Pala Maluku Utara berdasarkan keragaman morfologi, kandungan atsiri, pendugaan seks tanaman dan analisis marka SSR

(1)

i

PALA (

Myristica

spp.) MALUKU UTARA

BERDASARKAN KERAGAMAN MORFOLOGI,

KANDUNGAN ATSIRI, PENDUGAAN SEKS TANAMAN

DAN ANALISIS MARKA SSR

SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

iii

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan disertasi “Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah di-cantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Agustus 2012 Sri Soenarsih Diah A.Soeroso NRP A263070031


(4)

(5)

v

ABSTRACT

SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO. North Moluccas Nutmeg (Myristica spp.) Based on the Diversity Morphology, Essential Oil Contents, Expected Nutmeg Sex and Analysis of SSR Markers. Under direction of SUDARSONO, H.M.H BINTORO DJOEFRIE and YUDIWANTI WAHYU.E.K.

North Moluccas has several species of nutmeg that is necessary to identify the diversity of essential oil components

.

Differences in species composition and

nutmeg will give a different nutmeg oil content as well. Cultivation of nutmeg by identifying the type of sex is very useful and prevent the election of male plants. Characterization based on morphological markers and Simple Sequence Repeat (SSR) to Obtain Information and the genetic diversity of sex determination for plant breeding and conservation of plant germplasm nutmeg. The results of the analysis of morphological and agronomic diversity nutmeg identified as belonging to the accession of nutmeg Myristica fragrans Houtt., M. fatua Houtt., M. argentea Warb., M. succedanea Reinw., M. speciosa Warb., M. papuana Scheff., Horsfieldia iryaghedhi Warb., H. globularia Warb., H. spicata Sinclair, H. warb sylvestris Warb., and Myristica sp. Further to the information diversity of germplasm contains oil of nutmeg (Myristica spp.) Of those species. The results of GC-MS analysis of volatile oil produced the highest species M. succedanea Reinw. 12.56% and Myristica sp. (PHG1) and the lowest levels of M. argentea Warb. 8.84% and M.speciosa Warb. 9.37%. While the levels of essential oils containing mace 19.60 - 21.30%. The main aromatic components of nine species of nutmeg and mace nutmeg is myristicin, safrol, elemicin and methyleugenol. Myristicin highest levels encountered in M. fragrans Houtt., M. succedanea Reinw. and Myristica sp. (PTLK). Identification of the type of sex using morphological markers in seeds and seedlings stadia nutmeg, can distinguish between male and female trees, and flowers monoecious and trimonoecious, hermaphrodit. Differences in female and male trees are the female flowers with no anthers and male flowers do not have ovaries. Sex morphology of the female plants habitus more pyramids, larger leaves, flowers 1-3, while the male plants more semi hibitus pyramid - membola with smaller leaves and flower number more than 3 pertangkai. Mofologi sex monoecious plants, and trimonoecious hermaphrodit showed no difference with the female plants. Characterization of Simple Sequence Repeat based markers (SSR), the ten SSR markers to evaluate kinship and genetic diversity of plant germplasm nutmeg, with a high degree of polymorphism of 78%. Obtained an average gene diversity (He) 0.821 and the average heterozygosity (Ho) of 1.00. The highest genetic diversity is generated at the locus M4s14 0.897, while the lowest in M2r6 0.731. High average heterozygosity at all loci. Average Polimorphic Information Content (PIC) for 0.787 is high. Klastering nutmeg species with a genetic similarity level of 23% to form four main clusters with a similarity level of 86.00% till 14:25, it indicates the degree of resemblance in diverse populations of individuals with levels of heterozygosity nutmeg alleles of 1.00%. Generated specific fragments of 150bp-200bp females, and males 500bp-200bp. Determination of seed horned daribiji not produce female plants, and trimonoeciou, gynomonoecious. Seedlings from seeds produced seedlings horned males, andromonoecious, and found no seedlings trimonoecious, gynomonoecious. So that the SSR primers can be used as a marker Vsur34 to distinguish the sex of plants and seed heads on early.


(6)

(7)

vii

RINGKASAN

SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO. Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Ber-dasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR. Dibimbing oleh SUDARSONO, H.M.H BINTORO DJOEFRIE dan YUDIWANTI WAHYU E.K.

Pala (Myristica spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dan informasi keragamannya masih terbatas. Keragaman spesies dan varietas pala penting untuk diidentifikasi sebagai dasar tindakan konservasi. Keragaman varietas dan spesies pala dapat dievaluasi dengan mengamati keragaman morfologi dan fenotipe di lapangan. Keragaman pala di Maluku Utara perlu dilakukan identifikasi keragaman komponen minyak atsiri. Perbedaan spesies pala akan memberikan komposisi dan kandungan minyak pala yang berbeda pula. Budidaya tanaman pala dengan cara pembibitan hingga saat ini masih mengalami kendala dalam hal penyediaan bibit yang belum bisa diketahui pasti seks tanaman pada saat tanaman dewasa, seks tanaman baru diketahui saat tanaman berumur 5 tahun. Identifikasi tipe seks meng-gunakan penanda morfologi pada stadia biji dan bibit pala akan menghindarkan terpilihnya tanaman jantan sehingga akan lebih mengefesien waktu, biaya, tenaga kerja. Karakterisasi berdasarkan penanda Simple Sequence Repeat (SSR) untuk mendapatkan Informasi keragaman genetik dan determinasi seks tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan pemuliaan dan konservasi plasma nutfah tanaman pala.

Pada kegiatan pertama dilakukan analisis keragaman morfologi dan agro-nomi pala. Hasil analisis menggunakan deskriptor teridentifikasi aksesi pala yang tergolong sebagai M. fragrans Houtt., M. fatua Houtt., M. argentea Warb., M. succedanea Reinw., M. speciosa Warb., M. papuana Scheff., Horsfieldia iryaghedhi Warb., H. globularia Warb., H. spicata Sinclair, H. sylvestris Warb., and Myristica sp. Aksesi pala dari Maluku Utara menunjukkan variasi yang tinggi terhadap jumlah bunga, warna bunga, bentuk buah, warna buah tua, permukaan kulit buah dan bentuk biji. Sifat agronomi aksesi pala dari Maluku utara menunjukkan variasi dalam bobot buah, biji dan fuli. Dendogram berdasarkan 21 karakter fenotipe menjelaskan aksesi pala yang dianalisis mengelompok menjadi satu dengan tingkat kesamaan 32%, pada tingkat kesamaan 42%, 52 aksesi pala terbagi kedalam tiga klastering dan mempunyai keragaman fenotipik antar spesies cukup tinggi. Analisis morfologi dan agronomi memperlihatkan keragaman spesies pala yang tinggi dengan sifat agronomi yang beragam.

