Pembentukan dan Perubahan Adjektiva Bahasa Jepang : Suatu Kajian Morfologi Generatif

(1)

PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA

BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI

GENERATIF

TESIS

OLEH

SARI ANGGRAINI SILALAHI

097009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA

BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI

GENERATIF

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARI ANGGRAINI SILALAHI

097009016/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA BAHASA JEPANG :

SUATU KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF Nama Mahasiswa : Sari Anggaraini Silalahi

Nomor Pokok : 097009016 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Robert Sibarani, M.Si) (Drs.Yuddi Adrian Muliadi, M.A

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji

pada tanggal 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si Anggota : 1. Drs. Yuddi Adrian Muliadi, MA

2. Dr. Dwi Widayati, M.Hum 3. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP


(5)

PERNYATAAN

TESIS

PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2012


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT., karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pembentukan dan Perubahan Adjektiva Bahasa Jepang : Suatu Kajian Morfologi Generatif”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa Jepang, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis juga tidak lupa mengucapkan salawat dan salam pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Selama proses, perngerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si sebagai Pembimbing I dan Pak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, MA selaku pembimbing II. Selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Magister, Program Studi Linguistik beliau telah banyak memberikan pelajaran yang berharga. Beliau dengan penuh ketelitian dan perhatian memberikan bimbingan, masukan dan motivasi yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu sangat diharapkan saran dan masukan yang konstruksi sehingga tulisan ini lebih baik.


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis oleh pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta Staff Akademik dan Administrasinya.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manager Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta Dosen dan Staf Administrasinya.

4. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi. 5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum.selaku Dosen dan Penguji yang telah memberikan

kebaikan dan dorongan serta motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta membangun logika berfikir penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(8)

6. Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP selaku Dosen dan Penguji yang telah menyalurkan ilmu dan bertukar pikiran dalam berdiskusi dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

7. Kedua Orang tua penulis Bapak S.Silalahi dan ibu Nuzuliani yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih saying.

8. Keluraga Besar Silalahi dan Haloho, serta H. Rahmad dan Hj. Aisyah, serta paman dan tante yang selalu memberi dukungan lahir dan batin.

9. Angkatan 2009 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU. Terutama Rizky “Keni” Kanya Lubis, Riko Pohan, Anggi Cito Sartika dan Veryani Guniesti (sahabat perjuangan), Kak Lia, Kak Yuna, Kak Mutia, Dian Nst , dan teman-teman lain yang tidak sempat disebut. Thank You All...

10.Dan ucapan spesial penulis tujukan kepada Teta Farisna yang telah banyak membantu.

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat meberikan kontribusi dalam kajian sastra, khususnya yang berhubungan dengan sastra komparatif dan unsur kepahlawanan. Terima kasih.

Medan, Juli 2012 Penulis,

Sari Anggraini Silalahi NIM. 09709016


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI ………...……… i

ABSTRAK ABSTRACT………. BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang …………...……….. 1

1.2 BatasanMasalah ……… 14

1.3 Rumusan Masalah …..……….. 14

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian …..……….. 15

1.4.1 Tujuan Penelitian ………..………. 15

1.4.2 Manfaat Penelitian ……….……… 16

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ……….. 16

1.4.2.2 Manfaat Praktis ……… 16

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 17

2.1 Morfologi ……….. 17

2.1.1 Pengertian Morfologi ……… 17

2.1.2 Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou) ……….. 18

2.1.3 Kata Bahasa Jepang (Tango) ……… 24

2.1.4 Teori Morfologi Generatif ……… 32

2.2 Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Jepang (Gokeisei) …... 43

2.2.1 Afiksasi (Setsuji) ………... 45

2.2.2 Reduplikasi (Juufuku) ……… 54

2.2.3 Pemajemukan/Kata Majemuk (Fukugo) ……… 57

2.3 Perubahan Bentuk Kata Dalam Bahasa Jepang (Katsuyoukei) … 61 2.4 Adjektiva Bahasa jepang (Keiyoushi) ………...… 65

2.4.1 Pengertian Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi)……... 65

2.4.2 Fungsi Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi) ………... 68

2.4.3 Jenis-jenis Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi) …………. 70

2.4.3.1 Adjektiva Golongan I/Adjektiva-I (i-keiyoushi) ……. 70

2.4.3.2 Adjektiva Golongan II/Adjektiva-na/-da (na-keiyoushi) ……….. 73

2.5 Penelitian Terdahulu ………. 76

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 78

3.1 Metode Penelitian ……….. 78

3.2 Data dan Sumber Data ………... 78

3.3 Instrumen Penelitian ……….. 79

3.4 Tahap Penelitian ……… 80

3.5 Tekhnik Analisis Data ………... 80


(10)

4.1 Pembentukan Kata (Gokeisei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) ……. 84

4.1.1 Proses Afiksasi (Setsuji) ……… 84

4.1.1.1 Prefiks/Awalan (Settouji) ……… 84

4.1.1.1.1 Proses Pembentukan Adjektiva (Keiyoushi) dengan Pelekatan Prefiks …………...……… 85

4.1.1.2 Sufiks/Akhiran (Setsubiji) ………. 133

4.1.1.2.1 Proses Pembentukan Adjektiva (Keiyoushi) dengan Pelekatan Sufiks ………..…………. 134

4.1.1.3 Sisipan (Secchuuji) ……….. 162

4.1.2 Reduplikasi (Juufuku) ……… 163

4.1.2.1 Reduplikasi Kata Dasar dengan Penanda Akhiran Adjektiva-na(na-Keiyoushi) ………...………. 4.1.2.2 Reduplikasi Afiksasi Dengan Penanda Akhiran 163 Adjektiva-I (i-keiyoushi) ………. 180

4.1.3 Pemajemukan/Kata Majemuk (Fukugo) ……… 185

4.1.3.1 Adjektiva-I (i-keiyoushi) ……….. 186

4.1.3.2 Adjektiva-na (na-keiyoushi) ……… 197

4.2 Perubahan Bentuk (Katsuyoukei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) … 202 4.2.1 Proses Perubahan Bentuk (Katsuyoukei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) ………. 203

4.3. Hasil Temuan Penelitian ………..220

4.3.1 Hasil Temuan Penelitian pembentukan Kata pada Adjetiva Bahasa Jepang……….……….. 220

4.3.1.1 Afiksasi (Setsuji) ………. 220

4.3.1.1.1 Prefiks (Settouji) ………. 220

4.3.1.1.2 Sufiks (Setsubiji) ……… 224

4.3.1.2. Reduplikasi (Juufuku) ……… 226

4.3.1.2.1 Reduplikasi dengan Penanda Akhiran –i (i-keiyoushi) ……… 226

4.3.1.2.2 Reduplikasi dengan Penanda Akhiran –na (na-keiyoushi) ………. 227

4.3.1.3. Pemajemukan (Fukugo) ………. 228

4.3.2. Hasil Temuan Penelitian Perubahan Bentuk Kata pada Adjektiva Bahasa Jepang ………. 231

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……….. 234

5.1 Simpulan ………. 234

5.2 Saran ……….. 237

DAFTAR LAMPIRAN ……….. 238


(11)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang serta untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns. Data dalam penelitian ini berupa morfem, kata, atau kalimat yang memiliki bentuk adjektiva atau yang sebelum dan sesudahnya berasal dari adjektiva bahasa Jepang.

Analisis data yang dilakukan, yaitu data morfem, kaidah penguraian pembentukan kata, kaidah penguraian perubahan kata, dan analisis fungsi.

Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata (gokeisei) dalam adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang terbagi atas 3 yaitu afiksasi (setsuji), reduplikasi (juufuku), dan komposisi (fukugo). Dalam afiksasi adjektiva bahasa Jepang terbagi atas 2 bagian yaitu prefiks (settouji) dan sufiks (setsubiji). Prefiks adjektiva bahasa Jepang terdiri atas prefiks KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA-, SORA-, NAMA-, MONO-, dan sufiks pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas sufiks –PPOI, -RASHII, dan –SHII. Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas reduplikasi kata dasar dengan penanda akhiran adjektiva-na (na-keiyoushi) dan reduplikasi afiksasi dengan penanda akhiran adjektiva-I (i-keiyoushi). Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang yaitu terjadi dengan penggabungan dengan jenis kata lain seperti nomina (meishi) dan verba (doushi). Perubahan bentuk kata (katsuyoukei) terdiri atas mizenkei (bentuk kemungkinan atau aktivitas yang belum selesai), renyoukei (bentuk sambung), shuushikei (bentuk dasar), rentaikei (bentuk yang diikuti taigen) kateikei (bentuk pengandaian).

