Analisis Perubahan Makna Kata-Kata Serapan (Gairaigo) Bahasa Jepang Yang Berasal Dari Bahasa Inggris

(1)

ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS

EIGO KARA NIHONGO NO GAIRAIGO NO IMI NO HENKA NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi dalah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya

Oleh:

Nama : Giovanni

NIM : 070708022

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRA STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS

EIGO KARA NIHONGO NO GAIRAIGO NO IMI NO HENKA NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi dalah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya

Oleh:

Nama : Giovanni

NIM : 070708022

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum 196207271987032005 196009191988031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRA STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN 2013


(3)

Disetujui Oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Perubahan Makna Kata-kata Serapan (Gairaigo) Bahasa Jepang yang Berasal dari Bahasa Inggris”.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra, Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra , Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semanagat, bimbingan dan doa kepada penulis. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada: 1. Bapak Dr. Sharon Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Jepang,

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Wali yang telah mendidik penulis selama perkuliahan dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penulis serta banyak memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun dan mendorong semangat penulis dalam penyusunan skripsi ini

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah mendidik penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan dan bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyusunan skripsi ini.


(5)

5. Bapak Nandi S, selaku Dosen Penguji yang telah mendidik penulis sejak awal perkuliahan dan bersedia meluangkan waktunya sebagai penguji dan banyak memberikan arahan, masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama perkuliahan.

7. Ayah, Ibu dan adik tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis, juga kepada nenek tersayang dan keluarga besar orang tua yang selalu memberikan dukungan agar segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman penulis, Melani dan Siska yang selalu menemani penulis selama perkuliahan dan tidak hentinya memberikan semangat dan memberikan saran yang membangun untuk menyelesaikan skripsi ini dan juga seluruh teman-teman penulis di Sastra Jepang, khusunya teman-teman angkatan 2007, Siti, Naya, Rea, Windy, Rahma, Dini, Rani, Remi, Adjie dan Wahyu terima kasih atas dukungannya serta bantuan yang telah diberikan selama perkuliahan, dan juga kepada Hanum dan Kak Wilma yang selalu siap memberikan saran dan masukan bagi penulis, semoga persabatan ini abadi.

9. Teman-teman penulis, Lyna, Lany, Nanny, Elita, Felicia, Franciscia, Alice, Giam dan Juni yang selalu menyemangati penulis, terima kasih atas semua dukungan dan dorongan semangat dan motivasi yang telah kalian berikan

10.Terima kasih juga kepada Kak Sri, Bang Joko, Ko Aan dan Ci Acen yang telah banyak membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini serta juga kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penulisan skrispi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(6)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dengan segala keterbatasan dari pengetahuan penulis, oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Medan, Desember 2013 Penulis

Giovanni


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB 1 : PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan Masalah ...7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ...8

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...10

1.4.1 Tinjauan Pustaka ...10

1.4.2 Kerangka Teori ...12

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...15

1.5.1 Tujuan Penelitian ...15

1.5.2 Manfaat Penelitian ...15

1.6 Metode Penelitian ...16

BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG GAIRAIGO, MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA ...18

2.1 Gambaran Umum Gairaigo ...18

2.1.1 Pengertian Gairaigo ...18

2.1.2 Sejarah Gairaigo...20


(8)

2.1.4 Karakteristik Gairaigo ...25

2.1.5 Kriteria Gairaigo ...27

2.1.6 Pembentukan Gairaigo ...27

2.1.7 Jenis-jenis Gairaigo ...29

2.1.8 Wasei-eigo ...32

2.1.9 Pengaruh Gairaigo ...34

2.2 Pengertian dan Jenis-jenis Makna ...40

2.2.1 Pengertian Makna ...40

2.2.2 Jenis-jenis Makna...41

2.3 Perubahan Makna ...46

2.3.1 Pengertian Perubahan Makna ...46

2.3.2 Jenis-jenis Perubahan Makna ...46

2.3.3 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Makna ...48

2.4 Makna Gairaigo yang Mengalami Perubahan dan Makna Aslinya dalam Bahasa Inggris ...54

BAB III : ANALISIS PERUBAHAN MAKNA GAIRAIGO YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS DALAM BAHASA JEPANG ...91

3.1 Gairaigo yang Mengalami Perluasan Makna ...91

3.2 Gairaigo yang Mengalami Penyempitan Makna ...100

3.3 Gairaigo yang Mengalami Perubahan Makna Total ...134

3.4 Gairaigo yang Mengalami Pengasaran Makna ...153


(9)

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...171

4.1 Kesimpulan ...171 4.2 Saran ...171

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(10)

ABSTRAK

JUDUL: ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS

Seiring dengan perkembangan zaman, di dunia ini sudah tidak ada lagi bahasa yang murni. Hal ini dikarenakan terjadinya persentuhan antara bahasa yang satu dengan yang lain yang memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Proses penyerapan kata-kata dan istilah dari bahasa lain di mana kata-kata dan istilah yang dipinjam kemudian dijadikan sebagai bagian dari kosakata bahasa nasional disebut sebagai proses peminjaman (borrowing). Dalam bahasa Jepang, kata-kata pinjaman ini dikenal dengan istilah gairaigo (外来語).

Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang dipakai dalam bahasa Jepang untuk menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing, tidak termasuk kosakata pinjaman dari bahasa China (漢語 / kango). Gairaigo yang diserap ke dalam bahasa Jepang, umumnya telah mengalami penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik sehingga setelah proses penyesuaian, gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153).

Campell (2006: 253) menyatakan bahwa perubahan semantik berurusan dengan perubahan dalam makna, yang berarti merubah konsep yang berhubungan dengan kata-kata yang bersangkutan. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai perubahan makna yang terjadi akibat penyesuaian yang dilakukan pada saat kata-kata gairaigo dari bahasa Inggris dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Jepang


(11)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan makna yang terjadi pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris. Sumber data untuk gairaigo diambil dari Majalah Myojo edisi bulan Desember 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Penulis memilih menggunakan majalah sebagai sumber data dikarenakan sebagian besar gairaigo diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa, termasuk koran dan majalah.

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam majalah Myojo edisi edisi bulan Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009, terdapat 2,068 gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris. Dari jumlah tersebut, ada 89 gairaigo yang mengalami perubahan makna. Semua gairaigo yang mengalami perubahanan makna termasuk dalam kelas kata nomina. Dari 89 gairaigo yang merupakan nomina, 9 di antaranya juga termasuk dalam kelas kata verba, yaitu kataサイン, トリートメント, フィーバ ー, プレゼント, プロデュース, プロポーズ, メイク, ミス, dan リフォーム. Tiga dari 89

gairaigo yang termasuk dalam nomina tersebut juga termasuk dalam adjektiva /-na/, yaitu kata スイート, ソフト, dan ハイテンション. Dari 89 gairaigo yang dibahas, 38 gairaigo mengalami

penyempitan makna, 21 gairaigo mengalami perubahan makna total, 10 gairaigo mengalami perluasan makna dan 1 gairaigo mengalami pengasaran makna dan sisanya merupakan waseieigo. Ada 19 gairaigo yang perubahannya tidak termasuk dalam teori perubahan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa ke -19 gairaigo ini merupakan waseieigo.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Menurut Keraf (1980: 16), bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi, suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dianggap penting karena manusia memerlukan bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya sehingga dapat dimengerti oleh orang lain, seperti yang dinyatakan Sutedi (2010 : 2) bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Bahasa dapat berbentuk bahasa tulisan maupun bahasa lisan.

Seargent (2009: 1) menyatakan bahwa bahasa hadir bukan hanya sebagai media dari suatu ekspresi tetapi juga sebagai konsep; di mana kita tidak hanya berbicara dengan menggunakan bahasa tetapi juga membicarakan bahasa itu sendiri; dan pada kenyataannya, penggunaan bahasa selalu sesuai dengan pemikiran yang telah kita bentuk atas sebuah bahasa.

Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan komunikasi hanya akan berhasil jika makna dari komunikasi telah disetujui oleh masyarakat penggunanya dan oleh karena itu, bahasa adalah suatu hal yang bersifat sosial (Hartley, 1982: 11).

Hall dalam Lyons (2002: 5) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat tertentu adalah bagian dari kebudayaan masyarakat tersebut. Hal ini berarti bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia. Oleh karena itu, sama seperti halnya kebudayaan, setiap bangsa di dunia memiliki bahasa tersendiri yang unik dan berbeda jika dibandingkan dengan bahasa lain. Meskipun kadang-kadang ditemukan ada beberapa bahasa


(13)

yang mirip satu dengan yang lain dikarenakan bahasa-bahasa tersebut masih satu rumpun, misalnya antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Malaysia, namun bahasa-bahasa tersebut tetap memiliki keunikan tersendiri.

Bahasa bersifat dinamis sehingga akan selalu berubah dan berkembang seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan zaman. Karena pemikiran manusia yang semakin maju dan berkembang, bahasa yang digunakan pun mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia.

Sapir dalam Ullman (2007, 247) menyatakan bahwa “Bahasa bergerak terus sepanjang waktu membentuk dirinya sendiri. Ia mempunyai gerakan yang mengalir… tak satu pun yang sama sekali statis.” Ullman (2007: 247) menambahkan bahwa makna mungkin merupakan yang paling lemah daya tahannya untuk berubah, yang berarti makna merupakan bagian dari bahasa yang paling rentan terhadap perubahan. Perubahan makna meliputi pelemahan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan juga kekaburan makna. Perubahan makna bisa terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya akibat masuknya pengaruh dari bahasa asing (Pateda, 2001: 158-159).

Seiring dengan perkembangan zaman, di dunia ini sudah tidak ada lagi bahasa yang murni. Hal ini dikarenakan terjadinya persentuhan antara bahasa yang satu dengan yang lain. Chaer (2007: 65) menyatakan bahwa dalam masyarakat yang terbuka, artinya para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut sebagai kontak bahasa.


(14)

Sejak beribu-ribu tahun lalu, dimulai ketika manusia mulai menyadari adanya kebudayaan lain di luar komunitas mereka, telah terjadi kontak antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, baik melalui perdagangan maupun penjajahan. Interaksi-interaksi ini memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Proses penyerapan kata-kata dan istilah dari bahasa lain di mana kata-kata dan istilah yang dipinjam kemudian dijadikan sebagai bagian dari kosakata bahasa nasional disebut sebagai proses peminjaman (borrowing).

