Penentuan Titik Leleh dan Kandungan Lemak Padat dari Berbagai Substrat RBDPO dan Asam Stearat untuk Sintesis Cocoa Butter Equivalent (CBE)

(1)

PENENTUAN TITIK LELEH DAN KANDUNGAN LEMAK

PADAT DARI BERBAGAI SUBSTRAT RBDPO DAN

ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA

BUTTER EQUIVALENT (CBE)

KARYA ILMIAH

TIURMA L R

112401011

PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PENENTUAN TITIK LELEH DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT DARI BERBAGAI SUBSTRAT RBDPO DAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER

EQUIVALENT (CBE)

KARYA ILMIAH

Dianjurkan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Titik Leleh Dan Kandungan Lemak Padat Dari Berbagai Substrat RBDPO Dan Asam Stearat Untuk Sintesis Cocoa Butter Equivalent (CBE)

Kategori : Karya Ilmiah Nama : Tiurma L R Nomor Induk Mahasiswa : 112401011

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Analis Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Mei 2014

Disetujui oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,

Dr.Rumondang Bulan.MS Dr.Hamonangan Nainggolan M.Sc NIP.195408301985032001 NIP.195606241983031002


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN TITIK LELEH DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT DARI BERBAGAI SUBSTRAT RBDPO DAN ASAM STEARAT

UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE)

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juni

TIURMA L R 112401011


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini dengan judul “Penentuan Titik Leleh Dan Kandungan Lemak Padat Dari Berbagai Substrat dan Asam Stearat Untuk Sintesis Cocoa Butter Equivalent (CBE)”.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dari kepada beberapa pihak yang telah banyak membantu baik moril maupun materil. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan M.Sc selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktunya, dan berkenan memberikan petunjuk serta dorongan selama penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Dr.Rumondang Bulan.Ms dan Ibu Dra.Emma Zaidar,Nst.Msi, selaku Ketua Departemen Kimia dan Ketua Program Studi D3 Kimia Analis FMIPA USU. Dekan dan pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan Dosen Kimia FMIPA USU, pegawai FMIPA USU. Bapak Hasrul selaku pembimbing PKL di PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) MEDAN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKL. Bapak Zul Alka yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Partner PKL yang tercinta inongee, Azlia dan Joni. Suciyanti dan Sariani yang telah membantu dalam memberi semangat, tidak lupa kepada Veronica, Bang Jenggot, jonny, Ira, Ncek, Rika, Melda, Ana, Adel, Bintang, desi dan teman-teman Kimia Analis Stambuk 2011 atas kebersamaanya dan telah memberi dukungan kepada penulis. Akhirnya tidak terlupakan kepada Opung, Orang Tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha esa akan membalasnya.


(6)

PENENTUAN TITIK LELEH DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT DARI BERBAGAI SUBSTRAT RBDPO DAN ASAM STEARAT

UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk sintesis CBE (cocoa butter equivalent) melalui proses blending antara RBDPO (refined, bleached and deodorized palm oil) dengan Asam Stearat. Untuk mengetahui pengganti cocoa butter, dilakukan analisa solid fat content dan slip melting point dengan perbandingan rasio substrat RBDPO : Asam Stearat 1:1, 1:2.3, 1:3, 1:4, 1:5.6, 3:1, 2:1 diperoleh kandungan lemak padat dan titik leleh masing-masing. Kandungan lemak padat pada suhu tubuh (35˚C) adalah 8.565%, 6.935%, 7.713%, 7.883%, 7.734%, 6.356%, 5.873%, 7.158%. Dan titik leleh yang diperoleh dari masing-masing substrat adalah 40.3˚C, 37˚C, 43˚C, 41˚C, 43˚C, 41˚C, 41˚C, dan titik leleh RBDPO adalah 36.5˚C. Cocoa butter yang dihasilkan dari blending antara RBDPO dan Asam Stearat pada perbandingan berbagai substrat belum bisa digunakan sebagai pengganti cocoa butter dari lemak coklat.


(7)

DETERMINATION MELTING POINT AND SOLID FAT CONTENT OF VARIOUS SUBSTATES RBDPO AND STEARIC ACID COCOA

BUTTER FOR THE SYNTHESIS OF EQUIVALENT (CBE)

ABSTRACT

Has done research for the synthesis cbe (cocoa butter equivalent) through the process of blending between RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil) with stearic acid. To find a substitute for cocoa butter, solid fat contet analysis and slip melting point with the ratio of substrate RBDPO: stearic acid 1:1, 1:2:3, 1:3, 1:4, 1:5.6, 3:1, 2:1 obtained solid fat content and melting point, respectively. Solid fat content at body temperature (35 O C) was 8,565%, 6,935%, 7,713%, 7,883%, 7,734%, 6,356%, 5,873%, 7,158%. And melting points obtained from each substrate is 40,30C, 370C, 430C, 410C, 430C, 410C, 410C, and the melting point RBDPO and stearic acid on a comparison of various substrate can not be used as a substitute for cocoa butter from cocoa butter.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

ABSTRACK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan 4

1.5 Masalah 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Minyak Kelapa Sawit 5

2.2 Cocoa Butter Equivalent 6

2.3 Stearat 6

2.4 Modifikasi Minyak dan Lemak dalam Pembuatan CBE 7

2.4.1 Blending 8

2.4.2 Hidrogenasi 8

2.4.3 Interesterifikasi 9


(9)

2.5.2 Solid Fat Content 11

2.5.2.1 Dilatometri 12

2.5.2.2 Pulsed NMR 12

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 13

3.1 Alat dan Bahan 13

3.1.1 Alat 13

3.1.2 Bahan 14

3.2 Prosedur 14

3.2.1 Prosedur Enzimatis Interesterifikasi 14

3.2.2 Prosedur Netralisasi 15

3.2.3 Prosedur Fraksinasi 15

3.2.4 Prosedur Melting Point 16

3.2.5 Prosedur Solid Fat Content 17

3.2.6 Prosedur Pembuatan Larutan Standart NaOH 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

4.1 Hasil Penelitian 18

4.1.1 Solid Fat Content 18

4.1.2 Slip Melting Point 19

4.2 Pembahasan 19

4.2.1 Solid Fat Content 19

4.2.2 Slip Melting Point 20

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 21

5.1 Kesimpulan 21

5.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Sawit

Tabel 2.2 Hubungan Kandungan lemak Padat dengan Titik lebur beberapa Lemak/Minyak