Kata kunci : Pembentukan kata, Perubahan Bentuk, Adjektiva bahasa Jepang, Kajian Morfologi Bahasa Jepang


(12)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the process of word formation (gokeisei) and change formation (katsuyoukei) on the Japanese adjective (keiyoushi) and also to find the cause of the process of word formation (gokeisei) and the change formation (katsuyokei) in adjective (keiyoushi) in Japanese language.

This research using a descriptive qualitative methodological research, content analysis, and library research. The data sources that was use in this research are Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns books. The data from this research are morpheme, words, or a sentences in a form of adjective before or after adjective that was found in Japanese language.

The analysis data that was used, there are the collecting data of morphemes, the rules of decomposition of word formation, the rules of change formation, and analysis functions. The findings indicate that the process of word formation and changes formation on

From the result shown that word formation (gokesei) in Japanese adjective (keiyoushi) consist of 3 parts which are affixation (setsuji), reduplication (juufuku), and composition (fukugo), in Japanese adjective affixation consist of 2 parts, which are prefix (settouji) and suffix (setsubiji). Japanese adjective prefix consist of prefix KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA, SORA, NAMA, MONO, and Japanese adjective of suffix consist of PPOI, -RASHII, and –SHII. Meanwhile the composition of Japanese adjective consist of basic word reduplication with a adjective suffix sign –na (na-keiyoushi) and reduplication of suffixation with a suffix sign –I (i-keiyoushi). the composition of Japanese adjective happened with a uniting with other word formation like noun (meishi) and verb (doushi). Change formation (katsuyoukei) consist mizenkei (form of possibility or activity that yet has not been done), renyoukei (conjunction form), shuushikei (basic form), rentaikei (form that are followed by taigen) kateikei (subjunctive form).

the Japanese adjective.

Keywords: Word formation, change

formation, Japanese adjectives, Morphological study of Japanese language


(13)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang serta untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns. Data dalam penelitian ini berupa morfem, kata, atau kalimat yang memiliki bentuk adjektiva atau yang sebelum dan sesudahnya berasal dari adjektiva bahasa Jepang.

Analisis data yang dilakukan, yaitu data morfem, kaidah penguraian pembentukan kata, kaidah penguraian perubahan kata, dan analisis fungsi.

Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata (gokeisei) dalam adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang terbagi atas 3 yaitu afiksasi (setsuji), reduplikasi (juufuku), dan komposisi (fukugo). Dalam afiksasi adjektiva bahasa Jepang terbagi atas 2 bagian yaitu prefiks (settouji) dan sufiks (setsubiji). Prefiks adjektiva bahasa Jepang terdiri atas prefiks KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA-, SORA-, NAMA-, MONO-, dan sufiks pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas sufiks –PPOI, -RASHII, dan –SHII. Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas reduplikasi kata dasar dengan penanda akhiran adjektiva-na (na-keiyoushi) dan reduplikasi afiksasi dengan penanda akhiran adjektiva-I (i-keiyoushi). Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang yaitu terjadi dengan penggabungan dengan jenis kata lain seperti nomina (meishi) dan verba (doushi). Perubahan bentuk kata (katsuyoukei) terdiri atas mizenkei (bentuk kemungkinan atau aktivitas yang belum selesai), renyoukei (bentuk sambung), shuushikei (bentuk dasar), rentaikei (bentuk yang diikuti taigen) kateikei (bentuk pengandaian).

Kata kunci : Pembentukan kata, Perubahan Bentuk, Adjektiva bahasa Jepang, Kajian Morfologi Bahasa Jepang


(14)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the process of word formation (gokeisei) and change formation (katsuyoukei) on the Japanese adjective (keiyoushi) and also to find the cause of the process of word formation (gokeisei) and the change formation (katsuyokei) in adjective (keiyoushi) in Japanese language.

This research using a descriptive qualitative methodological research, content analysis, and library research. The data sources that was use in this research are Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns books. The data from this research are morpheme, words, or a sentences in a form of adjective before or after adjective that was found in Japanese language.

The analysis data that was used, there are the collecting data of morphemes, the rules of decomposition of word formation, the rules of change formation, and analysis functions. The findings indicate that the process of word formation and changes formation on

From the result shown that word formation (gokesei) in Japanese adjective (keiyoushi) consist of 3 parts which are affixation (setsuji), reduplication (juufuku), and composition (fukugo), in Japanese adjective affixation consist of 2 parts, which are prefix (settouji) and suffix (setsubiji). Japanese adjective prefix consist of prefix KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA, SORA, NAMA, MONO, and Japanese adjective of suffix consist of PPOI, -RASHII, and –SHII. Meanwhile the composition of Japanese adjective consist of basic word reduplication with a adjective suffix sign –na (na-keiyoushi) and reduplication of suffixation with a suffix sign –I (i-keiyoushi). the composition of Japanese adjective happened with a uniting with other word formation like noun (meishi) and verb (doushi). Change formation (katsuyoukei) consist mizenkei (form of possibility or activity that yet has not been done), renyoukei (conjunction form), shuushikei (basic form), rentaikei (form that are followed by taigen) kateikei (subjunctive form).

the Japanese adjective.

Keywords: Word formation, change

formation, Japanese adjectives, Morphological study of Japanese language


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain, dan untuk dapat saling berinterkasi diperlukan alat yang bernama ”bahasa” untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Menurut Sutedi (2003:2), bahasa digunakan untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain.

Bahasa memiliki satuan-satuan dan aturan dalam penggunaannya. Misalnya dalam setiap kata dari sebuah bahasa mempunyai makna dan arti tersendiri. Apabila suatu kata ditambah dengan bentuk satuan bahasa lain seperti morfem, kata, dan kalimat lain akan membentuk makna dan arti lainnya. Aturan-aturan dalam penggunaan bahasa perlu dipelajari dan dipahami, sehingga dikatakan bahwa bahasa dapat menjadi sebuah ilmu.

Ilmu yang mempelajari bahasa disebut dengan ilmu lingusitik. Linguistik sebagai ilmu yang spesifik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara lisan atau tulisan dan termasuk dalam kebudayaan berdasarkan struktur dan bahasa yang dikaji secara metode ilmiah. Dalam linguistik, yang dikaji bisa berupa kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran bahkan sampai pada bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana sosio-kultural yang mempengaruhi masyarakat pengguna bahasa tersebut.


(16)

Bahasa Jepang memiliki banyak perbedaan jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia dalam hal keragaman tata bahasanya yaitu dimana kalimat dalam bahasa Jepang memiliki pola S-O-P. Bahasa Jepang memiliki bentuk MD (Menerangkan Diterangkan) seperti dalam bahasa Inggris, sedangkan Bahasa Indonesia memiliki pola S-P-O dan DM (Diterangkan Menerangkan). Misalnya pada contoh di bawah ini :

Dalam pola S-O-P :

Watashi wa nihonggo o

日本語 勉強しています。 benkyoushiteimasu.

watashi wa = 私は= saya)  S

nihonggo = 日本語 = bahasa Jepang)  O

benkyoushiteimasu = 勉強しています= sedang belajar)  P

Watashi wa nihonggo o

S O P

benkyoushiteimasu

I am studying Japanese

S V O

Saya sedang belajar bahasa Jepang

S P O

.

Kuroi neko = 黒い猫 = kucing hitam  ( kuroi = 黒い= hitam) dan ( neko

= 猫= kucing)

Contoh dalam pola MD


(17)

neko = 猫 = kucing)  D

黒い 猫  kuroi neko  A black cat  kucing

M D M D M D D M

hitam

Guna mempermudah pemahaman tentang bahasa Jepang, perlu mengetahui tata bahasanya dengan mempelajari ilmu linguistik bahasa Jepang. Lingusitik dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah genggogaku (言語学) atau disebut juga dengan

istilah ’nihonggo-gaku' (日本語学) yang artinya ilmu bahasa Jepang.

Menurut Sutedi (2003:6) bahwa dalam linguistik bahasa Jepang Nihongo no

genggogaku (日本語の言語学) mempunyai berbagai cabang linguistik (genggogaku,

言 語 学 ), yaitu Fonetik (onseigaku, 音 声 学 ), fonologi (on-in-ron, '音 韻 論),

morfologi (keitairon, 形态 論), sintaksis (tougoron, 統語論), semantik (imiron, 意味

論), pragmatik (goyouron, 御用論), sosio-linguistik (shakai gengogaku, 社会言語 学 ) dan lain-lain. Selain itu, ada juga yang disebut dengan morfofonemik.