Proses peminjaman adalah suatu proses di mana elemen dari suatu bahasa diambil alih dan digunakan dalam bahasa lainnya (Hsia, 1989: 8). Proses peminjaman terjadi dikarenakan adanya kontak antara bahasa yang satu dengan yang lain, seperti yang dikatakan Okubu dan

Tanaka (1995: 170) bahwa 「ある言葉が、他の言葉と触れ合うと、単語の貸し借りが、行

われる。」(Aru kotoba ga, hoka no kotoba to fureauto, tango no kashikari ga, okonawareru.) yang dapat diterjemahkan menjadi, ‘Ketika suatu kata berinteraksi dengan kata yang lain, terjadilah pinjam meminjam kosakata.’

Daulton (2008: 9) menyatakan bahwa “Language is greedy”, yang dapat diartikan menjadi bahasa itu tamak. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa sesuai dengan sifatnya yang dinamis, maka setiap bahasa akan berusaha memperluas diri dengan cara meminjam kata-kata dari bahasa lain ataupun mengembangkan bahasa itu sendiri dari bahasa aslinya misalnya dengan menjadikan beberapa kosakata bahasa daerah menjadi bagian dari kosakata bahasa nasional. Ada kalanya kosakata yang telah ada dalam bahasa asli tidak dapat menggambarkan suatu ekspresi atau objek baru dengan tepat. Di saat seperti itulah peranan kata pinjaman diperlukan.


(15)

Menurut Ellington (2009: 229), semua bahasa di dunia memiliki kata pinjaman dari bahasa lain. Dalam hal ini tidak terkecuali Jepang yang memiliki banyak kata-kata pinjaman dalam kosakata mereka. Dalam bahasa Jepang, kata-kata pinjaman ini dikenal dengan istilah gairaigo (外来語) yang dapat diterjemahkan menjadi bahasa yang datang dari luar.

Gairaigo sendiri merupakan bagian dari goi (語彙 / kosakata). Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago (和語 / kosakata asli bahasa Jepang, sering juga disebut sebagai yamato kotoba, ditulis dengan huruf hiragana dan kanji), kango (漢語 / kosakata pinjaman dari bahasa China, sering juga disebut sebagai Sino-Japanese, ditulis dengan huruf kanji), gairaigo (外来語 / kosakata pinjaman dari bahasa Inggris dan bahasa asing lain selain bahasa China, ditulis dengan huruf katakana) dan konshugo (混種語 / kosakata campuran/gabungan, yang merupakan kombinasi dari wago, kango dan gairaigo, ditulis dengan hiragana, kanji dan katakana). (Coulmas, 2004: 99)

Peminjaman kata-kata dari bahasa luar negeri untuk memperluas kosakata Jepang sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada zaman dahulu, masyarakat Jepang sering meminjam kata-kata dari bahasa China, di mana kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru dan juga dapat berupa kata-kata yang telah memiliki padanan kata dalam kosakata bahasa Jepang asli. Meskipun kata-kata yang dipinjam telah memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang asli, masyarakat Jepang pada saat itu tetap menggunakan kata-kata pinjaman tersebut. Hal ini dapat terjadi dikarenakan mereka merasa kata pinjaman tersebut lebih cocok untuk digunakan dalam mengekspresikan perasaan, keinginan ataupun objek yang dimaksud jika dibandingkan kata


(16)

aslinya dalam bahasa Jepang ataupun semata-mata karena kata-kata pinjaman tersebut lebih enak didengar. (Keene dan Rimer, 1996: 75)

Sama halnya dengan gairaigo dari bahasa Inggris, di mana kata-kata pinjaman digunakan kebanyakan karena tidak ada kata-kata yang tepat dalam bahasa Jepang asli untuk menggambarkan suatu hal atau ekspresi. Peminjaman kata-kata dari bahasa asing juga banyak digunakan dengan tujuan memberikan kesan glamor terhadap suatu ekspresi, misalnya untuk menyebutkan hal yang berhubungan dengan fashion, seperti merk sepatu, tas ataupun baju. (Keene dan Rimer, 1996: 75)

Meskipun gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa luar negeri, nuansa Jepang telah dimasukkan dalam kata-kata gairaigo sehingga gairaigo tidak dapat disamakan dengan gaikokuko (外国語 / bahasa luar negeri). Menurut Haig & Nelson (1999: 139), gaikokugo didefinisikan sebagai foreign language (bahasa asing) dan gairaigo didefinisikan sebagai words of foreign origins (kata-kata yang berasal dari bahasa asing). Pelafalan dan penulisan gairaigo telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Jepang sehingga gairaigo sudah merupakan bagian dari kokugo (国語 / bahasa dalam negeri). Sugimoto dalam Irwin (2011: 8) menyatakan bahwa: Gairaigo are foreign words (gaikokugo) that have been subsumed into one’s native language or, more strictly, foreign words whose form has been adapted to the phonotactics of the country (kuni):e.g.rajio for English radio. Pernyataan tersebut diterjemahkan menjadi: Gairaigo adalah kata-kata asing (gaikokugo) yang telah dimasukkan ke dalam bahasa asli suatu negara atau, lebih tepatnya, kata-kata asing yang bentuknya telah disesuaikan dengan fonetik negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, bahasa asli yang dimaksud adalah bahasa Jepang. Contohnya kata


(17)

rajio yang berasal dari bahasa Inggris yaitu radio. Rajio disebut sebagai gairaigo karena telah menjadi bagian dari bahasa Jepang.

Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik sehingga setelah proses penyesuaian, kosakata gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153). Contohnya pada kata talento (タレント/ talent). Dalam bahasa Indonesia dan Inggris, talent berarti bakat. Namun dalam bahasa Jepang, selain berarti bakat, kata talento juga merujuk pada orang yang muncul di acara televisi sebagai pengisi acara, pemain drama televisi dan sebagainya. (Murray, 1999: 133). Dalam hal ini berarti kosakata talent dalam bahasa Jepang telah mengalami perubahan makna berupa perluasan makna, dengan tambahan makna yang tidak ada dalam kosakata aslinya dalam bahasa Inggris. Jika talent dalam bahasa Inggris bermakna sama dengan ‘bakat’ atau sainou (才 能), maka kata talento, yang sudah menjadi gairaigo, selain bermakna sainou juga bermakna ‘artis’ atau geinoujin (芸能人). Hal ini juga merupakan salah satu hal yang membingungkan bagi pembelajar bahasa Jepang, kapan kita boleh menggunakan suatu kosakata gairaigo sebagai subsitusi untuk padanan katanya dalam bahasa Jepang dan kapan kosakata gairaigo tersebut dianggap tidak tepat digunakan sebagai subsitusi diakibatkan perbedaan makna yang terimplikasi meskipun sekilas gairaigo yang bersangkutan memiliki makna yang sama dengan padanan katanya dalam wago dan kango.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai pergeseran atau perubahan makna yang terjadi akibat penyesuaian gaikokugo menjadi


(18)

gairaigo. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul: “Analisis Perubahan Makna Kata-kata Serapan (Gairaigo) Bahasa Jepang yang Berasal dari Bahasa Inggris”.

1.2Perumusan Masalah

Interaksi antar bangsa di dunia, baik melalui perdagangan maupun penjajahan, memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Didukung dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi pada masa kini mempermudah masyarakat dari suatu negara untuk mengakses informasi dan budaya dari negara-negara lain melalui berbagai media misalnya internet, televisi, ataupun majalah dan buku-buku yang diimpor dari negara-negara luar.

Seiring dengan bertambahnya interaksi bahasa, maka peminjaman kata dari suatu bahasa ke bahasa lainnya menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Kosakata yang dipinjam dapat berupa kosakata baru yang belum terdapat dalam kosakata bahasa peminjam ataupun kosakata yang telah ada dalam kosakata bahasa peminjam. Dalam proses peminjaman tersebut, terjadi proses penyesuaian yang menyebabkan perubahan kosakata yang dipinjam, baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai perubahan makna gairaigo bahasa Jepang yang berasal dari bahasa Inggris, dilihat dari segi semantik, khususnya gairaigo yang terdapat dalam Majalah Myojo. Contoh perubahan makna gairaigo jika dibandingkan dengan makna aslinya dalam bahasa Inggris dapat dilihat pada kata cake dan keeki. Cake didefinisikan sebagai campuran dari mentega, telur, gula dan sebagainya yang dipanggang dan


(19)

sering juga dibekukan, makanan lainnya yang berbentuk bulat, suatu gumpalan yang pipih, sesuatu yang mudah (piece of cake), kue, roti dan sebagainya (The Pocket Oxford Dictionary And Thesaurus, 2006:106) sedangkan keeki didefinisikan sebagai 「西洋風のお菓子」

(seiyoufuu no okashi) (Miura & McGloin, 1994: 52) yang diterjemahkan menjadi kue dari barat. Keeki dalam bahasa Jepang hanya merujuk pada kue yang berasal dari barat sehingga keeki tidak bisa digunakan untuk menyatakan kue tradisional Jepang sedangkan kata cake dapat digunakan untuk menyatakan kue, baik yang berasal dari barat maupun kue tradisional dari negara lain. Hal ini berarti keeki telah mengalami perubahan makna berupa penyempitan makna jika dibandingkan dengan kata asalnya yaitu cake.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Gairaigo apa saja yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo? 2. Apakah ada perubahan makna yang terjadi pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris

dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris akibat penyesuaian gairaigo ke dalam bahasa Jepang.

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini hanya mencakup pada perubahan makna kata-kata gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo. Majalah Myojo diterbitkan oleh perusahaan penerbit Shueisha Publishing Co, Ltd (株 式 会 社 集 英 社 / Kabushiki Kaisha


(20)

tahun 1958 ini merupakan majalah yang memfokuskan diri pada wawancara dan berita artis-artis Jepang, perilisan lagu dan ulasan dorama atau film baru serta iklan-iklan.

Gairaigo yang diteliti hanya terbatas pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dikarenakan pada saat ini gairaigo yang terbanyak adalah yang berasal dari bahasa Inggris, seperti yang dinyatakan Ellington (2009: 240) bahwa hampir 80% persen gairaigo dalam bahasa Jepang berasal dari bahasa Inggris. Sisanya berasal dari bahasa Belanda, Portugis, Spanyol, Prancis, Jerman dan sebagainya. Sumber data untuk gairaigo diambil dari Majalah Myojo edisi bulan Desember 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Penulis memilih menggunakan majalah sebagai sumber data dikarenakan sebagian besar gairaigo diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa, termasuk koran dan majalah.

