Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013

(1)

PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI WANITA USIA SUBUR TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRINING KANKER SERVIKS

METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDANGKAL

KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

YUSRIDA FATMA LUBIS 117032240/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI WANITA USIA SUBUR TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRINING KANKER SERVIKS

METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDANGKAL

KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSRIDA FATMA LUBIS 117032240/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI WANITA USIA SUBUR TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRINING KANKER SERVIKS METODE INSPEKSI VISUAL

DENGAN ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDANGKAL

KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Yusrida Fatma Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 117032240

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI WANITA USIA SUBUR TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRINING KANKER SERVIKS

METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDANGKAL

KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Yusrida Fatma Lubis 117032240/IKM


(6)

ABSTRAK

Keikutsertaan dalam suatu kegiatan merupakan respon/reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang dalam pelaksanaannya tergantung pada orang yang bersangkutan. Rendahnya keikutsertaan wanita dalam skrining kanker serviks karena kurangnya kesadaran wanita akan kesehatan reproduksi dan sebagian wanita masih belum menganggap skrining dengan pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) ini sebagai kebutuhan penting untuk kesehatan.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi dan motivasi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan metode cross sectional. Populasi adalah seluruh wanita usia subur yang terdaftar dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal tahun 2012 yaitu sebanyak 2540 orang dan sampel berjumlah 186 orang. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (57,0%) WUS tidak mengikuti skrining kanker serviks. Ada pengaruh persepsi (p=0,001) dan motivasi (p=0,001) terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks dengan metode IVA. Variabel yang paling berpengaruh terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks dengan metode IVA adalah persepsi dengan nilai koefisien B = 1,599.

Diharapkan pada pihak Puskesmas dalam meningkatkan persepsi dan motivasi masyarakat dalam program deteksi dini dan penanggulangan kanker serviks dengan cara meningkatkan dan mengaktifkan kegiatan promosi dan penyuluhan yang tepat tentang pentingnya pemeriksaan IVA, serta dilakukan pengawasan untuk program puskesmas yang berkesinambungan supaya petugas kesehatan sebagai fasilitator dan motivator dapat meningkatkan mutu dan fungsinya secara optimal.


(7)

ABSTRACT

Participation in an activity is a response/reaction to a stimulus whose implementation depends on the person concerned. Low participation of women in cervical cancer screening because of lack of awareness of reproductive health and not consider screening women with Visual Inspection with Acetic acid (VIA) as an essential need for health.

This research aimed to determine the influence perception and motivation women on cervical cancer screening with VIA method in Sidangkal Health Center. The population of this survey study with cross-sectional method was all of the 2,540 women in reproductive age registered and lived in the working area of Sidangkal Health Center and 186 of them were selected as samples. Data were analyzed using Chi-square and Multiple Logistic Regression test.

The results showed that the majority (57.0%) women in reproductive age did not follow cervical cancer screening. Perception (p = 0.001) and motivation (p = 0.001) had influence on the participation of the women in the cervical cancer screening with VIA method. The variable that most affect the cervical cancer screening participation is perception with B coefficient = 1.599.

The management of Sidangkal Health Center is expected to improve public perception and motivation in the early detection and prevention programs by raising and activate the promotional activities and to enable proper counseling about the importance of VIA examination, and supervision for the sustainable health center programs so that health workers as facilitator and motivator can improve their quality and function optimally.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(9)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan dan petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

6. dr. Ria Masniari, M.Si dan dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K) selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. drg. Hj. Doriah Hafni Lubis selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan dan dr. Irma Suluwati selaku Kepala Puskesmas Sidangkal beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

8. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda (Alm) H. Amru Bagwi Lubis dan Ibunda Hj. Miskah serta Ibu mertua Hj. Rosmawar juga adik-adikku yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.


(10)

10.Teristimewa buat suami tercinta Ali Mahmud Harahap untuk semua do’a, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan dan ketiga putriku Salsabila Harahap, Almira Fauziyyah Harahap dan Raeesah Azzahra Harahap yang selalu mengerti dan menerima kekurangan waktu dan perhatian serta sebagai sumber semangat selama penulis mengikuti pendidikan.

11.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan darisegi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan melimpahkan berkat dan rahmat-Nya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2014 Penulis

Yusrida Fatma Lubis 117032240/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yusrida Fatma Lubis yang dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 29 Mei 1976, anak pertama dari enam bersaudara pasangan ayahanda (alm) H. Amru Bagwi Lubis dan ibunda Hj. Miskah. Penulis menikah tahun 2003 dan mempunyai tiga orang putri, bertempat tinggal di Jl. Dr. Payungan Dalimunthe No. 144 Padangsidimpuan.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 15 pada tahun 1988, selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Padangsidimpuanpada tahun 1991, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan tamat pada tahun 1994, tahun 1995 melanjutkan ke perguruan tinggi FKG USU Medan, tahun 1996 melanjutkan ke perguruan tinggi FK UNPAD Bandung tamat 2004.

Penulis memulai karir sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Padangsidimpuan sejak tahun 2005 sebagai dokter Puskesmas di wilayah Batunadua. Pada Tahun 2008 s/d 2011 bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Sidangkal. Tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kanker Serviks ... 12

2.1.1 Etiologi Kanker Serviks ... 14

2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks ... 15

2.1.3 Gejala dan Tanda Kanker Serviks ... 20

2.1.4 Stadium Kanker Serviks ... 21

2.2 Skrining ... 22

2.2.1 Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA ... 25

2.2.2 Hasil Pemeriksaan IVA ... 26

2.2.3 Sasaran yang Menjalani Skrining ... 27

2.2.4 Interval Skrining Kanker Serviks ... 28

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Memeriksa IVA ... 29

2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Serviks ... 37

2.5 Pengobatan ... 40

2.6 Landasan Teori ... 40

2.7 Kerangka Konsep ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 43


(13)

3.3 Populasi dan Sampel ... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4.1 Data Primer ... 45

3.4.2 Data Sekunder ... 46

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 48

3.5.1 Variabel Penelitian ... 48

3.5.2 Definisi Operasional ... 49

3.6 Metode Pengukuran ... 49

3.6.1 Variabel Dependen ... 49

3.6.2 Variabel Independen ... 50

3.7 Metode Analisis Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1 Keadaan Geografis ... 54

4.1.2 Kependudukan ... 54

4.1.3 Sarana Kesehatan ... 56

4.2 Analisis Univariat... 56

4.2.1 Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA ... 56

4.2.2 Persepsi ... 57

4.2.3 Motivasi ... 58

4.2.4Karakteristik Responden (Umur, Pendidikan dan Jumlah Anak) ……… ... 60

4.3 Analisis Bivariat ... 61

4.3.1 Hubungan Persepsi dengan Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 61

4.3.2 Hubungan Motivasi dengan Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 62

4.4 Hubungan Variabel Confounding (Umur, Pendidikan dan Jumlah Anak) dengan Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 63

4.5 Pemeriksaan Kolinieritas………. ... 65


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 68

5.1 Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA... ... 68

5.2 Pengaruh Persepsi Wanita Usia Subur terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan... ... 70

5.3 Pengaruh Motivasi Wanita Usia Subur terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan... 73

5.4 Pengaruh Persepsi dan Motivasi Wanita Usia Subur terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan... 76

5.5 Pengaruh Variabel Confounding (Umur, Pendidikan dan Jumlah Anak) Wanita Usia Subur terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan... ... 79

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Kanker Serviks Menurut FIGO ……….. .. 22 3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Puskesmas

Sidangkal Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ……….. 45 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Persepsi ... 47 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Motivasi... 48 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga

Berdasarkan Kelurahan di Wilayah Puskesmas Sidangkal Tahun 2012 ... 55 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di

Wilayah Puskesmas Sidangkal Tahun 2012 ... 55 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keikutsertaan

Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 56 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi di Wilayah

Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 57 4.5 Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Persepsi di

Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 57 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi di Wilayah

Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 59 4.7 Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Motivasi di

Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 59


(16)

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Jumlah Anak) di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 61 4.9 Hubungan Persepsi dengan Keikutsertaan Skrining Kanker

Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 62 4.10 Hubungan Motivasi dengan Keikutsertaan Skrining Kanker

Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 63 4.11 Hubungan Variabel Confounding dengan Keikutsertaan Skrining

Kanker Serviks dengan Metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013 ... 64 4.12 Nilai Signifikansi Hubungan Antar Variabel Independen Utama