Tabel 4.1 Kandungan Lemak Padat dari Berbagai Rasio Substrat RVDPO dan Asam Stearat


(11)

PENENTUAN TITIK LELEH DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT DARI BERBAGAI SUBSTRAT RBDPO DAN ASAM STEARAT

UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk sintesis CBE (cocoa butter equivalent) melalui proses blending antara RBDPO (refined, bleached and deodorized palm oil) dengan Asam Stearat. Untuk mengetahui pengganti cocoa butter, dilakukan analisa solid fat content dan slip melting point dengan perbandingan rasio substrat RBDPO : Asam Stearat 1:1, 1:2.3, 1:3, 1:4, 1:5.6, 3:1, 2:1 diperoleh kandungan lemak padat dan titik leleh masing-masing. Kandungan lemak padat pada suhu tubuh (35˚C) adalah 8.565%, 6.935%, 7.713%, 7.883%, 7.734%, 6.356%, 5.873%, 7.158%. Dan titik leleh yang diperoleh dari masing-masing substrat adalah 40.3˚C, 37˚C, 43˚C, 41˚C, 43˚C, 41˚C, 41˚C, dan titik leleh RBDPO adalah 36.5˚C. Cocoa butter yang dihasilkan dari blending antara RBDPO dan Asam Stearat pada perbandingan berbagai substrat belum bisa digunakan sebagai pengganti cocoa butter dari lemak coklat.


(12)

DETERMINATION MELTING POINT AND SOLID FAT CONTENT OF VARIOUS SUBSTATES RBDPO AND STEARIC ACID COCOA

BUTTER FOR THE SYNTHESIS OF EQUIVALENT (CBE)

ABSTRACT

Has done research for the synthesis cbe (cocoa butter equivalent) through the process of blending between RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil) with stearic acid. To find a substitute for cocoa butter, solid fat contet analysis and slip melting point with the ratio of substrate RBDPO: stearic acid 1:1, 1:2:3, 1:3, 1:4, 1:5.6, 3:1, 2:1 obtained solid fat content and melting point, respectively. Solid fat content at body temperature (35 O C) was 8,565%, 6,935%, 7,713%, 7,883%, 7,734%, 6,356%, 5,873%, 7,158%. And melting points obtained from each substrate is 40,30C, 370C, 430C, 410C, 430C, 410C, 410C, and the melting point RBDPO and stearic acid on a comparison of various substrate can not be used as a substitute for cocoa butter from cocoa butter.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Specialty fats (SFs) adalah suatu jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus, sehingga mempunyai potensi aplikasi yang khusus pula. Dalam konteks lebih luas, specialty fats bisa juga dikategorisasikan sebagai “structured lipids” atau “structured fats” yaitu suatu triasilgliserols yang mengandung campuran dari asam lemak dengan karakteristik tertentu dan dan teresterifikasi dalam kerangka gliserol untu tujuan memberikan fungsionalitas kesehatan maupun fungsionalitas fisik lainnya. Aplikasi SFs utamanya adalah untuk formulasi produk chocolate confectionery, produk bakeri, es krim dan lain-lain. Karena sifat fungsionalitasnya yang khusus inilah maka produk SFs ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Selain itu SFs banyak aplikasinya yang mengacu pada karakteristik lemak coklat (cocoa butter atau CB). SFs yang secara khusus didesain untuk menggantikan CB, secara umum disebut Cocoa Butter Replacer (CBRs) atau sering pula disebut sebagai “high grade SFs”. Perkembangan terakhir, khususnya dengan semakin eratnya pemahaman tentang hubungan antara diet (khususnya diet lemak) dan kesehatan atau kebugaran, maka peranan specialty fats ini menjadi semakin penting. Salah satu tren penting dalam kaitannya dengan hal ini adalah semakin besarnya tekanan kepada industri confectionery untuk meninggalkan ingredients lemak yang kaya dengan lemak trans dan beralih ke


(14)

ingredients yang rendah atau tidak mengandung lemak trans serta tekanan meninggalkan ingredients lemak yang terhidrogenasi. Misalnya dalam kaitaanya dengan isu lemak trans, maka alternatifnya idealnya tentunya adalah kembali menggunakan cocoa butter (CB, “real chocolate”). Namun karena alasan ketersediaan dan harga, maka penggunaan CB menjadi sengat mahal dan tidak layak secara ekonomi. Oleh karena itulah maka specialty fats banyak mempunyai peran dalam memberikan alternatif bagi berbagai tren saat ini.Berdasarkan karakteristiknya high grade SFs atau Cocoa Butter Replacer, CBR (sering pula disebut sebagai hard butter) bisa dibedakan menjadi 3 kategori : yaitu Cocoa Butter Equivalent (CBE), Cocoa Butter Substitute (CBS) dan Cocoa Butter Extender (CBX) (Hariyadi, 2000).

Cocoa Butter Equivalent (CBE) adalah CBR lemak yang mempunyai susunan asam lemaknya mempunyai kemiripan (dalam hal jenis, komposisi dan simetrinya) dengan susunan asal lemak pada TAG alami CB. Dalam hal ini, CBE merupakan salah satu SFs yang mempunyai nilai ekonomi paling tinggi. Di pasar dunia CBE bisa dihargai sampai sekitar US$ 480/ ton CBE. CBE pada dasarnya merupakan high grade SFs, CBRs, yang tidak diperoleh dari proses hidrogenasi yang mengandung susunan, distribusi dan simetri asam lemak FA dengan karakteristik triasilgliserol (TAG) di-saturated, momo-unsaturated sebagaimana CB alami. Karena secara kimia dan fisika CBE mempunyai kemiripan dengan CB, maka dikatakan bahwa CBE mempunyai kompatibilitas (kecocokan) penuh dengan CB dimana keduanya bisa dicampur dengan rasio campuran berapa pun. CBE bisa digunakan untuk menggantikan seluruhnya atau untuk dicampurkan dengan CB tanpa menyebabkan perubahan sensori khususnya yang berkaitan


(15)

dengan mutu coklat yang terdeteksi. Dengan karakteristik yang mirip dan kompatibilitas yang penuh tersebut, maka CBE mempunyai keunggulan luar biasa karena harganya relatif lebih murah dan suplainya yang lebih pasti (Hariyadi, 2000).

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh campuran dari berbagai rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat terhadap kandungan lemak padat dan titik leleh dalam sintesis CBE (Cocoa Butter Equivalent)

Apakah kandungan lemak padat dan titik leleh dari campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat untuk sintesis CBE sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan menurut Standart Internasional.

`1.3. Pembatasan Masalah

Pada sintesis CBE (Cocoa Butter Equivalent) dari berbagai rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat ada beberapa parameter yang digunakan, namun pada karya ilmiah ini penulis hanya membatasi untuk parameter penentuan kandungan lemak padat dan titik leleh.


(16)

1.4.Tujuan

Mengetahui pengaruh campuran dari berbagai rasio substrat (Refined, Bleached, dan Deodorized Palm Oil) RBDPO dan Asam Stearat terhadap kandungan lemak padat dan titik leleh dalam sintesis Cocoa Butter Equivalent

Untuk mengetahui standart mutu kandungan lemak padat dan titik leleh dari Cocoa Butter apakah sesuai dengan Cocoa Butter Equivalent yang dihasilkan dari campuran substrat RBDPO dan Asam stearat.

1.5.Manfaat

Sebagai informasi untuk mengetahui manfaat RBDPO yang dapat diubah menjadi cocoa butter equivalent sebagai pengganti cocoa butter yang berasal dari lemak kakao yang relatif mahal.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Kelapa Sawit

Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng sawit dimulai dari proses pengolahan tandan buah segar menjadi crude palm oil (CPO). Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit. Secara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng sawit, terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming). Pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorization). Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystalization) dan pemisahan fraksi. Pada proses ini terjadi pemanasan CPO untuk mempermudah pemompaan CPO ke tangki berikutnya. Hasil dari proses ini disebut DPO (Degummed Palm Oil). DPO yang dihasilkan dari proses degumming dipompa menuju dryer dengan kondisi vakum. Setelah dari dryer, DPO dipompakan ke reaktor yang terlebih dahulu melewati static mixer kemudian turun ke slurry tank. Di dalam slurry tank, terjadi pemanasan lagi sampai temperatur 90-120˚C dan penambahan Asam Pospat (H PO ) dan Kalsium Karbonat (CaCO ). Slurry Oil dari slurry tank akan mengalir turun bleacher. Dari


(18)

bleacher minyak dialirkan dan dipompakan ke niagara filter untuk filtrasi. Hasil dari filtrasi ini adalah DBPO (Degummed Bleached Palm Oil) yang selanjutnya dialirkan ke intermediate tank (tangki siwang) untuk tahap deodorizing. DBPO yang berasal dari tangki siwang dialirkan menuju ke deaerator, dari deaerator DBPO dipompakan ke Spiral Heat Exchanger (SHE). Dalam proses ini terjadii penambahan panas dengan temperatur 185-200˚C. Dari SHE minyak dialirkan ke flash vessel turun ke packed column. Setelah dari packed column, minyak dialirkan menuju deodorize. Dalam proses ini terjadi penghilangan zat-zat yang dapat menimbulkan bau seperti keton dan aldehid dengan pemanasan pada temperatur 240-265˚C. DBPO yang sudah hilang baunya dipompakan kembali ke SHE untuk mengalami pertukaran panas. Dalam hal ini minyak sudah dalam bentuk Refined Bleached Palm Oil (RBDPO) (Pahan, 2008).

Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh), dan asam oleat, C18:1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.


(19)

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Sawit

Nama Asam Lemak Rumus Asam Lemak Komposisi Laurat Myristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Lainnya C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 C18:1 C18:2 - 0,2% 1,1% 44,0% 4,5% 39,2% 10,1% 0,9% Sumber: Pahan, 2008

2.2. Cocoa Butter Equivalent

Banyak keterbatasan menyangkut penggunaan CB, diantaranya adalah suplai yang tidak menentu, variabilitas dalam kualitas, kurang memadai untuk digunakan pada iklim panas serta harga yang relatif mahal dan berfluktuasi dibandingkan dengan lemak lainnya. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan specialty fats sebagai alternatif penggunaan CB, salah satunya adalah cocoa butter equivalent (CBE). CBE merupakan specialty fats

yang mengandung asam lemak dan TAG simetrik yang sama dengan CB, sehingga CBE sepenuhnya kompatibel dan dapat dicampur dengan CB pada berbagai rasio dalam formulasi coklat. CBE didesain untuk menggantikan CB atau dapat dicampur dengan CB pada proporsi berapapun tanpa mengakibatkan perubahan yang berarti pada kualitas akhir produk coklat (Fuji Oil Europe, 2004).


(20)

Berdasarkan hal tersebut, CBE mempunyai nilai ekonomi paling tinggi di antara jenis cocoa butter alternatives (CBA) lainnya. CBE mempunyai peranan antara lain untuk memperbaiki toleransi terhadap lemak susu, meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi, mengendalikan blooming, serta memberikan alternatif secara ekonomi terhadap penggunaan cocoa butter (CB) dalam formulasi cokelat (Widlak, 1999).

Akhir –akhir ini teknik interesterifikasi enzimatik menjadi salah satu pilihan dalam proses produksi CBE. Menurut Osborn & Akoh (2002) perhatian terhadap reaksi interesterifikasi, baik dari sudut pandang gizi maupun fungsional terus meningkat karena memungkinkan untuk dihasilkannya margarin bebas asam lemak trans, cocoa butter alternatives (CBA), dan pangan rendah kalori; memperbaiki sifat-sifat fisik dan fungsional pangan serta memperbaiki kualitas nutrisi lemak dan minyak.

Selama interesterifikasi akan terjadi redistribusi asam lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi asam lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi (Idris & Dian, 2005).


(21)

2.3. Asam Stearat

Asam stearat merupakan jenis dari asam lemak, yang memiliki rantai karbon 18 dan mengandung gugus karboksil. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh karena tidak ada ikatan rangkap antara karbon bertetangga, ini berarti bahwa rantai hidrokarbon fleksibel dan dapat berputar menjadi siklis atau lurus dan menjadi rantai zig-zag yang panjang. Asam stearat dapat dibuat dengan ekstraksi dari tallow, yang mana campuran dari lemak didapat dengan sistem pemanasan lemak sapi. Tallow berisi tristearin yang merupakan gabungan dari tiga molekul asam stearat menjadi satu molekul gliserol dimana setelah pemanasan dengan natrium hidroksida diikuti hidrolisa dengan asam menghasilkan asam stearat (Anonim I).

