Tujuan Penelitian Kerangka Teori

morfologi generatif yang dilakukan berdasarkan empat komponen yaitu daftar morfem, kaidah pembentukan kata, saringan dan kamus serta 5 bentuk potensial potensial words kata BI dari BA. Selanjutnya akan dijelaskan bentuk-bentuk kata yang belum pernah digunakan dalam realitas kebahasaan tetapi bentuk- bentuk tersebut berterima menurut pola kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia. Pembentukan kata tersebut dapat berupa gabungan antara morfem bebas dengan morfem bebas, morfem bebas dengan morfem terikat dan antara morfem bebas dengan bentuk terikat. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka masalah–masalah yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah fungsi dan makna afiks terhadap kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi ? 2. Morfofonemik apakah yang terdapat di dalam pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab? 3. Bagaimanakah tipologi morfologis kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab? 4. Bagaimanakah pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab berdasarkan kajian morfologi generatif ? 5. Bagaimanakah bentuk potensial potensial words kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gejala kebahasaan yang terdapat di dalam pembentukan kata BI dari BA. Hal ini berkaitan dengan sejumlah fakta, data dan informasi linguistik yang berhubungan dengan morfologi. Kajian ini juga akan mengungkapkan perubahan-perubahan fonem yang terjadi di dalam pembentukan kata BI dari BA. Melalui perubahan- perubahan fonem ini akan diketahui realisasi morfem beserta pelafalannya. Proses pembentukan kata word formation menyangkut masalah morfem yaitu perubahan morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui penggabungan. Selanjutnya dalam penelitian ini juga dimodifikasi teori linguistik yakni teori Universitas Sumatera Utara morfologi generatif yang bertujuan mengembangkan penelitian linguistik. Modifikasi teori dilakukan apabila suatu teori dianggap tidak mampu mengakomodasi fenomena kebahasaan yang ada dan karakter data bahasa yang berbeda. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembentukan kata BI dari BA yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Mengkaji fungsi dan makna afiks terhadap kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi. 2. Menjelaskan morfofonemik yang terdapat di dalam pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab. 3. Menjelaskan tipologi morfologis kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab. 4. Mengkaji pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab berdasarkan kajian morfologi generatif . 5. Menjelaskan bentuk potensial kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat untuk : 1. Memperkaya khazanah pengetahuan ilmu bahasa khususnya kata serapan yang termasuk dalam kajian morfologi yang dipadukan dengan fonologi karena membahas bidang morfologi suatu bahasa tidak terlepas dari bidang fonologi. Universitas Sumatera Utara 2. Dari sudut morfologi generatif, penutur suatu bahasa dapat menggunakan kata baru menurut intuisi penutur bahasa karena penutur asli suatu bahasa tertentu memiliki kemampuan intuisi untuk mengenal kata-kata dan bagaimana kata- kata itu dibentuk. Hal ini berkaitan dengan produktivitas dan kreativitas penutur di dalam membentuk-kata-kata baru. 3. Sebagai bahan masukan dan bahan banding bagi yang membutuhkan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Memberi kontribusi berupa pengetahuan umum pembentukan kata BI dari BA kepada masyarakat karena banyak masyarakat yang menganggap bahwa kata- kata serapan tersebut berasal dari bahasa Indonesia. 2. Menunjang program pemerintah dalam pengkodifikasian bahasa Indonesia dalam rangka perencanaan bahasa. 3. Sebagai usaha pendokumentasian bahasa yang melibatkan bidang kata serapan BI dari BA bagi generasi mendatang. Universitas Sumatera Utara BAB II KERANGKA TEORI, KONSEP DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