Pada penelitian sebelumnya telah teridentifikasi spesies pala yang ada di Maluku Utara, selanjutnya dengan informasi keragaman spesies tersebut, maka perlu diidentifikasi kandungan minyak atsiri plasma nutfah pala (Myristica sp.) dari spesies-spesies tersebut. Hasil analisis GC-MS diketahui minyak atsiri tertinggi dihasilkan spesies M. succedanea Reinw. 12.56% dan Myristica sp. aksesi Tidore Buah Besar (PHG1) dan kadar terendah M. argentea Warb. 8.84% dan M. speciosa Warb. 9.37%. Sementara kadar minyak atsiri fuli mengandung 19.60 – 21.30%. Kadar minyak fuli 21%, lebih tinggi dibandingkan kadar minyak biji pala 11%. Minyak atsiri biji 9 spesies dan fuli memiliki komponen utama yang sama yaitu -pinene, --pinene, sabinene dan terpinen-4-ol. Pinene merupakan senyawa mono-terpen hidrokarbon yang banyak dijumpai dalam minyak biji pala dan fuli pala. Komponen aromatik utama 9 spesies pala dan fuli pala adalah myristicin, safrol, elemicin dan methyleugenol. Kadar myristicin tertinggi di jumpai pada M. fragrans Houtt., M. succedanea Reinw. dan Myristica sp. aksesi Telur Kambing (PTLK).


(8)

viii

Pada kegiatan yang ketiga, untuk pengembangan dan budidaya tanaman pala, maka permasalahan seks tanaman pala merupakan suatu kendala bagi para petani. Identifikasi tipe seks menggunakan penanda morfologi pada stadia biji dan bibit pala akan menghindarkan terpilihnya tanaman jantan. Berdasarkan penanda morfologi dapat membedakan pohon betina dan jantan, monoecious dan trimonoe-cious dan bunga hermaphrodit. Perbedaan pohon betina dan jantan adalah bunga betina yang tidak memiliki anther dan bunga jantan tidak memiliki ovarium. Morfologi Seks tanaman betina habitus lebih piramid, daun lebih besar, bunga 1-3, sedangkan tanaman jantan habitus lebih semi piramid sampai membola dengan daun lebih kecil dan jumlah bunga lebih dari 3 pertangkai. Morfologi seks tanaman monoecious dan trimonoecious tidak memperlihat perbedaan dengan tanaman betina. Prediksi seks berdasarkan biji yang bertanduk dan berlingir adalah biji jantan dan biji yang tidak bertanduk dan berlingir adalah biji betina. Morfologi bibit ber-cabang dan akar bercabang adalah tanaman betina, bibit dan akar tidak bercabang adalah tanaman jantan.

Dari kegiatan penelitian tahap pertama hingga ketiga, maka hasil penelitian yang didapat kemudian didukung dengan informasi molekuler tanaman pala akan memberikan informasi yang lebih lengkap untuk spesies pala di Maluku Utara. Karakterisasi berdasarkan penanda Simple Sequence Repeat (SSR) untuk men-dapatkan Informasi keragaman genetik dan determinasi seks tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan pemuliaan dan konservasi plasma nutfah tanaman pala. Hasil penelitian menginformasikan bahwa sepuluh marka SSR dapat mengevaluasi kekerabatan dan keragaman genetik plasma nutfah tanaman pala, dengan tingkat polimorfisme tinggi sebesar 78%. Diperoleh rata-rata keragaman gen (He) 0.821 dan rata-rata heterosigositas (Ho) sebesar 1.00. Keragaman genetik tertinggi 0.897 dihasilkan pada lokus M4s14, sedangkan terendah 0.731 pada M2r6. Heterosigositas rata-rata tinggi pada semua lokus. Rata-rata nilai Polimorphic Information Content (PIC) sebesar 0.787 adalah tinggi. Seluruh aksesi pala yang diamati memiliki nilai polimorfis yang tinggi sehingga tingkat keragamannya tinggi. Klastering spesies pala dengan tingkat kesamaan genetik 23% membentuk empat klaster utama dengan tingkat kemiripan 14.25 sampai 86.00%, tingkat kemiripan tersebut mengindikasikan individu beragam dalam populasi pala dengan tingkat heterozigositas alel-alel sebesar 1.00%. Dihasilkan fragmen spesifik betina sebesar 150bp-200bp, dan jantan 500bp-200bp. Determinasi bibit dari biji tidak bertanduk menghasilkan tanaman betina, gynomonoecious dan trimonoeciou. Bibit dari biji bertanduk menghasilkan bibit jantan, andromonoecious, trimonoecious dan tidak di-temukan bibit gynomonoecious. Dengan demikian primer SSR Vsur34 dapat di-jadikan penanda untuk membedakan seks tanaman dan bibit pala sejak dini.


(9)

ix

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang

Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantum-kan atau menyebutmencantum-kan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

x

PALA (

Myristica

spp.) MALUKU UTARA

BERDASARKAN KERAGAMAN MORFOLOGI,

KANDUNGAN ATSIRI, PENDUGAAN SEKS TANAMAN

DAN ANALISIS MARKA MOLEKULER SSR

SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(11)

xi

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si

Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Muhammad Syukur, SP. M.Si Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Dr. Rita Harni, MS

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (BALITTRI), Sukabumi


(12)

xii

Judul Disertasi : Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR

Nama Mahasiswa : Sri Soenarsih Diah A. Soeroso

Nomor Pokok : A263070031

Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(13)

(14)

xiv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Aspek yang dipilih dalam penelitian ini berkaitan dengan komoditas pala dengan judul “Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendu-gaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR”.

Penulis mengucapkan terimakasih dan pengghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku komisi pembimbing atas waktu dan kesempatann yang telah diluangkan dalam memberikan masukan, arahan, bimbingan dan motivasi sejak penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya disertasi ini. Terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Muhammad Hadad Pusat Penelitian Tanaman Rempah dan Industri (BALITTRI) (Sukabumi) atas penyediaan lokasi pembibitan dan penanaman pala, serta kepada staf dan teknisi Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman IPB. Kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Dikti Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan biaya Penelitian.

Rasa terimakasih juga disampaikan kepada teman–teman seperjuangan pada Prgram Studi Pemuliaan dan Bioteknologi, dan Agronomi dan Hortikultura angkatan 2007 FAPERTA IPB, untuk persahabatan dan kebersamaan selama masa studi, kepada rekan-rekan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman yang telah bersahabat dan berdiskusi selama penulis studi di IPB. Kepada ayah, ibu, dan kakak, terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian, kesabaran dan doanya selama ini.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan komoditas pala.

Bogor, Agustus 2012 Sri Soenarsih Diah A. Soeroso


(15)

(16)

xvi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku pada tanggal 18 Mei 1965, dari pasangan Bapak Abas Soeroso dan Ibu Sri Asiah sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Nusantara di Bandung tahun 1992. Tahun 2002 penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana pemerintah melalui BPPS dari DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Sejak tahun 1996 hingga sekarang penulis aktif sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara.