Asam stearat terdapat sebagai gliserida dalam minyak dan lemak sapi dan minyak hewan lainnya serta minyak nabati, juga dapat dibuat secara sintesis dengan hidrogenasi minyak biji kapas dan minyak sayur lainnya. Asam stearat sangat sedikit larut dalam air, 1 g larut dalam 21 ml alkohol, 5 ml benzen, 2 ml kloroform, 26 ml aceton, 6 ml karbontetraklorida, 4 ml karbondisulfida juga larut dalam amil acetat dan toluene (Anonim I, 1976)

2.4. Modifikasi Minyak Dan Lemak Dalam Pembuatan Cocoa Butter Equivalent

Modifikasi minyak dan lemak dapat menyebabkan perubahan komposisi dan distribusi asam lemak dalam molekul gliserida menjadi bentuk minyak dan


(22)

lemak yang baru sehingga menghasilkan sifat-sifat yang berbeda dengan sifat sebelumnya (Silalahi, 1999).

Beberapa cara modifikasi minyak dan lemak menurut Wills et al (1998) dan silalahi (1999) adalah melalui blending, fraksinasi, hidrogenasi, interesterifikasi dan kombinasi dari metode-metode tersebut.

2.4.1. Blending

Blending merupakan metode dalam memodifikasi minyak dan lemak yang mudah dan ekonomis, karena dapat dilakukan dengan mencampur secara fisik dua jenis minyak atau lebih. Dengan cara blending, tujuan peningkatan titik cair dapat tercapai dengan menambahkan minyak yang mempunyai titik cair tinggi ke dalam campuran minyak. Namun demikian, metode blending memiliki kelemahan. Karena perbedaan ukuran molekul, dua jenis minyak ada kemungkinan tidak kompatibel satu sama lainnya (Mousatta & Akoh, 1998).

2.4.2. Hidrogenasi

Hidrogenasi merupakan proses adisi hidrogen pada ikatan rangkap dengan menggunakan katalis logam (biasanya nikel, Ni). Hidrogenasi mampu mereduksi ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal, sehingga dapat meningkatkan titik cair minyak dan lemak. Hidrogenasi dapat dilakukan secara parsial maupun total, tetapi umumnya hidrogenasi dilakukan secara parsial. Selama hidrogenasi


(23)

ikatan rangkap yang secara alami berbentuk cis berisomerasi menjadi bentuk trans. Beberapa waktu lalu, pembentukan isomer asam lemak trans selama hidrogenasi dianggap menguntungkan karena asam lemak trans mempunyai titik cair dan stabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk isomer cis, tetapi beberapa studi epidemiologi dan klinis terhadap aspek kesehatan asam lemak trans menunjukkan indikasi bahwa mengkonsumsi asam lemak trans berkaitan langsung dengan peningkatan resiko terkena penyakit jantung koroner. Isomer trans dilaporkan dapat mempertinggi kolesterol serum dalam LDL (Silalahi, 1999).

2.4.3. Interesterifikasi

Gandhi (1997) dan Silalahi (1999) menyatakan bahwa interesterifikasi merupakan reaksi suatu ester dengan ester lainnya atau ester interchange. Interesterifikasi meliputi penataan ulang atau randominasi residu asil dalam triasilgliserol dan selanjutya menghasilkan lemak atau minyak dengan sifat-sifat yang baru.

Metode ini merupakan salah satu alternatif proses yang dapat digunakan untuk menghindari terbentuknya isomer trans, bahkan menghasilkan lemak zero trans (bebas isomer trans) (Petrauskate et al, 1998) .

Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi kimia) atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatik). Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randominasi gugus asli dalam trigliserida. Perbedaan dalam reaktifitas asam lemak tertentu dan variasi


(24)

dalam laju esterifikasi telah digunakan untuk menjelaskan randominasi yang terjadi (Willis et al, 1998).

Interesterifikasi dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, tetapi membutuhkan temperatur yang sangat tingi, pencapaian keseimbangan (equilibrium) sangat lambat, trigliserida akan mengalami dekomposisi dan polimerisasi serta banyak menghasilkan asam lemak bebas (Silalahi, 1999).

Interesterifikasi enzimatik, lipase juga sering dipergunakan untuk memodifikasi lemak/minyak. Umumnya enzim lipase yang digunakan dalam memodifikasi lemak/minyak adalah enzim lipase mikrobial yang harganya relatif mahal. Lipase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi interesterifikasi. Enzim yang terutama dihasilkan dari bakteri, khamir dan fungi ini mengkatalisis hidrolisat triasilgliserol, diasilgliserol dan monoasilgliserol dengan adanya sejumlah air. Pada tahap awal interesterifikasi meliputi hidrolisis triasilgliserol dengan mengkonsumsi air, menghasilkan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak bebas. Akumulasi produk hidrolisis berlangsung terus hinga mencapai suatu kesetimbangan (equilibrium) (Wills et al, 1998).

Menurut Silalahi (1999), intersterifikasi dengan katalis lipase mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis kimia, karena enzim dapat terurai di alam sehingga tidak merusak lingkungan, enzim berfungsi pada kondisi reaksi yang ringan sehingga terhindar dari pembentukan produk samping, reaksinya efisien dan mudah dikontrol dan sifat spesifitas dari lipase terhadap substratnya.


(25)

2.4.4. Fraksinasi

Proses fraksinasi dapat memisahkan minyak atau lemak menjadi fraksi-fraksi yang mempunyai sifat fisika yang berbeda dari bentuk aslinya. Pemisahan fraksi minyak atau lemak didasarkan pada kelarutannya dalam komponen trigliserida. Perbedaan kelarutan secara langsung berhubungan dengan tipe trigliserida di dalam sistem lemak. Tipe trigliserida ditentukan oleh komposisi asam lemaknya dan distribusi asam lemka dalam masing-masing molekul trigliserida. Komponen minyak atau lemak yang berbeda titik lelehnya dapat dipisahkan dengan cara kristalisasi dan filtrasi untuk memisahkan minyak atau lemak didasarkan pada jenis produknya. Ada dua tujuan utama dari aplikasi fraksinasi yaitu menghilangkan bentuk fraksi dari minyak dan lemak yang tidak diiginkan dan menghasilkan fraksi yang bermanfaat dan memiliki sifat yang unik. Ada tiga proses fraksinasi yang umum digunakan yaitu dry fractionations, prosesnya didasarkan pada pendinginan dibawah kondisi yang dikontrol untuk kristalisasi yang lambat dengan tidak adanya pelarut. Solvent fractionation

didasarkan pada perbedaan kelarutan dari gliserida pada suhu yang diberikan (Silalahi, 1999).

