PEMBAHASAN UMUM Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Mikrosatelit

78 menyebabkan sumber serbuk sari tidak melimpah lagi, sehingga benih yang diperoleh dari pengunduhan hanya dari beberapa pohon mungkin akan menyebabkan terjadinya peristiwa inbreeding dan penghanyutan genetik. Startegi yang dapat dilakukan adalah dengan bulk dari pengunduhan hasil banyak tanaman dan dari banyak lokasi sehingga dapat menjaga pembangunan keragaman genetik populasi tanaman hutan selanjutnya. Masih tingginya keragaman genetik dari tanaman semai yang diunduh kemungkinan disebabkan melimpahnya sumber serbuk sari serta besarnya aliran informasi genetik via serbuk sari dan serta tingginya derajat peyerbukan silang pada jati yaitu di atas 95. Keragaman genetik yang ditunjukan oleh nilai heterosigositas aktual dan harapan H a dan H e memperlihatkan bahwa nilai rata-rata heteozigositas aktual H a selalu lebih kecil dari nilai heterozigositas harapan H e pada kondisi kesetimbangan Hardy-Weinberg, hal ini berarti pada setiap populasi cenderung terjadi defisit heterozigositas, hasil ini juga diperkuat dari nilai indek fiksasi yang diperoleh terutama pada populasi dari kabupaten Muna yang bernilai positif sehingga stuktur genotipe akan mengarah pada peningkatan homozigositas. Sedangkan pada populasi dari Kabupaten Buton Sampolawa cenderung terjadi kelimpahan heterozigositas. Defisit heterozigositas dalam suatu populasi dapat terjadi karena adanya hambatan aliran gen dalam keseluruhan populasi dan meningkatnya hubungan kekerabatan antar individu pohon yang bertetangga Gregorius dan Namkoong, 1983 dalam Kertadikara dan Prat, 1995. Dari nilai indek fiksasi antar tanaman dalam populasi, nilai rata-rata F IS untuk populasi Dolok dan Warangga bernilai positif hal ini berarti terjadi defisit heterozigositas, nilai negatif ditemukan pada lokus CPIMS, AGT10, dan AC44 hal ini berarti pada lokus tersebut ditemukan kelimpahan heterozigot. Nilai F IS yang positif disebabkan terjadinya silang dalam yang meningkat, terdapat seleksi yang memihak homozigot serta efek wahlund dengan adanya migrasi Lowe, 2004. Namun dalam penelitian ini F IS positif mungkin lebih disebabkan meningkatnya silang dalam yang ditunjukkan adanya biparental inbreeding dan parental inbreeding dalam analisis sistem perkawinan. Sedangkan hasil diferensiasi genetik F ST 11 memberikan hasil yang lebih kecil dari hasil perhitungan AMOVA 14 diferensiasi antar group Muna dengan Buton yang dipisahkan 79 oleh lautan cukup besar dengan tingkat keragaman sekitar 9 dan di dalam group hanya 5 Hasil penelitian menunjukkan transportasi informasi genetik melalui serbuk sari terjadi secara acak dari segala arah, hal ini menunjukan transportasi serbuk sari dibantu oleh vektor serangga zoophily. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Finkeldey 2005 menyatakan bahwa bunga jati banyak didatangi oleh serangga, kecuali kumbang dan kemungkinan lalat adalah penyerbuk utamanya. Hasil penelitian terhadap sistem perkawinan menunjukan bahwa jati merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan derajat penyerbukan silang di atas 95. Kebanyakan serbuk sari diangkut ke pohon tetangga saja mencapai 30 yaitu pada jarak 0-20 m, hasil ini sejalan dengan penelitian sistem perkawinan yang menyatakan terjadinya biparental inbreeding yang disebabkan perkawinan dari tetangga terdekat. Sedangkan hasil penelitian Finkeldey 2005 menggunakan lokus gen isoenzim hanya mencapai 20 saja. Hasil penelitian menunjukan pula semakin rapat populasi maka persentase serbuk sari dibawa ke tetangga terdekat semakin besar pula, kecilnya persentase transportasi serbuk sari yang menyebar jauh dibawa oleh polinator sampai ratusan meter namun demikian mungkin viabilitas serbuk sari tersebut sudah hilang. Aliran informasi genetik via serbuk sari yang lebih efisien dibanding via benih, karena via serbuk sari dapat mencapai jarak yang jauh dengan bantuan serangga sebagai vektor. Finkeldey 2005 menyatakan tidak efisiennya transportasi informasi genetik terutama via benih akan menyebabkan terbentuk struktur famili yaitu antar pohon tetangga akan lebih mirip satu sama lain secara genetik. Namun pada tanaman jati yang ditanam secara monokultur struktur famili ini tidak terlihat hal ini ditunjukan oleh r p yang rendah. Hasil analisis sistem perkawinan menunjukan jati adalah tanaman yang menyerbuk silang dengan persentase di atas 95 dengan demikian struktur genotipik keturunannya akan membawa alelik-alelik yang ada di populasi Hasil pendugaan derajat penyerbukan silang yang nilainya lebih besar dari satu hal ini disebabkan