Data-data yang dikumpulkan berupa gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo. Gairaigo yang mengalami perubahan makna kemudian dianalisis untuk mengetahui perubahan makna yang telah terjadi.

Sebelum melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan, penulis terlebih dahulu memaparkan mengenai pengertian dan jenis-jenis makna; pengertian perubahan makna, sebab-sebab perubahan makna dan jenis-jenis perubahan makna; serta pengertian, sejarah singkat, penulisan, karakterisktik dan pengaruh gairaigo dalam bahasa Jepang.


(21)

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pusaka

Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang dipakai dalam bahasa Jepang untuk menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing, tidak termasuk kosakata pinjaman dari bahasa China (漢語 / kango). Kata gairaigo berasal dari kata gai (外) yang berarti luar, rai (来) yang berarti datang dan go (語) yang berarti kata, yang jika diterjemahkan secara langsung dapat diartikan sebagai kata yang datang dari luar.

Gairaigo mudah dikenali karena penulisannya menggunakan huruf katakana. Penulisan dan pelafalan gairaigo adalah dengan cara mencocokkan bunyi yang di dengar dengan bunyi yang tersedia dalam suku kata bahasa Jepang yang mempunyai bunyi paling dekat dengan bunyi yang didengar tersebut (Situmorang, 2007:5).

Gairaigo dari bahasa Inggris mulai gencar masuk ke Jepang pada zaman Meiji (1867-1912) dan terus berlangsung sampai sekarang. Banyaknya gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dikatakan hampir menyamai kata-kata yang dipinjam dari bahasa China (Frellesvig 2010: 403).

Menurut Ellington (2009: 230), ada sekitar 35.000 sampai 40.000 kata-kata pinjaman dalam bahasa Jepang namun tidak semua kata-kata pinjaman ini merupakan bentuk asli yang langsung meniru kata-kata awal dari kata-kata pinjaman tersebut. Jepang terkenal sebagai negara yang ahli mengadaptasi budaya dari luar dan memasukkan ciri khas Jepang dalam budaya tersebut agar sesuai dengan budaya Jepang asli. Demikian juga halnya dengan bahasa. Kata-kata pinjaman dalam bahasa Jepang umumnya telah mengalami perubahan penulisan, pelafalan dan pengejaan dari kata aslinya. Seringkali pergeseran arti juga terjadi pada kata-kata pinjaman di Jepang.


(22)

Gairaigo adalah hasil dari proses peminjaman atau borrowing.Borrowing‘ adalah proses di mana suatu bahasa mengadopsi suatu kata, ungkapan dan sebagainya dari bahasa lain. Dalam borrowing, umumnya kosakata yang dipinjam tersebut akan disesuaikan sesuai dengan kebutuhan bahasa peminjam (Hartley, 1982: 106).

Kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam kosakata bahasa peminjam ataupun berupa kata-kata yang telah ada dalam kosakata bahasa peminjam (Nemoianu dalam Denham & Lobeck, 2005: 238). Gairaigo yang diadaptasikan ke bahasa Jepang dikarenakan bahasa Jepang tidak memiliki kata-kata untuk mengekspresikan konsep dan acuan baru umumnya tidak mengalami perubahan makna jika dibandingkan dengan makna gairaigo dalam bahasa asalnya, misalnya rajio dan terebi, yang merupakan singkatan dari terebision. Namun gairaigo yang memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang umumnya banyak yang mengalami perubahan makna.

Dengan terjadinya peminjaman bahasa (borrowing), maka banyak menimbulkan kerancuan makna ketika kata-kata yang berasal dari proses peminjaman tersebut dibandingkan dengan kata-kata dari bahasa asal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran atau perubahan makna. Makna termasuk dalam kanjian semantik. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian dari segi semantik. Semantik merupakan salah satu bagian dari linguistik yang berfokus pada studi mengenai makna. Semantik merupakan istilah yang cukup baru dalam bahasa Inggris dan semantik sebagai subdisiplin linguistik baru muncul pada abad ke-19, di mana pada tahun 1825, seorang pakar bernama C.Reisig menyatakan bahwa tata bahasa terbagi menjadi tiga bagian yaitu etimologi, sintaksis dan semasiologi, yang merupakan istilah lain dari semantik (Pateda, 2001: 2).


(23)

Pentingnya semantik dalam linguistik kemudian dinyatakan oleh Chomsky dalam Chaer (2007 : 285), bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini. Sutedi (2010: 111) menyatakan bahwa semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tiada lain adalah untuk menyampaikan suatu makna. Penelitan yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Teori ini didukung oleh Ferdinand de Saussure yang menyatakan bahwa studi linguistik tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan studi semantik (Chaer, 2007: 285).

1.4.2 Kerangka Teori

Pembahasan dalam tulisan ini adalah mengenai makna. Kridalaksana (2001: 132) mengartikan makna (meaning, linguistic meaning, sense) sebagai: 1) maksud pembicara; 2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antar bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; 4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa.

Salah satu fungsi bahasa adalah menyampaikan informasi dan informasi didapatkan melalui makna yang terdapat dalam sebuah kata ataupun ujaran. Namun makna tidak dapat disamakan dengan informasi. Makna menyangkut keseluruhan masalah dalam-ujaran (intralingual), sedangkan informasi hanya menyangkut masalah luar-ujaran (ekstra-lingual). Dengam kata lain, makna menyangkut semua komponen konsep yang terdapat pada sebuah kata sedangkan informasi hanya menyangkut komponen konsep dasarnya saja. Misalnya pada kata


(24)

mati dan meninggal, mekipun kedua kata tersebut sama-sama menyampaikan informasi mengenai hilangnya nyawa, mati dan meninggal memiliki makna keseluruhan yang berbeda. Mati umumnya dapat digunakan baik bagi manusia, binatang maupun tumbuhan dan ketika mati digunakan untuk manusia, kata tersebut terkesan lebih kasar dibandingkan kata meninggal yang hanya digunakan untuk manusia. (Chaer, 2006: 384-385)

Hannapel & Melenk dalam Indah (2008: 1) menyatakan bahwa makna dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

1. Pemahaman makna suatu kata sesuai dengan makna yang sebenarnya. Pemahaman makna seperti ini disebut makna leksikal.

2. Pemahaman makna suatu kata yang disesuaikan dengan penggunaan kata tersebut dalam suatu konteks, pemahaman tersebut disebut dengan teori kontekstual.

Dalam skripsi ini, makna kata yang akan diteliti adalah makna leksikal dan kontekstual. Menurut Verhaar (2008 : 385), semantik itu dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik leksikal. Makna leksikal dapat dilihat dari tiap unsur katanya, sedangkan makna gramatikal harus dilihat dari gabungan seluruh unsurnya. Sutedi (2010:106) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Misalnya kata /hon/ yang memiliki makna leksikal buku, dan kata /sakana/ yang memiliki makna leksikal ikan.

Makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya. Suwandi (2008:71) menyatakan bahwa makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai. Menurut Chaer (2007: 290), makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di


(25)

dalam satu konteks ... Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Pembahasan lain dari penelitian ini adalah mengenai perubahan makna yang terjadi akibat penyesuaian kosakata yang berasal dari bahasa Inggris menjadi gairaigo dalam bahasa Jepang. Bahasa merupakan suatu hal yang dinamis dan karena itu perubahan dalam bahasa merupakan suatu hal yang tidak dapat terhindarkan, seperti yang dikatakan oleh seorang ahli linguistik Jerman, Wilhelm von Humbodlt dalam Aitchison (2001: 3) bahwa: “There can never be a moment of true standstill in language... By nature, it is a continuous process of development” yang dapat diterjemahkan menjadi “Tidak ada saat di mana bahasa benar-benar berhenti (berubah)...Secara alami, itu adalah sebuah proses pengembangan yang berkesinambungan.”

Tarigan (1999: 85) menyatakan bahwa perubahan semantik atau perubahan makna kerap kali berbarengan dengan perubahan sosial yang disebabkan oleh peperangan, perpindahan penduduk, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya dan faktor-faktor lainnya. Menurut Bloomfield (1995, 411), inovasi-inovasi yang mengubah makna leksikal, dan bukan fungsi gramatikal suatu bentuk, diklasifikasikan sebagai perubahan makna atau perubahan semantis.

Campell (2006: 253) menyatakan bahwa perubahan semantik berurusan dengan perubahan dalam makna, yang berarti merubah konsep yang berhubungan dengan kata-kata yang bersangkutan. Perubahan semantik tidak harus diikuti dengan perubahan fonetik ataupun bentuk kata. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai perubahan makna yang terjadi akibat


(26)

penyesuaian yang dilakukan pada saat kata-kata gairaigo dari bahasa Inggris dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Jepang.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya analisa mengenai penggunaan dan makna gairaigo pada majalah Myojo adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo.

2. Untuk mendeskripsikan perubahan makna yang terjadi pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris akibat penyesuaian gairaigo ke dalam bahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari diadakannya analisa mengenai penggunaan dan makna gairaigo pada majalah Myojo adalah sebagai berikut:

1. Menambah perbendaharaan kosakata gairaigo.

2. Menambah wawasan mengenai penggunaan dan makna gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris.

3. Dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih jauh mengenai gairaigo.


(27)

1.6Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Chaer (2007: 9), kajian deskriptif biasanya dilakukan terhadap struktur internal bahasa, yakni struktur bunyi (fonologi), struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), struktur wacana dan struktur semantik. Kajian deskriptif ini dilakukan dengan mula-mula mengumpulkan data, mengklasifikasikan data, lalu merumuskan kaidah-kaidah terhadap keteraturan yang terdapat pada data itu.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan memanfaatkan metode penelitian pustakan atau metode library research. Data-data yang dikumpulkan berupa kosakata gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo edisi bulan Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Referensi untuk penulisaan ini diambil dari perpustakaan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, perpustakaan Sumatera Utara, perpustakaan Konsulat Jepang serta data-data dari Internet dan sumber-sumber lainnya.