Morfofonemik adalah gabungan dua cabang linguistik, yaitu morfologi dan fonologi.

Kajian morfologi merupakan kajian yang meneliti suatu bahasa dari bagian terkecilnya yaitu morfem. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan-satuan gramatikal. Menurut Bauer (1983:33) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:2), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.


(18)

Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan

berusaha untuk menjelaskan kemunculan secara formatif.

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon (形

态 論). Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go/tango) dan

morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu

kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata

(gokeisei), imbuhan (setsuji),perubahan bentuk kata (katsuyou), dan sebagainya.

Objek utama yang dipelajari dalam kajian morfologi adalah morfem dan kata.

Morfem adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna. Morfem bersifat abriter,

yang berarti hubungan antara bunyi dari suatu morfem dengan maknanya sama sekali bersifat konvensional, bukan berakar pada objek yang mewakilinya. Morfem dapat membentuk suatu kata. Kata adalah satuan morfermis atau bentuk bebas dalam tuturan. Bentuk bebas secara morfermis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya. Dalam morfologi, kata itu sebagai satuan yang dianalisis sebagai satu morfen atau lebih. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989:91) bahwa kata bukanlah satuan bahasa terkecil yang bermakna, karena kata dapat diuraikan lebih lanjut.


(19)

Teori dalam kajian morfologi yang sering dipakai adalah teori morfologi struktural dan teori morfologi generatif. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989:90), morfologi adalah komponen Tata bahasa Generatif Transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Dalam teori morfologi generatif secara umum terdapat dua pandangan. Kelompok pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar

dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); kelompok yang

kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan morfem sebagai

dasar (word-based approach) yangdikutip oleh

Dalam suatu pembentukan kata, teori yang dipergunakan adalah teori morfologi generatif. Adapun pembentukan kata menurut morfologi generatif terdiri dari empat komponen, yaitu (1) Daftar Morfem (2) kaidah pembentukan kata (3) saringan (filter) dan (4) kamus.

Dardjowijojo (1988:33).

Kajian morfologi dalam bidang pembentukan kata merupakan subsistem dalam sistem bahasa. Pembentukan kata lazimnya diuraikan daripada sudut prosesnya. Dalam pembicaraaan pembentukan suatu kata itu melalui proses-proses pengimbuhan, penggandaan, atau pemajemukan.

Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; Proses pembentukan kata menyangkut masalah morfem yaitu perubahan morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui proses morfologis tertentu.


(20)

sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Jepang perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya, akhiran –SA (さ) yang dapat direkatkan dengan kata sifat. Contohnya

kata : yasashii (優しい= ramah) untuk membentuk kata benda yasashisa (優しさ=

keramahan) dilekatkan akhiran -SA (さ). Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan

oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

Pembentukan kata dapat dikatakan juga suatu proses morfermis atau proses pengimbuhan. Dalam bahasa jepang pembentukan kata disebut dengan istilah

gokeisei. Dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting

antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. Pembentukan kata bahasa Jepang memiliki 3 pokok bahasan utama yaitu pada afiksasi (setsuji), reduplikasi (jufuku), dan komposisi (fukugo).

Hasil pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya

ada empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku

dan 4. toujigo. Kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi (naiyou-keitaiso)

dengan imbuhan (setsuji) disebut kata kajian (haseigo). Proses pembentukkannya:


(21)

MA-, KA- bisa digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran -SA, -MI, -TEKI,

-SURU termasuk ke dalam setsubiji.

Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses

pembentukan katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata adjektiva melalui proses morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya

kelas kata nomina (meishi) yang jika ditambahkan sufiks/akhiran –PPOI yang

memiliki makna ’menjadi seperti’ yang berfungsi sebagai sufiks pembentuk kata sifat akan mengubah kelas kata nomina (meishi) menjadi pembentukan kelas kelas kata

adjektiva (keiyoushi). Contohnya :

onna = 女 = perempuan  (kelas kata nomina)

jika ditambahkan sufiks –PPOI (っぽい) (sufiks pembentuk adjektiva)

onnappoi = 女っぽい = keperempuanan, feminim  (kelas kata adjektiva) Berikut penguraian pembentukan katanya akibat proses morfologi atau pengimbuhan :

(onna = perempuan )  (onna + ppoi)  (onnappoi = keperempuan)

Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan pada proses pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata

adjektiva (keiyoushi). Bagaimana dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa

Jepang memiliki suatu aturan tertentu. Masalah pembentukan kata yang kompleks dalam bahasa Jepang dan akibat yang ditimbulkannya menjadi suatu masalah


(22)

mengingat pembentukan katanya berbeda dengan bahasa Indonesia. Hal ini sangat menarik untuk dibahas sebagai suatu kajian mendasar dalam kajian linguistik khususnya morfologi bahasa jepang. Selain itu, juga sebagai suatu ilmu pengantar dalam mempelajari morfologi adjektiva bahasa jepang bagi para pelajar bahasa jepang khususnya dari Indonesia. Untuk lebih jelasnya mengenai aturan dalam proses pembentukan kata dalam bahas Jepang (gokesei) dan akibat yang ditimbulkan dalam

proses pembentukan katanya akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Morfem dan Kata merupakan satuan bahasa yang dapat mengalami perubahan bentuk atau mengalami konjugasi. Perubahan suatu bentuk kata dalam bahasa Jepang disebut dengan katsuyoukei. Dalam bahasa Jepang, terdapat kelas kata yang dapat

mengalami perubahan bentuk kata (katsuyoukei) yang disebut dengan istilah yougen.

Yougen terdiri dari verba (doushi), kopula (jodoushi), dan adjektiva (keiyoushi).

Makna dari yougen tersebut ditentukan pula oleh bentuknya, apakah bentuk lampau,

atau bentuk akan dan sebagainya. Karena ada kata tertentu yang tidak atau hanya

digunakan dalam bentuk tertentu, misalnya verba suru dalam frase : shiroi hada o

shite iru (memutihkan kulit), dimana selalu digunakan dalam bentuk TE IRU.

Sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk kata disebut taigen.

Dalam bahasa Jepang perubahan bentuk kata yaitu terjadi pada kelas kata verba (doushi), adjektiva (keiyoushi) dan kopula (joudoushi) disebut konjugasi

(katsuyou). Dalam hal ini akan dibahas perubahan bentuk kata atau konjugasi

mengenai adjektiva (keiyoushi). Dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:152)


(23)

(katsuyoukei) terdapat enam macam perubahan yaitu sebagai berikut : Mizenkei,

Renyoukei, Shuushikei, Rentaikei, Kateikei dan Meireikei.

Kelas kata yang akan diteliti yaitu kelas kata sifat/adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi). Adjektiva (keiyoushi) adalah kata-kata yang mengutarakan perasaan,

keadaan, sifat sesuatu yang berkaitan dengan orang, benda atau suatu hal. Dalam bentuk prenomina (sebagai pewatas) berakhiran dengan suara /i/ (い) dan /na/ (な)

atau /da/ (だ). Adjektiva (Keiyoushi) dalam bahasa Jepang berdasarkan silabel yang mengakhiri katanya terbagi atas yang berakhiran huruf /-i/ disebut dengan adjektiva-i

(i-keiyoushi) dan adjektiva (keiyoushi) yang berakhiran /-na/ disebut adejktiva-na

(na-keiyoushi) atau yang berakhiran /-da/ (だ) yang disebut dengan keiyoudoushi). Adjektiva-i (i-keiyoushi) sering disebut juga keiyoushi yaitu kelas kata yang

menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk. Contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) : takai (tinggi),

nagai (panjang), hayai (cepat), omoi (berat), akai (merah) dan sebagainya. Kanjou

keiyoushi, yaitu kelompok i-keiyoushi yang menyatakan perasaan atau emosi secara

subjektif. Misalnya : ureshii (senang), kanashii (sedih), kowai (takut) dan sebagainya.

Adjektiva-i (i-keiyoushi) dalam bahasa Jepang yang berfungsi sebagai

pewatas yaitu seperti pada contoh wakai hito = “orang muda”, takai yama = “gunung

yang tinggi”, sabishii mura = “kampung yang sepi”, dll. Sama seperti halnya dalam

bahasa Inggris dalam kata young, high, lonely, dll. Namun secara morfologis, apalagi


(24)

Inggris seperti contoh berikut anohito wa wakai = “orang itu muda”, fujisan wa takai

= “gunung Fuji tinggi”, sono mura wa sabishii = “kampung itu sepi”.