(17)

(18)

xviii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xxvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian ... 5

Tujuan Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... ... 7

Novelty ... 8

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pala ... 11

Morfologi Tanaman Pala ... 16

Potensi Tanaman Pala ... 17

Minyak Pala dan Komponen Atsiri ... 19

Fenotipe Seks Tanaman Pala ... 22

Penanda Keragaman Tanaman Pala ... 23

Penanda Molekuler ... 24

Simple Sequence Repeat (SSR) ... 26

Mikrosatelit ... 27

ANALISIS MORFOLOGI DAN AGRONOMI TANAMAN PALA (Myristica sp) Abstrak ... 31

Abstract ... 32

Pendahuluan ... 33

Bahan dan Metode ... 36

Tempat dan Waktu ... 36

Bahan Tanaman ... 36

Metode Penelitian ... 36


(19)

xix

Hasil dan Pembahasan ... 37

Karakteristik Morfologi Pala ... 37

Keragaman Morfologi Pala. ... 42

Karakteristik Agronomi Pala ... 46

Keragaman Fenotipik Antar Aksesi Pala ... 48

Simpulan ... 51

IDENTIFIKASI KANDUNGAN MINYAK ATSIRI PLASMA NUTFAH PALA (Myristica spp.) Abstrak ... 53

Abstract ... 54

Pendahuluan ... 55

Tujuan Penelitian ... 57

Bahan dan Metode ... 58

Tempat dan Waktu ... 58

Bahan Ekstraksi ... 58

Metode Penelitian ... 58

Analisis Data ... 60

Hasil dan Pembahasan ... 60

Kadar Minyak Pala ... ... 60

Sifat Fisiko Kimia Minyak Pala ... 62

Komponen Minyak Atsiri Biji Pala ... 65

Komponen Minyak Atsiri Fuli Pala ... 80

Komponen Minyak Atsiri Pala ... 86

Simpulan ... 90

IDENTIFIKASI SEKS TANAMAN PALA (Myristica fragrans Houtt) Abstrak ... 91

Abstract . ... 92

Pendahuluan ... 93

Tujuan Penelitian ... 95

Bahan dan Metode ... 95

Tempat dan Waktu ... 95

Bahan Tanaman ... 95

Metode Penelitian ... 95


(20)

xx

Hasil dan Pembahasan ... 97

Karakteristik Seks Pala ... 97

Analisis Seks Pala ... 104

Prediksi Seks Biji dan Bibit ... 109

Simpulan ... 116

ANALISIS MOLEKULER TANAMAN PALA (Myristica spp) BERDASARKAN PENANDA DNA (SSR) Abstrak ... 117

Abstract ... 118

Pendahuluan ... 119

Tujuan Penelitian ... 121

Bahan dan Metode ... 121

Tempat dan Waktu ... 121

Bahan Tanaman ... 122

Metode Penelitian ... 122

Analisis Data ... 126

Hasil dan Pembahasan ... 127

Keragaman Genetik Pala ... 127

Tingkat Heterozigositas ... 131

Keragaman Genetik Antar Individu ... 132

Identifikasi Seks Pala Dengan SSR ... 138

Identifikasi Seks Tanaman Pala ... 141

Simpulan ... 148

PEMBAHASAN UMUM ... 149

KESIMPULAN dan SARAN ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 165


(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Spesies utama genus Myristica dan sinonimnya ... 15

2. Sifat kimia minyak pala “East Indian” dan “West Indian” ... 21

3. Karakteristik morfologi spesies pala yang ada di Maluku Utara ... 43

4. Uji ragam Bartlett berdasarkan karakter morfologi tanaman pala dari Maluku Utara ... 45

5. Rataan hasil pala yang diukur dalam bentuk Indeks diameter (ID) buah dan biji, bobot buah, biji dan fuli untuk spesies pala di Maluku Utara ... 47

6. Pengelompokan 52 individu pala berdasarkan 21 karakter morfologi ... 48

7. Sifat fisik dan kimia miyak pala “East Indian” dan “West Indian” ... 57

8. Kadar minyak biji 9 spesies pala dari Maluku Utara ... 61

9. Kadar Minyak fuli pala merah dan putih dari Maluku Utara ... 61

10. Bobot jenis (BJ), indeks bias (IB), dan putaran optik minyak biji pala dari Maluku Utara ... 62

11. Bobot jenis (BJ), indeks bias (IB), dan putaran optik minyak fuli pala dari Maluku Utara ... 63

12. Kelarutan dalam Etanol (KDE) dan sisa penguapan (SP) minyak biji pala dari Maluku Utara ... 64

13. Kelarutan dalam Etanol (KDE) dan sisa penguapan (SP) minyak fuli pala dari Maluku Utara ... 64

14. Komponen minyak atsiri pala M. fragrans Houtt. (MFK) ... 67

15. Komponen minyak atsiri pala M. fragrans Houtt. jenis fuli putih (FPBB) ... 68

16. Komponen minyak atsiri pala M. succedanea Reinw. (MSC) ... 70

17. Komponen aroma minyak atri pala M. fatua Houtt. (MFT) ... 72

18. Komponen minyak atsiri pala M. argentea Warb. (MARG) ... 73

19. Komponen minyak atsiri pala M. speciosa Warb. (MSP) ... 75

20. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PKBM) ... 76

21. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PTLK) ... 78

22. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PHG1) ... 79

23. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tebal (FMTB) ... 81

24. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tipis (FMTP) ... 82

25. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna putih tebal (FPTB) ... 84


(22)

xxii

26. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna putih tipis (FPTP) ... 85 27. Komposisi minyak atsiri biji dan fuli pala dari 9 spesies

di Maluku Utara ... 87 28. Komponen utama senyawa aromatik 9 spesies pala dan fuli pala dari

Maluku Utara ... 88 29. Karakter morfologi tanaman pala jantan dan betina ... 98 30. Rataan tanaman pala Betina, Jantan, Monoecious dan

Trimonoecious pada lokasi Ternate, Tidore dan Makian ... 105 31. Persentasi Tanaman Betina, Jantan, Monoecious dan Trimonoecious . 106 32. Uji Khi-kuadrat (X2) perbandingan tanaman pala betina, jantan,

monoecious dan trimonoecious di Ternate, Tidore dan Makian ... 107 33. Uji Khi-kuadrat (X2) nisbah tanaman pala jantan, betina,

monoecious

dan trimonoecious di Ternate, Tidore dan Makian ... 108 34. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi tanduk biji pala ... 109 35. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi linger biji pala ... 110 36. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi perakaran

bibit pala ... 112 37. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi percabangan

bibit pala ………. 113

38. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan

bentuk tanduk kepala biji dan linger biji ... 114 39. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan

karakter percabangan perakaran dan percabangan bibit ... 114 40. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan

gabungan karakter morfologi biji, perakaran dan bibit pala

...