(Persepsi dan Motivasi) dan Confounding (Jumlah Anak) ... 65 4.13 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 66


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1 Insiden dan Angka Kematian Kanker pada Wanita ... 2 2.1 Patofisiologi Kanker Serviks ... 15 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 42


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 89

2 Master Data Penelitian ... 93

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 98

4 Hasil Analisis Univariat ... 100

5 Hasil Analisis Bivariat ... 105

6 Pemeriksaan Kolinieritas ... 109

7 Alternatif Model Akhir Uji Regresi Logistik ... 112

8 Tabel Random ... 115

9 Surat-Surat Penelitian... 119


(19)

ABSTRAK

Keikutsertaan dalam suatu kegiatan merupakan respon/reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang dalam pelaksanaannya tergantung pada orang yang bersangkutan. Rendahnya keikutsertaan wanita dalam skrining kanker serviks karena kurangnya kesadaran wanita akan kesehatan reproduksi dan sebagian wanita masih belum menganggap skrining dengan pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) ini sebagai kebutuhan penting untuk kesehatan.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi dan motivasi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan metode cross sectional. Populasi adalah seluruh wanita usia subur yang terdaftar dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal tahun 2012 yaitu sebanyak 2540 orang dan sampel berjumlah 186 orang. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (57,0%) WUS tidak mengikuti skrining kanker serviks. Ada pengaruh persepsi (p=0,001) dan motivasi (p=0,001) terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks dengan metode IVA. Variabel yang paling berpengaruh terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks dengan metode IVA adalah persepsi dengan nilai koefisien B = 1,599.

Diharapkan pada pihak Puskesmas dalam meningkatkan persepsi dan motivasi masyarakat dalam program deteksi dini dan penanggulangan kanker serviks dengan cara meningkatkan dan mengaktifkan kegiatan promosi dan penyuluhan yang tepat tentang pentingnya pemeriksaan IVA, serta dilakukan pengawasan untuk program puskesmas yang berkesinambungan supaya petugas kesehatan sebagai fasilitator dan motivator dapat meningkatkan mutu dan fungsinya secara optimal.


(20)

ABSTRACT

Participation in an activity is a response/reaction to a stimulus whose implementation depends on the person concerned. Low participation of women in cervical cancer screening because of lack of awareness of reproductive health and not consider screening women with Visual Inspection with Acetic acid (VIA) as an essential need for health.

This research aimed to determine the influence perception and motivation women on cervical cancer screening with VIA method in Sidangkal Health Center. The population of this survey study with cross-sectional method was all of the 2,540 women in reproductive age registered and lived in the working area of Sidangkal Health Center and 186 of them were selected as samples. Data were analyzed using Chi-square and Multiple Logistic Regression test.

The results showed that the majority (57.0%) women in reproductive age did not follow cervical cancer screening. Perception (p = 0.001) and motivation (p = 0.001) had influence on the participation of the women in the cervical cancer screening with VIA method. The variable that most affect the cervical cancer screening participation is perception with B coefficient = 1.599.

The management of Sidangkal Health Center is expected to improve public perception and motivation in the early detection and prevention programs by raising and activate the promotional activities and to enable proper counseling about the importance of VIA examination, and supervision for the sustainable health center programs so that health workers as facilitator and motivator can improve their quality and function optimally.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal/terus-menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis (Depkes RI, 2009). Penyebaran (metastasis) sel kanker dapat melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening (Kemenkes RI, 2010).

Kanker serviks adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel serviks (Mansjoer dkk, 2000). Kanker serviks merupakan kanker yang banyak ditemukan pada wanita dan menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Trend penyakit juga telah terjadi pergeseran yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (misalnya penyakit jantung, kanker termasuk kanker serviks) ( See and Treat

SUMUT, 2010).

Berdasarkan data Globocan 2008, kanker serviks merupakan penyebab kelima paling umum pada penyakit kanker setelah kanker payudara, prostat, paru dan kolorektal di dunia. Kanker serviks ini juga terbanyak kedua penyebab kematian akibat kanker pada wanita setelah kanker payudara di dunia. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 perempuan dan dengan jumlah kematian sebesar 7,8% per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di dunia. Data lengkap tentang prevalensi kanker


(22)

di Indonesia masih dikumpulkan dan saat ini telah dikembangkan registrasi kanker berbasis populasi.

Gambar 1.1 Insiden dan Angka Kematian Kanker pada Wanita (Globocan,2008)

Kematian pada kasus kedua kanker (kanker payudara dan kanker serviks) pada negara berkembang dua kali lebih besar dibandingkan negara maju, hal ini terjadi selain karena kurangnya program penapisan, juga diperparah dengan rendahnya kemampuan dan aksesibilitas untuk pengobatan (Kemenkes RI, 2010).

Di Asia, kanker serviks merupakan penyakit kanker pada wanita kedua terbanyak dan lebih dari setengah wanita Asia yang menderita kanker serviks meninggal dunia. Hal ini sama dengan 226.000 wanita yang didiagnosa menderita kanker serviks dan sebanyak 143.000 penyebab kematian atau dengan kata lain setiap 4 menit, seorang wanita di Asia Pasifik meninggal karena kanker serviks (Depkes RI, 2009). Sebagai perbandingan untuk daerah ASEAN, insidensi kanker leher rahim di Singapura adalah sebesar 25,0 pada ras Cina dan 17,8 pada ras Melayu dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk (See and Treat, 2007).


(23)

Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor 3 dengan kejadian 7,7% dari seluruh penyebab kematian karena penyakit tidak menular, setelah stroke dan penyakit jantung. Sementara itu, kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia, dengan proporsi sebesar 28,7% untuk kanker payudara, dan kanker leher rahim 12,8%, leukemia 10,4%, lymphoma 8,3% dan kanker paru 7,8% (Depkes RI, 2013).

Kanker serviks merupakan ancaman penyakit yang menakutkan bagi wanita. Penyakit ini disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan faktor risiko lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, nutrisi dan rokok (Aziz, 2009). Penderita infeksi HPV umumnya tidak mengalami keluhan/ gejala. Lesi pra-kanker dapat terjadi dalam waktu 2-3 tahun setelah infeksi. Bila lesi ini tidak diketahui atau tidak diobati, dalam waktu 3-17 tahun dapat berkembang menjadi kanker serviks (Depkes RI, 2009).

Test skrining (penapisan) perlu dijalani wanita karena kanker leher rahim adalah jenis kanker kedua yang paling sering terjadi pada perempuan di seluruh dunia, juga termasuk di Indonesia. Selain itu kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat diketahui sejak dini/pada keadaan lesi prakanker (Depkes RI, 2009).

Mengingat tingginya angka kejadian serta angka kematian pada penderita kanker serviks serta kenyataan bahwa sebagian besar kasus ditemukan pada stadium


(24)

lanjut, program yang seharusnya dilaksanakan lebih baik adalah pencegahan dan deteksi dini atau skrining (See and Treat, 2007). Untuk kanker serviks, deteksi dilakukan cara Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) di Puskesmas. Melalui kerjasama dengan berbagai profesi dan organisasi, kini 17 provinsi telah melaksanakan deteksi dini kanker dan pada tahun 2014 ditargetkan seluruh provinsi di Indonesia telah melaksanakan deteksi dini (Sutriyanto, 2012).

IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat. Dengan metode IVA yang lebih mudah, sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas (Nuranna, 2001). Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dimana saja karena dalam pelaksanaannya alat yang digunakan sangat sederhana. Waktu yang diperlukan dalam pemeriksaan IVA relatif singkat. Prosedurnya juga tidak rumit, tidak memerlukan persiapan dan tidak menyakitkan. Biaya yang diperlukan dalam menjalani pemeriksaan juga relatif murah (Depkes RI, 2008). Deteksi dini dipandang penting apabila kelainan terdeteksi lebih awal (pada tahap lesi pra-kanker), dan ditangani dengan baik, perburukan penyakit dapat dicegah. Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan sederhana, murah sehingga bisa dilakukan di Puskesmas (Saputra, 2011).

Menurut Wiyono (2008), hasil akurasi tes IVA dalam penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas untuk mendeteksi lesi prakanker 84%; spesifisitas berkisar 89%; nilai prediksi positif 87% dan nilai prediksi negatif 86%. Hal ini berarti tes IVA


(25)

mempunyai sensitivitas tinggi dibandingkan pap smear (55%) untuk deteksi dini lesi prakanker serviks.

