2.2.3 Sasaran yang Menjalani Skrining
Menurut Depkes RI 2008, WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut:
a. Setiap wanita yang berusia antara 25- 35 tahun, yang belum pernah menjalani tes Pap sebelumnya, atau pernah menjalani tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Wanita yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya.
c. Wanita yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca senggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya. d. Wanita yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.
Dalam penerapan skrining kanker serviks di Indonesia, usia target saat ini adalah antara usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahun
yang belum pernah diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker serviks. Begitu juga dengan semua wanita yang pernah
melakukan aktivitas seksual perlu menjalani skrining kanker serviks. WHO 2006 tidak merekomendasikan wanita yang sudah menopause
menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional serviks pada kelompok ini biasanya berada pada endoheler rahim dalam kanalis servikalis
sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum. Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, wanita yang sudah mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan
dalam program skrining, untuk menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker
Universitas Sumatera Utara
serviks. Perlu disertakan informed consent pada wanita golongan ini, mengingat alasan diatas. Tidak ditemukannya lesi prakanker tidak berarti tidak ada lesi
prakanker Depkes RI, 2008
2.2.4 Interval Skrining Kanker Serviks
American Cancer Society 2011 merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3 tahun, setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah paparan HPV yang pertama. Interval yang ideal untuk dilakukan
skrining adalah 3 tahun. Skrining 3 tahun sekali memberi hasil yang hampir sama dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila menggunakan
pemeriksaan sitologi cairan liquid-based cytology, setelah skrining yang pertama. Setelah wanita berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining dengan
hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali. Bila dana sangat terbatas skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap
memberikan hasil yang signifikan. Dalam perjalanannya, kanker serviks membutuhkan waktu yang cukup lama
dari kondisi normal sampai menjadi kanker. Dalam penelitian secara epidemiologik dan laboratorik ada beberapa faktor yang berperan secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam pemantauan perjalanan penyakit, diagnosis displasia sering ditemukan pada usia 20 tahunan. Karsinoma in situ pada usia 25-35 tahun dan kanker
serviks invasif pada usia 40 tahun Bustan, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Hampir di semua negara, insidens kanker payudara dan kanker leher rahim invasif sangat sedikit pada perempuan umur di bawah 25 tahun, insidens akan
meningkat sekitar usia 35 tahun keatas dan menurun pada usia menopause. Berdasarkan hal ini, program penapisan di Indonesia difokuskan pada perempuan usia
30-50 tahun, sedangkan usia diatas 50 tahun walaupun relatif sedikit indidensnya, sebaiknya dilakukan penapisan minimal 1 kali Kemenkes RI, 2010.
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Memeriksa IVA