115 41. Daftar 17 primer SSR untuk amplifikasi DNA pala dalam PCR………… 126 42. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 6 marka SSR ... 129 43. Jumlah alel dan nilai polimorfise dari 10 primer SSR yang digunakan

dalam penelitian analisis keragaman genetik plasma nutfah pala ... 130 44. Parameter keragaman genetik 48 aksesi pala berdasarkan

marka SSR ... 131 45. Pengelompokan 48 individu tanaman pala berdasarkan

analisis klaster 10 marka SSR ... 136 46. Amplifikasi 17 marka SSR pada tanaman pala jantan,

pala betina dan prediksi bibit jantan dan bibit betina ... 139 47. Model genotipe dan fenotipe seks dengan tipe bunga

yang terbentuk pada tanaman pala ... 143 48. Fenotipe seks bibit pala berdasarkan fragmen pita DNA primer SSR


(23)

xxiii

49. Fenotipe seks bibit pala berdasarkan fragmen pita DNA primer

SSR Vsur34 dengan DNA bibit berasal dari biji bertanduk ... 146 50. Persentase fenotipe seks bibit berdasarkan hasil amplifikasi primer


(24)

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka dan bagan alur penelitian ... 10 2. Morfologi M. fragrans Houtt. terdiri atas tangkai daun, buah,

biji, bunga, fuli dan embrio biji ... 12 3. Penampilan karakter morfologi bentuk pohon aksesi pala ... 38 4. Karakter morfologi bentuk daun aksesi pala ... 39 5. Karakter morfologi bunga pada aksesi pala dari Maluku Utara ... 39 6. Karakter morfologi bantuk buah dan warna buah aksesi pala

dari Maluku Utara ... 40 7. Karakter bentuk dan warna biji aksesi pala dari Maluku Utara ... 41 8. Karakter morfologi warna fuli pada aksesi pala dari Maluku Utara ... 41 9. Dendogram clustering 52 aksesi pala Maluku Utara berdasarkan

21 karakter morfologi ... 49 10. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M.

fragrans Houtt. (Pala Banda kulit kecoklatan kasar, MFGC) ... 66 11. Tanaman pala jantan ... 99 12. Tanaman pala betina . ... 99 13. morfologi percabangan utama tanaman jantan ... 100 14. morfologi percabangan utama tanaman betina ... 100 15. Morfologi daun jantan dan morfologi daun betina ... 101 16. Morfologi bunga jantan, D-E-F: morfologi bunga betina ... 102 17. Morfologi lengkap bunga pala, A: jantan, B: hermaphrodit, C: betina .... 103 18. Morfologi biji pala prediksi seks, A: jantan, B: betina ... 104 19. Morfologi bibit pala prediksi seks, A: betina, B: jantan ... 104 20. Pola pita hasil PAGE pada nomor sampel 1 -60 dengan primer

M1r6 (a) dan primer M4s73 (b) ... 128 21. Dendogram hasil klastering 48 aksesi pala dengan 10 lokus SSR ... 133 22. Profil fragmen DNA gel akrilamid menggunakan SSR Vsur34 ... 142 23. Elektroferogram hasil PCR menggunakan primer SSR Vsur34 ... 142 24. Model persilangan antara tanaman betina dan jantan


(25)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Deskriptor Tanaman Pala ... 179

2. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies

M. fragrans Houtt. (Pala Banda fuli putih, MFGP) ... 182 3. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies

M. succedanea Reinw. (MSC) ... 183 4. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. fatua Houtt.

(MFT) ... 183 5. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies

M. argentea Warb. (MARG) ... 184 6. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies

M. speciosa Warb. (MSPC) ... 184 7. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (PKBM) ... 185 8. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (BBL) ... 185 9. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (F1MF) ... 186 10. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna

merah tebal (FMTB) ... 186 11. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna

merah tipis (FMTP) ... 187 12. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna

putih tebal (FPTB) ... 187 13. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna


(26)

xxvi

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Alel : Terminologi dalam genetika dan biologi molekuler yang

digunakan untuk menunjukkan pasangan gen dalam kromosom atau hasil sequencing DNA berupa pasangan basa nukleotida. Individu yang memiliki alel identik pada suatu lokus disebut homozygote dan yang tidak identik disebut heterozygote.

Amplifikasi : Penggandaan fragmen DNA melalui sintesis sekuen nuk-leotida

Androecious : bunga yang hanya memiliki staminate tanpa memiliki pistil-ate

Andromonoecious : Tanaman yang memiliki bunga jantan dan bunga herma-phrodit.

CTAB : Cetyltrimethylammonium bromide

Dendogram : Diagram bercabang-cabang menyerupai pohon yang

di-pakai untuk menggambarkan derajat kekerabatan atau kemiripan

Dioecious : Bunga jantan (staminate) dan bunga betina (pistilate) ter-letak pada tanaman yang berbeda

DNA : Deoxyribonucleic acid

East Indian Type : Tipe/produk pala yang berasal dari wilayah timur, khusus-nya Indonesia

Elektroforesis : Pemisahan biomolekul (protein atau DNA) berdasarkan perbedaan muatan listrik

Fenotipe : Karakter yang dapat dilihat dan diukur, atau sifat yang dapat diobservasi pada makhluk hidup yang dihasilkan melalui interaksi antara faktor genetik dan lingkungan

GC-MS : Gas Chromatography-Mass Spectrometry

Genom : Set kromosom homolog

Genotipe : Ciri fisik dari luar yang terkait dengan konstitusi gen di da-lam kromosom suatu individu.

Gynoecious : bunga yang memiliki pistilate tanpa memiliki staminate. Gynomonoecious : Tanaman yang memiliki bunga betina dan bunga

herma-phrodit.

Hermaphrodit : Memiliki organ reproduksi jantan dan organ reproduksi betina pada bunga yang sama

Heterosigot : Mempunyai dua alel yang berbeda pada satu lokus yang dianalisis


(27)

xxvii

Heterosigositas : Kehadiran alel berbeda pada satu atau lebih lokus pada kromosom homolog

Homosigot : Mempunyai dua alel yang sama pada satu lokus yang di-analisis

IPGRI : International Plant Genetic Resource Institute

Karakterisasi : Proses identifikasi mengenali kararter-karakter pada tana-man

Kekerabatan : Derajat kesamaan umum fenotipe atau genetik atau

kede-katan kesamaan leluhur

Klastering : Suatu klasifikasi mengelompokkan sekumpulan individu

kedalam beberapa bagian yang berbeda, pada bagian yang berbeda tersebut anggotanya memiliki kesamaan khusus

Kodominan : Penanda genetik yang dapat membedakan ketiga kelas

genotipe pada generasi F2 (dua homozigot dan hetero-zigot).

Kromatogram : Tampilan hasil analisis kromatografi senyawa volatil dalam bentuk puncak-puncak kurva (peak)

Lokus : Terminologi dalam genetika dan biologi molekuler untuk

menunjukkan tempat kedudukan allele dalam kromosom. Dalam biologi molekuler, lokus merujuk jenis primer yang

digunakan untuk mengurutkan susunan DNA (DNA

sequeching).

Marka : Merupakan sekuen basa nukleotida dengan ukuran

ber-beda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan elektroforesis.

Mass

Spectrometry

: Metode analitik yang mengukur rasio massa muatan par-tikel

Mikrosatellite : Sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2 sampai 5 unit nukleotida

Monoecious : Bunga jantan (staminate) dan bunga betina (pistilate) pada tanaman yang sama

Monomorfik : Pola fragmen DNA yang sama antar individu

NIST : National Institut Student and Technology

PAGE : Polyacrilamyde Gel Electrophoresis

PCR : Polymerase Chain Reaction

Penanda genetik : Merupakan penciri individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu yang menunjukkan geno-tipe suatu individu


(28)

xxviii

PIC : Polimorphic Information Content

Plasmanutfah : Bahan sumber hereditas yang diwariskan pada

keturunan-nya melalui sel gamet

Polimorfik : Fragmen DNA yang berbeda antar individu

Primer : Urutan susunan RNA (RNA sequence) hasil hibridisasi

dengan cetakan DNA (DNA template) melalui polimerasi

menggunakan enzim DNA polymerase.

