berada dalam kisaran sedang sampai tinggi bila dibandingkan dengan keragaman jenis pohon yang penyerbukannya dibantu oleh hewan zoochorous sebesar 5 Loveless, 1992 dalam Finkeldey, 2005. Nilai rata-rata indeks fiksasi F ST indek fiksasi antar populasi, F IS indek fiksasi dalam populasi dan F IT indek fiksasi total populasi jati asal Sulawesi Tenggara semua bernilai positif yang memberi informasi terjadi defisit heterozigositas. Defisit heterozigositas dalam suatu populasi dapat terjadi karena adanya hambatan aliran gen dalam keseluruhan populasi dan meningkatnya hubungan kekerabatan antar individu pohon yang bertetangga Gregorius dan Namkoong, 1983 dalam Kertadikara dan Prat, 1995. Secara genetik dengan meningkatnya homozigositas dalam jangka panjang, akan menimbulkan terjadinya deperesi inbreeding yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jati secara ekonomis. 52 Secara genetik dengan meningkatnya homozigositas dalam jangka panjang, akan menimbulkan terjadinya deperesi inbreeding yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jati secara ekonomis. Terdapat keragaman genetik di antara individu dalam populasi, antar populasi dan antar group yang dianalisis menggunakan AMOVA Analysis of Molecular Variance. Keragaman genetik yang tinggi terjadi di antara individu dalam populasi sekitar 86, sedangkan sisanya adalah keragaman antara populasi dalam group dan keragaman dalam group sekitar 5 dan 9. Keragaman genetik ini dapat terjadi karena terjadinya aliran informasi genetik yang tinggi karena terjadi perkawinan silang di antara tanaman, keragaman antar populasi di dalam group masih dianggap kecil bila dindingkan hasil yang diperoleh dari hasil penelitian jati menggunakan isoenzim Dewi, 2003 dapat mencapai 13. Populasi Dolok dan Warangga berada dalam satu kluster sedangkan Sampolawa terpisah hal ini dapat dimengerti karena Sampolawa secara geografis dipisahkan oleh lautan, sedangkan Dolok dan Warangga merupakan lokasi yang berjarak kurang lebih 45 km namun merupakan suatu area yang kontinu, kemungkinan aliran informasi genetik masih terjadi Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: • Semua lokus bersifat polimorfisme, dengan rata-rata alel per lokus sebesar 4.03 serta tingkat polimorfisme 0.767. • Keragaman genetik individu dalam populasi menghasilkan nilai yang tinggi untuk populasi Dolok H e =0.804 dan keragaman antar populasi diperoleh nilai F ST =11 dan terjadi fenomena defisit heterozigot. • Keragaman dalam populasi lebih tinggi dari keragaman antar populasi. • Jarak genetik populasi jati Muna Dolok dan Warangga sebesar 0.0248 dan perbedaan jarak genetik antara jati Muna dengan Buton Sampolawa sebesar 0.1061. Daftar Pustaka Barton NH, Slatkin, 1986. A quasi-equilibrium theory of the distribution of rare alleles in a subdivided population. Heredity 56:409-415. 53 Dewi SP. 2003. Pendugaan keragaman genetik serta sistem perkawinan mating system di kebun benih klon jati Tectona grandis Linn.f.. Thesis Program Pascasarjana IPB Excoffier L, Smouse PE, Quattro J.M. 1992. Analysis of molecular variance inferred from metric distances among DNA haplotypes: application to human mitochondrial DNA restriction data. Genetics 131:179–191. Finkeldey R. 2005. Pengantar genetika hutan tropis. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Gao L, Schaal BA, Zhang C, Jia J, Dong Y. 2002. Assessment of population genetic structure in commond wild rice Oryza rufipogon Griff, using microsatellite and allozyme markers. Theor Appl Genet 106:173-180 Goran JAKN, Laurent V, Risterucci AM, Lanaud C. 2000. The genetic structure of cocoa populations Theobroma cacao L. revealed by RFLP analysis. Euphytica 115:83-90. Kertadikara AWS, Prat D. 1995. Genetic structure and mating system in teak Tectona grandis provenances. Silvae Genetica 44, 2-3: 104-110. Lowe A, Harris S, Ashton P. 2004. Ecological genetics: design,analysis, and application. Blackwell Publishing. UK. Nei M, Li WH. 1979. Mathematical modes for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 76: 5269–5273.