Seperti halnya adjektiva-i (i-keiyoushi), dalam bahasa Jepang ada yang

disebut dengan adjektiva-na (na-keiyoushi). Adjektiva ini mengutarakan perasaan,

keadaan, dan sifat orang, benda atau suatu hal. Na-keiyoushi sering disebut juga

keiyoudoushi (yang termasuk jenis jiritsugo) yaitu kelas kata yang dengan sendirinya

dapat membentuk sebuah kalimat (bunsetsu), dapat berubah bentuknya (termasuk

jenis yougen), dan bentuk shuushikei-nya berakhir dengan (だ) da atau desu (です).

Oleh karena perubahannya mirip dengan verba (doushi) sedangkan artinya mirip

dengan adjektiva (keiyoushi), maka kelas kata ini diberi nama keiyoudoushi.

Na-keiyoushi atau keiyoudoushi terbagi atas Keiyoudoushi yang menyatakan

sifat, misalnya : shizuka da (sepi), kirei da (cantik, indah, bersih), sawayaka da

(segar), akiraka da (jelas) dan sebagainya. Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan,

misalnya : iya da (tidak senang), zannen da (menyesal), yukai da (senang), fushigi da

(aneh) dan sebagainya.

Secara morfologis adjektiva-na (na-keiyoushi) berbeda dengan adjektiva-i (

i-keiyoushi) ketika ia berfungsi sebagai prenomina (rentaikei) seperti contoh berikut

genkina hito = “orang yang sehat”, rippana yama = “gunung yang megah”.

Sedangkan dalam bentuk bentuk akhir (shuushikei) diikuti bentuk kopula da, desu,


(25)

Keiyoushi merupakan kelas kata yang dapat berubah bentuk. Bagian yang

mengalami perubahan bentuk dalam i-keiyoushi yaitu akhiran atau silabel /i/ (い),

sedangkan pada na-keiyoushi atau keiyoudoushi yang mengalami perubahan adalah

/na/ (な) atau /da/ (だ). Proses perubahan bentuk pada adjektiva bahasa Jepang memiliki aturan tertentu yang sedikit berbeda dengan kelas kata lain seperti kelas kata verba.

Jenis perubahan adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang hampir sama

dengan jenis perubahan verba (doushi), tetapi tidak ada perubahan ke dalam bentuk

bentuk keadaan perintah (meireikei). Ini merupakan hal yang wajar, sebab makna

adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang, yaitu kata yang berfungsi untuk

menunjukkan keadaan, sifat, atau perasaan yang diakhiri dengan silabel /i/ (い) dan

silabel /na/ (な) atau /da/ (だ).

Dalam proses perubahan kata bukan hanya makna atau arti dalam kalimat yang berubah, tetapi juga merubah fungsi, maksud dan tujuan. Aturan dalam proses perubahan bentuk kata memiliki formula tersendiri dan fenomena kebahasaan dalam bahasa Jepang sangat kompleks. Dimana terdapat pengecualian-pengecualian pada kata-kata tertentu. Seperti pada contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) pada kata ”ii’ (baik,

bagus) yang memiliki pengecualian yang cukup merepotkan. kata ’ii’ dapat berubah

bentuk menjadi ”yokute” (baik, bagus) dalam fungsinya sebagai bentuk sambung

dalam sebuah kalimat. Perubahan bentuk yang terjadi secara drastis dari ’’ii”


(26)

menyulitkan bagi yang baru belajar bahasa Jepang. Contoh pengecualian inilah yang banyak menjadi permasalahan bagi orang yang sedang belajar bahasa Jepang.

Kajian penelitian terdahulu yang sudah pernah membahas mengenai proses perubahan bentuk kata bahasa Jepang (katsuyoukei) telah dilakukan oleh Masao

(1989:152) yang membahas berbagai bentuk proses perubahan untuk kedua jenis ini ( i-keiyoushi dan na-keiyoushi ) dan kemudian membuat tabel contoh bentuk

konjugasi (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi).

Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Hirai Masao (1989:152) yaitu, dalam bentuk kamus (jishokei) contohnya dalam i-keiyoushi yaitu pada kata chisai (kecil)

tidak akan mengalami perubahan bentuk dasar, dan contohnya dalam na-keiyoushi

seperti shizuka na (tenang). Dalam perubahan bentuk (katsuyoukei) pada bentuk

kemungkinan (mizenkei) pada i-keiyoushi misalnya dalam kata chisai (kecil) akan

menjadi chisa karou (kemungkinan kecil), yaitu terdapat perubahan bentuk

(katsuyoukei) dengan penambahan morfem karou yang mengubah makna kata chisai

menjadi chisa karou (kemungkinan kecil) dan hal ini juga terdapat dalam perubahan

bentuk (katsuyoukei) lainnya seperti shuushikei (peletakan adjektiva di akhir kalimat),

rentaikei (yang diikuti oleh nomina), kateikei ( bentuk pengandaian ), dan renyoukei

yang dapat dibagi lagi atas bentuk waktu lampau, diikuti oleh kata lain, bentuk menyangkal atau bentuk negatif, bentuk alasan atau sebab-akibat, dan dalam bentuk halus atau bentuk sopan. Maka dengan demikian, seperti halnya dalam kelas kata lain seperti kelas verba bahasa Jepang, adjektiva pun mengalami pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata atau konjugasi (katsuyoukei).


(27)

Namun dalam penelitian Hirai Masao tersebut tidak dibahas secara jelas mengenai akibat yang ditimbulkan dari proses perubahan bentuk katanya dan perubahan fungsi yang terjadi pada adjektiva (keiyoushi), maupun posisi adjektiva

dalam kalimat. Orang yang baru belajar bahasa Jepang akan sedikit kesulitan dalam memahami secara jelas proses perubahan bentuk kata dan fungsi serta akibat yang ditimbulkan dari perubahan bentuk kata tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu ide pemecahan masalah bagi para pelajar bahasa Jepang yang kesulitan dalam memahami secara keseluruhan kajian proses perubahan bentuk kata, maupun kajian linguistik pada bidang morfologi bahasa Jepang.

Melihat dari uraian mengenai masalah pembentukan kata dan perubahan bentuk (katsuyoukei) yang dialami oleh adjektiva (keiyoushi) dan permasalahan yang

timbul dalam proses pembentukan dari suatu kelas kata adjektiva dan perubahan bentuk yang terjadi pada adjektiva tersebut yang akan sangat mempengaruhi setiap isi dari makna dan kandungan kata atau kalimat tersebut, serta perubahan fungsi akibat yang ditimbulkan dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata

(katsuyoukei) tersebut.

Melihat permasalahan tersebut, maka penulis menjadi tertarik untuk menganalisis dan penulis menilai perlunya bahasan khusus mengenai proses pembentukan kata dan perubahan bentuk katanya serta akibat yang ditimbulkan akibat perubahan yang terjadi khususnya pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa

Jepang. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut akan penulis analisis secara lebih rinci dalam bab selanjutnya.


(28)

1.2. Batasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus, perlu dibuat batasan masalah. Dalam analisis ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada pembentukan kata (gokeisei)

dan perubahan bentuk /konjugasi (katsuyoukei) pada kelas kata sifat/adjektiva

(keiyoushi). Kelas kata sifat/ adjektiva (keiyoushi) ini diambil sebagai bahasan

penelitian karena kata sifat yang merupakan jenis kata yang dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kata dan memiliki pembentukan kata maupun dapat terjadi perubahan bentuk katanya sehingga sangat menarik untuk diteliti dalam hal fenomena kebahasaan khususnya dalam kajian morfologi.

Penulis mendeskripsikan bagaimana proses pembentukan kata (gokeisei) atau

pemberian suatu morfem (proses morfologis) dan juga perubahan bentuk (katsuyoukei) pada kata sifat atau adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi) tersebut baik

itu adjektiva-i (i-keiyoushi) maupun adjektiva-na (na-keiyoushi) yang ditinjau dari

kajian morfologi. Bagaimanakah proses pembentukan kata, perubahan bentuk kata, akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata maupun perubahan bentuk katanya yang terjadi. Hal ini menjadi pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :


(29)

(katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang?

2. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan

perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi)

dalam sebuah kata bahasa Jepang?

3. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan

perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-na/kata sifat-na (na-keiyoushi)

dalam sebuah kata bahasa Jepang?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain :

1. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi)

dalam bahasa Jepang.

2. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk

(katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi) dalam sebuah kata

bahasa Jepang.

3. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari akibat yang ditimbulkan dari perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-na/kata


(30)

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang sudah dicapai dalam penelitian ini antara lain :

1.4.2.1. Manfaat Teoritis :

1. Dapat menambah pengetahuan mengenai pembentukan kata (gokeisei) dan

perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva/kata sifat (keiyoushi) dalam

kajian morfologi bahasa Jepang.

2. Dapat menjadi sumber data bagi penelitian yang berhubungan dengan bidang kajian linguistik bahasa Jepang.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

1. Dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi masyarakat mengenai ilmu bahasa Jepang.

2. Dapat menjadi sumber data dan pengetahuan khususnya bagi para pembelajar bahasa Jepang.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi

2.1.1. Pengertian Morfologi

Kajian morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon dan

morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang

memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis yang dinyatakan oleh Katamba (1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip. Tambahan lagi menurut Katamba (1993:19) menyatakan bahwa Morfologi adalah suatu "study of word structure"


(32)

kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan’keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin

to naru’ (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata).

Karena itu tentu saja selalu terkait dengan kata dan terutama sekali dengan morfem). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango),

morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei),

imbuhan(setsuji),perubahan bentuk kata (katsuyoukei), dan sebagainya.

2.1.2. Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou)

Salah satu objek yang dipelajari dalam morfologi yaitu morfem. Menurut Akmajian dkk (1984:58) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:7) menyatakan bahwa

morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak

dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat dikenal.

Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut Sutedi (2003:41) bahwa morfem ( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang

memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi dalam satuan makna yang lebih kecil lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.

Koizumi (1993:90) juga mengungkapkan pengertian dari morfem adalah satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini


(33)

merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui proses fonemis).

Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995:140) bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan maknanya tidak dapat dibagi atas bagian bernakna yang lebih kecil. Dalam bahasa Jepang juga demikian. Misalnya kata ’daigaku’ (universitas) yang terdiri dari dua satuan yaitu ’dai

dan ’gaku’. Kedua satuan tersebut tidak dapat dipecahkan lagi menjadi satuan yang

lebih kecil yang mengandung makna dan arti. Satuan terkecil dari ’dai’ yang secara

leksikal bermakna’besar’ dan kata ’gaku’ yang secara leksikal bermakna ’belajar atau

ilmu’ yang masing-masing merupakan satu morfem, sehingga kata ’daigaku’ terdiri

atas dua morfem.

Klasifikasi Morfem

Morfem dapat diklasifikasikan atau digolongkan. Akmajian dkk (1984:58) mengemukakan klasifikasi morfem sebagai berikut :

1. Morfem Bebas, yang terdiri dari kata penuh dan kata fungsi.

2. Morfem Terikat, yang terdiri atas afiks (pengimubahan) dan pangkal terkat, Afiks terbagi atas : prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran)

Perhatikan contoh berikut ini :

(1) Tanya : kore wa nan desuka?『これはなんですか。』 (Apakah ini?) Jawab : hako  ( 箱) atau「ハコ」 (kotak)


(34)

Jawab : haribako (針箱)atau『ハリバコ』 (kotak jarum)

Pada contoh (1) diatas terdapat kata “hako” (kotak) yang merupakan kata

yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Sedangkan pada contoh (2) terdapat kata “haribako” (kotak jarum) yang merupakan kata yang berasal dari penggabungan

kata “hari” (jarum) yang merupakan morfem bebas yang juga dapat berdiri sendiri

serta mempunyai arti sendiri, dan kata “hako” (kotak). Kata “hako” 『ハコ 』 berubah menjadi bako『バコ』karena perubahan alomorf pada bentuk pengucapan

katanya. Itu mengenai morfem perubahan (alomorf) pada “hako”『ハコ』 berubah

menjadi bako『バコ』, kata “hako”『ハコ』dapat digunakan berdiri sendiri, seperti

dalam pembentukan ucapan. Ucapan adalah merupakan kesinambungan dari suara yang mengalir keluar dari dan setelah mulut terbuka sampai tertutup lagi. Tetapi pada bagian (bako) 『バコ』harus ada morfem lain sebelumnya, dan itu dimunculkan dalam bentuk morfem terikat pada kata haribako『ハリバコ』. Contoh lainnya seperti boorubaku(ボール箱)yang artinya “kotak bola” yang merupakan bagian

dari bentuk “hako” (箱) atau 「ハコ」.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pengucapannya dapat berdiri sendiri, dan tidak dapat dikacaukan, morfem terbagi atas 2 bentuk bahagian yang besar yaitu : (1) Morfem bebas (Jiyuukeitai, 自由形 態): morfem yang pengucapannya dapat berdiri sendiri. Dan (2) Morfem terikat


(35)

(Ketsugoukeitai, 結合形態) : morfem yang pengucapannya tidak dapat berdiri sendiri,

dan morfem ini selalu terikat dengan morfem yang lain.

Hal ini juga dikemukakan oleh Koizumi (1993:93) yang membagi morfem bahasa Jepang berdasarkan bentuknya menjadi dua bahagian :

1. Bentuk bebas (Jiyuukei, 自由形) : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal(berdiri sendiri).

2. Bentuk terikat (Ketsugoukei, 結合形): morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).

Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu :

1. Akar kata (gokan, 語幹) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per satu) dan kongkrit.

2. Afiksasi (setsuji, 接辞) : morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal. Sutedi (2003:44 - 45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (naiyoukeitaiso,内容形態素) adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan akar kata (gokan) dari verba atau adjektiva, sedangkan morfem fungsi (kinoukeitaiso, 機能形


(36)

態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi

dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitiso, 時制形 態素).

Dari kedua tipe diatas, selanjutnya dapat dibagi jenisnya menurut konsfigurasi bahasa Jepang :

(a) hanya morfem bebas : yama (山) = gunung

(b) morfem bebas + morfem terikat : shiroi (白い) = putih  shiro -- i  [ シ

ロ .イ]

(c) morfem terikat + morfem terikat : kaite (書いて) = menulis  (kaite)

[カイ.テ]

(d) morfem bebas + morfem bebas : yamamichi ( 山道) = jalan gunung  (yama

michi)  [ヤマ.ミチ]  merupakan kata majemuk (fukugo, 複合)

Pada bagian (a) pada kata “yama” (ヤマ) yang berarti ‘gunung’ merupakan penjelasan mengenai morfem bebas. Morfem ini dapat berdiri sendiri dan memiliki arti sendiri. Pada bagian (b) pada kata “shiro”『 白 』dari shiroi「 白 い 」yaitu merupakan morfem bebas karena dapat digunakan berdiri sendiri, Pada kata shiro

「 白 yaitu /i/ (イ ) pada akhiran yang mengikutinya adalah akhiran yang menunjukkan suatu pekerjaan dari adjektiva-i (i-keiyoushi), dan selalu memerlukan


(37)

Pada bagian (c) pada kata kaite 「書いて」 pada /kai/「カイ」dari yaitu

seperti pada kaite「カイテ」dan kaita「カイタ」, muncul bentuk terikat pada kata kerja bantu kata sambung /te/「 テ 」dan /ta/「 タ 」 dan tidak pernah muncul pengucapan yang pemisahannya hanya dengan kata /kai/「カイ」, serta tidak ada

pada bagian akar kata, dan /kai/「カイ」 ini merupakan morfem terikat. Pada kata 「 テ 」/te/ dan「 タ 」/ta/ adalah elemen yang ditambahkan pada bentuk kata sambung dari partikel, ini juga merupakan morfem terikat.

Pada bagian (d) morfem bebas dari kata dan disebut kata majemuk yang mengikat morfem bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu berdiri sendiri dan memiliki arti tersendiri bergabung dan membentuk kata dan arti yang baru. Pada kata yama「ヤマ」yang memiliki arti ‘gunung’ jika ditambahkan kata michi「ミ

チ」yang memiliki arti ‘jalan’ jika digabungkan menjadi yamamichi (山道)atau

「ヤマミチ」yang artinya menjadi ’jalan pegunungan’. Dalam bahasa Jepang kata majemuk kebanyakan dibentuk akibat dari penggabungan dari dua atau lebih dari huruf kanji. Huruf kanji juga dapat dikatakan satu morfem bebas yang berdiri sendiri dan memiliki arti sendiri.