SNI : Standar Nasional Indonesia

SSR : Simple sequence repeats

Trimonoecious : Memiliki Bunga jantan, bunga betina dan bunga herma-phrodit pada tanaman yang sama

UPGMA : Unweighted pair group method with arithmetic

Volatile oil : Minyak atsiri yang mudah menguap pada suhu ruang

West Indian Type : Tipe/produk pala yang berasal dari wilayah barat, khusus-nya Grenada


(29)

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman asli Indonesia dan terma-suk tanaman perkebunan penting di antara tanaman rempah-rempah, dan meng-hasilkan dua produk bernilai ekonomi tinggi, yaitu biji pala dan fuli yang menye-limuti biji. Kedua produk tersebut menghasilkan minyak pala, atsiri, rempah, dan bahan obat (Hadad dan Firman, 2003).

Indonesia merupakan Negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia yaitu sekitar 60% dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya seperti Grenada, India, Srilanka dan Papua New Guinea (Nurdjanah, 2007). Pada tahun 2011 diperkirakan luas areal tanaman pala mencapai ± 101.652 ha dengan jumlah produksi 16.718 ton. Perkembangan volume ekspor biji pala Indonesia selama lima tahun terakhir (2005 – 2009) mengalami fluktuasi. Ekspor terendah pada tahun 2008 sebesar 12.942 ton dengan nilai US$50.187.000 dan terttinggi pada tahun 2006 sebesar 16.702 ton dengan nilai US$ 47.775.000 (Ditjen Perkebunan, 2012; KemTan dan Ditjen Perkebunan, 2011).

Daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan pala adalah daerah penghasil pala utama di Indonesia seperti Maluku, Maluku Utara, Papua, Sulawesi Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat dan Jawa Barat (Nurdjanah, 2007). Luas areal pertanaman pala sebagian besar (99%) berasal dari perkebunan rakyat, sedangkan sisanya berasal dari perkebunan negara dan swasta. Pada umumnya tanaman pala yang dikelola oleh rakyat/petani me-rupakan tanaman pala yang telah berumur puluhan tahun bahkan ada yang ratusan tahun. Tanaman pala yang tumbuh diperkebunan rakyat atau petani umumnya belum pernah dilakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan jenis varietas unggul dalam karakter produksi maupun kandungan minyak atsiri pala.

Marga Myristica oleh banyak ahli dianggap sebagai tanaman asli Indone-sia, khususnya di Maluku termasuk Maluku Utara. Sejak abad ke-16 tanaman pala telah dikenal sebagai salah satu bumbu masak dan telah tersebar serta di-budidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman pala juga telah dibudi-dayakan di negara-negara lain seperti Grenada, India, Malaysia dan negara Asia Tenggara. Informasi keragaman marga Myristica yang ada di Maluku Utara be-lum diketahui seberapa besar. Tanaman pala yang tumbuh di Maluku Utara tidak


(31)

2

hanya jenis pala Banda (Myristica fragrans Houtt.), tetapi terdapat jenis-jenis pala lain yang belum diketahui identitasnya. Oleh sebab itu, identifikasi dan karak-terisasi jenis pala perlu dilakukan agar dapat diperoleh informasi mengenai iden-titas, keragaman dan hubungan kekerabatan antar-inter spesies dalam marga Myristica di Maluku Utara. Hal tersebut perlu dilakukan guna menjaga keles-tarian sumberdaya plasma nutfah pala, selain itu sebagai sumber pool gen guna perbaikan genetik pala agar sifat-sifat unggul untuk kan-dungan minyak atsiri dan sifat lainnya yang dimiliki oleh marga Myristica dapat diketahui dan dapat di-lakukan pemuliaannya.

Program perbaikan genetik tanaman pala sangat bergantung pada sum-ber keanekaragaman genetik yang ada. Mengingat Maluku Utara merupakan salah satu pusat asal tanaman pala, maka diprediksi terdapat keanekaragaman genetik yang tinggi di wilayah tersebut. Prospek pengembangannya dapat di-ketahui melalui studi botani dan agronomi. Untuk itu, perlu dilakukan eksplorasi, identifikasi dan karakterisasi tanaman pala serta kerabat dekatnya. Pentingnya Informasi tersebut adalah untuk memperoleh dan menyediakan sumber ke-anekaragaman genetik baru guna perbaikan genetik dan peningkatan kandungan minyak atsiri pala serta produksinya.

Informasi untuk mendapatkan keragaman genetik tanaman pala diperlu-kan identifikasi dan analisis keragaman plasma nutfah pala dari berbagai sentra tanaman pala di Maluku Utara. Untuk mengungkapkan keragaman genetik tana-man pala maka karakter yang dijadikan sebagai penanda diantaranya adalah karakter/penanda morfologi, agronomi, protein serta DNA. Karakterisasi ber-dasarkan kandungan minyak atsiri tanaman pala juga perlu untuk dilakukan. Hal ini bertujuan agar dapat menjaring genotipe/aksesi pala yang mempunyai potensi produksi dan kandungan minyak atsiri tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber gen untuk merakit varietas pala unggul dengan kandungan minyak atsiri tinggi.

Minyak atsiri pala diperoleh dengan cara menyuling biji dan fuli (arilus) untuk menghasilkan minyak atsiri yang digunakan dalam berbagai macam produk pangan, minuman serta farmasi. Mutu minyak pala terutama adalah kandungan myristicin dalam senyawa aromatik (Maya et al. 2004) dan kan-dungan alkohol dalam senyawa terpen (Intirach et al. 2012). Informasi komponen kandungan minyak atsiri dari spesies-spesies pala lainnya belum teridentifikasi.


(32)

3

Informasi tersebut berguna untuk pemanfaatan dan potensi pengembangan tana-man pala lebih lanjut.

Permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam budidaya tanaman pala adalah menentukan jenis kelamin bibit tanaman pala. Pala merupakan tanaman dioecious, dengan bunga jantan dan bunga betina berkembang pada individu tanaman yang berbeda. Seleksi jenis kelamin yang tepat mulai dari pemilihan biji dan bibit untuk penanaman secara komersial akan sangat berguna karena hanya tanaman betina, monoecious dan trimonoecious yang menghasilkan buah pala. Permasalahan utama pada pala adalah petani tidak dapat membedakan jenis kelamin tanaman pada fase bibit, dan hal ini merupakan faktor pembatas dalam perkebunan pala. Tipe seks tanaman pala baru dapat dikenali saat tanaman ber-umur 5–7 tahun setelah penanaman bibit sampai bunga berkembang

.

Jangka waktu yang lama akan sia-sia apabila yang tumbuh hingga dewasa adalah ta-naman jantan, karena tata-naman jantan tidak dapat menghasilkan buah.

Perkembangan penelitian untuk mengatasi permasalah tersebut telah di-lakukan berdasarkan morfologi benih, bibit, fisiologi dan biokimia, anatomi daun dan sitologi, tetapi penelitian yang dihasilkan memberikan informasi tidak kon-sisten (Khrisnamoorthy et al. 1992; Lahumuriah et al. 1997; Nayar et al. 1977; Packiyasothy et al. 1991; Phadnis and Choudhary 1971; Zachariah et al. 1986). Solusi lain untuk mengetahui jenis kelamin pada tanaman pala yaitu dengan menggunakan marka morfologi dan molekuler. Secara morfologi perlu diteliti penciri sifat-sifat visual/morfologi yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin tanaman pala.