tidak terpenuhinya asumsi seperti terbentuknya zigot yang berasal dari penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang harus terjadi secara acak, kerapatan tanaman yang rendah namun tanaman jati yang ditanam secara 80 monokultur mungkin tidak berlaku. Kemungkinan yang lain yaitu adanya tanaman jati yang disinyalir oleh beberapa peneliti lain menpunyai mekanisme self incopatibilitas sehingga secara nyata akan meningkatkan peristiwa penyerbukan silang. Dengan demikian pendugaan derajat penyerbukan silang berdasarkan pada rata-rata beberapa lokus gen multilokus lebih disukai karena dapat memberikan dugaan yang lebih akurat Ritland dan Jain, 1981 serta cenderung lebih resisten terhadap asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi dibandingkan dengan lokus tunggal Shaw dan Allard, 1979. Nilai derajat penyerbukan silang populasi Dolok berbeda dengan populasi lainnya perbedaan ini disebabkan oleh adanya pebedaan dari level gangguan akibat aktifitas manusia, seperti yang diteliti oleh Liengsiri et al 1998 memperlihatkan bahwa perbedaan derajat penyerbukan silang yang tampak di antara 11 populasi dari Pterocarpus macrocarpus mempunyai derajat gangguan habitat, densitas dan distribusi dari pembungaan pohon. Dalam penelitian ini derajat gangguan akibat aktifitas manusia dan kerapatan populasi cenderung mempengaruhi sistem perkawinan. Populasi dengan level gangguan yang lebih besar dan memiliki kerapatan individu yang tinggi cenderung akan terjadi proses silang dalam berupa biparental inbreeding hal ini ditunjukan oleh nilai r p yang rendah.

9. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian tentang sistem perkawinan tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Semua lokus mikrosatelit bersifat polimorfisme dengan tingkat polimorfisme tertinggi pada lokus AG16 0.766 dan yang terendah pada lokus AG04 dan AGT10 0.136. Rata-rata alel per lokus sebesar 4.3 dengan kisaran alel mulai dari dua AG04, AGT10 sampai enam alel AG16. 2. Rata-rata kemiripan genetika pada populasi tanaman dewasa dan semai asal Sulawesi Tenggara berturut turut 51.91 dan 54.55 dan terjadi pemisahan yang jelas populasi tanaman berdasarkan lokasi geografis terutama Sampolawa Pulau Buton terpisah jelas dari Warangga dan Dolok Pulau Muna. Untuk tanaman dewasa kelompok Dolok, Warangga dan Sampolawa mempunyai kemiripan genetika berturut-turut 60, 55 dan 73, sedangkan tanaman semai 56, 61, dan 74. Seluruh individu tanaman dewasa menjadi satu kelompok dengan kemiripan genetik 46, sedangkan tanaman semai 48. Keragaman genetik untuk tanaman dewasa tertinggi ada pada kelompok Warangga 45 terendah pada Sampolawa 27. Keragaman tertinggi tanaman semai terdapat pada kelompok Dolok 44 terendah pada Sampolawa 26. Tanaman semai yang diunduh dari 13-19 pohon induk benih memperlihatkan bayangan genetik yang sama dengan tanaman dewasanya. 3. Keragaman genetik individu dalam populasi menghasilkan nilai yang tinggi untuk populasi Dolok H e =0.804 dan keragaman antar populasi diperoleh nilai F ST =11 dan terjadi fenomena defisit heterozigositas. Keragaman genetik di dalam populasi lebih tinggi 86 dari keragaman antar populasi 14. Jarak genetik populasi jati Muna Dolok dan Warangga sebesar 0.0248 dan perbedaan jarak genetik antara jati Muna dengan Buton Sampolawa sebesar 0.1061 4. Aliran informasi genetik via serbuk sari menunjukkan bahwa serbuk sari menyebar ke segala arah dimana penyerbukan jati dibantu oleh vektor serangga, dimana sumber serbuk sari yang berhasil menyerbuki putik berasal dari rata-rata 34.47 m bahkan dapat melebih 80 m. Transportasi via benih 82 menunjukan bahwa tanaman juvenile di lapang diidentifikasi berada cukup jauh dari kandidat kedua tetuanya sekitar 30-40 m dan yang terjauhnya 68.73 m 5. Tanaman jati adalah tanaman menyerbuk silang dengan derajat penyerbukan yang tinggi dengan nilai di atas 0.978. Pada populasi Dolok terjadi biparental inbreeding t m -t s , sedangkan pada populasi Sampolawa terjadi parental inbreeding f. Saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Sistem genetik seperti sistem perkawinan, sistem transportasi aliran informasi genetik selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga bersifat dinamis, dengan demikian perlu dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian lainnya pada lokasi dan waktu yang berbeda. 2. Adanya defisit heterozigositas dan proses inbreeding pada tanaman jati, serta rusaknya tanaman jati akibat penebangan liar maka perlu dilakukan usaha konservasi baik secara in situ atau ex situ serta penataan jati secara spatial terutama dalam membangun hutan.