anak-anak, maka pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan memberikan sikloplegia atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot
akomodasi maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamata pada saat mata tersebut beristirahat Ilyas, 2006.
b. Lensa kontak
Lensa kontak merupakan lensa yang langsung ditempatkan pada kornea, dibuat dari badan ringan karena diameternya kecil bisa dibuat tipis, akan tetapi
perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain daripada masalah pemakaiannya dengan lensa kontak perlu diperhatikan masalah lama
pemakaian, infeksi dan alergi terhadap bahan yang dipakai Ilyas, 2006.
Keuntungan penggunaan lensa kontak ini adalah :
Pada kelainan refraksi berat, penglihatan melalui lensa kontak praktis tidak berubah sedangkan dengan kacamata dengan lensa plus atau minus yang berat
akan melihat semua lebih besar atau lebih kecil Dengan lensa kontak luas lapang pandang tidak berubah, sedang dengan
kacamata lapangan pandang menciut Perubahan besar bayangan sedikit
Untuk kosmetik
2. Cara operasi Terdapat beberapa jenis operasi Friedman Kaiser, 2009.
a. Phakic intraocular lens
b. Radial keratotomy
c. Excimer photorefractive keratotomy
d. LASEK laser epithelial keratomileusis
e. LASIK laser in-situ keratomileusis
f. Intraocular lens IOL implantation
2.6 Astigmatisma
2.6.1 Definisi Astigmatisma
Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana titik fokus dalam bentuk satu titik. Yang dimaksudkan dengan astigmatisma atau silindris adalah terdapatnya
variasi kurvatura atau kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. Ilyas, 2006
Gambar 2.8 Gambaran refraksi astigmatisma
2.6.2 Klasifikasi Astigmatisma
Astigmatisma dibagi berdasarkan beberapa karakteristik: 1. Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina :
a. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu
bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. 1.
Astigmatisme with the Rule Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang horizontal
2. Astigmatisme against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal.
3. Astigmatisme oblique
Adalah astigmatisma regular yang meridian-meridian utamanya tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal Riordan-Eva Whitcher,
2007. b.
Astigmatisme Irreguler Di mana daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah di
sepanjang lubang pupil. 2.
Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina a.
Simple Astigmatism: 1.
Simple Astigmatisma Myopia : garis fokus pertama adalah di depan retina, sedangkan yang kedua adalah pada retina.
2. Simple Astigmatisma Hiperopia : Garis fokus pertama adalah pada retina,
sedangkan yang kedua terletak di belakang retina b.
Compound Astigmatism: 1.
Compound Myopia Astigmatism: kedua jalur fokus ini terletak di depan retina.
Compound Hyperopia Astigmatism: kedua jalur fokus ini terletak di belakang retina
c. Astigmatisma campuran : garis fokus berada di kedua sisi retina
Gambar 2.8 Jenis-Jenis Kelainan Refraksi Astigmatisma
2.6.3 Gejala Astigmatisma
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata,
melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak,
sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah PERDAMI, 2010 2.6.4 Diagnosis astigmatisma
Tujuan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat lensa silinder yang diperlukan dan sumbu silinder yang dipasang untuk memperbaiki tajam
penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik Ilyas, 2009. Alat yang digunakan :
1. Kartu Snellen Gambar 2.5
2. Bingkai percobaan Gambar 2.6
3. Set lensa coba Gambar 2.7
4. Kipas astigmatisma
Gambar 2.10 Kipas astigmatism
Teknik pemeriksaan Ilyas, 2009 1.
Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter. 2.
Pada mata dipasang bingkai percobaan. 3.
Satu mata ditutup. 4.
Dengan mata terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dengan lensa + atau - sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik,
dengan lensa positif atau negatif tersebut.
5. Pada mata tersebut dipasang lensa + dengan cukup besar misal S + 3.00
untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmatisma miopikus. 6.
Pasien di minta melihat kartu kipas astigmatisma. 7.
Pasien ditanya tentang garis pada kipas paling jelas terlihat. 8.
Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmatisma maka lensa S + 3.00 diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan garis
mana yang terjelas dan mana yang terkabur. 9.
Lensa silindris negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu hingga pada suatu saat tampak garis yang mula-mula terkabur sama jelasnya dengan
garis yang sebelumnya terlihat terjelas. 10.
Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas astigmatisma, dilakukan tes melihat kartu Snellen.
11. Bila penglihatan belum 66 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa positif
+ yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara perlahan-lahan dikurangi kekuatan lensa positif tersebut atau di tambah lensa negatif.
12. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa negatif - ditambah
perlahan –lahan sampai tajam penglihatan menjadi 66.
Pemeriksaan ini disebut cara pengkaburan fogging technique of
refraction. 2.6.5 Penatalaksanaan Astigmatisma
Tujuan penatalaksanaan adalah agar pasien dapat memprolehi tajam penglihatan terbaik, diusahakan supaya semua titik pembiasan jatuh pada macula
luteal Ilyas et al, 2010. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan cara : 1.
Cara optik Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali di
kombinasi dengan lensa sferis. Karena otak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan
2. Cara operasi Friedman Kaiser, 2009
a. Excimer laser photorefractive keratectomy
b. Astigmatic keratotomy
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian