METODE UMUM PENELITIAN Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Mikrosatelit

15 Lokasi Wadila terletak di Gunung Sejuk, Sampolawa, kabupaten Buton. Lokasi ini awalnya merupakan lokasi pertanaman jati yang pernah ditebang habis pada tahun 1958, kemudian dibiarkan sampai sekarang, dan pada lokasi ini kemudian tumbuh secara alami tanaman jati dan sekarang dikenal oleh masyarakat sebagai jati alam. Tabel 3.1. Koordinat posisi geografis populasi jati dari Sulawesi Tenggara Populasi Lintang Bujur Lokasi Dolok 4.63 LS 122.70 BT Pulau Muna Warangga 4.84 LS 122.65 BT Pulau Muna Sampolawa 5.53 LS 122.68 BT Pulau Buton Pengambilan sampel tanaman berupa daun muda serta buah jati ditujukan untuk mempelajari keragaman genetik, struktur genetik serta aspek dinamika akibat adanya perpindahan informasi genetik berupa aliran gen gene flow melalui serbuk sari dan biji, serta untuk mempelajari sistem perkawinan mating system pada tanaman jati. Gambar 3.1. Peta lokasi tempat pengambilan sampel populasi jati di Kabupaten Muna Dolok dan Warangga dan Kabupaten Buton Sampolawa 16 Material jaringan daun yang diambil untuk diekstrasi DNA nya adalah daun yang masih muda dan masih akan berkembang, kira-kira berukuran 8 - 12 cm dan diambil sebanyak 5 - 7 helai. Daun-daun tersebut kemudian diletakan di antara dua kertas yang dapat menyerap air kemudian dikeringkan pada ruangan ber AC air-conditioning room atau dikering anginkan. Material daun dapat juga disimpan dalam kantong ziplock yang berisi silika gel. Jaringan tersebut juga dapat diambil langsung dilapang menggunakan tabung microtube 1.5-2.0 ml yang mengandung buffer ekstraksi, namun dengan cara ini daun tersebut harus segera di gerus untuk diekstrasi atau dapat disimpan dalam waktu cukup lama sebelum diekstrak pada suhu -20 o C. Sedangkan benih diambil dengan cara memanen benih sebanyak 100-150 biji dari 15-20 pohon yang dianggap sebagai induk potensial, untuk masing- masing populasi. Benih-benih tersebut dikecambahkan untuk kemudian diisolasi DNA nya. Prosedur Molekular dengan Marka Mikrosatelit Isolasi DNA Isolasi DNA daun jati dilakukan menggunakan metode CTAB. Sebanyak 1 gram daun jati muda ditambahkan nitrogen cair kemudian digerus dengan mortal, serbuk halusnya kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf . Untuk sampel sebanyak 0.3 g yang telah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf tersebut kemudian ditambahkan 700 µL buffer CTAB 100 mM Tris-HCL pH 8.0, 1.4 M NaCl, 20 mM EDTA, 2 bv CTAB, yang sebelumnya dipanaskan pada suhu 65 o C dan 0.2 β-mercaptoethanol yang ditambahkan pada saat melakukan ekstraksi dan digoyang-goyang supaya tercampur sempurna selama 30 detik. Sampel dalam buffer diinkubasi dalam penangas air pada suhu 65 o C selama 30 menit dan sesekali dibolak-balik secara perlahan supaya buffer tercampur sempurna dengan sampel. Kemudian campuran tersebut dibiarkan pada suhu ruang selama beberapa menit untuk menurunkan suhu. Untuk memisahkan larutan DNA dengan kotoran lainnya ditambahkan kloroformisoamilalkohol 24:1 sebanyak 700 µL dan digoyang-goyang sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 15000 rpm selama 15 17 menit pada suhu ruang. Larutan bagian atas dipipet dan dimasukan ke dalam tabung yang baru kemudian ditambahkan 750 µL isopropanol dingin dan digoyang-goyang secara perlahan. Penambahan isopropanol dingin akan menyebabkan terbentuknya benang-benang DNA yang halus berwarna putih. Pengendapan DNA dilakukan dengan sentifugasi pada kecepatan 15000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Larutan bagian atas dibuang dan pellet dicuci dengan 200 µL ethanol 70 dengan cara mengoyang-goyang dan disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit kemudian ethanol 70 dibuang dengan cara dipipet kemudian pellet dikeringkan dengan cara membalikan tabung di atas kertas tisue dan divacum selama 10 menit sampai kering. Endapan DNA dilarutkan dengan 50 µL aquabidest dengan cara digoyang-goyang secara perlahan dan diinkubasi selama 30 menit atau satu malam pada suhu 37 o C, sebelum digunakan disimpan pada -20 o C , untuk analisa selanjutnya. Penetapan Kualitas dan Kuantitas serta Visualisasi