Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah Di Provinsi Bengkulu

19 e. Menciptakan keutuhan dan wadah kelompok tani W1, W3, O5. Kelompok tani dibentuk kadang-kadang hanya sebagai wadah untuk mendapatkan bantuan pemerintah, mengakibatkan rendahnya tingkat keutuhan kelompok. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan strategi bagaimana menciptakan keutuhan kelompok. 3. Strategi S – T strength – treaths adalah strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, strategi yang diperoleh adalah: a. Peningkatan Adopsi inovasi teknologi S1, T1, T4, dan T5. Strategi penerapan teknologi baru perlu dilakukan dengan tujuan untuk meyakini peternak dan masyarakat sekitar tentang keberhasilan usaha ternak sapi perah. b. Pemberdayaan kredit usaha tani oleh peternak S5, dan T2. c. Pemberdayaan masyarakat sekitar usaha peternakan S1, dan T1. d. Meningkatkan daya saing produk S5, dan T5. e. Penerapan jaminan mutu dan keamanan pengolahan hasil ternak S5, dan T4 . 4. Strategi W – T weakness – treaths, adalah strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi W – T yang diperoleh adalah: a. Meningkatkan peran penyuluh peternakan W5 dan T1. Jumlah penyuluh peternakan dalam lima tahun terakhir berkurang, disebabkan oleh usia pensiun dan beralih ke jabatan struktural serta minimnya spesifikasi di bidang ilmu peternakan. Para penyuluh saat ini juga memiliki tugas mencakup pertanian dalam arti luas, akhirnya memiliki kelemahan yaitu tidak menekuni bidang ilmu yang spesifik. b. Mencari saluran distribusi produk susu W1 dan T3. Kesulitan konsumen memperoleh produk susu sapi perah di Provinsi Bengkulu terkendala pada saluran distribusi. Saluran distribusi terdiri dari gudang penyimpanan untuk disalurkan ke agen besar, agen kecil, pengencer dan ke toko-toko, warung-warung terdekat oleh konsumen.

4.6. Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah Di Provinsi Bengkulu

Kepemilikan sapi laktasi dan non laktasi di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang dapat dilihat pada tabel 6. 20 Tabel 6. Kepemilikan Sapi Laktasi dan Non Laktasi di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang No Uraian Jumlah 1 Jumlah ternak laktasi 25 2 Jumlah ternak non laktasi 74 Rasio sapi laktasi 25,25 Sumber : data primer yang diolah 2014 Data di atas diketahui jumlah ternak laktasi sebanyak 25 ekor dan non laktasi sebanyak 74 ekor. Berdasarkan jumlah total tersebut berarti rata-rata kepemilikkan petani ternak perorang adalah sebanyak 5,69 ekor. Dimana 1,92 ekor 25,25 merupakan sapi laktasi. Kondisi semacam ini kurang menguntungkan, karena usaha peternakan sapi perah dapat menghasilkan keuntungan apabila jumlah sapi laktasi yang dimiliki lebih besar dari 60 . Menurut Prasetyo, dkk, 2005 bahwa komposisi ekonomis untuk suatu usaha peternakan adalah persentase sapi dalam kondisi laktasi perlu ditingkatkan menjadi 60 . Analisis Usaha Tani Sapi Perah Biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah meliputi biaya tetap dan biaya variable. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Analisis Usaha Tani Sapi Perah No Jenis Biaya Nilai Rp bulan I Biaya Tetap Penyusutan kandang 24.712,- Penyusutan alat 2.024,- I I Biaya Variabel Rumput 6.692,- Konsentrat 184.186,- Tenaga Kerja 249.471,- Obat – obatan 2.671,- I B 17.307,- I I I Penerimaan 1.505.769,- I V Pendapatan 610.706,- V B C 0,73 Sumber : data primer yang diolah 2014 . Berdasarkan perhitungan, biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variable. Rata-rata biaya yang dikeluarkan peternak untuk 21 satu ekor ternak sebesar Rp. 838.331,- bulan. Biaya yang terbesar dalam biaya produksi adalah rata-rata biaya tenaga kerja, konsentrat, I B, penyusutan kandang dan rumput. Berdasarkan penelitian Prasetyo dkk 2005 dalam Haloho Ruth Dameria dkk 2013 bahwa total biaya variable sebesar 77,94 dari total biaya produksi. Sedangkan dalam pengkajian ini biaya varibel, biaya tenaga kerja lebih besar dari biaya pakan. Hal ini mungkin disebabkan dari pakan konsentrat yang digunakan peternak hanya terdiri dari tiga jenis bahan baku dan rumput yang digunakan kebanyakan rumput alam. B C diperoleh dari rata-rata total pendapatan dibagi rata-rata total biaya perbulan. Dari analisis B C di atas terlihat bahwa peternak sapi perah memperoleh B C kurang dari satu, yang artinya usaha tersebut belum menguntungkan karena kurang dari 1. Hal ini disebabkan rata-rata jumlah produksi 9,37 liter ekor hari dimana jenis pakan dan masa laktasi dari responden berbeda-beda dan manajemen pemeliharaan sapi perah yang diiterapkan peternak dari hasil pengamatan masih belum begitu baik. Menurut Tomaszewska, dkk 1993 dalam Sundari, dkk 2010 menyatakan bahwa produksi dari suatu ternak adalah hasil interaksi antara genotipe dan faktor lingkungan seperti iklim, nutrisi, penyakit dan praktek manajemen. Keterbatasan produksi ditentukan oleh pakan yang buruk, ketidakseimbangan pakan dan interaksi diantara faktor-faktor tersebut.

4.7. Analisis Dampak Ekonomi Usaha Sapi Perah