2.5. Titik Leleh dan Kandungan Lemak Padat

2.5.1. Tititk Leleh

Lemak dan minyak hewani atau nabati merupakan campuran dari gliserida dan komponen lainnya sehingga tidak mempunyai titik leleh yang tepat, tetapi meleleh/mencair diantara kisaran suhu tertentu. Titik leleh akan semakin


(26)

menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, serta posisi asam lemak yang simetris dalam molekul trigliserida mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi yang tidak simetris. Sebagai contoh adalah lemak cokelat yang disusun oleh asam palmitat, stearat dan oleat. Trigliserida yang disusun oleh stearat, oleat dan stearat berturut-turut pada posisi SN , SN , dan SN menyebabkan titik leleh lemak cokelat semakin tinggi (Moran, 1994).

Pengujian titik leleh dapat dilakukan pada minyak atau lemak hewani dan nabati. Minyak atau lemak nabati pada umumnya pada fase cair, sehingga harus dibekukan terlebih dahulu (Ketaren, 1986).

2.5.2. Kandungan Lemak Padat

Kandungan lemak padat merupakan ukuran dari jumlah padatan yang ada dalam lemak. Kandungan lemak padat yang dinyatakan sebagai perbedaan volume antara lemak padat yang stabil dan lemak yang mencair pada temperatur yang sama dan dapat memberi petunjuk perbandingan antara lemak padat dengan minyak cair dalam suatu sampel padat/semi padat. Penentuan kandungan lemak padat dapat dilakukan dengan metode : Dilatometri, Pulsed NMR dan DSC (Differential Scanning Calorimetry) (Silalahi, 2002).

2.5.2.1. Dilatometri


(27)

dan hanya sesuai dengan solid fat index (SF) ≤ 50 pada 10˚C. Dilatasi lemak dari suatu lemak merupakan ekspansi isotermal yaitu perubahan dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang mana sebelumnya lemak telah dipadatkan pada kondisi yang tepat. Dilatasi lemak diukur melalaui teknik dilatometri menggunakan dilatometer. Pada sistem pengukuran BS (Bristish Standard), dilatasi diukur dalam satuan mm3 per 25 g lemak dengan nilai range dari 10 untuk minyak cair sempurna hingga 2000-2500 untuk lemak padat. Sistem pengukuran AOCS, dilatasi diukur dalam satuan ml per kg. Dengan range dari 0 untuk lemak cair hingga 80-100 untuk lemak padat (Hamilton, 1986).

2.5.2.2. Pulsed NMR

Kandungan lemak padat adalah suatu ukuran dari sejumlah padatan yang ada dalam lemak dan diukur sebagai perbandingan jumlah proton cair yang ada pada temperatur tertentu, yang diberikan dengan jumlah total proton dalam suatu sampel. Dengan mengukur signal pada dua waktu yang berbeda maka persen kandungan lemak padat dapat ditentukan. Berdasarkan prinsip ini telah diperkenalkan spektrofotometer pulsa NMR resolusi rendah yang dirancang untuk analisa lemak. Pulsed NMR banyak digunakan untuk menentukan jumlah kandungan minyak dalam biji-bijian dan produk bahan makanan. Pemakaian pulsa NMR dalam analisa lemak yaitu penentuan kandungan lemak padat. Pulsa NMR memberikan pengukuran yang langsung dari padatan yang terdapat dalam lemak yang diukur dibawah temperatur 40˚C (Hamilton, 1986).


(28)

Fraksi dari fase padat yang diukur dengan pulsed NMR dapat didefinisikan sebagai perbandingan jumlah proton-proton fase padat dengan jumlah proton-proton dalam sampel. Tidak ada koreksi yang dibuat untuk membedakan proton antara fase padat dan fase cair. Nilainya dinyatakan dalam persentase, yang selalu disertai dengan penentuan temperatur. Pada tabel 2.2. diperlihatkan kandungan lemak padat dan hubungannya dengan titik lebur.

Tabel.2.2. Hubungan kandungan lemak padat dengan titik lebur beberapa lemak/minyak

Minyak/lemak Titik Lebur Solid Fat Content (%)

50˚F 70˚F 80˚F 92˚F 100˚F

˚C ˚F 10.0˚C 21.1˚C 26˚C 33.3˚C 37.8˚C

Mentega 36 97 32 12 9 3 0

Mentega coklat 35 95 62 48 12 2 0

Minyak Kelapa

26 79 55 27 0 0 0

Lemak Babi 43 110 25 20 12 4 2

Minyak Sawit 39 103 34 12 9 6 4

Minyak Inti Sawit

29 84 49 33 13 0 0

Lemak Lembu 48 118 39 30 28 23 18


(29)

Titik lebur hampir mendekati pada suhu 40˚C (104˚F), dimana nilai SFC seharusnya adalah 0, tetapi nyatanya tidak demikian. Hal ini merupakan ilustrasi lain dari metode SFC alami secara empiris. Berdasarkan data tersebut maka kandungan lemak padat semakin rendah jika titik lebur rendah, dan pada pengukuran kandungan lemak padat pada berbagai temperatur semakin tinggi temperatur pengkuran, kandungan lemak padat juga menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan lemak padat merupakan fungsi temperatur.


(30)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

a. Erlenmeyer 250 mL dan 1000 mL b. Hot plate

c. Termometer d. Kaca Arloji e. Buret f. Bola Karet g. Corong h. Pipet Tetes i. Neraca Analitik

j. Beaker Glass 10 mL, 250 mL dan 500 mL k. Statif dan Klem

l. Alat Vakum m. Penangas Air

n. Pipet Volume 1 mL dan 5 mL o. Magnetic Stirrer

p. Cawan Petri q. Gelas Ukur 50 mL r. Pulsed NMR Analyzer


(31)

3.1.2 Bahan a. RBDPO b. Asam Stearat c. Asam Sitrat 20%

d. Enzim Lipase Novozyme e. Minyak Goreng

f. N-hexan

g. Indikator Phenoptalein h. NaOH 1 N

i. Aseton j. Etanol

3.2. Prosedur

3.2.1. Prosedur Enzimatis Interesterifikasi

a. Ditimbang RBDPO : Asam Stearat 50 gr dengan perbandingan rasio yang digunakan (1:1, 1:2.3, 1:3, 1:4, 1:5.6, 3:1, 2:1) berturut-turut dimasukkan kedalam erlenmeyer

b. Dipanaskan pada suhu 70˚C hingga homogen

c. Diturunkan suhu sekitar 65-70˚C dan dibiarkan selama 15 menit d. Ditambahkan 5% enzim Lipase dari berat substrat (2,5 gr)

e. Dilakukan reaksi selama 4 jam pada suhu 65-70˚C pada pengadukan stirrer 200 rpm


(32)

f. Ditambahkan sebanyak 1 mL Asam Sitrat 20% g. Diaduk selama 10 menit

h. Ditambahkan N-hexan kedalam erlenmeyer

i. Disaring produk dengan menggunakan alat vakum j. Dimasukkan produk kedalam erlenmeyer.

3.2.2. Prosedur Netralisasi

a. Ditimbang produk yang dihasilkan dan dimasukkan kedalam erlenmeyer besar

b. Ditambahkan N-hexan teknis dengan rasio (1:5) dari produk yang dihasilkan

c. Ditambahkan indikator Phenoptalein sebanyak 3 tetes

d. Dititrasi dengan NaOH 1 M dalam etanol 50 % sampai terbentuk warna merah muda

e. Dipisahkan larutan yang berwarna merah muda dari produk f. Diambil 5 gr produk untuk dikarakterisasi

g. Dilakukan perlakuan sama untuk rasio berikutnya. 3.2.3 Prosedur Fraksinasi

a. Ditambahkan N-hexan kedalam produk hasil netralisasi yang didapat

b. Didinginkan pada suhu 4˚C selama 4 jam lalu saring fraksi cair c. Diuapkan N-hexan dari fraksi cair

d. Ditambahkan aseton kedalam produk yang telah diuapkan dengan rasio berat (1:5) dari produk


(33)

e. Didinginkan pada suhu 4˚C selama 4 jam f. Disaring dan diambil endapan dari produk

g. Ditimbang endapan dan dikarakterisasi titik leleh dan kandungan lemak padat.

3.2.3 Prosedur Slip Melting Point Alat

a. Kertas saring

b. Cappilary glass tubing 2 buah c. Beaker glass

d. Refrigator e. Termometer f. Magnetic stirrer Prosedur

a. Dilelehkan sampel bila berbentuk padat (semipadat, kocok hingga homogen)

b. Dimasukkan sampel kedalam capillary glass tubing 1 cm c. Ditempatkan di dalam beaker glass berisi es batu

d. Dimasukkan kedalam refrigator pada suhu 4˚C-10˚C selama 16 jam e. Diikatkan capillary glass tubing pada termometer

f. Dimasukkan termometer tersebut diatas kedalam beaker glass berukuran 600 mL berisi air destilasi sekitar 300 mL


(34)

g. Diatur suhu air dalam beaker glass pada suhu 8-10˚C dibawah melting point contoh dan suhu air dipanaskan perlahan dengan pengadukan magnetic stirrer

h. Dilanjutkan pemanasan dan suhu diamati dari saat sampel meleleh sampai sampel naik pada batas atas.

3.2.4 Prosedur Kandungan Lemak Padat

a. Dipanaskan lemak pada suhu 100˚C dalam waterbath atau oven biarkan selama 15 menit. Jika di dalam minyak ada kotoran saring minyak dengan kertas saring

b. Dihomogenkan sampel dan dimasukkan kedalam tabung sekitar 4±1 cm permukaan luar tabung harus bersih

c. Diisi 2 tabung untuk setiap temperatur

d. Ditempatkan tabung kedalam waterbath suhu 100˚C selama 15 menit e. Dipindahkan ke waterbath bersuhu 60˚C selama 5 menit

f. Dipindahkan tabung SFC kedalam waterbath bersuhu 0˚C selama 90 ± 5 menit

g. Dipindahkan tabung SFC ke suhu 26˚C selama 40 ± 0.5 jam h. Dipindahkan tabung SFC kesuhu 0˚C selama 30 ± 5 menit

i. Dipindahkan tabung SFC ke waterbath dengan suhu yang diinginkan misalnya 10, 20, 25, 30, 35, 40˚C biarkan selama 60-65 menit

j. Diukur SFC dengan cara membersihkan permukaan luar tabung SFC dengan tissue lalu masukkan kedalam holder pada alat NMR

k. Disetting pada alat NMR dengan metode yang digunakan stab AOCS method.


(35)

3.2.5 Prosedur pembuatan Larutan standar NaOH 1 M a. Ditimbang 40 gr kristal NaOH

b. Diukur aquadest dan etanol masing-masing 50 ml

c. Dicampurkan kristal NaOH dengan campuran aquadest dan etanol d. Diaduk sampai kristal NaOH larut semuanya


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Kandungan Lemak Padat

Penentuan Kandungan Lemak Padat diukur dengan alat Pulsed NMR Analyzer Bruker terhadap minyak/lemak hasil interesterifikasi dari campuran rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 kandungan lemak padat dari berbagai rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat

Rasio Berat (RBDPO:Asam

Stearat)

Temperatur

10˚C 20˚C 25˚C 30˚C 35˚C 40˚C

1:1 37.333 17.098 13.971 12.457 8.565 4.446 1:2,3 42.935 16.011 12.804 10.761 6.935 4.734 1:3 44.984 18.349 14.571 12.075 7.713 4.271 1:4 43.76 16.279 12.846 10.685 7.883 4.141 1:5.6 41.906 15.709 12.792 10.648 7.734 3.51

3:1 37.728 13.57 11.245 9.391 6.356 3.315 2:1 37.834 13.508 10.595 8.778 5.873 4.304


(37)

RBDPO 43.04 16.71 12.662 10.947 7.158 4.942 Alat yang digunakan telah diprogram terlebih dahulu