6. ANALISIS ALIRAN INFORMASI GENETIK VIA SERBUK SARI DAN PENYEBARAN BENIH TANAMAN JATI ASAL

SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT Gene flow via pollen and seed dispersal analysis of teak from Southeast Sulawesi by using microsatellite markers Abstract Parentage analysis of three teak populations from Southeast Sulawesi, successfully detected candidate male parent 30 for Sampolawa, 81 for Dolok, and 87 for Warangga. Analysis parentage on juvenile tree successfully detected 76 pairs candidate male and female parents. The gene flow through pollen dispersal showed that pollens spread out to all directions by the distance average of 30.23-39.43 m and furthermost more than 80 m. Whereas, the genetic migration through seed dispersal showed that juvenile tree from their expected parents occurred by the distance average of 34.27 m and the furthermost 68.73 m. Keywords: Tectona grandis, gene flow, microsatellite, pollen, seed dispersal Abstrak Analisis tetua yang dilakukan pada tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara berhasil mendeteksi kandidat tetua sebagai sumber serbuk sari pada progeni sebanyak 30 untuk Sampolawa, 81 untuk Dolok dan 87 untuk Warangga. Analisis untuk mendeteksi pasangan tetua pada tanaman juvenil di lapang berhasil mendeteksi sebanyak 76. Analisis lebih lanjut menunjukkan aliran informasi genetik via serbuk sari penyerbukannya terjadi dari segala arah dibantu oleh serangga. Penyerbukan yang terjadi terutama dari sumber serbuk sari dari tetangga terdekat 30. Rata-rata sumber serbuk sari dapat menyerbuki 30.23-39.43 m dan terjauh lebih dari 80 m. Sedangkan tansportasi via penyebaran benih tanaman juvenil diperkirakan dibantu oleh angin dan kemudian oleh air dengan jarak migrasi dari pohon induk benih rata-rata 34.27 m dan terjauh dapat mencapat 68.73 m Kata kunci: Tectona grandis, aliran gen, mikrosatelit, serbuk sari, penyebaran benih 55 Pendahuluan Aliran gen gene flow adalah proses transportasi informasi genetik melalui transportasi serbuk sari penyebaran gamet jantan dan transportasi melalui benih migration. Aliran gen lewat serbuk sari berhubungan erat dengan proses perkawinan tanaman, dimana serbuk sari yang bergerak bila sampai ke kepala putik akan terjadi peristiwa pembuahan. Untuk tanaman menyerbuk sendiri autogami, pergerakan serbuk sari dapat sangat minimal misal untuk tanaman cleistogami serbuk sari berasal dari bunga yang sama, fertilisasi terjadi saat bunga mekar, dan beberapa meter untuk geitonogami serbuk sari berasal dari bunga yang berbeda pada tanaman yang sama,. Sedangkan untuk tanaman menyerbuk silang, pergerakan serbuk sari dapat beberapa meter bahkan beberapa kilometer, pembuahan terjadi bila serbuk sari dari satu tanaman sampai ke kepala putik yang receptive siap dibuahi dari tanaman lain dari jenis yang sama xenogami. Pergerakan gamet jantan serbuk sari memerlukan vektor berupa angin anemophily atau hewan zoophily Aliran informasi genetik melalui benih dapat juga disebut proses migrasi, dan tidak mempengaruhi secara langsung terhadap sistem perkawinan, namun penyebaran benih ini penting untuk pembentukan populasi sekitar. Vektor penyebaran benih pohon terdiri atas vektor abiotik seperti oleh angin anemochory, air hydrochory, berat barochory dan vektor biotik yaitu dibantu oleh hewan zoochory yang meliputi endozoochorous setelah melalui pencernaan atau exozoochorous tanpa melalui pencernaan. Efisiensi aliran gen baik itu melalui sebuk sari atau benih sangat penting bila dikaitkan dengan ukuran populasi yang berproduksi secara efektif, terutama menyangkut pola spatial variasi genetik. Aliran gen yang rendah dan tidak efisien dapat menghasilkan diferensiasi genetik antar sub-populasi dan dapat menyebabkan terbentuknya struktur famili. Sedangkan aliran gen yang tinggi dan efisien dapat berguna untuk menghindari terjadinya silang dalam yang kuat yang mungkin sangat merugikan dilihat dari sisi pemuliaan. Aliran informasi genetik dapat dipelajari dengan mengamati pergerakan serbuk sari secara fisik dari tingkah laku serangga menggunakan pewarna