Menurut Nasution (2001:14), Metode kepustakaan adalah metode yang menggunakan beberapa aspek penting yang perlu di cari dan di gali dalam studi yang selaras dengan kegiatan penelitian antara lain: masalah yang ada, teori-teori, konsep-konsep dan penarikan kesimpulan serta saran.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data-data dari sumber referensi yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Membaca majalah Myojo edisi edisi bulan Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009.


(28)

3. Mengumpulkan kosakata gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo.

4. Mengklasifikasikan dan menganalisis kosakata gairaigo yang telah dikumpulkan.

5. Menyusun data yang telah dianalisis menjadi laporan.


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG GAIRAIGO, MAKNA, DAN

PERUBAHAN MAKNA

2.1Gairaigo

2.1.1 Pengertian Gairaigo

Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang digunakan dalam bahasa Jepang untuk menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing namun tidak termasuk kosakata pinjaman dari bahasa China (漢語 / kango). Kata gairaigo berasal dari kata gai (外) yang berarti luar, rai (来) yang berarti datang dan go (語) yang berarti kata, yang jika diterjemahkan secara langsung dapat diartikan sebagai kata yang datang dari luar.

Ishiwata dalam 外来語の語源/ Gairaigo no Gogen (1979: iv), menyebutkan bahwa pengertian gairaigo adalah:

“外来語は外国から日本語の中に入って来た単語である。いわゆる漢語も中国から取り入れた物

であるから、外来語といっても良いが、だいたいはそうでない。日本で外来語というのは、特

にヨーロッパの社言語から日本語の中に入ってきた言語である。”

“Gairaigo wa gaikoku kara nihongo no naka ni haitte kita tango de aru. Iwayuru kango mo chugoku kara tori ireta mono de aru kara, gairaigo to itte mo yoi ga, daitai wa sou de nai. Nihon de gairaigo to iu no wa, toku ni yooroppa no shagengo kara nihongo no naka ni haitte kita gengo de aru.”

Gairaigo adalah kata-kata dari luar negeri yang masuk ke dalam bahasa Jepang. Karena yang disebut kango juga merupakan sesuatu yang diambil dari China, maka dapat juga disebut sebagai gairaigo, tetapi umumnya tidak demikian. Yang disebut sebagai gairaigo di Jepang adalah khususnya kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa.”


(30)

Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kata-kata yang termasuk gairaigo dalam bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa dan negara-negara lainnya, tidak termasuk kango yang terlebih dulu dipakai di dalam bahasa Jepang sejak zaman dahulu kala. Menurut Gottlieb (2005: 11), kango berasal dari interaksi antara Jepang dengan China sejak abad ke-5. Panjangnya sejarah kango di Jepang mengakibatkan kebanyakan orang Jepang tidak lagi memandang kango sebagai gairaigo namun sebagai bagian dari kosakata Jepang asli. Oleh karena itu, pada masa sekarang, yang termasuk dalam gairaigo umumya adalah kata-kata pinjaman yang berasal dari barat ataupun dari negara lain selain China.

Meskipun gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa luar negeri, nuansa Jepang telah dimasukkan dalam gairaigo sehingga gairaigo tidak dapat disamakan dengan gaikokuko (外国語 / bahasa luar negeri). Sudjianto dan Dahidi (2004: 104) menyatakan bahwa gairaigo adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo) lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo). Pelafalan dan penulisan gairaigo telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Jepang sehingga gairaigo sudah merupakan bagian dari kokugo (国 語 / bahasa dalam negeri). Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik sehingga setelah proses penyesuaian, kosakata gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153).

Suzuki dalam Gottlieb (11-12) menyatakan bahwa bahasa Jepang sekarang ini dibanjiri dengan banyak sekali kata-kata pinjaman dalam segala bentuk yang umumnya berasal dari Inggris. Berkembangnya teknologi juga menjadi penyebab berkembangnya istilah baru yang dipinjam dari bahasa Inggris seperti mausu (mouse), fuairu (file), kurikku (click) dan sebagainya.


(31)

Pelajaran bahasa resmi Inggris di sekolah-sekolah di Jepang juga merupakan salah satu kontributor dari munculnya kata-kata pinjaman baru.

2.1.2 Sejarah Gairaigo

Menurut Frellesvig (2010: 403) masuknya kata-kata pinjaman atau gairaigo dari luar negeri ke bahasa Jepang dibagi menjadi tiga gelombang utama: (a) sebelum zaman Meiji, (b) dari zaman Meiji sampai akhir Perang Dunia Kedua dan (c) setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Kosakata yang masuk pada dua gelombang terakhir dinilai lebih berpengaruh terhadap bahasa Jepang zaman sekarang dibandingkan kosakata pinjaman yang masuk ke dalam bahasa Jepang sebelum zaman Meiji, tidak termasuk kango yang merupan pinjaman dari bahasa China, masuk sebelum zaman Meiji dan tetap memiliki pengaruh dalam bahasa Jepang saat ini.

Tradisi peminjaman kosakata asing ke dalam bahasa Jepang ini dimulai dari kontak bahasa Jepang yang paling awal dengan daratan utama Asia, ketika kata pinjaman datang dari negara tetangga Jepang seperti: bahasa China (kuni, uma), bahasa Ainu (sake, konbu), bahasa Korea (ki-sen), dan juga daribahasa Sansekerta yang banyak memuat istilah agama Budha, kesa, sara, danna dan sebagainya (Miller, 1980: 237-239).

Masuknya bangsa Portugis ke Jepang pada pertengahan abad ke-16 membawa banyak kata-kata baru, di mana sebagian besar dari kata-kata tersebut berkaitan dengan budaya dari Eropa. Beberapa kata pinjaman dari Portugis misalnya pan (roti) dari pao, konpeitoo (manisan/permen) dari confeito, kasutera (kue sponge manis) dari castella dan yang paling terkenal adalah kata tempura (metode menggoreng makanan laut dan sayuran yang dibalut tepung) dari kata tempero yang memiliki arti ‘membumbui’ dalam bahasa aslinya. (Miller 1980: 240)


(32)

Pada masa pengisolasian Jepang dari negara-negara lain selain Belanda yang masih diberikan izin perdagangan terbatas pada masa itu, bahasa Belanda pun mulai masuk ke dalam bahasa Jepang. Contoh kata-kata pinjaman dari Belanda misalnya gomu (karet) dari gom, arukoru (alkohol) dari alkohol dan sebagainya. Kemudian pada saat Perang Dunia Kedua, bahasa Jerman juga mulai masuk ke dalam bahasa Jepang. Contohnya kata arubaito (kerja paruh waktu, khususnya bagi murid sekolah) dari kata arbeit. (Miller, 1980: 240-243)

Pada saat semangat nasionalisme sedang berkobar kuat pada tahun 1930-an sampai pada tahun 1945, pemakaian kata pinjaman asing dilarang oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan kesulitan bagi banyak orang Jepang, terutama mereka yang bekerjadi bidang yang berhubungan dengan teknologi. (De Mente, 2004: 72). Stanlaw (2004: 69) menyatakan bahwa pada saat itu, terjadi gerakan yang berusaha menghilangkan pengaruh asing, bahkan dalam bahasa sekalipun, dengan cara mengganti gairaigo dengan yamato kotoba. Contohnya kata annaunsu (announcer) diganti dengan hoosoo-in (yang berarti ‘orang yang menyiarkan’).

Namun setelah perang dunia ke-2 berakhir, orang Jepang mulai kembali memakai kata-kata pinjaman dari bahasa asing. Banyaknya orang Amerika dan ilmuwan yang tersebar di seluruh Jepang ditambah dengan masuknya film-film Amerika, publikasi dalam bahasa Inggris, dan pengenalan terhadap beribu-ribu konsep yang tidak memiliki padanan kata Jepang, maka jumlah gairaigo pun bertambah banyak dengan pesat setelah perang usai. Bom ekonomi yang terjadi di Jepang pada tahun 1950-an dan berlangsung selama lebih dari 30 tahun juga merupakan salah satu hal penting yang berperan dalam bertambahnya istilah-istilah teknik yang di-Jepang-kan dan ditambahkan ke dalam kosakata Jepang. (De Mente 2004: 72)

Menurut De Mente (2004: 72), hampir mustahil bagi orang Jepang untuk berbicara tentang apapun selama lebih dari beberapa menit tanpa menggunakan satu atau lebih kata-kata


(33)

dari luar negeri yang telah di-Jepang-kan. Dalam semua bidang yang berhubungan dengan bisnis, dan terutama di bidang teknologi, orang Jepang hampir tidak bisa lepas dari penggunaan gairaigo. Gairaigo juga banyak dipakai dalam menyebutkan barang-barang elektronik dan dalam iklan-iklan.

2.1.3 Penulisan Gairaigo

Gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa asing yang telah mengalami penyesuaian, salah satunya adalahnya penyesuaian dalam penulisan. Gairaigo tidak ditulis dengan menggunakan romanji seperti dalam bahasa asalnya melainkan ditulis dengan menggunakan huruf katakana. Aturan penulisan gairaigo menurut Sudjianto dan Dahidi (2004: 107) adalah sebagai berikut:

1. Konsonan [t] dan [d] ditambahkan dengan vokal [o] Contoh:

Hint : hinto「ヒント」 Bed : beddo「ベッド」

2. Konsonan [c],[b],[g],[f],[k],[l],[m],[p], dan [s] ditambah vokal [u] Contoh:

Post : posuto 「ポスト」 Rugby : ragubi「ラグビ」

3. Vokal rangkap yang dalam bahasa alinya dibaca dengan cara dileburkan, dianggap panjang dan diganti dengan tanda setrip atau garis panjang(―)

Contoh :


(34)

Beer : biiru「ビール」 Leader : riidaa「リーダー」

4. Konsonan rangkap diganti dengan menggunakan tsu kecil Contoh :

Dock : dokku「ドック」 Rock : rokku「ロック」

5. Konsonan [l] diganti [r] dan ditambahkan dengan vocal [u] Contoh:

Milk : miruku「ミルク」 Silver : shirubaa「シルバー」 6. Konsonan [v] diganti menjadi [b]

Contoh :

Elevator : erebeetaa「エレベーター」 Advice : adobaisu「アドバイス」

7. Konsonan r yang tidak diikuti dengan huruf vokal diganti dengan tanda setrip atau garis panjang(―)

Contoh :

Car : kaa「カー」 Card : kaado「カード」

8. Konsonan [p],[t],[d],[g],[k] di belakang kata yang didahului dengan huruf vokal dirangkapkan


(35)