4.1.2. Titik Leleh

Hasil penelitian slip melting point minyak/lemak hasil interesterifikasi dari campuran rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Slip Melting Point campuran RBDPO dan Asam Stearat

Rasio Berat (RBDPO:Asam Stearat)

1:1 1:2.3 1:3 1:4 1:5.6 3:1 2:1 RBDPO

Titik Leleh (˚C)

40.3˚C 37˚C 43˚C 41˚C 43˚C 41˚C 41˚C 36.5˚C

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kandungan Lemak padat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk analisa kandungan lemak padat pada campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan rasio (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada semua sampel kandungan lemak padat menjadi semakin kecil dengan adanya temperatur yang semakin tinggi. Dari data penelitian yang diperoleh nilai


(38)

SFC yang lebih tinggi pada suhu rendah (10˚C) dan lebih rendah pada suhu tinggi (40˚C) seperti pada perbandingan rasio substrat (1:1) pada suhu 10˚C memiliki kandungan lemak padat sekitar 37.333 % sedangkan pada suhu 40˚C memiliki kandungan lemak padat sekitar 4.446%. Kandungan lemak padat juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya campuran substrat terhadap asam stearat, semakin banyak konsentrasi RBDPO maka nilai kandungan lemak padat akan semakin rendah dilihat dari perbandingan antara rasio (1:1) dan (1:5.6) dimana rasio (1:1) memiliki konsetrasi RBDPO yang lebih tinggi yaitu 25 g memiliki kandungan lemak padat 37.333% dibanding rasio (1:5.6) yang memiliki konsentrasi RBDPO yaitu 7.58 g memiliki kandungan lemak padat 41.906 %.

4.2.2. Titik Leleh

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk analisa titik leleh pada campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan rasio (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Dari tabel 4.2 diperoleh titik leleh masing-masing 40.5˚C, 37˚C, 43˚C, 41˚C, 43˚C, 41˚C, 41˚C, dan RBDPO 36.5˚C. Titik leleh dipengaruhi oleh banyaknya asam stearat yang digunakan, substrat dengan proporsi asam stearat yang tinggi penurunan nilai titik lelehnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan substrat dengan proporsi asam stearat yang relatif kecil.


(39)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh hasil analisis kandungan lemak padat yang mempunyai nilai kandungan lemak padat yang relatif tinggi pada suhu rendah dan terjadi penurunan yang cukup tajam sampai suhu 25˚C, kemudian laju penurunan nilai kandungan lemak padat-nya relatif kecil sampai suhu sekitar 35-40˚C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh campuran yang paling sesuai untuk sintesis Cocoa Butter Equivalent dari beberapa rasio substrat yang digunakan adalah rasio substrat dengan perbandingan 1:2,3. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk analisa kandungan lemak padat (Solid Fat Content) dari campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dari berbagai rasio substrat untuk sintesis CBE (Cocoa Butter Equivalent) tidak sesuai dengan standart yang ditentukan untuk sintesis CBE. Sedangkan untuk analisa titik leleh (Slip Melting Point) diperoleh hasil yang sedikit lebih tinggi dari Standart Internasional yang ditentukan untuk sintesis CBE yaitu 32-35˚C.

5.2. Saran

- Data yang diperoleh pada penelitian ini tidak memenuhi standart, hal ini dikarenakan waktu yang terlalu singkat dan bahan yang digunakan terbatas pada tempat PKL.


(40)

- Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh Cocoa Butter Equivalent sesuai standart yang ditentukan.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1976. The Merck Index. Merck and CO,Inc,New Jersey. U.S.A. Gandhi, N.N. 1997. Application Of Lipase. JAOCS. Vol 74 (6).

Hamilton and Rossel. 1986. Analysis Of Oils and Fats. Elsevier Science Publishing & Co. Inc. New York.

Idris. N. A. and N.L.H.M. Dian. 2005. Interesterified Palm Products as Alternatives to Hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr.

Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery.

http://www.fujioileurope.com/products/confectionery/choccoat.htm [1

februari 2007].

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Moussata and Akoh. 1998. Influence of Lipase Catalyzed Interesterification on The Oxidative Stability Of Melon Seed Oil Triacylglycerols. JAOCS. Vol 75 (9).

Petrauskaite, Degreyt, Kellens and Huyghaebaert. 1998. Physical and Chemical of trans-free Fats Produced By Chemical Interesterification of Vegetables Oil Blends. JAOCS 75 (4).

Silalahi. 2002. Modification of Fats and Oils. Media farmasi.

Widlak, N. 1999. Physical Properties of Fats, Oils and Emulsi-fiers. Illinois: Am. Oil Chem. Soc. Press, Champaign.

Willis, M.W., R.W. Lecki dan A.G. Maragoni. 1998. Lipid Modification Strategies in the Production of Nutritionally Functional Fat and Oils.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1976. The Merck Index. Merck and CO,Inc,New Jersey. U.S.A. Gandhi, N.N. 1997. Application Of Lipase. JAOCS. Vol 74 (6).

Hamilton and Rossel. 1986. Analysis Of Oils and Fats. Elsevier Science Publishing & Co. Inc. New York.

Idris. N. A. and N.L.H.M. Dian. 2005. Interesterified Palm Products as Alternatives to Hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr.

Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery.

http://www.fujioileurope.com/products/confectionery/choccoat.htm [1

februari 2007].

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Moussata and Akoh. 1998. Influence of Lipase Catalyzed Interesterification on The Oxidative Stability Of Melon Seed Oil Triacylglycerols. JAOCS. Vol 75 (9).

Petrauskaite, Degreyt, Kellens and Huyghaebaert. 1998. Physical and Chemical of trans-free Fats Produced By Chemical Interesterification of Vegetables Oil Blends. JAOCS 75 (4).

Silalahi. 2002. Modification of Fats and Oils. Media farmasi.

Widlak, N. 1999. Physical Properties of Fats, Oils and Emulsi-fiers. Illinois: Am. Oil Chem. Soc. Press, Champaign.

Willis, M.W., R.W. Lecki dan A.G. Maragoni. 1998. Lipid Modification Strategies in the Production of Nutritionally Functional Fat and Oils.