Pembentukan kata yang dilakukan dalam penelitian ini bertolak dari ancangan teori Morfologi Generatif. Teori ini dicetuskan oleh Chomsky 1965 kemudian dikembangkan oleh Halle 1973 dan Aronoff 1976. Selanjutnya teori ini dimodifikasi oleh Dardjowidjojo 1988 dan disesuaikannya dengan sistem bahasa Indonesia. Menurut Chomsky 1965: 3-9 prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi yang mendasari tata bahasa generatif transformasional pada umumnya dan morfologi generatif pada khususnya adalah sebagai berikut: Pertama, TGT adalah teori tentang kompetensi. Chomsky membedakan antara kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan penutur asli mengenai bahasanya, yaitu sistem kaidah yang telah dikuasainya sehingga ia mampu menghasilkan dan memahami sejumlah kalimat yang terbatas, serta mengenal kesalahan-kesalahan dan ambiguitas-ambiguitas gramatikal, sedang performansi adalah penggunaan bahasa yang sesungguhnya oleh penutur asli dalam situasi nyata. TGT bertolak dari kompetensi. Sehubungan dengan hal ini, Chomsky menegaskan bahwa teori linguistik bersifat mentalistik karena teori ini berusaha menemukan realitas mental yang mendasari tingkah laku yang sesungguhnya. Performansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan karena rekaman dari bahasa lisan yang alamiah menunjukkan awal yang salah, penyimpangan dari kaidah, perubahan rencana sementara pembicaraan berlangsung dsb. Selanjutnya dikemukakan, linguistik adalah telaah kompetensi. Objek sesungguhnya dari telaah linguistik adalah masyarakat yang homogen yang di dalamnya semua orang menggunakan bahasa yang sama serta mempelajari bahasa Universitas Sumatera Utara itu secara wajar. Data linguistik bukanlah ujaran oleh individu yang harus ditelaah, melainkan intuisinya tentang bahasanya, utamanya pertimbangannya menyangkut kalimat mana yang gramatikal dan yang mana yang tidak gramatikal, serta pertimbangannya tentang keterkaitan kalimat, artinya kalimat mana yang mengandung makna yang sama. Teori bahasa hendaknya dibentuk untuk menerangkan intuisi ini. Kedua, bahasa memiliki sifat kreatif dan inovatif. Kreativitas bahasa adalah kemampuan penutur asli untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru, yaitu kalimat-kalimat yang tidak mempunyai persamaan dengan kalimat-kalimat yang biasa. Penutur asli mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat baru atau mampu membuat pertimbangan mengenai keberterimaannya. Selanjutnya Chomsky 1972:11-12 menegaskan bahwa pemakaian bahasa yang normal bersifat inovatif, dengan pengertian bahwa kebanyakan yang kita katakan sama sekali baru, bukan ulangan dari apa yang telah kita dengarkan sebelumnya, bahkan tidak mempunyai pola yang sama dengan kalimat-kalimat atau wacana yang kita dengar di waktu lampau. Sangat sedikit yang kita hasilkan atau dengar merupakan ulangan dari ujaran-ujaran sebelumnya. Ketiga, TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikan pemerian struktural kepada kalimat. Tujuan linguis yang berusaha untuk menjelaskan aspek kreatif dari kompetensi gramatikal ialah memformulasikan seperangkat kaidah pembentukan kalimat kaidah sintaksis, kaidah penafsiran kalimat kaidah semantis, dan kaidah pengucapan kaidah fonologis. Jadi, mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari seperangkat kaidah sintaksis, kaidah semantis, dan kaidah fonologis. Keempat, bahasa adalah cermin fikiran. Chomsky 1972:103 menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seseorang mempelajari bahasa. Ciri-ciri inheren dari pikiran manusia dapat diketahui setelah menelaah bahasa secara rinci. Maksudnya, dapat dicapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa . Selanjutnya Akmajian dkk 1984:5-7 melengkapi asumsi-asumsi dasar TGT sbb: Universitas Sumatera Utara Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah. Setiap bahasa yang