Simpulan Evaluasi Pola Pengelolaan Tambak Inti Rakyat (TIR) Yang Berkelanjutan (Kasus TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Akibat karena adanya tambak yang terkena abrasi, maka sisa petak tambak yang layak operasional sebanyak 247 petak, tetapi yang akan dikembangkan untuk operasional budidaya adalah 237 petak sedangkan 10 petak diperuntukan sebagai fasilitas petak penelitian research and development. Secara bioteknis proyek TIR Transmigrasi Jawai adalah layak untuk dioperasikan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis daya dukung kawasan diperoleh luas tambak lestari adalah 93,23 ha atau setara dengan 207 petak tambak atau 55 dari luas tambak yang pernah dibangun pada proyek TIR transmigrasi Jawai yaitu 376 petak tambak. Pelaksanaan operasional budidaya udang yang direncanakan dilakukan pada 247 petak tambak tersebut harus dilakukan berdasarkan pengaturan pola tanam sehingga akan didapatkan beban puncak jumlah petak tambak yang operasional berkisar antara 164 sampai 165 petak yang berarti masih dibawah dari batas luas tambak lestari. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan re design tata letak tambak sebesar Rp. 20.776.442.122, sedangkan total biaya operasional proyek sebesar Rp. 31.735.908.000 Permodalan untuk biaya investasi tersebut diasumsikan diperoleh dari pinjaman bank. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa nilai net present value NPV pada tingkat suku bunga 16 adalah sebesar Rp. 34.416.184.000. Nilai net benefit cost ratio Net BC sebesar 1,10. Nilai internal rate of return IRR sebesar 30.68. Biaya titik impas BEP sebesar Rp. 26.466kg yaitu tercapai pada produksi 3,629 tonpetak. Karakteristik produktifitas plasma berdasarkan analisis hasil perhitungan indeks Moran I didapatkan mengarah kepada autocorrelation positif yang berarti pada pelaksanaan proyek terjadi interaksi searah antar petak tambak yang berdampingan. Nilai indeks Moran tertinggi berdasarkan periode musim tanam didapatkan pada periode II sedangkan berdasarkan tahun didapatkan pada tahun 1994. Dari segi mekanisme pengelolaan proyek, perlu dibentuk lembaga yang dinamakan forum komunikasi yang berfungsi sebagai wadah untuk membuat suatu aturan, kesepakatan, sanksi dan sebagainya. Output dari forum komunikasi ini digunakan sebagai pedoman baku bagi semua pihak dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan proyek. Kelembagaan yang paling tepat untuk diterapkan adalah dalam bentuk pola TIR, hal ini disebabkan karena tujuan pokok TIR adalah plasma diharapkan nantinya akan dapat memiliki tambak sendiri setelah melunasi kredit.

5.2. Saran