DNA. Ukuran dan integritas DNA ditentukan berdasarkan elektroforesis gel agarose 1. Pembuatan gel agarose 1 bv dilakukan dengan cara melarutkan 1.0 g tepung agarose ke dalam 100 ml larutan buffer 1 x TAE 50 x TAE untuk 1 L mengandung 242 g Tris-base, 57.1 mL asam asetat glasial dan 100 mL 0.5 M EDTA-Na 2 pH 8.0 kemudian dipanaskan dalam microwave selama 2 menit sampai agarose benar-benar larut. Larutan agarose diinkubasi selama 30 menit untuk menurunkan suhunya hingga mencapai 65 o C. Kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel yang sudah dipasang sisir dan dibiarkan sampai mengeras kira- kira 1 jam kemudian sisir dicabut dari gel secara perlahan. Gel yang telah mengeras dimasukan ke dalam bak elektroforesis dengan posisi sisir pada elektroda negatif dan ke dalam bak dimasukkan larutan buffer 1 x TAE sampai seluruh terendam. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 10 µL sampel DNA dilarutkan dengan 5 µL aquabides dan 5 µL loading buffer FDEU 90 delonized formamide, 0.1 M EDTA, 10 xylene cyanol, 10 bromophenol blue dan 8 wv urea dan dicampur merata. Elektroforesis DNA dilakukan dengan memasukan sebanyak 20 µL campuran DNA, aquabides dan loading buffer ke dalam lubang gel. Alat elektroforesis dihubungkan dengan power suplai listrik 18 model 1000500 BIORAD pada tegangan konstan 75 volt, setelah pewarna pewarna mencapai jarak 1 cm dari pinggir bawah gel, power suplai listrik dimatikan kira-kira selama 60 menit. Gel hasil elektroforesis direndam dalam larutan buffer 1 x TAE yang diberi 0.5 µgmL etidium bromida sambil digoyang- goyangkan selama 20 menit kemudian dibilas dengan aquades selama 10 menit. Hasil elektroforesis dilihat dengan menggunakan transiluminator UV model T2202 Sigma untuk melihat pendaran DNA yang diberikan etidium bromida dan hasilnya difoto dengan menggunakan film Polaroid 667. Amplifikasi DNA. DNA diamplifikasi dengan menggunakan primer spesifik yang telah dikembangkan untuk jati dari proyect ICA4-2000-20053 Tabel 3.2. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan menggunakan 25 µL yang merupakan campuran larutan yang terdiri atas AmpliTaq DNA polimerase dan Stoffel fragment, dNTPs masing-masing dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP 0.4 mM, 2.5 µg bovine serum albumin BSA dan buffer 3 mM MgCl 2 , 30 mM KCl dan 10 mM Tris, pH 8.3, 25 pmol primer, 2 µL DNA cetakan, dan 18 µL dH 2 O supaya mencapai volume akhir 25 µL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf volume 500 µL dispin secara pelahan lahan supaya semua larutan tercampur sempurna. Minyak mineral ditambahkan keatas campuran larutan PCR dan DNA cetakan sebanyak 20 µL untuk menghindari penguapan selama berlangsungnya reaksi. 19 Tabel 3.2. Nama dan sekuen primer mikrosatelit berasal dari project jati TEAKDIV ICA4-2000-20053 No Primer Sekuen 1 AG04 for: 5’-AGAGGAGGTGCAGAGAGCAG-3’ rev: 5’-TAGCATTTGCTGCAAGCTGT-3’ 2 AG16 for: 5’-ATGCAAAAACGGAGTCTTGG-3’ rev: 5’-GGCAGAGCTATCTGAAGATCC-3’ 3 AGT10 for: 5’-TGCAGATAAAATGCTTGTGGA-3’ rev: 5’-CGCGAGAAATAGACCAGTGC-3’ 4 AC44 for: 5’-ACGCGGGTGTTAGGAAAATG-3’ rev: 5’-CCCATCAAACTGAGACAACCA-3’ 5 AC01 for: 5’-CATGTTGTATCATGAATGTG-3’ rev: 5’-CCTAGAAGAGAACCCCATGC-3’ 6 AG14 for: 5’-TCCACGACTCATGCAGGCTA-3’ rev: 5’-CCAACCAACCCTTTCAAATCC-3’ 7 ATC02 for: 5’-TCAAAGCTTGGCTACCACCA-3’ rev: 5’-GCCGAATTGGGACGACTTTA-3’ 8 AC28 for: 5’-ACGGCTATCAGACCAGCAGA-3’ rev: 5’-ATGCATGGCATGTTCTACCC-3’ 9 AAG10 for: 5’-GTGCACCAAGTCCGAGCAAT-3’ rev: 5’-CGAGAACCCGAACCTAACCA-3’ 10 CPIMS for: 5’-TTTCCCGTTATGTAGAGAATTGA-3’ rev: 5’-CCCAAATTGTGAACGATGAA-3’ Tabung berisi campuran larutan PCR dan DNA cetakan dimasukkan ke dalam mesin PCR. Reaksi amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Gene Amp PCR system 2400 Perkin-Elmer dan diprogramkan untuk PCR awal pada suhu 95 o C selama 5 menit satu siklus. Denaturasi DNA cetakan dari utas ganda menjadi utas tunggal pada suhu 95 o C selama 1 menit, penempelan primer ke DNA cetakan pada suhu 36 o C selama 1 menit dan pemanjangan pada 72 o C selama 2 menit sebanyak 45 siklus, dan pemanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit satu siklus, dan pendinginan pada suhu 4 o C selama tidak terhingga satu siklus.