Salah satu kearifan lokal yang digunakan oleh petani pala di Maluku Utara untuk menentukan jenis kelamin tanaman pala berdasarkan bentuk morfo-logi benih dan percabangan bibit pala. Benih pala yang mempunyai tonjolan pada bagian ujung kepala benih akan tumbuh menjadi tanaman jantan, sedang-kan apabila tidak terdapat tonjolan maka asedang-kan tumbuh menjadi tanaman betina. Demikian pula, bibit yang bercabang adalah betina dan bibit tidak bercabang adalah jantan.

Beberapa marka (penanda) dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik maupun identifikasi seks tanaman, seperti penanda morfologi dan mole-kuler. Penanda morfologi didasarkan pada pengamatan secara langsung feno-tipe tanaman, sedangkan penanda molekuler langsung berintegrasi dengan genetik dan menggambarkan keadaan genom tanaman (Douaihy et al. 2012;


(33)

4

Jonah et al. 2011). Gabungan data morfologi dan molekuler akan memberikan gambaran dan analisis yang lebih tepat tentang keanekaragaman tanaman (Saddoud et al. 2011).

Penanda molekuler atau penanda DNA lebih banyak digunakan sebagai karakter atau penciri tanaman karena lebih stabil dan terpercaya dibandingkan karakter morfologi. Karakter DNA lebih unggul apabila digunakan sebagai karak-ter penciri tanaman sebab memiliki kestabilan yang sangat tinggi dan tidak di-pengaruhi oleh variasi lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase per-tumbuhan tanaman (Kumar et al. 2009).

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler telah dikembangkan berbagai marka baru yang potensial dalam membantu program pemuliaan untuk dapat mengamati keragaman genetik tanaman serta identifikasi seks tanaman pada tingkat DNA. Salah satu diantaranya adalah marka molekuler SSR (Simple Se-quence Repeat). Penanda molekuler tersebut telah banyak digunakan sebagai penanda untuk mengungkapkan keragaman genetik tanaman juga untuk deter-minasi seks tanaman. Penanda SSR telah ditunjukkan mempunyai poli-morfis yang tinggi pada tanaman kedelai (Tantasawat et al. 2011), pada kapas (Kalivas et al. 2011), apel (Chen at al. 2011), juga telah digunakan untuk meng-identifikasi seks tanaman pepaya (Ramos et al. 2011), strawbery (Spigler et al. 2008) dan Phoenix dactylifera L. (Elmeer dan Mattat, 2012).

Mikrosatelit (Simple Sequence Repeat) terdiri atas 1-6 nukleotida, ter-dapat dalam genom tanaman dan melibatkan pengulangan dengan urutan yang unik dengan frekuensi mikrosatelit bervariasi antar spesies tanaman (Ijas, 2011). SSR dapat diamplifikasi oleh Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan meng-gunakan primer komplementer yang mengapit lokus SSR. Fragmen polimorfik (alel) dihasilkan dari variasi panjang pengulangan SSR yang dapat dipisahkan dengan elektroforesis untuk menampilkan profil genetik genom inti maupun genom organel. Alel SSR merupakan monogenik kodominan yang diwariskan dan dapat dibedakan antara homozigot dan heterozigot pada populasi yang ber-segregasi (Narvel et al. 2000).

Penanda berulang, terutama DNA ruas berulang sederhana (Simple Squence Repeats, SSR) adalah suatu penanda DNA yang berkemampuan untuk digunakan dalam analisis keragaman genetik suatu populasi tanaman, karena dapat memberikan fenotipe polimorfik yang banyak (Kalia et al. 2011), di samping itu dapat pula digunakan untuk mendeteksi seks tanaman (Ramos et al.


(34)

5

2011). Beberapa keuntungan menggunakan SSR sebagai marka molekuler adalah : i) multiple allel dapat dideteksi pada satu lokus menggunakan penapisan sederhana dengan PCR, ii) SSR tersebar merata diseluruh genom, iii) bersifat kodominan, iv) kebutuhan DNA untuk seleksi sangat sedikit, v) analisisnya dapat dilakukan secara semi otomatis (Robinson et al. 2004).

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian

Penelitian terdiri atas empat aspek kajian dan masing-masing kajian berkait-an satu sama lain. Aspek kajiberkait-an satu hingga kajiberkait-an ketiga saling berkaitberkait-an dberkait-an aspek kajian ke empat mempunyai kajian tersendiri tetapi mendukung aspek ka-jian satu hingga tiga. Aspek pertama mencakup kaka-jian Analisis Morfologi dan Agronomi Pala berdasarkan eksplorasi karakterisasi tanaman pala pada semua daerah tanaman pala yang dibudidayakan dan non budidaya di Maluku Utara. Kajian kedua Analisis Minyak Atsiri Pala hasil eksplorasi jenis-jenis pala pada daerah pala yang dibudidayakan dan non budidaya. Kajian ketiga Analisis Seks Tanaman Pala pada stadia biji, bibit dan tanaman dewasa, aspek kajian yang keempat adalah Analisis Molekuler Tanaman Pala yang mencakup diversitas genetik dan kekerabatannya serta identifikasi seks tanaman pala dengan marka SSR.

Keempat aspek kajian tersebut dirumuskan masing-masing ke dalam empat sub-judul penelitian sebagai berikut :

1. Analisis Morfologi dan Agronomi Pala (Myristica spp.)

2. Identifikasi Kandungan Minyak Atsiri Plasma Nutfah Pala (Myristica spp.) 3. Identifikasi Seks Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt.)

4. Analisis Molekuler Tanaman Pala (Myristica spp.) Berdasarkan Penanda DNA SSR.

Pelaksanaan penelitian terdiri atas kegiatan eksplorasi lapangan, identifkasi dan karakterisasi, pengamatan, pengambilan sampling, penyemaian benih pala dan analisis laboratorium, yang kemudian disusun ke dalam kerangka penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Penelitian pertama, lokasi kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada empat kabupaten di wilayah Provinsi Maluku Utara, yaitu Kabupaten Halmahera Sela-tan, Halmahera Tengah, Kota Tidore dan Kota Ternate. Kegiatan tersebut men-cakup eksplorasi jenis-jenis atau spesies tanaman pala berdasarkan sebaran geografis pada tanaman pala yang dibudidayakan dan non budidaya, kemudian


(35)

6

dilakukan karakterisasi berdasarkan karakter morfologi dan agronomi. Hasil ka-rakterisasi akan diketahui keragaman tanaman, kemudian dibuat hubungan ke-kerabatan di antara aksesi tanaman pala.

Pada kajian yang kedua, sampling biji tanaman pala dari hasil eksplorasi yang telah dikarakterisasi (hasil dari penelitian pertama) kemudian diambil bahan sampel biji untuk ekstraksi minyak atsiri dan identifikasi komponen minyak atsiri. Ekstraksi menggunakan metode hidro-destilasi, sedangkan identifikasi kompo-nen kimia minyak pala dengan teknik GC-MS. Dari hasil karakterisasi minyak atsiri plasma nutfah pala maka dapat diketahui perbedaan karakteristik minyak pala yang terdapat pada jenis-jenis pala yang ada di Maluku Utara dan dapat teridentifikasi lebih lengkap.