Di Indonesia program skrining belum menjadi prioritas dalam program pemerintah. Pihak swasta seperti YKI melakukan masih terbatas dan belum terprogram dengan baik. Kelompok pemberi pelayanan yang dapat dioptimalkan perannya adalah dokter umum, bidan/paramedis serta penyuluh kesehatan. Diperlukan program berkesinambungan pendidikan/penyuluhan kepada masyarakat serta mengimplementasikan program dari Depkes RI maupun LSM yang berkaitan dengan penanggulangan kanker (See and Treat, 2007).

Penapisan dianjurkan untuk semua perempuan yang telah melakukan hubungan seksual secara aktif, terutama yang telah berusia 30-50 tahun (Depkes, 2009). Berbagai panduan merekomendasikan setiap wanita diatas umur 30 tahun menjalani pemeriksaan sitologi sekaligus deteksi infeksi HPV. Alasan lain adalah karena diatas 30 tahun imunitas seseorang mulai menurun (Saputra, 2011). Hampir di semua negara, insidens kanker payudara dan kanker serviks sangat sedikit pada umur kurang dari 25 tahun, insidens akan meningkat sekitar usia 35 tahun keatas dan menurun pada usia menopause. Berdasarkan hal ini, program penapisan di Indonesia difokuskan pada perempuan usia 30-50 tahun, sedangkan pada usia lebih dari 50 tahun walaupun relatif sedikit insidensnya, sebaiknya dilakukan penapisan minimal 1 kali (Kemenkes RI, 2010).

Wanita yang tidak melakukan skrining secara teratur memiliki risiko berkembangnya kanker serviks lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita


(26)

yang melakukan skrining secara teratur. Semua wanita yang pernah melakukan hubungan seksual perlu melakukan skrining kanker serviks untuk mendeteksi abnormalitas serviks, sehingga pengobatan kanker serviks pada stadium dini lebih baik dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas (Depkes RI, 2008).

Masalah banyaknya kasus kanker serviks diperburuk lagi dengan (>70%) kasus yang sudah parah dan penyakitnya berada pada stadium lanjut ketika datang ke Rumah Sakit (Nuranna, 2001). Hal ini tidak akan terjadi kalau ibu tersebut melakukan skrining pemeriksaan kanker serviks. Rendahnya keikutsertaan wanita dalam skrining kanker serviks karena kurangnya kesadaran wanita akan kesehatan reproduksi dan sebagian wanita masih belum menganggap skrining dengan pemeriksaan IVA ini sebagai kebutuhan penting untuk kesehatan.

Keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang dalam pelaksanaannya tergantung pada orang yang bersangkutan. Bagi beberapa orang yang mendapat stimulus yang sama namun respon tiap-tiap orang berbeda (Notoatmodjo, 2007a).

Faktor persepsi masyarakat yang menganggap bahwa seseorang baru memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan bila telah merasakan sakit menyebabkan persepsi yang salah tentang pentingnya pemeriksaan IVA. Masyarakat baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa (Notoatmodjo, 2007a). Penelitian Elpina (2012) menyatakan ibu PUS yang mengikuti pemeriksaan IVA berpeluang 3 kali mempunyai pengetahuan baik


(27)

dibanding ibu yang tidak memeriksa IVA. Serta berpeluang 2 kali mempunyai sikap yang baik dibandingkan ibu yang tidak melakukan IVA.

Masalah lain orang sulit termotivasi untuk berperilaku sehat adalah karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat tidak menimbulkan dampak langsung yang cepat. Memotivasi orang sehat jauh lebih sulit daripada memotivasi orang sakit. Karena pada saat sehat, menghindari penyakit adalah bukan tujuannya (Notoatmodjo, 2005). Sumber motivasi bisa dari dalam diri individu sendiri ataupun dari luar individu tersebut. Dalam mengubah perilaku, motivasi yang berasal dari dalam individu lebih kuat mengembangkan minat seseorang terhadap sesuatu (Uno, 2012).

Sikap dan keyakinan masyarakat dapat menjadi hambatan keikutsertaan wanita melakukan skrining. Masyarakat sering menganggap bahwa kanker serviks merupakan penyakit yang tidak dapat diobati dan penyakit mematikan sehingga tidak perlu untuk diobati. Selain itu wanita sering malu untuk mendiskusikannya bila ada gejala kanker (WHO, 2006).

Pelaksanaan kegiatan deteksi dini kanker serviks regional Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tahun 2007- 2010, yaitu dilakukan di 7 kabupaten/kota di Sumatera Utara didapatkan 0,92% dari jumlah sasaran sebanyak 1.473.852 jiwa dengan ring antara 0,94 di Medan hingga 17,51% di Tebing Tinggi. Untuk wilayah Kota Padangsidimpuan hasil pencapaian skrining tersebut 10,50% dari jumlah sasaran sebanyak 21.413 jiwa ( See and Treat SUMUT, 2010).


(28)

Puskesmas Sidangkal Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu dari delapan puskesmas yang melaksanakan pelayanan skrining kanker serviks dengan metode IVA (Program See and Treat) yang dilaksanakan mulai tahun 2009 sampai sekarang. Puskesmas telah memberikan penyuluhan tentang pemeriksaan IVA dan telah membuat pengumuman jadwal pemeriksaan IVA setiap hari Kamis tetapi bila ada yang memeriksa pada hari lain pasien tersebut tetap dilayani, namun ibu-ibu yang datang masih jauh dari yang diharapkan.

Selain itu Puskesmas setiap tahun bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan melakukan kegiatan penyuluhan tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks dan pemeriksaan IVA agar penderita kanker serviks bisa ditemukan dan segera diobati atau dirujuk, dan penderita yang stadium dini bisa cepat ditangani agar jangan sampai menjadi lebih parah. Tetapi wanita yang memeriksakan diri ke Puskesmas malah mengalami penurunan dari sebelumnya.

Berdasarkan daftar kunjungan layanan IVA tahun 2009 wanita yang diperiksa berjumlah 185 orang (10,20%) dari 1814 orang Wanita Usia Subur (WUS) dimana 2 orang hasil IVA (+) dan dirujuk ke RSUD Kota Padangsidimpuan, tahun 2010 yang diperiksa 100 orang (5,13%) dari 1949 orang WUS terdapat 1 orang yang dirujuk ke RSUD Kota Padangsidimpuan, tahun 2011 sampai 2012 menurun dari hanya 42 orang (1,79%) menjadi 9 orang (0,35%) dengan hasil IVA (-) dari 2349 orang dan 2540 orang Wanita Usia Subur.

Pasien yang datang berobat ke di RSUD Kota Padangsidimpuan pada tahun 2010 terdapat sebanyak 2 kasus; tahun 2011 ada 1 kasus dan tahun 2012 ada 2 kasus,


(29)

juga datang sudah dengan stadium lanjut atau sudah menyebar (metastase) sehingga susah untuk diobati. Data prevalensi dari kasus di RSUD Kota Padangsidimpuan ini tidak dapat ditemukan karena belum terdata dengan baik.

Survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Sidangkal kepada 10 orang wanita yaitu 5 orang yang memeriksa IVA dan 5 orang yang tidak memeriksa IVA, pada wanita yang memeriksa IVA alasan mereka memeriksakan diri karena ajakan/ dukungan dari teman atau karena akan berobat keluhan lain ke Puskesmas. Pada wanita yang tidak memeriksakan IVA ke puskesmas mengatakan bahwa mereka tidak termotivasi untuk memeriksakan diri karena merasa tidak ada masalah dengan kesehatan mereka serta persepsi bahwa kanker serviks adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan sehingga malu dan takut kalau diperiksa ternyata hasilnya tidak normal.

Untuk meningkatkan cakupan wanita melakukan skrining kanker serviks metode IVA maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh persepsi dan motivasi yang menunjang wanita usia subur untuk ikut melaksanakan pemeriksaan IVA sehingga angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks dapat diturunkan.

1.2Permasalahan

Permasalahan penelitian dapat dirumuskan berdasarkan uraian diatas yaitu: Bagaimana pengaruh persepsi dan motivasi wanita usia subur (WUS) terhadap


(30)

keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kota Padangsidimpuan.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh persepsi dan motivasi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kota Padangsidimpuan.