Tsujimura (1996:141-142), dalam tulisannya yang berjudul An Introduction to Japanese Linguistics, Morfem derivasional adalah morfem terikat yang dapat mengubah makna dan atau kategori kata yang dilekatinya. Misalnya, morfem [す-, su- (telanjang)] dilekatkan pada kata benda (nomina) [あし, ashi (kaki)] menjadi [す


(38)

あし, suashi (kaki telanjang]. Morfem [す-, su-] tidak mengubah identitas kata yang dibentuknya, namun mengubah makna kata tersebut. Sementara itu, morfem infleksional tidak membuat suatu kata baru yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh morfem derivasional. Misalnya dalam bahasa Jepang terdapat morfem yang menunjukkan kalimat bukan lampau biasanya ditandai dengan morfem [-る, -ru] dan kalimat lampau ditandai dengan morfem [-た, -ta].

2.1.3. Kata Bahasa Jepang (Tango)

Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang selalu ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Apa yang disebut kata ini, adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).

Penelitian dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas mengenai kata. Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan menurut bentuknya, jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk - bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan. Selain itu Keraf (1984:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagaiannya, dan yang mengadung suatu ide disebut kata.


(39)

Ramlan (1987:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem,

suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar

terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan kata.

Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu

(1989:105-106) dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:136-137) menyebut tango

dengan istilah go. Dia menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono,

mettani, shikashi, rareru, dan sebagainya disebut go(語) atau tango ( 単語). Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat

Hana ga saku’ (bunga berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih

kecil akan menjadi hana-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi

menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi

ha-na-ga-sa-ku yang hanya merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak

mempunyai arti apapun. Go memiliki arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki

arti tertentu. Di dalam sebuah kalimat go secara langsung dapat membentuk sebuah


(40)

Klasifikasi Kata

Kata dapat diklasifikasikan atau dapat dikelompokkan. Menurut Parera (1994:7) Pengelompokan kelas kata sebuah bahasa pada umumnya dibedakan atas dua tahap. Pertama klasifikasi primer (pengelompokan pertama) dilakukan

berdasarkan distribusi kata secara sintaksis dan frasal. Dalam hal ini kata-kata tersebut masih berada dalam keadaan sebagai morfem bebas atau kata yang bermorfem tunggal. Umpamanya dalam pengelompokan kelas kata bahasa Inggris berdasarkan distribusinya secara sintaksis dan frasal sebagai berikut : father, man,

boy, sick, good, and, or, because, go, sing dan sebagainya. Kedua yaitu klasifikasi

sekunder (pengelompokan kedua) dilakukan berdasarkan distribusi sintaksis dan frasal dalam bentuk kata kompleks. Umpamanya pengelompokan kata bahasa Inggris : boys, books, better, does, dan sebagainya.

Berdasarkan cara-cara pembentukannya, go dapat dibagi menjadi jiritsugo dan

fuzokugo. Jiritsugo yaitu kata (go) yang dapat berdiri sendiri dan dapat menunjukkan

arti tertentu. Yang termasuk ke dalam jiritsugo yaitu kelas kata verba (doushi),

adjektiva (keiyoushi, keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina (rentaishi), adverbia

(fukushi), konjungsi (setsuzokushi), dan interjeksi (kandoushi). Fuzokugo yaitu kata

(go) yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti tertentu. Yang termasuk

kedalam fuzokugo yaitu partikel (joushi), dan kopula (jodoushi). Perbedaan antara

jiritsugo dengan fuzokugo yaitu jiritsugo dengan sendirinya dapat membentuk sebuah


(41)

tidak dapat membentuk kalimat (bunsestsu) kalau tidak dgabungkan dengan

jiritsugo.

Berdasarkan asal usulnya, kata dalam bahasa Jepang terdiri dari wago, kango, dan gairaigo. Selain itu terdapat juga konshugo yang merupakan kata-kata yang

terdiri dari gabungan beberapa kata dari asal yang berbeda. Secara harfiah, wago adalah kosakata asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh bahasa China ke dalam bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa kata wago yang merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango adalah kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China. Walaupun kango memiliki kesamaan dengan gairaigo sebagai kosakata yang diserap dari bahasa asing, namun karena wago yang diserap dari bahasa China memiliki karakteristik tertentu, maka tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo

menurutSudjianto dan Ahmad Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo) yanglalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo).

Tango (kata) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua macam,

yaitu tanjungo dan gouseigo. Tanjungo adalah kata yang terdiri dari morfem yang berbentuk kata tunggal, sehingga secara struktural tidak dapat diuraikan lagi, contohnya yama, inu dan lain-lain. Sedangkan gouseigo adalah kata yang terdiri dari beberapa unsur sehingga secara struktural masih dapat diuraikan, contohnya yamamichi (jalan setapak di pegunungan) yang terdiri dari yama (gunung) dan michi (jalan). Gouseigo itu sendiri dibagi lagi menjadi dua macam yaitu :


(42)

1. Fukugougo,

2.

yaitu kata yang terdiri dari beberapa unsur yang masing-masing unsur mengandung arti dan dapat berdiri sendiri sehingga secara struktural dapat diuraikan, misalnya seperti yang telah disebutkan di atas.

Haseigo,

Tango dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan jenisnya.

Pengklasifikasian atau pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi

bunrui ( 品詞分類). Hinshi berarti jenis kata (word class, atau part of speech), sedangkan bunrui berarti penggolongan, klasifikasi, kategori atau pembagian. Jadi

hinshi bunrui berarti klasifikasi kelas kata berdasarkan berbagai karakteristinya

secara gramatikal Menurut Situmorang (2007:8) pembagian kelas kata bahasa Jepang adalah sebagai berikut:

adalah kata yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur dasar dan unsur infiks. Unsur yang menjadi kata dasar dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti, sedangkan unsur infiks bila berdiri sendiri tidak memiliki arti. Karena itu unsur infiks tidak dapat berdiri sendiri.

1. Verba (doushi, 動詞) yaitu kata yang bermakna gerakan, dapat berdiri sendiri, mengalami perubahaan bentuk/berkonjugasi, dan dapat menjadi predikat dalam sebuah kalimat.

2. Adjektiva (keiyoushi, 形 容 詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan selalu berakhiran dengan huruf ~i dan dapat menjadi predikat.


(43)

3. Adjektiva (keiyoudoushi, 形容動詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan selalu berakhiran dengan akhiran –da.

4. Nomina (meishi, 名詞), yaitu kata nama, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan menjadi subjek atau objek dalam kalimat.

5. Adverbia (fukushi, 副詞), yaitu merupakan kata tambahan, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri , tidak menjadi subjek, tidak menjadi predikat, dan tidak menjadi objek, dan menerangkan keiyoushi, dan

menerangkan fukushi.

6. Prenomina (rentaishi, 連 体 詞), yaitu kata yang mengikuti benda ( yang menerangkan benda), tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, dan diikuti kata nama tanpa diantarai kata lain.

7. Konjungsi (setsuzokushi, 接 続 詞), yaitu kata sambung, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, objek, predikat dalam kalimat. Berfungsi menyanbung dua buah kata, karena untuk menyambung dua buah kata dalam bahasa Jepang dipergunakan setsuzokujoshi.

8. Kopula (jodoushi, 助 動 詞), yaitu kata bantu sebagai verba, mengalami perubahan bentuk sama seperti doushi, tidak dapat berdiri sendiri, ada yang

mempunyai arti sendiri dan ada yang menambah makna pada kata lain.

9. Partikel (joushi, 助詞), yaitu kata bantu, tidak mengalami perubahan bentuk, tidak dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, predikat, objek dan keterangan


(44)

dalam kalimat, selalu mengikuti kata lain, dan ada yang mempunyai arti sendiri dan ada juga yang berfungsi memberikan arti pada kata lain.

10. Interjeksi (kandoushi, 感動詞), yaitu kata gerakan perasaan, tidak mengalami perubahan bentuk, dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, tidak menjadi keterangan, tidak menjadi subjek, predikat, dan tidak pula menjadi penyambung kata atau kalimat. Serta berfungsi untuk mengutarakan rasa terkejut, kaget, heran, marah, dan sebagai kata-kata salam.

Istilah kata (go, 語) atau (tango, 単語) dalam bahasa Jepang terdiri dari beberapa kelompok yang dilihat menurut pembentukannya yaitu :

1. Kata Dasar (tanjungo, 単純語)

Misalnya kata orang(hito, 人), makan (taberu, 食べる ), tidur (neru, 寝る) dan lain lain. Dengan lain kata dasar adalah kata yang mempunyai satu arti dan dapat berdiri sendiri, tidak mengalami penambahan imbuhan dan perubahan bentuk.