Cup : koppu「コップ」

Planet : puranetto「プラネット」 9. [~ture] di belakang kata ditulis [chaa / チャ―]

Contoh :

Picture : pikuchaa「ピクチャー」

Adventure : adobenchaa「アドベンチャー」 10.[~tion] di belakang kata ditulis [shon / ション]

Contoh :

Communication : komyunikeeshion「コミュニケーション」

Selain aturan penulisan gairaigo yang di atas, masih banyak aturan-aturan penulisan tidak umum yang hanya berlaku untuk kata-kata tertentu saja. Setiana (2005 : 68) menyatakan bahwa untuk peraturan penulisan gairaigo tersebut diumumkan dalam rapat badan konsultasi bahasa yang ke-20 Maret 1954, yaitu “Bahasa asing yang lazim dipakai dalam bahasa Jepang menggunakan penulisan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Untuk bahasa asing yang belum ditetapkan, penulisannya berdasarkan pendengaran orang Jepang terhadap pelafalan bahasa asal tersebut, mudah dimengerti oleh masyarakat umum dan sedapat-dapatnya menggunakan penulisan yang semudah-mudahnya.” Sebagai contoh Venice dalam bahasa Jepang ditulis menjadi buenezia kemudian diubah lagi menjadi benezia. Penulisan tersebut pada mulanya ditulis berdasarkan kebiasaan yang sering dipakai berdasarkan pelafalan bahasa asal, tapi kemudian diubah berdasarkan pelafalan yang umum dimasyarakat dan kemudian diubah lagi ke dalam bentuk yang lebih mudah.


(36)

2.1.4 Karakteristik Gairaigo

Menurut Sudjianto dan Dahidi (2004: 105), banyak hal yang menjadi ciri khas gairaigo yang membedakannya dengan wago, kango, dan konshugo. Ciri-ciri khusus tersebut antara lain: 1. Gairaigo ditulis dengan huruf katakana

2. Terlihat kecenderungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah

3. Nomina konkrit relatif banyak

4. Ada gairaigo buatan Jepang (waseieigo)

Sudjianto dan Dahidi (2004: 105-107) kemudian menambahkan bahwa beberapa hal yang menjadi karakteristik gairaigo di dalam bahasa Jepang adalah sebagai berikut:

1. Pemendekan gairaigo

Salah satu ciri kata bahasa Jepang adalah silabel pada setiap katanyasebagian besar berbentuk silabel terbuka, dengan kata lain setiap silabel diakhiridengan bunyi vokal. Oleh karena itu silabel tertutup pada kata bahasa asing yangakan dijadikan gairaigo bahasa harus di ubah menjadi silabel terbuka dengan cara menambahkan bunyi vokal pada setiap konsonan pada silabel tersebut. Misalnya pada kata strike kalau dijadikan gairaigo akan menjadi sutoraiku yang memiliki 5 buah silabel. Hal ini yang menjadikan gairaigo-gairaigo tertentu terasa panjang. Dikarenakan suatu gairaigo dianggap terlalu panjang, maka tidak sedikit gairaigo yang dipendekkan sehingga terkesan lebih praktis dan mudah digunakan.

Contoh:

コネクション (konekushon) ‘Koneksi’ = コネ (kone)

マ ス コ ミ ュ ニ ケ ー シ ョ ン (masukomyunikeshion) ‘Komunikasi Massa’ = マ ス コ ミ (masukomi)


(37)

2. Perubahan kelas kata pada gairaigo

Kelas kata yang paling banyak terdapat di dalam gairaigo adalah nomina, selain itu ada juga kata-kata yang tergolong adjektiva. Didalam pemakaian gairaigo ada beberapa kelas kata nomina dan adjektiva yang berubah menjadi verba. Misalnya:

デモ+る (demo + ru) サボ+る (sabo + ru)

Kata demo berasal dari kata bahasa Inggris, demonstration ‘unjuk rasa’. Setelah diserap ke dalam bahasa Jepang, kata demo yang merupakan nomina kemudian ditambah akhiran ru sehingga menjadi verba. Perubahan kelas kata ini juga mengakibatkan terjadinya perubahan makna dari kata demo yang awalnya bermakna ‘unjuk rasa’ menjadi ‘melakukan aksi unjuk rasa’. Demikian juga dengan kata sabo yang berasal dari kata bahasa Prancis, sabot atau sabotage. Kata sabo yang bermakna ‘sabotase’ merupakan nomina yang kemudian ditambah akhiran ru sehingga berubah kelas kata menjadi verba yang bermakna ‘melakukan sabotase’.

3. Penambahan sufiks /na/ pada gairaigo kelas kata adjektiva

Salah satu ciri khas bahasa Jepang adalah di dalam kelas katanya memiliki memiliki dua macam adjektiva /i/ dan /na/. Ciri ini tidak dimiliki oleh bahasa lain sehingga tidak jelas apakah suatu adjektiva dari bahasa asing itu termasuk adjektiva /i/ atau /na/. Oleh sebab itu terjadilah proses penambahan sufiks /na/ pada gairaigo kelas kata adjektiva sehingga menjadi jelas bahwa gairaigo tersebut termasuk kelas kata adjektiva /na/ bukan sebagai adjektiva /i/. Misalnya:

ユニークな (yuniikuna) ハンサムな (hansamuna)


(38)

4. Pergeseran makna gairaigo

Masing-masing gairaigo memiliki makna sesuai dengan kata aslinya. Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaiannya, ada gairaigo yang memiliki makna terbatas pada makna kata aslinya dan ada juga gairaigo yang mengalami pergeseran makna dari makna aslinya. Sebagai contoh kata ミシン(mishin) pada mulanya berarti mesin (マシン/ mashin = 機会 / kikai). Tetapi sekarang kata ミシン(mishin) terbatas pada kikai yang dipakai untuk menjahit pakaian (mesin jahit). Sedangkan untuk menyatakan mesin pada umumnya dipakai kata kikai.

2.1.5 Kriteria Gairaigo

Sudjianto dan Dahidi (2004: 107-108) menyatakan bahwa gairaigo dipungut dari suatu bahasa dengan criteria yang mencakup empat hal, yakni:

1. Ketiadaan kata di dalam bahasa Jepang untuk mendeskripsikan sesuatu yang dikarenakan budaya

2. Nuansa makna yang terkandung pada suatu kata asing tidak dapat diwakili oleh padanan kata yang ada pada bahasa Jepang

3. Kata asing yang dijadikan gairaigo dianggap efektif dan efisien

4. Kata asing menurut rasa bahasa dianggap mempunyai nilai rasa agung, baik dan harmonis.

2.1.6 Pembentukan Gairaigo

Gairaigo dalam bahasa Jepang terbentuk melalui proses peminjaman atau borrowing. ‘Borrowing‘ adalah proses di mana suatu bahasa mengadopsi suatu kata, ungkapan dan


(39)

sebagainya dari bahasa lain. Dalam borrowing, umumnya kosakata yang dipinjam tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan bahasa peminjam (Hartley, 1982: 106).

Hsia (1989: 12) menyatakan bahwa oleh beberapa ahli antropologis, kontak bahasa dianggap sebagai bagian dari kontak budaya dan borrowing adalah sebagai contoh dari difusi budaya, berupa penyebaran sebagian budaya (bahasa) dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya. Kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam kosakata bahasa peminjam ataupun berupa kata-kata yang telah ada dalam kosakata bahasa peminjam.

Ada tiga jenis borrowing/loans menurut Hsia (1989: 23), yaitu sebagai berikut:

1. Loanwords, di mana morfem suatu kata diimpor secara penuh. Loanwords kemudian diklasifikasikan lagi sesuai dengan subsitusi fonemik yang terjadi, tidak ada sama sekali, sebagian atau secara keseluruhan.

2. Loanblends, di mana morfem suatu kata hanya diimpor sebagian; ada sebagian morfem dari bahasa asli yang disubtitusikan sebagai bagian dari kata asing yang dipinjam.

3. Loanshifts, di mana morfem suatu kata yang diimpor disubsitusikan secara keseluruhan. Loanshift kemudian diklasifikasikan lagi menjadi “loanshift creation” dan “loanshift extensions”. Untuk loanshift creation, hanya susunan morfem yang diimpor dari kata asing sedangkan dalam loanshift extensions, hanya makna yang diimpor.

Sebagian besar gairaigo dari bahasa Inggris di Jepang termasuk dalam loanwords, misalnya kata-kata seperti コミュニケーション (communication/ komunikasi), コンサート (concert/ konser), イマジネーション (imagination/ imajinasi) dan sebagainya. Loanblends dalam bahasa Jepang dapat terlihat pada kata 歯ブラシ (haburashi) yang berarti sikat gigi. Kata 歯 (ha) dalam 歯ブラシ yang berarti gigi merupakan bahasa asli Jepang dan ditulis dengan


(40)

huruf kanji. Kata ini lalu digabungkan dengan kata ブラシ (burashi) yang merupakan kata pinjaman dari bahasa Inggris ‘brush’ yang berarti sikat. Contoh lain dari loanblends dapat terlihat pada kata ヘアゴム (heagomu/ karet rambut) yang berasal dari kata hair dari bahasa Inggris yang berarti rambut dan kata gom dari bahasa Belanda yang berarti karet. Dalam bahasa Jepang, loanshift dapat disamakan dengan wasei-eigo yang juga merupakan bagian dari gairaigo. Contoh loanshift menurut dapat terlihat dalam kata ペーパードライバー (paper driver) yang berasal dari kata-kata bahasa Inggris yaitu paper (kertas) dan driver (pengemudi). Peepaadoraibaa dalam bahasa Jepang memiliki makna orang yang memiliki surat izin mengemudi namun jarang mengendarai mobil. Kata ini muncul disebabkan karena untuk memiliki mobil di Jepang cukup sulit, terutama di daerah berpenduduk padat di mana para pemilik mobil sulit mendapatkan garasi ataupun tempat untuk memarkirkan mobil. Karena itulah, banyak orang muda, terutama kaum wanita, memiliki surat izin mengemudi namun jarang menggunakannya (Stanlaw, 2004: 42). Kata paper driver tidak digunakan dalam bahasa Inggris sehingga kata tersebut tidak memilki makna dalam bahasa aslinya

2.1.7 Jenis-jenis Gairaigo

Setiawan dalam Muzdalifah (2011: 22-24) menyatakan bahwa gairaigo secara garis besar terdiri dari 5 jenis; representational, replacement, truncated, altered, dan pseudo terms

1. Representational: istilah ini mewakili objek dari luar dan yang pengertiannya tidak mempunyai padanan kata dalam bahasa Jepang, seperti: バナナ、メロン、ボール、dan

コンピュータ.