kita ketahui mempunyai kaidah sistematis yang menguasai pengucapan, pembentukan kata, dan konstruksi gramatikal. Selanjutnya, cara mengasosiasikan makna dengan frasa suatu bahasa ditandai oleh kaidah yang teratur. Terakhir, penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dikuasai oleh generalisasi penting yang dapat kita ungkapkan dengan kaidah. Kaidah yang dimaksudkan di sini adalah kaidah-kaidah deskriptif, yaitu kaidah-kaidah yang memerikan bahasa yang sesungguhnya dari kelompok penutur tertentu. Kaidah- kaidah deskriptif sebenarnya mengungkapkan generalisasi dan keteraturan tentang berbagai aspek bahasa. Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk fenomena yang menyatu. Para linguis mengasumsikan bahwa adalah mungkin menelaah bahasa manusia pada umumnya dan bahasa-bahasa tertentu untuk mengungkapkan ciri-ciri bahasa yang universal. Secara lahiriah, bahasa manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya, namun secara batiniah, bahasa-bahasa tersebut memiliki ciri-ciri kesemestaan. Semua bahasa yang kita ketahui memiliki tingkat kerumitan dan rincian yang sama. Tidak ada bahasa yang bersahaja. Semua bahasa memiliki cara untuk menyatakan pertanyaan dan membuat permintaan. Apa yang dapat diungkapkan dalam satu bahasa juga dapat diungkapkan dalam bahasa lain. Selanjutnya akan dikemukakan asumsi-asumsi yang mendasari morfologi generatif sebagai berikut: Pertama, morfologi adalah bagian integral dari komponen sintaksis. Dalam TGT standar, morfologi tidak merupakan suatu komponen yang otonom, melainkan bagian dari komponen sintaksis. Namun demikian, telah ada usaha- usaha untuk menjadikan komponen morfologi sebagai suatu komponen yang otonom. Scalise 1984 menyatakan bahwa pembentukan kata terjadi seluruhnya dalam leksikon dan ditangani oleh suatu mekanisme khusus yang disebut Kaidah Pembentukan Kata KPK. Linguis pertama yang berusaha ke arah itu adalah Morris Halle. Universitas Sumatera Utara Kedua, analisis morfologis dilakukan dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan struktur batin dan tingkatan struktur lahir. Berdasarkan asumsi ini, maka pertama- tama kita perlu menelusuri struktur batin atau representasi asal suatu konstruksi morfologis, kemudian melihat proses proses apa yang terjadi terhadap bentuk asal tersebut untuk dapat menetapkan bentuk turunannya atau bentuk lahirnya. Secara umum penilitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teori morfologi generatif. Teori morfologi generatif memiliki perangkat kaidah untuk membentuk kata-kata baru atau kalimat-kalimat baru dengan kaidah transformasi. Pemilihan kepada teori morfologi generatif dilakukan mengingat teori yang ada sebelumnya yaitu teori struktural dianggap tidak mampu lagi mengakomodasi fenomena kebahasaan bagi pembentukan kata bahasa Indonesia yang ada pada saat ini. Dikatakan demikian karena banyak kata potencial yang merupakan serapan dari bahasa Arab telah menjadi kata actual dan digunakan oleh penutur bahasa Indonesia tetapi tidak mendapat perhatian di dalam kajian struktural. Padahal salah satu tujuan ilmu morfologi seperti yang dikatakan oleh Katamba tidak hanya memahami dan membentuk kata yang ada real di dalam bahasa mereka tetapi juga membentuk kata potencial yang belum digunakan pada saat mereka berujar. Jadi, morfologi generatif memiliki predictive power yaitu dapat membentuk kata potensial yang belum digunakan oleh penuturnya. Menurut morfologi struktural pembentukan kata terdiri dari empat komponen yaitu, 1 Daftar Morfem 2 Pembentukan Kata 3 Proses Morfofonologis dan 4 Kamus.

1. Daftar Morfem

Dalam daftar morfem, semua morfem baik morfem bebas maupun morfem terikat diidentifikasi. Adapun teknik identifikasi morfem menurut Bickford dkk 1991: 2-3 dapat diketahui dengan cara menemukan bagian-bagian yang berulang dengan makna tetap dan menemukan kontras dalam suatu kerangka. Menurut ahli Universitas Sumatera Utara