(1)

RBDPO 43.04 16.71 12.662 10.947 7.158 4.942 Alat yang digunakan telah diprogram terlebih dahulu

4.1.2. Titik Leleh

Hasil penelitian slip melting point minyak/lemak hasil interesterifikasi dari campuran rasio substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Slip Melting Point campuran RBDPO dan Asam Stearat

Rasio Berat (RBDPO:Asam Stearat)

1:1 1:2.3 1:3 1:4 1:5.6 3:1 2:1 RBDPO

Titik Leleh (˚C)

40.3˚C 37˚C 43˚C 41˚C 43˚C 41˚C 41˚C 36.5˚C

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kandungan Lemak padat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk analisa kandungan lemak padat pada campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan rasio (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada semua sampel kandungan lemak padat menjadi semakin kecil dengan adanya temperatur yang semakin tinggi. Dari data penelitian yang diperoleh nilai


(2)

SFC yang lebih tinggi pada suhu rendah (10˚C) dan lebih rendah pada suhu tinggi (40˚C) seperti pada perbandingan rasio substrat (1:1) pada suhu 10˚C memiliki kandungan lemak padat sekitar 37.333 % sedangkan pada suhu 40˚C memiliki kandungan lemak padat sekitar 4.446%. Kandungan lemak padat juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya campuran substrat terhadap asam stearat, semakin banyak konsentrasi RBDPO maka nilai kandungan lemak padat akan semakin rendah dilihat dari perbandingan antara rasio (1:1) dan (1:5.6) dimana rasio (1:1) memiliki konsetrasi RBDPO yang lebih tinggi yaitu 25 g memiliki kandungan lemak padat 37.333% dibanding rasio (1:5.6) yang memiliki konsentrasi RBDPO yaitu 7.58 g memiliki kandungan lemak padat 41.906 %.

4.2.2. Titik Leleh

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk analisa titik leleh pada campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dengan perbandingan rasio (1:1), (1:2.3), (1:3), (1:4), (1:5.6), (3:1), (2:1). Dari tabel 4.2 diperoleh titik leleh masing-masing 40.5˚C, 37˚C, 43˚C, 41˚C, 43˚C, 41˚C, 41˚C, dan RBDPO 36.5˚C. Titik leleh dipengaruhi oleh banyaknya asam stearat yang digunakan, substrat dengan proporsi asam stearat yang tinggi penurunan nilai titik lelehnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan substrat dengan proporsi asam stearat yang relatif kecil.


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh hasil analisis kandungan lemak padat yang mempunyai nilai kandungan lemak padat yang relatif tinggi pada suhu rendah dan terjadi penurunan yang cukup tajam sampai suhu 25˚C, kemudian laju penurunan nilai kandungan lemak padat-nya relatif kecil sampai suhu sekitar 35-40˚C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh campuran yang paling sesuai untuk sintesis Cocoa Butter Equivalent dari beberapa rasio substrat yang digunakan adalah rasio substrat dengan perbandingan 1:2,3. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk analisa kandungan lemak padat (Solid Fat Content) dari campuran substrat RBDPO dan Asam Stearat dari berbagai rasio substrat untuk sintesis CBE (Cocoa Butter Equivalent) tidak sesuai dengan standart yang ditentukan untuk sintesis CBE. Sedangkan untuk analisa titik leleh (Slip Melting Point) diperoleh hasil yang sedikit lebih tinggi dari Standart Internasional yang ditentukan untuk sintesis CBE yaitu 32-35˚C.

5.2. Saran

- Data yang diperoleh pada penelitian ini tidak memenuhi standart, hal ini dikarenakan waktu yang terlalu singkat dan bahan yang digunakan terbatas


(4)

- Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh Cocoa Butter Equivalent sesuai standart yang ditentukan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1976. The Merck Index. Merck and CO,Inc,New Jersey. U.S.A. Gandhi, N.N. 1997. Application Of Lipase. JAOCS. Vol 74 (6).

Hamilton and Rossel. 1986. Analysis Of Oils and Fats. Elsevier Science Publishing & Co. Inc. New York.

Idris. N. A. and N.L.H.M. Dian. 2005. Interesterified Palm Products as Alternatives to Hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr.

Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery.

http://www.fujioileurope.com/products/confectionery/choccoat.htm [1

februari 2007].

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Moussata and Akoh. 1998. Influence of Lipase Catalyzed Interesterification on The Oxidative Stability Of Melon Seed Oil Triacylglycerols. JAOCS. Vol 75 (9).

Petrauskaite, Degreyt, Kellens and Huyghaebaert. 1998. Physical and Chemical of trans-free Fats Produced By Chemical Interesterification of Vegetables Oil Blends. JAOCS 75 (4).

Silalahi. 2002. Modification of Fats and Oils. Media farmasi.

Widlak, N. 1999. Physical Properties of Fats, Oils and Emulsi-fiers. Illinois: Am. Oil Chem. Soc. Press, Champaign.

Willis, M.W., R.W. Lecki dan A.G. Maragoni. 1998. Lipid Modification Strategies in the Production of Nutritionally Functional Fat and Oils.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1976. The Merck Index. Merck and CO,Inc,New Jersey. U.S.A. Gandhi, N.N. 1997. Application Of Lipase. JAOCS. Vol 74 (6).

Hamilton and Rossel. 1986. Analysis Of Oils and Fats. Elsevier Science Publishing & Co. Inc. New York.

Idris. N. A. and N.L.H.M. Dian. 2005. Interesterified Palm Products as Alternatives to Hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr.

Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery.

http://www.fujioileurope.com/products/confectionery/choccoat.htm [1

februari 2007].

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Moussata and Akoh. 1998. Influence of Lipase Catalyzed Interesterification on The Oxidative Stability Of Melon Seed Oil Triacylglycerols. JAOCS. Vol 75 (9).

Petrauskaite, Degreyt, Kellens and Huyghaebaert. 1998. Physical and Chemical of trans-free Fats Produced By Chemical Interesterification of Vegetables Oil Blends. JAOCS 75 (4).

Silalahi. 2002. Modification of Fats and Oils. Media farmasi.

Widlak, N. 1999. Physical Properties of Fats, Oils and Emulsi-fiers. Illinois: Am. Oil Chem. Soc. Press, Champaign.

Willis, M.W., R.W. Lecki dan A.G. Maragoni. 1998. Lipid Modification Strategies in the Production of Nutritionally Functional Fat and Oils.