2. Replacement: istilah ini mewakili objek dan pengertianya yang mempunyai padanan kata dalam bahasa Jepang, seperti kata リスト, yang mempunyai padanan kata dalam bahasa


(41)

Jepang yaitu 目録 (もくろく) dan juga kata プロガム yang mempunyai padanan kata 計画 (けいかく). Kata serapan jenis ini digunakan karena lebih praktis dan lebih familiar untuk menulis surat resmi atau dokumen dibandingkan harus menulis dengan kata aslinya dalam bahasa Jepang.

3. Truncated: jenis kata serapan yang dipotong ini adalah versi pendek dari kata serapan aslinya. Truncated ternyata menyebabkan kesulitan bagi pendengar yang mengerti bahasa Inggris karena kata-kata yang disingkat tidak dalam bentuk pemotongan yang normal dalam bahasa Inggris. Kata serapan ini menggunakan pemotongan dan memendekkan kata, kata-kata yang panjang sering dipotong ke bentuk yang lebih pendek. Kata serapan jenis ini dapat terjadi dengan cara mengambil kana pertama dari setiap kata, mengambil masing-masing suku pertama dari dua kata, mengambil dua kana pertama dari setiap kata dan sebagainya kemudian membentuk sebuah suku kata baru. Contoh: kata フ ァ ミ リ ー レ ス ト ラ ン disingkat menjadi ファミレス, kata プレーステーション menjadi プレースタ, kata パー ソナルコンピュータ menjadi パソコン dan sebagainya.

4. Altered: istilah ini dipergunakan untuk kata serapan yang berubah artinya setelah masuk ke dalam bahasa Jepang. Contoh: ハイカラ dari kata high collar (kerah tinggi) dalam bahasa Jepang berarti modis dan kata ワイシャツ dari kata white shirt (baju putih) dalam bahasa Jepang berarti pakaian.

5. Pseudo terms: kata-kata baru yang tercipta dari kata-kata bahasa asing dan huruf yang sudah ada sebelumnya. Contoh: kata オエル yang berasal dari akronim Inggris OL (Office Lady) dan kata オールドミス yang diambil dari kata bahasa Inggris old dan miss, sementara kata yang digunakan dalam bahasa Inggris adalah Old Maid.


(42)

Teori lain mengenai jenis gairaigo diutarakan Webb dalam Maeda (1995:3) yang menyatakan bahwa gairaigo dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Kata-kata majemuk yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris, contohnya: en-suto (engine stop), gattsu-poozu (guts pose), gooru-in (goal in) dan sebagainya.

2. Kata-kata yang dipendekkan, contohnya: katsu (cutlet), hoomu (platform), waa-puro (word processor), dan sebagainya.

3. Kata-kata yang pelafalannya sangat berbeda dengan pelafalan kata-kata yang bersangkutan dalam bahasa Inggris, contohnya: biniiru (vinyl), shinnaa (thinner), kaabu (curb), dan sebagainya.

4. Kata-kata yang makna dan penggunaannya berbeda dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris, contohnya: manshon (mansion), saidaa (cider), sutairu (style), charenji (challenge), dan sebagainya.

5. Kata-kata yang diambil dari bahasa Inggris yang tidak lazim digunakan dalam bahasa aslinya, contohnya: kurakushon (klaxon), maikurobasu (microbus), mootaa-puuru (motorpool), dan sebagainya.

6. Kata-kata yang diambil dari British English (bahasa Inggris yang hanya digunakan di negara Inggris) dan tidak digunakan dalam American English (bahasa Inggris yang digunakan di Amerika), contohnya: bonnetto (bonnet of a car), seroteepu (sellotape), supana (spanner), dan sebagainya.

7. Kata-kata yang dipinjam dari bahasa Eropa yang lain selain bahasa Inggris, contohnya: abekku (dari bahasa Prancis 'avec'), zemi (dari bahasa Jerman, 'Seminar'), koppu (dari bahasa Belanda ‘kop’), dan sebagainya.


(43)

Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jenis-jenis gairaigo yang umum yaitu gairaigo yang tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang asli, gairaigo yang dipendekkan, gairaigo yang makna dan penggunaannya berbeda dengan kata aslinya dan gairaigo yang dibentuk dari kata-kata bahasa Inggris, di mana kata-kata tersebut tidak digunakan dalam bahasa aslinya

2.1.8 Wasei-eigo

Wasei-eigo adalah kata-kata bahasa Inggris yang dipakai hanya di Jepang atau dengan kata lain, wasei-eigo adalah bahasa Inggris yang dihasilkan di Jepang (McArthur, 2003: 18). De Mente (2004: 305) menyebut wasei-eigo sebagai Made-in-Japan English. Salah satu alasan penggunaan gairaigo dalam bahasa Jepang adalah kata yang diimpor tersebut tidak ada dalam bahasa Jepang asli. Kadang kata yang diimpor memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang namun memiliki perbedaan nuansa dan penggunaan baik dengan bahasa asli dari bahasa Inggris maupun padanan kata dalam bahasa Jepang, sehingga gairaigo ini seperti sebuah kata yang baru. Dalam kasus lain, orang Jepang mengambil kata ataupun frase dari bahasa Inggris dan memberikan arti yang baru sehingga pembicara asli bahasa Inggris harus mempelajari kata atau frase tersebut sebagai bagian dari bahasa Jepang, bukannya memperlakukan kata dan frase tersebut sebagai bahasa Inggris. Kata-kata yang diberi arti yang baru inilah yang disebut wasei-eigo. (De Mente 2004: 305)

Masih dalam De Mente (2004: 306), disebutkan bahwa sebagian besar wasei-eigo diperkenalkan ke Jepang oleh media massa, termasuk surat kabar, publikasi bisnis, majalah fashion, majalah hiburan, dan buku komik. Perusahaan iklan dan bisnis juga merupakan kreator-kreator untuk wasei-eigo, terutama kata yang diberi sedikit perubahan baru dengan tujuan untuk


(44)

menyentuh sisi emosional dari orang Jepang dengan memberikan gambaran sesuatu yang memuaskan, sesuatu yang asing, romantis dan bahagia. Jika kata-kata tersebut benar-benar menarik dan berguna, maka kata-kata tersebut akan terus digunakan dan dimasukkan ke dalam kamus.

Untuk memahami gairaigo dan terutama wasei-eigo, diperlukan pengetahuan mengenai kebudayaan Jepang karena kebudayaan Jepang merupakan salah satu kontribusi terbesar penyebab terjadinya perubahan makna dalam gairaigo dan wasei-eigo. Salah satu contoh wasei-eigo yang paling umum adalah kata wanmanka yang berasal dari kata ‘one man car’. Kata ‘one man car’ tidak digunakan dalam bahasa Inggris meskipun kata-kata yang digunakan untuk membentuk kata ‘one man car’ berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata ‘one’ yang berarti satu, ‘man’ yang berarti manusia dan ‘car’ yang berarti mobil. Jika diterjemahkan secara harafiah, kata tersebut bermakna ‘mobil (untuk) satu orang’. Namun untuk mengerti makna sebenarnya dari kata wanmanka, kita perlu terlebih dahulu memahami sistem tranportasi umum di Jepang. Pada awalnya, bus umum di Jepang dikemudikan oleh seorang supir dan seorang kondaktur bertugas memungut biaya dari para penumpang, mengumumkan tempat pemberhentian dan menenangkan penumpang jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau di luar dugaan. Namun seiring berkembangnya waktu, diikuti dengan kurangnya tenaga kerja di Jepang dan kenyataan bahwa kondaktur-kondaktur bus dibayar dengan upah yang sangat sedikit, perusahaan-perusahaan bus umum di Jepang kemudian memutuskan untuk menghilangkan posisi kondaktur dalam bus dan inilah yang menjadi asal mula terbentuknya kata wanmanka, yaitu bus umum yang dikendarai oleh supir yang sekaligus berfungsi sebagai kondaktur. (Miller 1980: 251-252) Contoh lain misalnya kata ‘sutandobaa’ yang berasal dari kata stand dan bar. Kata sutandobaa sebenarnya memiliki makna yang sama dengan kata bar dalam bahasa Inggris. Namun alasan


(45)

penambahan kata stand di depan kata bar dalam bahasa Jepang adalah karena di Jepang, kata bar umumnya diasosiakan dengan lingkungan bar yang seperti kabaret, di mana minuman disajikan sampai ke meja para pelanggan oleh pelayan. Seiring dengan perkembangan zaman, bar yang lebih sederhana dan praktis mulai diminati oleh kaum muda, di mana pelanggan bisa memesan minuman di counter tempat para bartender langsung menyiapkan minuman. Bar yang seperti itulah yang kemudian dikenal dengan kata sutando baa di Jepang. (Miller 1980: 252)

2.1.9 Pengaruh Gairaigo

Menurut Weinreich (1979: 54-55), jika kata-kata pinjaman telah memiliki padanan kata dalam bahasa peminjam, maka hal tersebut akan mempengaruhi kosakata yang telah ada yaitu sebagai berikut:

1. Kebingungan dalam pemakaian

Kebingungan dalam membedakan pemakaian antara kata-kata yang lama dengan kata-kata yang baru umumnya terjadi pada tahap awal kontak bahasa. Dalam hal kebingungan semantik ini, umumnya, satu dari istilah tersebut kemudian akan dijadikan sebagai istilah tetap untuk menyatakan ekspresi yang merupakan gabungan dari makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan, dan istilah yang lain akan ditinggalkan. Misalnya dalam bahasa Amer-Yiddish, kata gejn (pergi dengan berjalan kaki) hampir menggantikan forn (pergi dengan kendaraan) sebagai padanan bagi kata pinjaman dari bahasa Inggris, go (pergi, baik dengan berjalan kaki maupun dengan kendaraan). Contoh dalam bahasa Jepang dapat terlihat pada kata garasu dan gurasu yang bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris keduanya sama-sama berarti glass namun dalam bahasa Jepang, kedua


(46)

kata tersebut memiliki makna yang berbeda seperti yang diungkapkan Miura dan McGloin (1994: 65), bahwa:

“「ガラス」はオランダ語の glas から入った単語で、窓のガラスなどの材料を指すだけ

であるが、いっぽう「グラス」の方は英語の glass から入った外来語で、洋酒を飲む時

の容器を指す。”

“[Garasu] wa Oranda go no glas kara haitta tango de, mado no garasu nado no zairyō o sasu dake de aru ga, ippou [gurasu] no hou wa eigo no glass kara haitta gairai-go de, youshu o nomu toki no youki o sasu.”