2. Kata Turunan (haseigo, 派生語)

Kata turunan yaitu kata kata yang sudah mengalami perubahan bentuk, penambahan imbuhan dan proses perubahan ucap. Kata turunan ini dalam bahasa Jepang terbagi menjadi 3 bagian yaitu,

a. Gejala perubahan pengucapan (hen on genshou, 変音現象)

b. Penamahan imbuhan di awal kata (settouji, 接頭辞 )


(45)

3. Kata Majemuk (fukugougo, 複合語)

Kata majemuk yaitu kata kata yang mengalami proses pembentukan kata majemuk, dalam bahasa jepang kata majemuk ini jumlahnya sangat banyak dan bervariasi. Kata majemuk dalam bahasa Jepang terbagi menjadi :

3.1.Kata Benda Majemuk (fukugou meishi, 複合名詞)

Kata benda majemuk yaitu kata benda yang terbentuk dari gabungan dua buah unsur kata yang membentuk satu kata benda majemuk. Kata majemuk ini terbagi lagi menjadi gabungan unsur unsur seperti di bawah ini :

a. Verba + Verba d. Adjektiva + Noun g. Noun Adjektiva +Noun b. Noun + Verba e. AD + Noun

c. Noun + Noun f. Verba + Noun

3.2.Kata Kerja Majemuk (fukugoudoushi, 複合動詞)

Kata kerja majemuk atau verba majemuk ini sangat bervariasi , merupakan gabungan dua buah unsur yang membentuk verba majemuk , secara garis besar verba majemuk ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :

a. V + V b. N + V c. A + V d. Adv+V e. Imbuhan +V

3.3.Kata Sifat 1 majemuk (fukugo keiyoushi, 複合形容詞 )

Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Jepang terbagi menjadi dua golongan yaitu : kata sifat I atau adjektiva-I (i-keiyoushi) yang berakhiran /-i/ seperti

atararashii, takai dan lain lain, dan kata sifat golongan II atau adjektiva-na (


(46)

2.1.4. Teori Morfologi Generatif

Dalam analisis penelitian ini, penulis menggunakan teori morfologi generatif supaya jangkauan pembicaraan tidak terbatas dan tidak hanya bersifat deskriptif tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang lebih mutakhir (seperti Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap analisis penelitian ini sehingga menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.

Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan Chomsky pada tahun 1970 melalui tulisannya yang berjudul "Remarks on Nominalisation". Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang morfologi terutama proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi. Dardjowijojo (1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat yang serius terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang berjudul "Morphology in a Generative Grammar" yang disajikan pada Congress of Linguists di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan judul "Prolegomena to a Theory of Word Formation". Tulisan Halle memberikan dampak yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel pada tahun 1974, Botha pada tahun 1974, Boas pada tahun 1974, Lipka pada tahun 1975 dalam bentuk artikel dan oleh Aronoff pada tahun 1976, serta Scalise pada tahun 1984 dalam bentuk buku.

Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat 2 pandangan. Kelompok pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar dari


(47)

semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); Asumsi dasar Halle di

tahun 1973 adalah bahwa secara normal penutur bahasa di samping memiliki pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan struktur kata tersebut. Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai kemampuan untuk mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu terbentuk dan sekaligus bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam bahasanya. Misalnya, penutur asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu memahami bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-hati bukan

bahasa Inggris. Ini segera bisa menunjukkan bahwa careful dibentuk dari

penambahan morfem bebas care dengan sufiks –ful.

1.

Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari atas:

List of Morpheme

2.

yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM

Word Formation Rules

3.

atau Kaidah Pembentukan Kata yang selanjutnya disingkat KPK

Filter

4.

atau saringan

Dictionary atau kamus. Ini ditambahkan oleh Halle dua tahun kemudian

sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan Saringan. Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata dan berbagai macam afiks baik yang bersifat infleksional maupun derivasional yang


(48)

disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal yang relevan.

Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang bena-benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang belum ada dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan. Dengan kata lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan kata serta bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut.

Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi

sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa

saja yang di "recite", tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan

gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa di mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa bersangkutan seperti misalnya bahasa Inggris mengenal kata arrival tetapi tidak


(1)

DAFTAR KELAS KATA ADJEKTIVA-I

N O

Adjektiva-i (i-keiyoushi)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Bebas (Gokan)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Terikat (Gobi)

Kanji/ Hiragana

Arti

1. urusai うるさい urusa- うるさ -i い ribut, berisik

2. kitanai 汚い kitana- 汚 -i い Kotor

3. akai 赤い aka- 赤 -i い Merah

4. shiroi 白い shiro- 白 -i い Putih

5. kuroi 黒い kuro- 黒 -i い Hitam

6. hosoi 細い hoso- 細 -i い Tipis

7. kanashii 悲しい kanashi- 悲し -i い Sedih

8. hazukashii 恥ずかしい hazukashi- 恥ずかし -i い Malu

9. kibishii 厳しい kibishi- 厳し -i い Ketat,

disiplin

10. tsuyoi 強い tsuyo- 強 -i い Kuat

11. kitsui きつい kitsu- きつ -i い Sulit

12. erai 偉い era- 偉 -i い Hebat

13. kashikoi 賢い kashiko- 賢 -i い Gigih

14. yasui 安い yasu- 安 -i い Murah,

mudah

15. osoroshii 恐ろしい osoroshi- 恐ろし -i い Takut

16. atatakai 暖かい atataka- 暖か -i い Hangar

17. mezurashii 珍しい mezurashi- 珍し -i い Aneh

18. mabushii 眩しい mabushi- 眩し -i い Silau

19. omoi 重い omo- 重 -i い Berat

20. karui 軽い karu- 軽 -i い Ringan

21. uii 初い ui- 初 -i い Pertama, baru

22. omoshiroi 面白い omoshiro- 面白 -i い Menarik

23. amai 甘い ama- 甘 -i い Manis

24. isogashii 忙しい isogashi- 忙し -i い Sibuk


(2)

26. ookii 大きい ooki- 大き -i い Besar

27. shitashii 親しい shitashi- 親し -i い Akrab

28. chikai 近い chika- 近 -i い Dekat

29. tanoshii 楽しい tanoshi- 楽し -i い Senang

30. hayai 早い、速い haya- 早、速 -i い Cepat

31. oishii 美味しい oishi- 美味し -i い Enak

32. itai 痛い ita- 痛 -i い Sakit

33. samui 寒い samu- 寒 -i い Dingin

34. Ii, yoi 良い i-, yo- 良 -i い baik, bagus

35. Asai 浅い asa- 浅 -i い Dangkal

36. muzukashii 難しい muzukashi- 難し -i い sulit, susah,

sukar

37. takai 高い taka- 高 -i い tinggi, mahal

38. chiisai 小さい chisa- 小さ -i い Kecil

39. subarashii 素晴らしい subarashi- 素晴らし -i い luar biasa

40. atsui 暑い atsu- 暑 -i い Panas

41. atsui 厚い atsu- 厚 -i い tebal, ramah,

hangat

42. usui 薄い usu- 薄 -i い Tipis

43. yowai 弱い yowa- 弱 -i い Lemah

DAFTAR KELAS KATA ADJEKTIVA-NA

N O

Adjektiva-na (na-keiyoushi)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Bebas (Gokan)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Terikat (Gobi)

Kanji/ Hiragana

Arti

1. manzoku na 満足な manzoku- 満足 -na/-da な/だ Puas

2. baka na 馬鹿な baka- 馬鹿 -na/-da な/だ Bodoh

3. joubu na 丈夫な joubu- 丈夫 -na/-da な/だ baik-baik

4. yawaraka na 柔らかな yawaraka- 柔らか -na/-da な/だ Lembut

5. shizuka na 静かな shizuka- 静か -na/-da な/だ tenang, sepi

6. kirei na きれいな kirei- きれい -na/-da な/だ cantik, bersih

7. suki na 好きな suki- 好き -na/-da な/だ Suka

8. byouki na 病気な byouki- 病気 -na/-da な/だ Sakit

9. kiken na 危険な kiken- 危険 -na/-da な/だ Bahaya


(3)