1.4Hipotesis

1. Ada pengaruh persepsi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan tahun 2013.

2. Ada pengaruh motivasi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan tahun 2013.

3. Ada pengaruh persepsi dan motivasi WUS terhadap keikutsertaan skrining kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan tahun 2013.

1.5Manfaaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan sejauh mana pengaruh persepsi dan motivasi wanita usia subur terhadap pemanfaatan pelayanan IVA di Puskesmas Sidangkal sehingga dapat mengambil


(31)

suatu kebijakan dalam meningkatkan program deteksi dini dan penanggulangan kanker serviks di wilayah Kota Padangsidimpuan.

2. Bagi Puskesmas, sebagai bahan masukan dalam memberikan promosi kesehatan mengenai perilaku hidup sehat sebagai upaya pecegahan kanker serviks untuk peningkatan cakupan pelaksanaan skrining kanker serviks metode IVA yang selama ini belum mencapai standar.

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang skrining kanker serviks metode IVA.

4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai skrining kanker serviks metode IVA.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya sel/jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat tidak terkendali dan dapat menyebar ke tempat lain dalam tubuh penderita. Sel kanker dapat bersifat ganas dan dapat menginvasi serta merusak sel-sel normal sekitarnya sehingga merusak fungsi jaringan tersebut. Penyebaran (metastasis) sel kanker dapat melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam perjalanan selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga membentuk massa tumor (Kemenkes RI, 2010). Kanker juga dapat definisikan sebagai penyakit neoplastik yang karena sebab alamiah bersifat fatal. Sel-sel kanker, tidak seperti Sel-sel-Sel-sel tumor jinak, menunjukkan sifat invasi serta metastasis dan sangat anaplastik. Istilah ini termasuk ke dalam dua kategori besar yaitu karsinoma dan sarkoma, tetapi kadang-kadang digunakan secara sinonim dengan yang sebelumnya (Dorland, 1994).

Serviks atau mulut rahim merupakan bagian paling bawah ujung rahim yang menonjol ke liang senggama atau vagina (Diananda, 2007). Bagian serviks yang paling dekat dengan badan uterus disebut endoserviks, sedangkan yang dekat dengan vagina disebut dengan ektoserviks. Tempat bertemu kedua bagian serviks ini disebut


(33)

dengan zona transformasi. Sebagian besar kanker serviks dimulai pada zona transformasi (WHO, 2006).

Kanker serviks adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel serviks. Penyakit ini berawal dari suatu proses yang erat kaitannya dengan displasia. Proses tersebut dimulai dari perubahan epitel di daerah sambungan skuamosa kolumner (squamocolumnar junction), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis servikalis (Wijayanegara dkk, 1997) (Mansjoer dkk, 2000). Keganasan pada serviks ini berkembang dari bentuk pra kanker menjadi kanker invasif, merupakan proses perlahan-lahan yang memakan waktu bertahun-tahun (Diananda, 2007).

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam 10 tahun mendatang. Kanker serviks dikenal sebagai kanker pada usia reproduktif. Namun, juga terjadi pada usia dekade lima, enam dan tujuh. Umumnya pada wanita usia tua tidak dilakukan skrining untuk kanker serviks (Rasjidi, 2009). Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagaimana kanker umumnya, maka kanker serviks akan menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas), penderitaan, kematian, finansial/ekonomi maupun lingkungan bahkan pemerintah (Aziz, 2001).


(34)

2.1.1 Etiologi Kanker Serviks

Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe onkogenik yang berisiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan, walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45 dan 56 dimana HPV tipe 16 dan 18 ditemukan sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut-turut adalah tipe 30,31,33,35,39, 51, 58, 66 dan 6,11, 42, 43, 44, 53,54, 55. Infeksi HPV tipe 16 dan 18 adalah yang paling sering ditemukan di dunia. HPV tipe 16 umumnya ditemukan di negara barat seperti Eropa, USA dan lain-lain, sedangkan untuk tipe 18 banyak ditemukan di Asia (See and Treat, 2007).


(35)

Beberapa faktor yang mempengaruhi kanker serviks antara lain

Gambar 2.1 Patofisiologi Kanker Serviks (Depkes RI, 2008) 2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks

Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada usia dini, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan memiliki pasangan yang suka berganti-ganti pasangan. Infeksi HPV sering terjadi pada usia muda, sekitar 25-30% nya terjadi pada usia kurang dari 25 tahun (Depkes RI, 2008). Menurut (American Cancer Society, 2012) ada beberapa faktor risiko dari kanker serviks, yaitu:

1. Infeksi HPV

Faktor risiko yang terpenting untuk kanker serviks adalah infeksi oleh HPV. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, namun hanya beberapa yang menyerang daerah anogenital. Tipe ini dibedakan menjadi tipe yang risiko rendah yang dapat menyebabkan kutil pada daerah genital (yang paling sering tipe 6 dan 11) dan tipe yang berisiko tinggi (yang paling sering tipe 16, 18, 31). Sekitar dua pertiga dari semua kanker serviks disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18 (Bustan, 2007).

Leher rahim

normal

Lesi invasif Lesi prekanker

Infeksi HPV

Normal NIS 1: 57% NIS 2: 43% NIS 3: 32% Kanker Paparan HPV

pembersihan

Induksi transien

progresi

regresi


(36)

2. Merokok

Wanita yang merokok dua kali lebih mungkin untuk terserang kanker serviks daripada wanita yang tidak merokok. Merokok menyebabkan tubuh terpapar bahan kimia penyebab kanker yang mempengaruhi organ lain dari paru-paru. Zat-zat berbahaya diserap melalui paru-paru dan dibawa dalam aliran darah ke seluruh tubuh. Para peneliti percaya bahwa kerusakan zat DNA dari sel-sel leher rahim dan dapat berkontribusi pada perkembangan kanker serviks. Merokok dapat juga membuat sistim kekebalan tubuh kurang efektif dalam memerangi infeksi HPV. Tembakau mengandung bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/ sigaret maupun yang dikunyah.

Perokok, baik perokok aktif atau pasif, meningkatkan risiko kanker serviks. Analisa terhadap sepuluh penelitian kasus kontrol yang megevaluasi hubungan antara merokok dengan kanker serviks menemukan pada wanita yang positif terinfeksi HPV, yang sedang atau pernah merokok meningkatkan risiko mengalami karsinoma sel skuamosa, namun tidak berhubungan dengan adenokarsinoma serviks. Hubungan antara merokok dengan kanker serviks dipercaya berkaitan dengan efek karsinogen secara langsung pada serviks, bahwa merokok menekan respon imun lokal terhadap HPV, mengakibatkan serviks lebih mudah diserang infeksi (Rasjidi, 2009).

Menurut Kemenkes RI (2010) perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk menderita kanker leher rahim dibandingkan dengan yang tidak merokok.


(37)

3. Imunosupresi

Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus penyebab AIDS, merusak sistem kekebalan tubuh dan wanita merupakan risiko tinggi untuk infeksi HPV. Para ilmuwan percaya bahwa sistim kekebalan tubuh penting dalam menghancurkan sel kanker dan memperlambat pertumbuhan dan penyebaran. Pada wanita dengan HIV, pra-kanker serviks mungkin berkembang menjadi kanker invasif lebih cepat dari biasanya. Kelompok lain dari wanita berisiko terkena kanker serviks adalah wanita yang minum obat untuk menekan respon kekebalan tubuh mereka, seperti yang sedang dirawat untuk penyakit autoimun (dimana kekebalan tubuh melihat jaringan tubuh sendiri sebagai benda asing dan menyerang mereka, karena kuman) atau mereka yang memiliki transplantasi organ.

4. Infeksi Chlamydia

Chlamydia adalah jenis bakteri umum yang dapat menginfeksi sistem reproduksi. Hal ini menyebar melalui kontak seksual. Chlamydia dapat menyebabkan peradangan pada panggul, menyebabkan infertilitas. Beberapa studi melihat risiko yang lebih tinggi kanker serviks pada wanita yang hasil tes darahnya menunjukkan bukti chlamydia masa lalu atau saat terinfeksi (dibandingkan dengan wanita yang memiliki hasil tes normal). Infeksi chlamydia sering tidak menimbulkan gejala pada wanita.