“[Garasu] adalah kata yang berasal dari kata ‘glas’ dalam bahasa Belanda, dan hanya mengacu pada material seperti kaca jendela, sedangkan [gurasu] yang berasal dari bahasa Inggris ‘glass’ hanya mengacu pada peralatan yang digunakan pada saat meminum minuman keras dari negara barat”

Baik glas maupun glass jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, keduanya sama-sama bermakna gelas maupun kaca, tetapi dalam bahasa Jepang, garasu yang berasal dari glas hanya memiliki makna kaca seperti kaca jendela, kaca mobil dan sebagainya. Sedangkan kata gurasu yang berasal dari bahasa Inggris ‘glass’ hanya bermakna gelas minuman yang terbuat dari kaca, khususnya gelas yang digunakan untuk meminum minuman keras yang berasal dari negara Barat misalnya gelas untuk wine. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dalam pemakaian khususnya bagi para pembelajar bahasa Jepang.

2. Hilangnya kata-kata lama

Kata-kata lama bisa dihapuskan dikarenakan makna kata-kata lama tersebut dapat digantikan secara penuh oleh kata-kata pinjaman. Hal ini bisa terjadi jika kata-kata pinjaman tersebut ditransfer secara penuh ataupun direproduksi secara keseluruhan. Misalnya ketika kata newspaper atau paper dari bahasa Inggris dipinjam ke dalam bahasa Amer-Yiddish


(47)

(dimana kata paper mengalami penyesuaian dalam penulisan menjadi pejper), kata asli Amer-Yiddish untuk menyatakan koran yaitu blat atau tsajlung tidak lagi digunakan. Contoh dalam bahasa Jepang seperti yang dinyatakan oleh Passin dalam Shibatani (2001: 153) bahwa kosakata pinjaman Inggris banyak yang digunakan sebagai pengganti kango. Contohnya: tyoomen sekarang lebih sering disebut nooto (note), hyakkaten digantikan depaato, sikihu digantikan siitu (sheets), syokutaku digantikan tebuuru (table).

3. Baik kata-kata baru maupun lama sama-sama bertahan namun dengan spesifikasi dalam makna

Jika kata-kata lama dan kata-kata pinjaman sama-sama bertahan dalam kosakata suatu bahasa, maka kata-kata tersebut umumnya akan mengalami spesifikasi atau penyempitan makna. Contohnya pada kata lojer yang merupakan kata pinjaman dalam bahasa Amer-Yiddish dari kata lawyer yang berasal dari bahasa Inggris. Lojer hanya digunakan untuk menyebutkan pengacara yang berasal dari Amerika Serikat; mengalami penyempitan makna jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris di mana lawyer dalam bahasa Inggris digunakan untuk menyebutkan pengacara secara umum. Kata-kata lama dalam bahasa Amer-Yiddish yaitu advokat juga mengalami penyempitan atau spesifikasi makna menjadi hanya digunakan untuk menyebutkan pengacara-pengacara selain pengacara yang berasal dari Amerika Serikat ataupun bisa digunakan untuk menyebutkan pengacara tanpa memperhatikan negara asal pengacara yang bersangkutan. Contoh dalam bahasa Jepang dapat dilihat pada kata tsuna (tuna) dan maguro. Kedua kata tersebut sama-sama memiliki arti tuna namun masing-masing memiliki spesifikasi makna. Menurut Miura dan McGloin

(1994: 54), “「ツナ」はサンドイッチやサラダに使うかんつめのものだけで、他の場


(48)

dake de, hoka no baai wa [maguro] de aru.” Yang dapat diterjemahkan menjadi, ‘tsuna” hanya digunakan untuk menyatakan tuna kalengan yang dipakai dalam sandwich dan salad, selain itu semuanya menggunakan kata maguro.

Dari ketiga pengaruh yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dua di antara ketiga pengaruh gairaigo menyebabkan terjadinya perubahan makna jika dibandingkan dengan makna kata dalam bahasa aslinya. Perubahan makna itu terjadi karena sebelum gairaigo yang bersangkutan masuk ke dalam bahasa Jepang, telah ada padanan kata dalam bahasa Jepang asli untuk gairaigo tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kebingungan dalam pemakaian dan spesifikasi makna atau penyempitan makna.

Murray (1999: 129) menyatakan bahwa kata-kata pinjaman sejatinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemakaian kata-kata yang tidak terdapat dalam bahasa Jepang asli seperti roti (pan dari Portugis), kaleng (buriki dari Belanda) dan sebagainya. Namun pada zaman sekarang, kata-kata pinjaman umumnya digunakan dengan alasan praktis. Kosakata pinjaman dianggap praktis karena seringkali beberapa kata dalam bahasa Jepang dapat diringkas menjadi satu atau dua kata jika menggunakan kosakata pinjaman. Contohnya: kata imeji daun (image down). Sinonim imeji doun dalam bahasa Jepang asli adalah hyouban ga waruku naru, suatu ekspresi yang lebih panjang dan kurang fleksibel jika dibandingkan dengan persamaan katanya yang merupakan kosakata pinjaman.

Penambahan makna juga sering terjadi dalam kosakata pinjaman dari bahasa Jepang. Salah satu contoh yang paling umum adalah kata バイキング (baikingu/ Viking). Kata Viking (merupakan kata serapan dari bahasa Norse tua dalam bahasa Inggris) merujuk pada suku bangsa dari daerah utara di Eropa, namun dalam bahasa Jepang, kata バ イ キ ン グ mengalami penambahan makna. Selain bermakna bangsa normadik yang berasal dari Scandinavia, baikingu


(49)

juga bermakna ‘makan sepuasnya’, di mana makna ini tidak umum diasosiakan dengan kata Viking selain di Jepang. Penggunaan kata バイキング untuk menyatakan arti makan sepuasnya pertama kali diperkenalkan oleh sebuah restoran di dalam Imperial Hotel, Tokyo, pada tahun 1958. Manajer hotel tersebut berniat membuka restoran di dalam hotel tersebut dengan konsep all-you-can-eat atau makan sepuasnya, meniru konsep Smorgasbord dari Swedia (salah satu negara di Eropa Utara, tempat bangsa Viking berasal). Namun kata Smorgasbord dinilai terlalu panjang dan susah diucapkan. Karena itulah, mucul ide untuk mengganti kata tersebut dengan kata Viking. Istilah ini banyak digunakan terutama di industri hotel di mana pelanggan membayar harga makan per set dan diperbolehkan mengisi ulang piring mereka berkali-kali dari meja panjang yang di atasnya penuh dengan berbagai jenis makanan ala buffet. (De Mente, 2004: 306)

Meskipun sama-sama berarti‘makan sepuasnya’, バ イ キ ン グ memiliki makna spesifik yang membuat penggunaan kata ini tidak dapat disamakan dengan padanan katanya dalam bahasa Jepang yaitu tabehoudai. Tabehoudai umumnya digunakan ketika kita membicarakan mengenai makan sepuasnya di restoran sushi, yakiniku, shabu-shabu dan sejenisnya, sedangkan baikingu lebih mengacu pada makan sepuasnya di restoran bergaya barat. Selain tabehoudai, baikingu juga memiliki padanan kata lain yaitu ビュッフェ (byuffe) yang merupakan kata pinjaman dari bahasa Prancis, buffet (di mana kata buffet juga merupakan kata pinjaman dari bahasa Prancis di dalam bahasa Inggris untuk menyatakan makan sepuasnya). Kata byuffe jarang digunakan dan apabila digunakan, kata tersebut lebih sering digunakan untuk menyatakan kafetaria di kereta api. Kata buffye hanya digunakan untuk menggantikan baikingu di Okinawa, di mana hal ini dipengaruhi kenyataan bahwa Okinawa banyak memperoleh pengaruh dari tentara-tentara Amerika yang berbasis di sana. (Irwin 2011: 69)


(50)

Banyak kosakata pinjaman dari bahasa Inggris dalam bahasa Jepang yang telah diubah, di mana kata-kata tersebut tidak umum digunakan dalam bahasa Ingggris atau yang sering disebut wasei-eigo. Contoh: oeru/OL (Office Lady – wanita yang bekerja di kantor), batontatchi (baton touch, dalam bahasa Inggris disebut baton pass – menyerahkan baton, kadang bisa dijadikan istilah untuk menyerahkan kewajiban atau posisi untuk orang selanjutnya/penerus), sukinshippu (skinship, dalam bahasa Inggris disebut physical contact/ kontak badan), dan afureko (after recording, dalam bahasa Inggris yaitu dubbing). Namun ada juga wasei-eigo yang dikembangkan di Jepang dan kemudian diserap kembali oleh bahasa Inggris. Contohnya dapat dilihat pada kata camcorder. Kamukoodaa (camcorder) adalah salah satu istilah yang dibuat oleh orang Jepang berdasarkan kosakata pinjaman dari bahasa Inggris (wasei-eigo) yaitu camera + recorder, di mana kata ini lalu dikenal dan dipakai di seluruh dunia. (Frellesvig, 2010: 412)

Seperti yang dikutip dari Kokugo Shingikai terbitan tahun 1995, kepopuleran gairaigo di Jepang mulai membuat khawatir beberapa kalangan. Konsul Bahasa Nasional di Jepang telah mengeluarkan larangan untuk menggunakan gairaigo bila ada padanan katanya dalam bahasa Jepang asli, terutama dalam penulisan dokumen resmi di mana penggunaan gairaigo yang berlebihan dapat menyusahkan bagi pembaca yang tidak familiar dengan gairaigo yang digunakan. Seperti yang dilakukan oleh Perdana Menteri Koizumi pada tahun 2002, di mana beliau menetapkan beberapa penggunaan gairaigo digantikan oleh padanan kata Jepang kata tersebut. Misalnya: kata anarisuto (analyst) digantikan dengan bunsekika, konsensasu (consensus) digantikan dengan gooi dan lain sebagainya. (Gottlieb, 2005: 12)

Namun trend penggunaan gairaigo masih terus berkembang terutama di kalangan anak muda, di mana mereka menganggap bahwa penggunaan gairaigo dapat meningkatkan prestige si pengguna. Kadang gairaigo digunakan untuk kata yang padanan kata Jepangnya masih berfungsi


(51)

dengan baik semata-mata hanya karena penggunaan gairaigo dianggap menggambarkan image yang lebih modern. Misalnya kata biggu na sebagai ganti ookii. (Gottlieb, 2005: 12). Murray (1999: 129) menambahkan bahwa gairaigo terus bertambah terutama istilah yang berhubungan dengan fashion dan dunia hiburan sehingga orang Jepang sendiri pun sulit mengikuti perkembangan gairaigo, terutama para generasi tua.