11. suteki na すてきな suteki- すてき -na/-da な/だ Bagus

12. genki na 元気な genki- 元気 -na/-da な/だ Sehat

13. shinsetsu na 親切な shinsetsu- 親切 -na/-da な/だ Ramah

14. jouzu na 上手な jouzu- 上手 -na/-da な/だ pintar, pandai

15. yuumei na 有名な yuumei- 有名 -na/-da な/だ Terkenal

16. hansamu na ハ ン サ ム

hansamu- ハンサム -na/-da な/だ Tampan

17. nigiyaka na に ぎ や か な

nigiyaka- にぎやか -na/-da な/だ Ramai

18. hitsuyou 必要な hitsuyoui- 必要 -na/-da な/だ Perlu

19. hima na ひまな hima- ひま -na/-da な/だ Senggang

20. taihen na 大変な taihen- 大変 -na/-da な/だ Gawat

21. taisetsu na 大切な taisetsu- 大切 -na/-da な/だ Penting

22. bukiyou na 不器用な bukiyou- 不器用 -na/-da な/だ canggung,

janggal

23. bukimi na 不気味な bukimi - 不気味 -na/-da な/だ aneh, ngeri,

seram

24. shinsen na 新鮮な shinsen - 新鮮 -na/-da な/だ Segar

25. tokubetsu na 特別な tokubetsu

-

特別 -na/-da な/だ Khusus

26. odayaka na 穏やかな odayaka - 穏やか -na/-da な/だ tenang, damai

27. omo na 主な omo- 主 -na/-da な/だ Penting

28. kiraku na 気楽な kiraku- 気楽 -na/-da な/だ mudah,

gampang

29. iya na 嫌な iya- 嫌 -na/-da な/だ Benci

30. kirai na 嫌いな kirai- 嫌い -na/-da な/だ Benci

31. anzen na 安全な anzen- 安全 -na/-da な/だ Aman

32. anraku na 安楽な anraku- 安楽 -na/-da な/だ Ketenangan,

menyenangkan

33. adeyaka na 艶やかな adeyaka- 艶やか -na/-da な/だ cantik,

menarik, molek

34. benri na 便利な benri- 便利 -na/-da な/だ Praktis

35. seikou na 生硬な seikou- 生硬 -na/-da な/だ Halus


(4)

DAFTAR KELAS KATA VERBA

N O

Verba (Doushi)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Bebas (Gokan)

Kanji/ Hiragana

Bentuk Terikat (Gobi)

Kanji/ Hiragana

Arti

1. sawagu 騒ぐ sawa- 騒 -gu ぐ berisik, ribut

2. konomu 好む kono- 好 -mu む menyukai

3. hohoemu ほほえむ hohoe- ほほえ -mu む tertawa

4. nozomu 望む nozo- 望 -mu む mengharapkan

5. wazurau 煩う wazura- 煩 -u う rumit, susah

6. utagau 疑う utaga- 疑 -u う mencurigai

7. kiku 聞く ki- 聞 -ku く mendengar

8. magireru 紛れる magire- 紛れ -ru る mengalihkan,

membelokkan

9. awateru 慌てる awate- 慌て -ru る kebingungan,

terburu-buru

10. miru 見る mi- 見 -ru る melihat

11. niru 煮る ni- 煮 -ru る memasak

12. akiru 飽きる aki- 飽き -ru る bosan, lelah

13. nareru 馴れる nare- 馴れ -ru る terbiasa

14. tadoru 辿る tado- 辿 -ru る menempuh

15. sugaru 縋る suga- 縋 -ru る memegang

erat-erat

16. shinjiru 信じる shinji- 信じ -ru る mempercayai

17. torimasu 取ります tori- 取り -masu ます mengambil

18. machimasu 待ちます machi- 待ち -masu ます menunggu

19. kachimasu 勝ちます kachi- 勝ち -masu ます menang

DAFTAR KELAS KATA NOMINA

N

O

Nomina

(Meishi)

Kanji/

Hiragana

Arti

1.

onna

wanita, perempuan

2.

iro

Warna

3.

machi

Wilayah

4.

sama

yang terhormat

5.

betsu

Pisah

6.

yoso

余所

tempat lain

7.

nebari

粘り

Lengket. melekat

8.

konki

根気

Kegigihan, kesabaran

9.

na

Nama


(5)

DAFTAR KATA-KATA ADJEKTIVA-I BAHASA JEPANG (I-KEIYOUSHI)

3

拍形容詞

●●○

型の形容詞 ( あか い

・ あこ う

・ あか かった

となる類。 他の活用形

あかい【赤い】

あかい【明い】

あさい【浅い】

あつい【厚

い】

あまい【甘い】

あらい【荒い・粗い】

うすい【薄

い】 ・ うとい【疎い】 ・ おそい【遅い】 ・ おもい【重い】 ・ かた

い【堅い・硬い】 ・

かたい【難い】 ・ かるい【軽い】

・ きつい ・

くどい ・ くぼき【窪き】 ・ くらい【暗い】 ・ さくい ・ すごい【凄

い】 ・ すぼき【窄き】 ・ つらい【辛い】 ・ とおい【遠い】 ・ まる

い【丸い・円い】

●○○

型の形容詞 ( し ろい

・ し ろ う

・ し ろ かった

となる類。 他の活用

形は

あおい【青い】

あしい【悪しい】

あつい【暑い・熱い】

しい【美しい】 ・ いたい【痛い・甚い】 ・ うまい【美い・旨い】 ・

うまい【上手い】

えらい【偉い】

おおい【多い】

おしい

【惜しい】(※

●●○

とも)

かゆい【痒い】

からい【辛い・苛い・

酷い】 ・ きよい【清い】 ・ くさい【臭い】 ・ くろい【黒い】 ・ け

しき【怪しき】

ごとし【如し】

こわい【恐い・強い】

さむ

い【寒い】

しぶい【渋い】

しろい【白い】

せまい【狭

い】 ・ たかい【高い】 ・ たけき【猛き】 ・ ちかい【近い】 ・ つよ

い【強い】

ながい【長い・永い】

にがい【苦い】

にくい

【憎い】

にぶい【鈍い】

ぬるい【温い】

はやい【早い・速

い】 ・ ひくい【低い】 ・ ひろい【広い】 ・ ふかい【深い】 ・ ふと

い【太い】

ふるい【古い】

ほしい【欲しい】

ほそい【細

い】

むごい【惨い・酷い】

もろい【脆い】

やすい【安い・

易い】 ・ ゆるい【緩い】 ・ よわい【弱い】 ・ わかい【若い】 ・ わ

るい【悪い】

4

拍形容詞

●●●○

型の形容詞 ( とうと い

・ とうと う

・ とうと かった

となる類。 他

の活用形は

あかるい【明るい】 ・ あやうい【危うい】 ・ あやしい【怪しい】 ・

いやしい【賤しい】 ・ おもたい【重たい】 ・ かなしい【悲しい】 ・

けむたい【煙たい】

とうとい【尊い】

ねむたい【眠たい】

むなしい【空しい】(※

●●○○

とも)

やさしい【優しい】(※

●●○○

も) ・ よろしい【宜しい】 ・ わびしい【侘しい】


(6)

●●○○

型の形容詞 (

うれ しい

う れしゅう

う れしかった

となる類。

他の活用形は

あえなき【敢えなき】

あどなき

あまねき【遍き】

いとしい

【愛しい】

いみじい

うるさい【煩い】

うれしい【嬉し

い】 ・ おかしい ・ おさない【幼い】 ・ おだしき【穏しき】 ・ おな

じい【同じい】

おぼしい【思しい・覚しい】

かしこい【賢

い】

かわいい【可愛い】

きたない【汚い・穢い】

きびしい

【厳しい】

くやしい【悔しい】

くるしい【苦しい】

くわし

い【詳しい】

けだかい【気高い】

けわしい【険しい】

こい

しい【恋しい】

こだかい【小高い】

さかしい【賢しい】

がしき【峻しき】

さびしい【寂しい】

したしい【親しい】(※

●●●○

とも

)

すくない【少ない】

すげない【素気無い】

すずし

い【涼しい】

せんない【詮無い】

ただしい【正しい】(※

●●●○

とも)

・ たのしい【楽しい】 ・

たやすい【容易い】 ・ ちいさい【小

さい】

つたない【拙い】

つれない【連無い】

とぼしい【羨

しい・乏しい】

はかない【果無い】

はげしい【激しい】

さしい【久しい】

ひとしい【等しい】

まさしき【正しき】

まずしい【貧しい】

まぢかい【間近い】

みじかい【短い】

みにくい【醜い】

めでたい

ものうい【物憂い】

やましい

【疚しい】

ゆかしい【床しい・懐しい】

ゆゆしい【由々し

い】 ・ よしなき【由無き】 ・ わりない【理無い】

その他・例外的な

4

拍形容詞

●○○○

型の形容詞

おおきい【大きい】(※

●●●○

とも) ・ ていたい【手痛い】

○●●○

型の形容詞

おいしい ・ しんどい

●○○○

型または

●●○○

型の形容詞