Pendahuluan 6. Proceeding SemIn UC

1 Makalah Disampaikan Dalam Kegiatan “International Seminar – Educational Comparative In Curriculum For Active Learning Between Indonesia And Malaysia”, Bandung June 9th-10th 2011 Lecture of Sriwijaya University, Study Program PPKn ACTIVE LEARNING –BASED CIVICS LEARNING MODEL : SOME ALTERNATIVES By : Umi Chotimah In Indonesia, the subject Civics is a compulsory subject to take for all students from elementary to higher education. Since 1957, Civics curriculum has been changed for seven times, but its implementation is still not fully based on the demands of the curriculum. The research results, showed that many teachers only taught knowledge and not provide enough opportunities for students to do active learning. Therefore the author offered somes alternatives of active learning: based PKn learning model : VCT, Reflective Inquiry, PKKBI, Inquiry Social. Keywords : Civics, active learning, VCT, Reflective Inquiry, PKKBI, Inquiry Social

1. Pendahuluan

Saat ini kurikulum yang berlaku untuk jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah adalah Kurikulum tahun 2006 atau dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Salah satu mata pelajaran wajib yang yang ada di dalam KTSP adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn. Peraturan Menteri No 22 Tahun 2006, menyebutkan bahwa : mata pelajaran PKn bertujuan untuk para siswa memiliki kemampuan berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; bergabung secara aktif dan bertanggung jawab; bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan anti-korupsi; berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain; berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung; dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Memiliki kemampuan berpikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegraaan dan seterusnya sebagai tujuan matapelajaran PKn, mengisyaratkan akan perlunya suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mencapai tujuan tersebut, yang apabila kita kaji lebih lanjut sesungguhnya kemampuan tersebut akan sulit dicapai apabila tidak dilaksanakan melalui suatu proses pembelajaran aktif active learning. 2 Makalah Disampaikan Dalam Kegiatan “International Seminar – Educational Comparative In Curriculum For Active Learning Between Indonesia And Malaysia”, Bandung June 9th-10th 2011 Lecture of Sriwijaya University, Study Program PPKn Sebelum kurikulum 2006 yang saat ini sedang berlaku, mata pelajaran yang serupa dengan PKn sudah ada, bahkan sudah mengalami perubahan sebanyak beberapa kali dari tahun 1957 hingga tahun 2006, mulai dari sudut label maupun isinya. Pada kurikulum 1957 dengan label Tatanegara untuk SMA, yang bertujuan untuk membentuk nation and character building yaitu sekolah dianggap sebagai sociopolitical Institution. Selanjutnya tahun 1962 berlaku kurikulum Civic untuk SMP dan SMA, yang materinya digali dari sejarah, geografi, ilmu ekomomi, ilmu politik, pidato-pidato kenegaraan Presiden, deklarasi HAM, dan pengetahuan tentang PBB, Sejarah, Ilmu Bumi Indonesia dan Civic. Tahun 1968 diberlakukan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan PKN bagi SD, SMP dan SMA. Khusus untuk SMP dan SMA materinya berisikan tentang Sejarah Indonesia, konstitusi UUD 1945. Setelah itu diberlakukan kurikulum 1994, dengan label mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKN, materinya disusun secara spiral atas dasar keterangan nilai yang secara konseptual terkandung dalam Pancasila. Pada tahun 2004, kurikulum PPKN diganti dengan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan PKn, yang materinya pada pendidikan nilai-moral dan norma Pancasila, dengan tujuan untuk membangun dan mengembangkan daya nalar, sikap dan perilaku siswa yang bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai moral Pancasila, serta mengembang-kan pengetahuan, sikap dan keterampilan belajar untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut dan untuk hidup dalam masyarakat, pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara. Kemudian pada tahun 2006, diterapkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dengan nama yang sama yaitu PKn. Berdasarkan perkembangan kurikulum PKn di Indonesia sejak tahun 1957 sampai dengan sekarang sudah mengalami perubahan sebanyak tujuh kali. Namun demikian, ternyata masih saja dijumpai pelbagai kelemahan, khususnya dari segi implementasinya. Artinya masih terdapat ketidakselarasan antara kurikulum PKn secara dokumen dengan kurikulum PKn dengan implementasinya. Hal tersebut didukung dari berbagai hasil penelitian, diantaranya Kadarusmadi 1987 menunjukkan bahwa : 3 Makalah Disampaikan Dalam Kegiatan “International Seminar – Educational Comparative In Curriculum For Active Learning Between Indonesia And Malaysia”, Bandung June 9th-10th 2011 Lecture of Sriwijaya University, Study Program PPKn “tujuan PMP belum dapat mencapai keputusan yang memuaskan, karena hanya 2.85 jawaban siswa yang mempunyai kecenderungan perilaku yang positif, yaitu kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila. Sebanyak 1.78 pula mempunyai kecenderungan yang negatif, yaitu kecenderungan untuk berperilaku menyimpang daripada tuntutan nilai-nilai moral Pancasila. Hasil yang kurang memuaskan ini didukung oleh hasil penelitian Sunarno 1992 menyatakan bahwa : proses belajar mengajar belum mencapai tujuan PMP yang diharapkan. Guru-guru sekadar memberi pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila kepada pelajar. Guru belum lagi membina dan memandu pelajar untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan hariannya. Guru yang membina PMP masih banyak menekankan aspek pengetahuan pelajar tentang nilai-nilai Pancasila. Guru belum lagi membina sikap dan tingkah laku pelajar secara nyata sehingga siswa belum terbuka hati nuraninya untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Selain itu hasil penelitian Djuwita 1993, bahwa : pola mengajar yang dilakukan guru lebih bersifat pemberian pengetahuan tentang Pancasila dan lebih berorientasikan pencapaian hasil berupa angka daripada pembinaan moral, di samping suasana dan situasi pengajaran kurang mengarah pada pembentukan sikap pelajar. Sehubungan itu tujuan Pendidikan Moral Pancasila belum sepenuhnya tercapai. Selanjutnya hasil penelitian Anwar 1994 tentang pembelajaran segi kewarganegaraan dalam PPKn, menunjukan bahwa : pola mengajar yang dilakukan guru lebih bersifat pemberian pengetahuan, disamping suasana dan situasi pengajaran kurang mengarah pada pembentukan sikap siswa. Guru belum membina sikap dan perilaku siswa secara nyata. Pada kenyataan akhir-akhir ini diberitakan sering terjadinya perkelahian tawuran antar pelajar yang membawa korban jiwa, dan kurangnya disiplin terhadap peraturan berlalu lintas, walaupun pada hakekatnya banyak faktor yang mempengaruhi perilaku siswa keluarga, masyarakat, maupun sekolah, oleh karena itu paling tidak PPKN dituntut untuk lebih berperan dalam membentuk perilaku siswa. 4 Makalah Disampaikan Dalam Kegiatan “International Seminar – Educational Comparative In Curriculum For Active Learning Between Indonesia And Malaysia”, Bandung June 9th-10th 2011 Lecture of Sriwijaya University, Study Program PPKn Jika dirangkum beberapa hasil penelitian di atas maka ada beberapa hal yang dapat kita ketahui, yaitu :  tujuan PMP belum dapat mencapai keputusan yang memuaskan, proses belajar mengajar belum mencapai tujuan PMP yang diharapkan,  guru-guru sekadar memberi pengetahuan dan pemahaman tentang nilai- nilai Pancasila kepada pelajar.  guru belum lagi membina dan memandu pelajar untuk menghayati dan guru belum membina sikap dan perilaku siswa secara nyata,  guru yang membina PMP masih banyak menekankan aspek pengetahuan pelajar tentang nilai-nilai Pancasila.  guru belum lagi membina sikap dan tingkah laku pelajar secara nyata sehingga siswa belum terbuka hati nuraninya untuk mengamalkan nilai- nilai Pancasila,  pola mengajar yang dilakukan guru lebih bersifat pemberian pengetahuan tentang Pancasila dan lebih berorientasikan pencapaian hasil berupa angka daripada pembinaan moral,  suasana dan situasi pengajaran kurang mengarah pada pembentukan sikap siswa.  tujuan PMP belum sepenuhnya tercapai,  pembelajaran segi kewarganegaraan dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,  situasi pengajaran kurang mengarah pada pembentukan sikap siswa,  tujuan kurikulum PKn belum tercapai. Dari rangkuman di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan kurikulum PKn baik kurikulum 1984, 1994, 2004 masih belum tercapai secara optimal, sebab masih banyak kelemahan dari implementasinya. Sejalan dengan pendapat di atas, Malik Fajar 2004:4 mengatakan bahwa : “sejak tahun 1994, pembelajaran PKn menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: 1 masukan instrumental instrumental input terutama yang berkaitan dengan kualitas guru serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan 2 masukan lingkungan instrumental input terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis” Beberapa petunjuk empiris menyangkut permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut : Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada aspek instruksional yang sangat terbatas, yaitu pada penguasaan materi content mastery. Dengan kata lain lebih menekankan pada dimensi kognitifnya sehingga telah mengabaikan sisi lain yang penting, yaitu 5 Makalah Disampaikan Dalam Kegiatan “International Seminar – Educational Comparative In Curriculum For Active Learning Between Indonesia And Malaysia”, Bandung June 9th-10th 2011 Lecture of Sriwijaya University, Study Program PPKn pembentukan watak dan karakter yang sesungguhnya menjadi fungsi dan tujuan utama PKn. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk berkembangnya pengalaman belajar siswa yang dapat menjadi landasan untuk berkembangnya kemampuan intelektual siswa state of mind . Proses pembelajaran yang bersifat “satu arah” dan pasif baik di dalam maupun di luar kelas telah berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna meaningful learning dalam proses pembentukan watak dan perilaku siswa. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk membangun model-model pembelajaran khususnya dalam PKn dalam rangka, menciptakan proses belajar yang menyenangkan, mengasyikkan, sekaligus mencerdaskan.etiga, pelaksanaan kegiatan ektra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis melalui pemanfaatan “ hands-on experience” juga belum berkembang sehingga belum memberikan kontribusi yang berarti dalam menyeimbangkan antara penguasaan teori dan pembinaan perilaku, khususnya yang berkaitan dengan pembiasaan hidup yang terampil dalam suasana yang demokratis dan sadar hukum. Sehubungan dengan hal di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran PKn selama ini lebih menekankan pada penguasaan materi dan lebih cenderung bersifat “teacher-centered” akibatnya, siswa menjadi pasif atau kurang memberikan kesempatan kepada siswa belajar secara aktif active learning. Oleh karenanya, makalah ini mencoba menawarkan beberapa alternatif model pembelajaran PKn yang dapat mengaktifkan siswa.

2. Pembelajaran Aktif Active Learning