4. ANALISIS KEMIRIPAN DAN KERAGAMAN GENETIK TANAMAN JATI SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN

MARKA MIKROSATELIT Genetic similarity and diversity analysis of teak from originated Southeast Sulawesi by using microsatellite markers Abstract The objective of this research was to analyze genetic similarity and diversity of three populations of teak from Southeast Sulawesi using ten microsatellite loci. The result of the research showed that the average genetic similarity, which calculated based on Dice coefficient, for total population of mature and juvenile tree were 51.91 and 54.55, respectively. Mature tree of Dolok, Warangga and Sampolawa had genetic similarity 60, 55, and 73, respectively. Juvenile tree of Dolok, Warangga, and Sampolawa had genetic similarity 56, 61, and 74, respectively. The juvenile tree harvested from 13- 19 mature trees showed high genetic diversity similar with mature tree. Principal component analysis showed by the first two principal components explained 38 and 40 of total diversity of mature and juvenile trees. Population was separated into tree groups according locations. But condition of harvest of seeds of this research done before illegal logging on large scale, so that source of pollen very abundances. At present teak in Southeast Sulawesi are endangered, constraint of reboisation is due to not availability of seed. Bulk harvest from a lot of tree and a lot of location represent a strategy to prevent inbreeding and genetic drift. Keywords: Tectona grandis , genetic similarity, mikrosatelit Abstrak Penelitian bertujuan untuk mempelajari kemiripan dan keragaman genetika tiga populasi tanaman jati asal Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemiripan genetika yang dihitung menggunakan koefisien Dice Nei dan Li, 1979 pada populasi total tanaman dewasa dan semai asal Sulawesi Tenggara berturut turut 51.91 dan 54.55. Untuk tanaman dewasa kelompok Dolok, Warangga dan Sampolawa mempunyai kemiripan genetika berturut-turut 60, 55 dan 73. Sedangkan tanaman semai kelompok Dolok, Warangga dan Sampolawa mempunyai kemiripan genetika berturut-turut 56, 61, dan 74. Tanaman semai yang diunduh dari 13-19 pohon induk benih memperlihatkan keragaman yang tinggi serupa dengan tanaman induknya dewasa. Namun kondisi pengunduhan benih pada penelitian ini terjadi sebelum penebangan hutan secara besar-besaran, sehingga sumber serbuk sari sangat berlimpah. Saat ini jati di Sulawesi Tenggara sudah demikian parah, kendala reboisasi hutan tidak tersedianya benih. Pengunduhan yang berasal dari banyak tanaman dan berasal dari banyak lokasi merupakan strategi yang dapat mengurangi terjadinya inbreeding dan penghanyutan genetik. Kata kunci: Tectona grandis , kemiripan genetik, mikrosatelit 21 Pendahuluan Kawasan hutan jati di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara kini dalam kondisi rusak parah, akibat penebangan liar yang tidak terkendali. Sekitar 29.000 hektar lebih dari luas total areal semula yang mencapai 30.000 hektar, sudah berubah menjadi kawasan gundul. Hingga di awal tahun 2004 luas areal jati yang tersisa tinggal sekitar 1.000 hektar lebih, itu pun luasannya tidak terkonsentrasi pada satu kawasan, melainkan tersebar di beberapa titik lokasi. Untuk mengembalikan kerusakan hutan jati yang sudah cukup serius itu, pemerintah pusat melalui dana reboisasi hutan, berusaha menanam kembali tanaman jati melalui proyek tersebut yang sepenuhnya diserahkan kepada petani. Namun demikian yang menjadi kendala sekarang adalah tidak tersedianya sumber benih tanaman lokal sedangkan benih yang berasal dari tempat lain belum tentu sesuai dan harus diuji terlebih dahulu. Pembangunan hutan dengan cara mengunduhan benih yang berasal hanya dari beberapa tanaman saja dari tanaman yang tersisa akan menimbulkan masalah seperti inbreeding dan penghanyutan genetik, padahal untuk jangka panjang keragaman genetik total yang tinggi perlu dipertahankan. Dengan demikian diperlukan penelitian yang dapat memberi gambaran atau bayangan tentang kosekuensi genetik sendainya benih hanya diunduh dari beberapa tanaman saja atau dari beberapa area saja, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah yang tepat untuk menghindari hilangnya keragaman genetik. Studi tentang kemiripan genetik di antara individu tanaman dan di antara populasi dapat digunakan untuk mengambarkan keragaman genetik yang ada dan dapat digunakan dalam memilih individu tanaman dari kelompok populasi. Selama ini pemilihan individu tanaman berdasarkan fenotipe tanaman plus, namun karakter fenotipe sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dengan demikian informasi tambahan secara genetik sangat diperlukan guna mendapatkan tanaman plus tersebut. Dalam program pemuliaan dan konservasi keberhasilannya sangat ditentukan dari keberhasilan dalam memilih individu-individu tanaman plus yang