5. Diet

Wanita dengan diet rendah buah-buahan dan sayuran berisiko terkena kanker serviks. Juga wanita dengan kelebihan berat badan lebih mungkin untuk terkena


(38)

adenokarsinoma serviks (American Cancer Society, 2012). Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung bahan-bahan antioksidan seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat berkhasiat untuk mencegah terjadinya kanker. Dari beberapa penelitian melaporkan defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karoten atau retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).

6. Kontrasepsi Oral (Pil KB)

Ada bukti bahwa menggunakan kontrasepsi oral untuk waktu yang lama meningkatkan risiko kanker serviks. Penelitian menunjukkan bahwa risiko kanker serviks meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, tapi risikonya akan kembali turun lagi setelah kontrasepsi oral dihentikan (American Cancer Society, 2012). Dalam sebuah penelitian, risiko kanker serviks dua kali lipat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun tapi risikonya kembali normal 10 tahun setelah mereka berhenti (Rasjidi, 2009).

7. Penggunaan Intra Uterine Device (IUD)

Menurut penelitian terbaru bahwa wanita yang telah pernah menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) memiliki risiko lebih rendah untuk terkena kanker serviks. Pada wanita risiko pemakaian IUD terjadi walaupun pemakaian kurang dari setahun, dan setelah IUD dilepas maka akan timbul efek perlindungan.

8. Paritas

Wanita yang 3 kali atau lebih melahirkan mengalami peningkatan risiko terkena kanker serviks. Satu teori mengatakan bahwa wanita yang melakukan


(39)

hubungan seks tanpa kondom, lebih terpapar HPV. Penelitian mengatakan perubahan hormon selama kehamilan membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi HPV atau pertumbuhan kanker. Yang lain mengatakan sistim kekebalan tubuh ibu hamil mungkin lebih lemah, memungkinkan untuk terinfeksi HPV dan pertumbuhan kanker (American Cancer Society, 2012).

Paritas dapat meningkatkan insidensi kanker serviks, lebih banyak merupakan refleks dari aktivitas seksual pertama kali daripada akibat trauma persalinan. Pada wanita dengan paritas 5 atau lebih mempunyai risiko terjadinya kanker serviks 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita paritas 3 atau kurang (Suwiyoga, 2007 dalam Fatimah, 2008).

9. Usia Muda pada Kehamilan Pertama

Pada wanita dengan usia kehamilan pertama < 17 tahun hampir 2 kali lebih mudah untuk terkena kanker serviks daripada wanita yang kehamilan pertama berusia 25 tahun atau lebih. Serviks pada remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif yang terjadi dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Metaplasia skuamosa ini biasanya merupakan suatu proses fisiologi, akan tetapi di bawah pengaruh karsinogen perubahan sel dapat terjadi sehingga menyebabkan suatu zona transformasi yang tidak khas. Perubahan yang tidak khas ini merupakan suatu proses yang disebut

cervical intraepithelial neoplasia (CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.


(40)

10.Kemiskinan

Kemiskinan merupakan faktor risiko terkena kanker serviks. Banyak wanita dengan pendapatan rendah tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan seperti deteksi dini kanker serviks.

11.Pemakaian Diethylstilbestrol (DES)

DES adalah obat hormonal yang diberikan kepada wanita yang bisa mencegah keguguran (1940-1971). DES menyebabkan pertumbuhan sel adenokarsinoma yang tidak normal pada vagina atau serviks pada masa kehamilan. Ada sekitar 1 kasus dari jenis kanker ini pada setiap wanita yang ibunya minum DES selama kehamilan. Anak dari wanita yang menggunakan DES dapat mengalami risiko peningkatan pertumbuhan kanker sel skuamosa dan pre kanker serviks terkait HPV.

12.Riwayat keluarga menderita kanker serviks

Kanker serviks mungkin dapat terjadi dalam suatu keluarga. Jika ibu atau saudara wanita menderita kanker serviks, peluang untuk terkena kanker serviks 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada orang yang dalam keluarganya tidak memiliki penderita kanker serviks. Beberapa peneliti menduga bahwa beberapa contoh kecenderungan dalam keluarga disebabkan oleh kondisi diturunkan. Hal ini menyebabkan beberapa wanita kurang mampu melawan infeksi HPV daripada yang lain.

2.1.3 Gejala dan Tanda Kanker Serviks

Pada fase permulaan kanker serviks kemungkinan penderita belum mempunyai keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining


(41)

kesehatan). Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan sebagai berikut:

1. Perdarahan pervaginam yang abnormal 2. Perdarahan kontak

3. Keputihan vaginal yang abnormal 4. Gangguan miksi

5. Gangguan defakasi

6. Nyeri perut bagian bawah atau menyebar 7. Limfedema

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti: nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki (See and Treat, 2007). Pasien dengan stadium lanjut mungkin datang dengan keputihan berbau, berat badan menurun atau uropati obstruktif (Sastrawinata, 1998).

2.1.4 Stadium Kanker Serviks

Stadium kanker serviks berdasarkan International Federation of Gynecologists and Obstetrician Staging System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan stadium kanker serviks sebagai berikut:


(42)

Tabel 2.1 Klasifikasi Kanker Serviks Menurut FIGO Stadium Uraian

0 I IA IA1 IA2 IB IB1 IB2 II IIA IIB III IIIA IIIB IVA IVB

Karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel (karsinoma pra invasif) Karsinoma terbatas di serviks (perluasan ke korpus uteri tidak dinilai) Kanker praklinis yang hanya dapat didiagnosis secara mikroskopis Lesi telah menembus membrana basalis dengan kedalaman < 3 mm dan penyebaran horizontal < 7 mm

Lesi telah menembus membran basalis, kedalamannya > 3 mm tetapi < 5 mm dan penyebaran horizontal ≤ 7 mm

Lesi dengan dimensi lebih besar daripada stadium IA2, baik yang tampak secara klinik maupun tidak

Lesi klinis berukuran tidak lebih dari 4 cm Lesi klinis berukuran lebih dari 4 cm

Karsinoma meluas ke luar serviks tetapi tidak mencapai dinding panggul. Karsinoma mengenai vagina tetapi tidak mencapai sepertiga bawah vagina

Tidak didapatkan perluasan ke parametrium Didapatkan perluasan ke parametrium

Karsinoma telah meluas hingga dinding panggul dan/ atau mencapai sepertiga bawah vagina. Kasus-kasus dengan hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi hendaknya dimasukkan, kecuali bila diketahui sebabnya.

Tidak didapatkan perluasan ke dinding panggul, tetapi didapatkan perluasan ke sepertiga bagian bawah vagina.

Perluasan ke dinding panggul dan/ atau hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi.

Karsinoma telah meluas ke luar panggul atau secara klinis mengenai kandung kencing atau rektum

Penyebaran ke organ jauh.

Sumber: FIGO Comitte on Gynecologic Oncology, 2000

2.2 Skrining

Kanker serviks adalah penyakit yang diawali oleh infeksi virus HPV yang merubah sel-sel serviks sehat menjadi displasia dan bila tidak diobati akan menjadi kanker serviks. Prinsip dasar kontrol penyakit ini adalah memutus mata rantai infeksi, atau mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel leher rahim (disebut juga lesi


(43)

prekanker) menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan sejak dini kemudian segera diobati, hal ini akan mencegah terjadinya kanker leher rahim di kemudian hari. Lesi prekanker yang perlu diangkat/diobati adalah jenis LISDT (Lesi Intraepitelial Skuamosa Derajat Tinggi), adapun jika LISDR ( Lesi Intraepitelial Skuamosa Derajat Rendah) dianggap lesi yang jinak dan sebagian besar akan mengalami regresi secara spontan. Perempuan yang terkena lesi prekanker diharapkan dapat sembuh 100%, sementara kanker yang ditemukan dalam stadium dini memberikan harapan hidup 92%. Karenanya deteksi dini mungkin sangat penting untuk mencegah dan melindungi perempuan dari kanker leher rahim.

Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang menjadi kanker invasif sejak awal mula mengalami displasia adalah 10-20 tahun. Yang dimaksud dengan kanker invasif adalah sel-sel tumor menembus membran basalis dan menyerang stroma dibawahnya. Kemudian tumor itu menyebar setempat melalui invasi. Penyebaran metastatik terjadi melalui aliran limfe ke kelenjar-kelenjar limfe dalam panggul (Rayburn dkk dalam Depkes RI, 2008). Deteksi dini kanker adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara tepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat, benar- benar sehat dengan tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan (Rasjidi, 2009).