2.2Pengertian dan Jenis-jenis Makna 2.2.1 Pengertian Makna

Kridalaksana (2001: 132) mengartikan makna (meaning, linguistic meaning, sense) sebagai: 1) maksud pembicara; 2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antar bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; 4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa.

Menurut Djajasudarma (1999:5) makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata) sedangkan arti adalah pengertian suatu kata sebagai unsur yang dihubungkan. Lyons (2002: 204) berpendapat bahwa mengkaji makna suatu kata adalah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata lain.

Berdasarkan teori-teori makna di atas, dapat disimpulkan bahwa makna secara umum adalah maksud dari pembicara yang dipengaruhi oleh persepsi dari pendengar dan juga dipengaruhi oleh unsur-unsur lain baik yang berhubungan dengan bahasa itu sendiri ataupun hal di luar bahasa, seperti situasi dan kondisi yang akan mempengaruhi makna yang terkandung dalam suatu kata.


(52)

2.2.2 Jenis-jenis Makna

Menurut Chaer (2002:59) sesungguhnya jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang, yakni :

1. Berdasarkan jenis makna semantik, makna dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya: kata tikus, makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna nampak jelas dalam kalimat Tikus mati diterkam kucing atau Panen kali ini gagal akibat serangga hama tikus, kata tikus pada kedua kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain.

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal atau proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi /ter-/ pada kata /angkat/dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, awalan ter- pada kata terangkat melahirkan makna ‘dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas, melahirkan makna gramatikal ‘tidak sengaja’. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada kata buku yang bermakna ‘sebuah buku’, menjadi buku-buku yang bermakna ‘banyak buku’. Sedangkan contoh komposisi atau proses penggabungan dapat dilihat pada kata sate ayam tidak sama dengan sate madura. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat.


(53)

2. Berdasarkan ada tidaknya pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non-referensial.

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh : kata meja dan kursi, disebut bermakna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’.

Sebaliknya,jika suatu kata tidak memiliki referen di luar bahasa, maka disebut makna non-referensial. Contoh : kata karena dan tetapi tidak memiliki referen, jadi kata tersebut bermakna non-referensial. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata penuh seperti meja dan kursitermasuk kata-kata referensial, sedangkan yang termasuk kata tugas seperti preposisi, konjugasi adalah kata-kata yang termasuk kata bermakna non-referensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

Makna denotatif (sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif) pada dasarnya sama dengan makna referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Karena itu sering disebut sebagai makna sebenarnya. Contohnya pada kata wanita dan perempuan. Karena kata-kata ini mempunyai denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Walaupun kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa


(1)

171

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam majalah Myojo edisi edisi bulan Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009, terdapat 2,068 gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris. Dari jumlah tersebut, ada 89 gairaigo yang mengalami perubahan makna.

2. Semua gairaigo yang mengalami perubahanan makna termasuk dalam kelas kata nomina. Dari 89 gairaigo yang merupakan nomina, 9 di antaranya juga termasuk dalam kelas kata

verba, yaitu kataサイン, トリートメント, フィーバー, プレゼント, プロデュース, プロ

ポーズ, メイク, ミス, danリフォーム. Tiga dari 89 gairaigo yang termasuk dalam nomina tersebut juga termasuk dalam adjektiva /-na/, yaitu kata スイート, ソフト, dan ハイテンシ ョン.

3. Dari 89 gairaigo yang dibahas, 38 gairaigo mengalami penyempitan makna, 21 gairaigo mengalami perubahan makna total, 10 gairaigo mengalami perluasan makna dan 1 gairaigo mengalami pengasaran makna dan sisanya merupakan waseieigo.

4. Ada 19 gairaigo yang perubahannya tidak termasuk dalam teori perubahan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa ke -19 gairaigo ini merupakan waseieigo.

4.2 Saran

Ketika menerjemahkan ataupun mengintepretasikan makna dari gairaigo, para pembelajar bahasa Jepang harus berhati-hati untuk tidak berpaku pada makna kata dari bahasa Inggris. Hal


(2)

ini dikarenakan kata asal gairaigo dalam bahasa Inggris belum tentu memiliki makna yang sama setelah diserap ke dalam bahasa Jepang. Perubahan makna yang terjadi pada gairaigo setelah diserap ke dalam bahasa Jepang dapat menyebabkan terjadinya kerancuan pada makna dan merusak komunikasi jika makna yang telah berubah itu tidak diintepretasikan dengan benar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aitchison, Jean. 2001. Language Change: Progress or Decay? -3rd Edition-. Cambridge: Cambridge University Press.

Bloomfield, Leonard. 1995. Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Campbell, Lyle. 2006. Historical Linguistics: An Introduction –Second Edition-. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

__________. 2007. Leksiologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta __________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

__________. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta __________. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Coulmas, Florian. 2004. Language Adaptation. Cambridge: Cambridge University Press.

Daulton, Frank E. 2008. Japan's Built-In Lexicon of English-Based Loanwords. Cleve don & Philadelphia: Multilingual Matters.

De Mente, Boyé L. 2004. Japan’s Cultural Code Words: 233 Key Terms that Explain the Attitudes and Behavior of The Japanese. Tokyo, Japan: Tuttle Publishing.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1999. Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung, Indonesia: PT Refika.

Ellington, Lucien. 2009. Japan. Santa Barbara, California: ABC-CLIO, LLC.

Frellesvig, Bjarke. 2010. A History of Japanese Language. Cambridge: Cambridge University Press


(4)

Gottlieb, Nanette. 2005. Language and Society in Japan. Cambridge: Cambridge University Press.

Haig, John H & Andrew N. Nelson. 1999. The Compact Nelson – Japanese-English Character Dictionary-. Singapore: Tuttle Publishing.

Hartley, Anthony F. 1982. Linguistics for Language Leaners. London: The Macmillan Press Ltd. Hoffer, Bates L. 2002. Language Borrowing and Language Diffusion: an Overview. Intercultural

Communication Studies XI:4: 19.

Hsia, Carmel H.L. 1989. The Influence of English on the Lexical Expansion of Bahasa Malaysia. Kuala Lumpur: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka.

Indah P S, Ririn. 2008. Skripsi: Analisis Makna Kontekstual Puisi-Puisi Ingeborg Bachmann

dalam buku kumpulan puisi Ich weiβ keine bessere Welt: Sebuah Tinjauan Semantis-Semiotis. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Irwin, Mark. 2011. Loanwords in Japanese. Amsterdam: John Benjamins Publishing Co. Ishiwata, Toshio. 1979. Gairaigo no Gogen. Tokyo: Kadokawa Shoten

Keene, Donald & J.Thomas Rimer. 1996. The Blue Eyed Tarookaja: A Donald Keene Anthology. New York: Columbia University Press.

Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik –Edisi Ketiga-. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lyons, John. 2002. Language and Linguistic: An Introduction. Cambridge: Cambrigde

University Press.

Maeda, Andrea Simon. 1995. Language Awareness: Use/Misuse of Loan-words in the English

Language in Japan. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2011 dari:

http://iteslj.org/Articles/Maeda-Loanwords.html


(5)

Miller, Roy Andrew. 1980. The Japanese Language. Vermont: Charles E. Tuttle Company. Miura, Akira. 1979. English Loanwords in Japanese: A Selection. Vermont: Charles E. Tuttle

Company.

Miura, Akira & Naomi Hanaoka McGloin. 1994. Goi. Tokyo: Aratake Shuppan

Murray, Giles. 1999. 13 Secrets for Speaking Fluent Japanese. Tokyo: Kondansha International Ltd.

Muzdalifah, Eti. 2011. Skripsi: Analisis Gairaigo pada Situs http://kids.yahoo.co.jp/. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Pendidikan Indonesia

Nasution, M. Arif. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia

Nemoianu, Anca M. 2005. English Gairaigo: Learning About Language Structure from the Margins of Japanese. Dalam Denham, Kristin E & Anne C. Lobeck (Eds.). Language in the Schools: Integrating Linguistic Knowledge into K-12 Teaching (hlmn 235-246). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Okubu, Keiichiro & Akio Tanaka. 1995. Nihongo e no Shoutai -Bunpo to Goi-. Tokyo: The Japan Foundation, Japanese Language Institute.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal -Edisi Kedua-. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sanseidou Henshuujou (Sanseidou Editorial Institute)(Ed.). 2010. Konsaizu Katakana Go Jiten. Tokyo: Sanseidou.

Sarwiji, Suwandi. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa.

Seargeant, Philip. The Idea of English in Japan: Ideology and the Evolution of a Global Language. Britain: British Library.

Shibatani, Masayoshi. 2001. The Language of Japan. Cambridge: Cambridge University Press. Situmorang, Hamzon. 2007.Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan:


(6)

Schmidt, Christopher K. 2009. Loanwords in Japanese. Dalam Martin Haspelmath & Uri Tadmor (Eds.). Loanwords in The World’s Languages: A Comparative Handbook (hlmn 545-574). Berlin, Jerman: Walter de Gruyter GmbH & Co.

Stanlaw, James. 2004. Japanese English: Language and Culture Contact. Hongkong: Hongkong University Press.

Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc. Sutedi, Dedi. 2010. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang –Edisi Revisi-. Bandung: Humaniora

Utama Press.

Tanpa Nama. 2004. Oxford Leaner’s Pocket Dictionary. Oxford: Oxford University Press Tarigan, Henry G. 1999. Pengajaran Semantik. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung. Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Weinreich, Uriel. 1979. Language in Contacts: Findings and Problems. New York: Mouton