Pada bagian penelitian ketiga dilakukan pendeteksian seks tanaman jantan dan betina dengan menggunakan marka morfologi. Berdasarkan marka morfologi akan dapat dibedakan seks tanaman pala dewasa maupun pada bibit. Untuk mendeteksi secara dini seks tanaman pala digunakan biji, berdasarkan ciri-ciri morfologi biji dapat dipakai sebagai penanda jenis kelamin pala secara dini. Iden-tifikasi seks tanaman juga diamati berdasarkan sebaran geografis dan morfologi pembungaan pala. Secara morfologi perlu diteliti penciri sifat-sifat visual/morfo-logi yang dapat digunakan untuk membedakan jenis seks tanaman pala pada stadia biji, bibit dan pohon dewasa.

Pada kajian penelitian keempat; dilakukan analisis molekuler keragaman dan kekerabatan tanaman serta seks tanaman pala. Analisis molekuler dilakukan pada tanaman pala hasil karakterisasi berdasarkan sifat morfologi dan agronomi kemudian diambil sampling daun tanaman pala untuk dilakukan karakterisasi molekuler dengan penanda DNA SSR. Analisis molekuler dilakukan untuk iden-tifikasi seks tanaman, kemudian menggabungkan penanda morfologi dan mole-kuler untuk mendapatkan penanda menentukan seks pala. Dari hasil analisis molekuler DNA SSR akan diketahui diversitas genetik keragaman tanaman dan kemudian dibuat hubungan kekerabatan diantara aksesi tanaman pala, juga akan dihasilkan penanda DNA terhadap perbedaan tipe seks tanaman pala.

Secara keseluruhan, empat sub-penelitian tersebut secara utuh akan membentuk satu kesatuan tema penelitian yang menjadi kerangka pemikiran dan alur penelitian. Skema kerangka penelitian seperti tampak pada Gambar 1.


(36)

7

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis keragaman dan hubungan kekerabatan plasma nutfah pala di Maluku Utara berdasarkan penanda morfologi dan marka SSR.

2. Memperoleh informasi keragaman kandungan minyak atsiri dari plasma nutfah pala.

3. Karakterisasi untuk membedakan secara morfologi fenotipe pohon pala jantan dan pohon pala betina yang telah dewasa.

4. Memperoleh informasi tentang perbedaan pala jantan dan betina pada stadia benih atau bibit berumur kurang dari enam bulan berdasarkan penanda morfo-logi dan penanda SSR.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai keragaman spesies, kandungan minyak atsiri, pre-diksi seks bibit dan analisis marka SSR, diharapkan dapat memberi informasi tentang identitas spesies-spesies pala beserta kandungan minyak atsiri dari ma-sing-masing spesies serta prediksi awal penanda seks bibit pala. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut :

1. Diperoleh deskripsi marka morfologis untuk membedakan spesies plasma nutfah pala yang ada di Maluku Utara.

2. Diperoleh informasi keragaman spesies-spesies pala dan spesies yang ung-gul pada tiap lokasi di empat Kabupaten Maluku Utara.

3. Diperoleh hasil analisis kandungan minyak atsiri dari 9 spesies pala, yang dapat digunakan oleh petani pala dalam budidaya tanaman pala sebagai spesies dengan kandungan minyak atsiri tinggi dan para pemulia tanaman pala untuk menentukan spesies pala yang dapat digunakan sebagai calon tetua yang digunakan dalam persilangan.

4. Gabungan marka morfologi dan marka SSR untuk prediksi awal menentukan seks tanaman sejak biji hingga bibit, hasil informasi dapat dimanfaatkan oleh petani guna menentukan sejak awal seks bibit pala.

5. Mendapatkan informasi yang lebih baik tentang keanekaragaman genetik dan kekerabatan spesies pala menggunakan penanda SSR.


(37)

8

Novelty

Novelty dari hasil penelitian ini adalah :

1. Salah satu persoalan dalam budidaya dan pengembangan tanaman pala yang dihadapi oleh para petani yaitu belum bisa diketahui pasti seks tanaman pada saat tanaman dewasa. Penelitian yang dilakukan berupaya untuk menghasilkan penanda dini menentukan seks tanaman pada stadia benih. Berdasarkan ciri-ciri bentuk biji yaitu ada-tidaknya tonjolan pada bagian ke-pala biji, kemudian dilakukan analisis molekuler menggunakan primer SSR Vsur34, dari penelitian menghasilkan penanda seks biji. Bila biji pala tidak mempunyai tonjolan/tanduk pada bagian kepala biji ditanam akan meng-hasilkan tanaman betina, dan biji yang mempunyai tonjolan/tanduk akan menghasilkan tanaman jantan.

2. Selama ini minyak atsiri pala yang lebih dikenal adalah minyak atsiri dari pala banda (M. fragrans Houtt.). Selain M. fragrans Houtt., Maluku Utara mem-punyai spesies-spesies pala lain yang menghasilkan kandungan minyak atsiri yang beragam terutama kandungan komponen aromatik minyak atsiri pala. Penelitian ini menghasilkan kadar myristicin tertinggi di jumpai pada M. fragrans 12.30%, M. succedanea Reinw. 12.90% dan Myristica sp. aksesi Te-lur Kambing (PLTK) 12.37%. Dengan demikian, selain M. fragrans Houtt. Pe-ngembangan tanaman pala untuk menghasilkan kandungan minyak atsiri yang tinggi dapat dipenuhi dari M. succedanea Reinw. dan Myristica sp. aksesi Telur Kambing (PLTK).

3. Keragaman spesies dan varietas pala penting untuk di evaluasi sebagai bahan dasar pengelolaan plasmanutfah dan tindakan pemuliaan tanaman pala. Selain M. fragrans Houtt. keanekaragam spesies-spesies pala dapat ditemukan di Maluku Utara. Penelitian menghasilkan informasi bahwa ber-dasarkan hubungan kekerabatan antar spesies, diperolehnya tiga kelompok besar kekerabatan pala dari masing-masing spesies yaitu; kelompok per-tama; M. fragrans Houtt., M. succedanea Reinw., M. fatua Houtt., M. speci-osa Warb. dan Myristica sp. berkerabat dengan kemiripan sebesar 23%. Kelompok ke-dua; Spesies M. argentea Warb., M. papuana Scheff., Myristica sp., H. spicata Sinclair dan H. sylvestris Warb., berkerabat sebesar 31%. Kelompok ke-tiga H. iryaghedhi Warb. dan H. globularia Warb., kekerabatan sebesar 37%. Kedekatan hubungan kekerabatan diantara marga Myristica


(38)

9

dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk pemuliaan tanaman pala dan sebagai sumber tetua dalam persilangan pala.