Deteksi dini bertujuan untuk menemukan adanya dini, yaitu kanker yang masih dapat disembuhkan, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker.


(44)

Syarat- syarat skrining:

a. Test cukup sensitif dan spesifik

b. Test dapat diterima oleh masyarakat, aman, tidak berbahaya, murah dan sederhana.

c. Penyakit atau masalah yang akan di skrining masalah yang cukup serius, prevalensi tinggi, merupakan kesehatan masyarakat.

d. Kebijakan intervensi atau pengobatan yang akan dilakukan setelah dilakukan krining tersebut harus jelas.

Menurut Depkes RI (2009) beberapa tes penapisan untuk kanker leher rahim yaitu: 1. Tes HPV

Menggunakan tehnik pemeriksaan molekuler, DNA yang terkait dengan HPV diuji dari sebuah contoh sel yang diambil dari leher rahim atau liang senggama. 2. Pap Smear

Pemeriksaan sitologis dari apusan sel-sel yang diambil dari leher rahim. Slide diperiksa oleh teknis sitologi atau dokter ahli patologi untuk melihat perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker.

3. Tes IVA

Pemeriksaan inspeksi visual dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) seluruh permukaan leher rahim dengan bantuan asam asetat/cuka yang diencerkan. Pemeriksaan dilakukan tidak dalam keadaan hamil maupun sedang haid.


(45)

4. Servikografi

Kamera khusus digunakan untuk memfoto leher rahim. Film dicetak dan foto diinterpretasi oleh petugas terlatih. Pemeriksaan ini terutama digunakan sebagai tambahan dari deteksi dini dengan menggunakan IVA, tetapi dapat juga sebagai metode penapisan primer.

5. Kolposkopi

Pemeriksaan visual bertenaga tinggi (pembesaran) untuk melihat leher rahim, bagian luar dan kanal bagian dalam leher rahim. Biasanya disertai biopsi jaringan ikat yang tampak abnormal. Terutama digunakan untuk mendiagnosa.

2.2.1Skrining Kanker Serviks dengan Metode IVA

IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatif dari Pap smear karena murah, praktis, sangat mudah untuk dilakukan dengan peralatan sederhana, dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi. Pemeriksaan ini dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat (3-5%) secara inspekulo. Zat ini meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler epitel abnormal. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Akibatnya jika permukaan epitel disinari maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma namun akan di pantulkan dan permukaan epitel abnormal akan berwarna putih (acetowhite).

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan juga akan berwarna putih juga setelah pengusapan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang, ini yang membedakannya dengan proses prakanker dimana epitel


(46)

putih lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula makin tajam batasnya, makin tinggi derajat jaringannya, sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia). Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan hilang setelah sekitar 50-60 detik. Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih namun dikatakan suatu leukoplakia (Sjamsuddin, 2001).

2.2.2 Hasil Pemeriksaan IVA

Menurut Depkes RI (2008), hasil pemeriksaan IVA dapat digolongkan sesuai kategori berikut:

1. IVA negatif, yaitu serviks tampak licin, merah muda, bentuk porsio normal.

2. IVA radang, yaitu serviks dengan radang (servisitis), banyak fluor atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).

3. IVA positif, yaitu ditemukannya bercak putih (acetowhite epithelium), plak putih atau ulkus. Kelompok ini menjadi sasaran temuan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis prakanker leher rahim (CIN I, II, III atau kanker insitu).

4. IVA kanker serviks, yaitu ditemukannya pertumbuhan seperti bunga kol dan pertumbuhan mudah berdarah.


(47)

2.2.3 Sasaran yang Menjalani Skrining

Menurut Depkes RI (2008), WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut:

a. Setiap wanita yang berusia antara 25- 35 tahun, yang belum pernah menjalani tes Pap sebelumnya, atau pernah menjalani tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih. b. Wanita yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap

sebelumnya.

c. Wanita yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca senggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.

d. Wanita yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.

Dalam penerapan skrining kanker serviks di Indonesia, usia target saat ini adalah antara usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahun yang belum pernah diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker serviks. Begitu juga dengan semua wanita yang pernah melakukan aktivitas seksual perlu menjalani skrining kanker serviks.

WHO (2006) tidak merekomendasikan wanita yang sudah menopause menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional serviks pada kelompok ini biasanya berada pada endoheler rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum. Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, wanita yang sudah mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan dalam program skrining, untuk menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker


(48)

serviks. Perlu disertakan informed consent pada wanita golongan ini, mengingat alasan diatas. Tidak ditemukannya lesi prakanker tidak berarti tidak ada lesi prakanker (Depkes RI, 2008)

2.2.4 Interval Skrining Kanker Serviks

American Cancer Society (2011) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3 tahun, setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah paparan HPV yang pertama. Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun. Skrining 3 tahun sekali memberi hasil yang hampir sama dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila menggunakan pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology), setelah skrining yang pertama. Setelah wanita berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali. Bila dana sangat terbatas skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap memberikan hasil yang signifikan.

Dalam perjalanannya, kanker serviks membutuhkan waktu yang cukup lama dari kondisi normal sampai menjadi kanker. Dalam penelitian secara epidemiologik dan laboratorik ada beberapa faktor yang berperan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pemantauan perjalanan penyakit, diagnosis displasia sering ditemukan pada usia 20 tahunan. Karsinoma in situ pada usia 25-35 tahun dan kanker serviks invasif pada usia 40 tahun (Bustan, 2007).


(49)

Hampir di semua negara, insidens kanker payudara dan kanker leher rahim invasif sangat sedikit pada perempuan umur di bawah 25 tahun, insidens akan meningkat sekitar usia 35 tahun keatas dan menurun pada usia menopause. Berdasarkan hal ini, program penapisan di Indonesia difokuskan pada perempuan usia 30-50 tahun, sedangkan usia diatas 50 tahun walaupun relatif sedikit indidensnya, sebaiknya dilakukan penapisan minimal 1 kali (Kemenkes RI, 2010).

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Memeriksa IVA

Faktor-faktor yang dapat memegang peranan di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya pengetahuan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Misalnya seorang wanita mengetahui bahaya kanker serviks dan perlunya pemeriksaan dini, tetapi belum mau datang untuk memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas. Faktor eksternal yakni lingkungan, baik fisik, sosial budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Bentuk perilaku keikutsertaan wanita tersebut adalah telah datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri sebagai tindakan yang dilakukan sehubungan dengan penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2007a). Respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan (sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan) bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan nyata) (Notoatmodjo, 2003).


(50)

Model perilaku kesehatan telah disampaikan beberapa ahli, antara lain: 1. Teori Lawrence Green

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor yang utama, yaitu:

(1) Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor yang memotivasi suatu perilaku atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap seseorang terhadap kesehatan, kepercayaan terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistim nilai di masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

(2) Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan. Keterjangkauan sarana dan prasarana pendukung untuk berperilaku sehat, yaitu perilaku skrining kanker serviks. Wanita yang akan menjalani skrining kanker serviks tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat skrining, melainkan wanita tersebut dengan mudah mendapatkan fasilitas untuk melakukan skrining yang mendukung terwujudnya perilaku kesehatan.

(3) Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan, termasuk undang-undang, peraturan yang terkait dengan kesehatan serta program pemerintah yang sedang berjalan.

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007b) ada tiga kategori utama yang bisa mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu:


(51)

a. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Karakteristik ini menggambarkan bahwa setiap individu cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda karena adanya perbedaan demografi serta keyakinan bahwa pelayanan kesehatan tersebut dapat menolongnya menyembuhkan penyakit (termasuk di dalamnya sikap terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit).

b. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor ini menggambarkan kemampuan individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya sumber daya keluarga (tingkat pendapatan keluarga, ada/tidaknya asuransi kesehatan dan lainnya) serta sumber daya masyarakat (ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan).

c. Faktor kebutuhan (need factors)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukung ada. Komponen kebutuhan dibagi menjadi 2 kategori yaitu perceived need (persepsi seseorang terhadap kesehatannya) dan evaluated gejala dan diagnosa penyakit).

2. Health Belief Model

Berdasarkan model kepercayaan kesehatan atau sering disebut Health Belief Model yang dikemukakan oleh Sheeran dan Abraham dalam Notoatmodjo (2003) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan.


(52)

a. Keyakinan tentang dampak penyakit dan konsekuensinya (persepsi ancaman) yang tergantung pada persepsi kerentanan atau keyakinan tentang betapa rentannya seseorang menganggap dirinya untuk terkena suatu penyakit dan persepsi keparahan penyakit serta konsekuensinya.

b. Motivasi kesehatan atau kesiapan dalam memperhatikan hal-hal kesehatan.

c. Keyakinan tentang konsekuensi dari praktek kesehatan dan tentang kemungkinan usaha untuk membuat individu melakukan praktek kesehatan. Evaluasi perilaku tergantung pada persepsi manfaat tindakan preventif dan terapeutik serta persepsi hambatan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.

d. Isyarat atau tanda yang meliputi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tindakan, misalnya peran media massa, nasihat, anjuran teman atau keluarga dari orang yang sakit.

e. Kepercayaan dan motivasi kesehatan dikondisikan oleh variabel-variabel demografi (sosial demografi, usia dan sebagainya) dan oleh karakteristik psikologis dari individu (kepribadian, tekanan kelompok).

Perilaku wanita dalam skrining kanker serviks merupakan masalah yang sangat penting karena keberhasilan program skrining tidak hanya ditentukan berdasarkan efektifitas skrining tetapi juga berapa banyak wanita yang melakukan skrining. Perilaku, menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007a) merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Stimulus skrining kanker serviks bisa dari fasilitas-fasilitas yang ada yang dimudahkan untuk skrining sehingga diharapkan lebih banyak wanita yang melakukan skrining kanker


(53)

serviks. Keputusan seorang wanita untuk ikut serta dalam program penapisan dipengaruhi oleh pemahaman wanita tersebut tentang kanker serviks dan persepsi tentang risiko penyakit tersebut. Penelitian melaporkan rendahnya pengetahuan wanita tentang penapisan serviks, akan tetapi penelitian yang baru menunjukkan perbaikan. Di Inggris, proporsi wanita yang memahami tentang penapisan serviks meningkat dari 52% menjadi 70% setelah mendapat penjelasan bahwa kategori normal berarti risiko rendah dan bukan berarti tidak ada risiko kanker (WHO, 2002). 3. Persepsi

Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception: pengumpulan, penerimaan, pandangan dan pengertian. Persepsi diartikan sebagai proses mengamati dunia luar yang mencakup perhatian, pemahaman dan pengenalan objek-objek atau peristiwa menggunakan indra dan kesadaran (Pieter, 2010). Persepsi merupakan suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indera hasil pengolahan otak atau ingatan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama (Notoatmodjo, 2007a).

Menurut Moskowitz dan Ogel (1969) dalam Walgito (2010) bahwa persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated


(54)

Proses terjadinya persepsi individu terhadap suatu objek tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang berperan, yang merupakan syarat agar terjadinya persepsi yaitu:

1. Objek atau stimulus yang dipersepsi

2. Alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf yang merupakan syarat fisiologis, dan

3. Perhatian, yang merupakan syarat psikologis.

Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, disini berperan perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.

4. Motivasi

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Pieter, 2010). Sementara Gibson et al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau didalam diri seseorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang untuk berusaha


(55)

mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2012).

Menurut Uno (2012) jenis-jenis motivasi menurut sumber yang menimbulkannya terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu diransang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrisik datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran, misalnya wanita memeriksakan IVA ke tenaga kesehatan karena wanita tersebut sadar bahwa dengan memeriksakan dirinya, dapat mendeteksi apabila ada kelainan pada kesehatannya. Adapun yang menjadi indikatornya:

a. Kebutuhan

Seseorang melakukan aktivitas kegiatan karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya motivasi wanita untuk memeriksa IVA ke tenaga kesehatan untuk mendeteksi adanya keluhan kanker serviks.

b. Harapan

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan, misalnya wanita memeriksa


(56)

IVA ke tenaga kesehatan dengan harapan agar apabila ada kelainan dapat segera diketahui dan diatasi.

c. Minat (hasrat dan keinginan)

Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh, misalnya wanita memeriksakan IVA karena adanya minat ingin bertemu dengan tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) dan minat atau keinginan untuk mengetahui keadaan kesehatannya.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu. Menurut Walgito (2010), indikatornya adalah lingkungan yang baik dan penghargaan dalam hal ini berupa:

a. Dukungan Suami dan Keluarga

Wanita memeriksa kehamilannya ke tenaga kesehatan bukan kehendak sendiri tetapi karena dorongan dari keluarga seperti: suami, orang tua, teman ataupun anggota keluarga lain. Dukungan dan dorongan dari anggota keluarga semakin menguatkan motivasi wanita untuk melakukan yang terbaik untuk kesehatannya. Dorongan positif yang diperoleh wanita, akan menimbulkan kebiasaan yang baik pula, sehingga kan melakukan pemeriksaan IVA dengan rutin.


(57)

b. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga wanita tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya wanita mau memeriksakan IVA ke Puskesmas karena mendapat imbalan seperti mendapat pelayanan yang memuaskan dari tenaga kesehatan atau karena mengharapkan kesehatan reproduksinya sehat.

2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Serviks

Pencegahan dan penanggulangan kanker serviks di mulai dari penyampaian informasi tentang faktor risiko dan bagaimana menghindari risiko dimaksud, deteksi dini untuk mendapatkan lesi prakanker serviks dan melakukan pengobatan segera.

Menurut Kemenkes RI (2010) ada tiga tingkatan pencegahan, yaitu: 1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor risiko kanker serviks. Selain faktor risiko, ada faktor protektif yang akan mengurangi seseorang terserang kanker. Pendekatan pencegahan ini memberikan peluang besar dan sangat cost-effective dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang lama.

Memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat (termasuk konsumsi buah dan sayur lebih dari 500 gram per hari, mengurangi konsumsi lemak dan lain-lain), mempromosikan anti rokok termasuk menurunkan risiko terpajan asap rokok, perilaku seksual yang aman, serta pemberian vaksin HPV, merupakan contoh kegiatan pencegahan.


(58)

2. Pencegahan Sekunder

Deteksi dini dan pengobatan segera. Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening) dan edukasi tentang penemuan dini (early diagnosis).

a. Penapisan atau skrining, adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat, yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit diantara masyarakat yang sehat. Upaya penapisan dikatakan adekuat bila tes dapat mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran, untuk itu dibutuhkan kajian jenis pemeriksaan yang mampu laksana pada kondisi sumber daya terbatas seperti di Indonesia. Sebagai contoh: pemeriksaan sitologi untuk memeriksa lesi prakanker serviks telah dilaksanakan di negara-negara maju, tetapi di negara berkembang seperti Thailand, Zimbabwe, Elsavador, Ghana, Malawi dan Peru memakai IVA sebagai cara untuk pemeriksaan lesi prakanker serviks.

b. Penemuan dini (early diagnosis), adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah merasakan adanya gejala. Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara petugas kesehatan, kader masyarakat maupun masyarakat secara umum merupakan kunci utama keberhasilannya.

Agar dapat mengurangi jumlah wanita yang tidak mendapat tindak lanjut penatalaksanaan setelah deteksi dini, diupayakan pengobatan segera dengan menggunakan pendekatan “kunjungan sekali”, yaitu mengaitkan IVA dengan pengobatan krioterapi. Krioterapi merupakan metode rawat jalan untuk


(59)

menghancurkan jaringan dengan cara membekukan sel-sel menggunakan gas CO2 atau NO2 cair. Kelebihan krioterapi antara lain sangat efektif untuk mengobati lesi derajat rendah (CIN 1) dan derajat tinggi (CIN II-III), mempunyai tingkat komplikasi rendah, tidak memerlukan anestesi, tidak membutuhkan listrik, mudah digunakan serta tidak mahal. Semua wanita yang mendapat hasil IVA positif perlu segera diobati untuk mencegah agar tidak berkembang menjadi kanker serviks.

3. Pencegahan Tersier a. Diagnosis dan terapi

Diagnosis kanker serviks membutuhkan kombinasi antara kajian klinis dan investasi diagnostik. Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan melakukan terapi yang tepat. Tujuan dari pengobatan adalah menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.

Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan stadium awal dan lebih berpotensial untuk sembuh. Standar pengobatan kanker meliputi: operasi (surgery), radiasi, kemoterapi dan hormonal yang disesuaikan dengan indikasi patologi.

b. Pelayanan paliatif

Hampir seluruh dunia, pasien kanker terdiagnosis pada stadium lanjut dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial, rehabilitasi dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker.


(60)

2.5 Pengobatan

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia, keadaan umum penderita, luasnya penyebaran dan komplikasi lain yang menyertainya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisik yang seksama dan kerjasama yang baik antara ginekologi onkologi dengan radioterapi dan patologi anatomi (See and Treat, 2007).

Pengobatan prakanker atau kanker tergantung dari tingkat penyakitnya. Pada prekanker pengobatan dari sekadar destruksi lokal misalnya kauterisasi sampai dengan pengangkatan rahim sederhana (histerektomi). Sedang pada kanker invasif umumnya pengobatan adalah operasi, radiasi, kemoterapi atau kombinasi. Operasi dilakukan pada stadium awal (Ia- IIa), radiasi dapat diberikan pada stadium awal atau lanjut tetapi masih terbatas di panggul, sedang kemoterapi diberikan pada stadium lanjut dan sudah menyebar jauh atau dapat diberikan bila terjadi residif atau kambuh (Aziz, 2001).

2.6 Landasan Teori

Menurut Leavit (1978) dalam Sobur (2003), persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Moskowitz dan Ogel (1969) dalam Walgito (2010) bahwa persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa


(61)

persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.

Menurut Uno (2012) motivasi sebagai dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan tersebut timbul karena adanya rangsangan dari luar atau kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik dari dalam individu sendiri yang menampakkan perilaku manusia. Sementara Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan yang berlangsung secara wajar.

Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu kepada teori motivasi menurut Uno (2012) dimana jenis-jenis motivasi menurut sumber yang menimbulkannya terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Sedangkan yang menjadi indikatornya adalah adanya minat, harapan, lingkungan yang baik dan penghargaan.


(62)

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian latar belakang dan landasan teori tersebut, maka rumusan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Confounding

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Persepsi

Motivasi

Keikutsertaan skrining kanker serviks dengan metode IVA

- Umur

- Pendidikan - Jumlah anak


(1)

Lampiran 6 : Pemeriksaan Kolinearitas

Hubungan Variabel Independen Utama dengan Variabel

Confounding

(Jumlah

Anak)

persepsi dengan Jumlah anak

Crosstab

39 51 90

43,3% 56,7% 100,0% 50,0% 47,2% 48,4% 21,0% 27,4% 48,4%

39 57 96

40,6% 59,4% 100,0% 50,0% 52,8% 51,6% 21,0% 30,6% 51,6% 78 108 186 41,9% 58,1% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 41,9% 58,1% 100,0% Count

% within persepsi % within JAK % of Total Count

% within persepsi % within JAK % of Total Count

% within persepsi % within JAK % of Total Baik

Kurang baik persepsi

Total

<=3 orang >3 orang JAK

Total

Chi-Square Tests

,140b 1 ,708

,051 1 ,822

,140 1 ,708

,767 ,411

,139 1 ,709

186 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 37,74.


(2)

motivasi dengan Jumlah anak

Crosstab

49 67 116

42,2% 57,8% 100,0%

62,8% 62,0% 62,4%

26,3% 36,0% 62,4%

29 41 70

41,4% 58,6% 100,0%

37,2% 38,0% 37,6%

15,6% 22,0% 37,6%

78 108 186

41,9% 58,1% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

41,9% 58,1% 100,0%

Count

% within motivasi % within JA K % of Total Count

% within motivasi % within JA K % of Total Count

% within motivasi % within JA K % of Total Baik

Kurang baik motivasi

Total

<= 3 orang >3 orang JA K

Total

Chi-Square Tests

,012b 1 ,913

,000 1 1,000 ,012 1 ,913

1,000 ,519 ,012 1 ,914

186 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,35.

b.

Motivasi dengan persepsi

motivasi * persepsi Crosstabulation

53

63

116

45,7%

54,3%

100,0%

58,9%

65,6%

62,4%

28,5%

33,9%

62,4%

37

33

70

52,9%

47,1%

100,0%

41,1%

34,4%

37,6%

Count

% within motivas i

% within persepsi

% of Total

Count

% within motivas i

% within persepsi

Baik

Kurang baik

motivas i

Baik

Kurang baik

persepsi


(3)

Chi-Square Tests

,898

b

1

,343

,634

1

,426

,898

1

,343

,367

,213

,893

1

,345

186

Pearson Chi-Square

Continuity Correction

a

Likelihood Ratio

Fis her's Exact Test

Linear-by-Linear

As sociation

N of Valid Cases

Value

df

As ymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 table

a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

33,87.


(4)

Lampiran 7 : Alternatif Model Akhir Uji Regresi Logistik

Logistic Regression

Case Processing Summary

186 100,0

0 ,0

186 100,0

0 ,0

186 100,0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent V aria ble Encodi ng

0

1

Original Value

Ikut

Tidak ikut

Int ernal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 80 ,0

0 106 100,0

57,0 Observed

Ikut Tidak ikut IVA

Overall Percentage Step 0

Ikut Tidak ikut

IVA Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equa tion

,281 ,148 3,611 1 ,057 1,325

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Variables not in the Equation

1,785 1 ,182

20,533 1 ,000

9,547 1 ,002

33,571 3 ,000

JAK persepsi motivasi Variables

Overall Statistics Step

0


(5)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Om nibus Tests of Model Coe fficients

36,329 3 ,000 36,329 3 ,000 36,329 3 ,000 -1, 830 1 ,176 34,500 2 ,000 34,500 2 ,000 St ep

Block Model St ep Block Model St ep 1

St ep 2a

Chi-square df Sig.

A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has dec reas ed from the previous s tep.

a.

Mode l Summ ary

217,875a ,177 ,238

219,705a ,169 ,227

St ep 1 2

-2 Log lik elihood

Cox & Snell R Square

Nagelk erke R Square

Es timation terminated at it erat ion number 4 bec aus e parameter estimat es c hanged by less than ,001. a.

Cl assi fica tion Tablea

39 41 48,8

14 92 86,8

70,4

39 41 48,8

14 92 86,8

70,4 Observed

Ikut Tidak ikut IV A

Overall Percentage Ikut Tidak ikut IV A

Overall Percentage St ep 1

St ep 2

Ikut Tidak ikut

IV A Percentage

Correc t Predic ted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

,446 ,331 1,818 1 ,178 1,563 ,817 2,990

1,610 ,341 22,249 1 ,000 5,003 2,563 9,767

1,279 ,361 12,559 1 ,000 3,592 1,771 7,287

-1,220 ,346 12,446 1 ,000 ,295

1,599 ,339 22,300 1 ,000 4,947 2,548 9,605

1,260 ,357 12,440 1 ,000 3,524 1,750 7,097

-,956 ,279 11,755 1 ,001 ,384

JAK persepsi motivasi Constant Step

1a

persepsi motivasi Constant Step

2a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on s tep 1: JAK, persepsi, motivasi. a.


(6)

Model if Term Removed

-109,852 1,830 1 ,176 -121,309 24,743 1 ,000 -115,819 13,763 1 ,000 -122,215 24,725 1 ,000 -116,643 13,582 1 ,000 Variable

JAK persepsi motivasi Step

1

persepsi motivasi Step

2

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Variables not in the Equation

1,829 1 ,176 1,829 1 ,176 JAK

Variables Overall Statistics Step 2a

Score df Sig.

Variable(s) removed on s tep 2: JAK. a.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2013

9 159 129

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan S

1 1 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Sela

1 1 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan T

0 0 11

PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI WANITA USIA SUBUR TERHADAP KEIKUTSERTAAN SKRINING KANKER SERVIKS METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDANGKAL KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN TAHUN 2013 TESIS Diajukan Sebagai Salah

0 0 18

Pengaruh Penyuluhan Kanker Serviks terhadap Motivasi Keikutsertaan Wanita Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

0 0 6

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN TINDAKAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MULYOREJO

0 1 16

PENGARUH PENYULUHAN KANKER SERVIKS TERHADAP MOTIVASI WANITA USIA SUBUR UNTUK PEMERIKSAAN TES INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS MANTRIJERON YOGYAKARTA

0 0 12

ANALISIS KORELASI ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SKRINING KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA) PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN SKRINING KANKER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURA

0 0 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENERIMAAN SKRINING INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DALAM DETEKSI KANKER SERVIKS PADA WANITA USIA SUBUR DI PURWOKERTO TIMUR

0 0 19