(39)

10

Gambar 1. Kerangka dan bagan alur penelitian 10

PLASMA NUTFAH PALA

Eksplorasi pada 8 Kabupaten di Maluku Utara

IDENTIFIKASI dan KARAKTERISASI

Analisis Morfologi dan Agronomi

Analisis Minyak Atsiri

Identifikasi Seks Pohon Pala - Biji - Bibit

Identifikasi DNA dengan Simple Sequence Repeat (SSR)

Analisis Molekuler Tanaman Pala

Data Molekuler : 1.Tipe Seks Tanaman Pala 2.Diversitas Genetik Pala

Jenis-Jenis Tanaman Pala Morfologi Pohon

Jantan, Betina dan Bibit Jantan dan

Betina Keragaman :

1. Morfologi dan agronomi 2.Kandungan Atsiri

Penanda Morfologi Perbedaan Jenis

Kelamin Pala

Keragaman Genetik Pala dan Penanda Seks tanaman

Pala


(40)

11


(41)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pala

Tanaman pala, Myristica fragrans Houtt. merupakan tanaman asli Indo-nesia yang berasal dari pulau Banda Maluku (Reeve, 2006) tetapi terdapat pada beberapa pulau Maluku lainnya. Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman rempah dan termasuk ke dalam famili Myristicaceae yang memiliki 18 genus dan ±300 spesies. Indonesia me-rupakan pusat asal usul (center of origin) beberapa spesies dari genus Myristica (Vavilov, 2011; De Gusman dan Siemonsma, 1999). Genus Myristica merupakan genus terbesar dan mempunyai 72 spesies.

Menurut Hadad dan Hamid (1990), terdapat delapan jenis pala yang ditemukan di Maluku yaitu : (1) M. succedanea Reinw., jenis tersebut ditemukan di Ternate di sebut pala Patani, (2) M. speciosa Warb. dikenal dengan nama pala Bacan atau pala Hutan, (3) M. schefferi Warb. dikenal dengan nama pala Onin atau Gosoriwonin, (4) M. fragrans Houtt. dikenal dengan nama pala Banda, (5) M. fatua Houtt, dikenal dengan nama pala Laki-laki atau pala Fuker (Banda) atau pala Hutan (Ambon), (6) M. argentea Warb. dikenal dengan nama Pala Irian atau pala Papua, (7) M. tingens Blume. dikenal dengan nama pala Tertia dan (8) M. sylvetris Houtt. dikenal dengan nama pala Burung atau pala Mendaya (Bacan) atau pala Anan (Ternate).

Ada empat spesies utama pala yaitu M. fragrans Houtt., M. argentea Warb., M. succedanea Reinw. dan M. malabarica Lam. Spesies M. fragrans Houtt. adalah spesies yang berasal dari Kepulauan Banda dan Kepulauan Ambon, Maluku. Spesies M. succedanea Reinw. berasal dari Maluku Utara dan spesies M. argentea Warb. dari Papua (Purseglove et al. 1981). M. malabarica Lam. sendiri berasal dari India sehingga sering disebut sebagai pala Bombay. Spesies M. fragrans Houtt. merupakan jenis pala yang paling banyak dibudi-dayakan dan dikembangkan baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Spesies utama pala yang telah dibudidayakan dan diusahakan adalah M. fragrans Houtt., jenis pala tersebut mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi dari pada jenis pala lainnya, kemudian M. argentea Warb. dan M. fatua Houtt. serta M. succedaneae Reinw. Untuk jenis M. speciosa Warb. dan M. malabarica Lam. produksinya rendah sehingga nilai ekonominyapun rendah. Dua spesies pertama


(42)

12

banyak dijumpai di Maluku dan Maluku Utara, sedangkan yang terakhir banyak terdapat di Papua.

Gambar 2. Morfologi Myristica fragrans terdiri atas : a-tangkai daun dengan rangkaian bunga, b-buah pala, c-belahan melintang buahdan fuli biji, d-fuli dan biji, e-belahan melintang biji dan embrio, f-biji tanpa tempurung, g-bunga jantan, h-belahan melintang bunga jantan, i-bunga betina, j-belahan melintang i-bunga betina, k-ovule, l-polen, m-embrio pala (Erstellt, 2001)

1. M. fragrans Houtt.

M. fragrans Houtt. atau tanaman pala Banda sejak tahun 1834 telah menyebar ke luas keberbagai tempat, dan tanaman tersebut pada masa lalu telah di introduksi ke Pulau Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau tetangga seperti, Papua New Guinea bagian Utara, Penang, Malacca, Hindia Barat, Grenada, Kerala India dan Srilanka. Di Indonesia, jenis pala Banda sudah dikembangkan secara komersial di beberapa daerah seperti di Menado, Aceh, Makassar, Bogor dan Papua.

a

m

c b

d

e f

i h

g k

l


(43)

13

Spesies M. fragrans Houtt. memiliki 44 kromosom somatik (2n) yang bersifat holokinetik, yaitu mempunyai berkas gelendong yang menyelimuti se-luruh kromosom. (Puseglove et al. 1981). Dalam taksonomi, spesies tersebut si-nonim dengan M. officinalis L., M. moschata Thumb. dan M. aromatika Lamk. (De Gusman dan Siemonsma. 1999). Di Indonesia jenis tersebut lebih dikenal se-bagai pala Banda dan diketahui merupakan pala yang bernilai ekonomi tinggi.

Pala Banda berbentuk pohon yang tidak meranggas (evergreen) dengan tinggi 5 hingga 10 m, kadang mencapai 20 m (Purseglove et al. 1981). Umumnya tanaman bersifat dioecious atau berumah dua namun kadang ditemukan tanaman yang monoecious atau berumah satu (Purseglove et al. 1981). Seluruh bagian tanaman bersifat fragran atau beraroma khas pala. Tanaman memasuki fase generatif setelah berumur 5 hingga 7 tahun, ditandai dengan terbentuknya bunga. Tanaman berbunga jantan akan berkembang menjadi pohon jantan yang tidak menghasilkan buah, sementara tanaman berbunga betina akan menghasil-kan tanaman betina yang menghasilmenghasil-kan buah.

Buah pala menghasilkan dua produk berbeda yaitu biji pala dan fuli. Biji pala adalah bagian utama buah yang menghasilkan bahan rempah. Biji men-capai matang setelah enam hingga sembilan bulan. Fuli pala merupakan arilus biji yang berubah warna menjadi merah darah pada saat buah berumur tujuh sampai sembilan bulan.

Beberapa sifat buah M. fragrans Houtt. yaitu untuk setiap 100 g mengan-dung 10 g air, 7 g protein, 35 g mentega pala, 5 g minyak atsiri, 30 g karbohidrat, 11 g serat, 2 g abu ( De Guzman dan Siemonsma, 1999). Minyak pala mengan-dung senyawa aromatik myristicin yang bersifat halusinogenik dan toksik.

2. M. succedaneae Reinw.

Spesies M. succedaneae Reinw. banyak terdapat di Maluku Utara, yaitu di Ternate, Tidore, Bacan dan Halmahera. Di Maluku Utara spesies tersebut di-kenal sebagai pala Patani. Tinggi pohon mencapai 10 sampai 20 m. Kanopi po-hon berbentuk piramid hingga lonjong dengan percabangan yang agak teratur (Hadad dan Syakir, 1992). Bunga jantan terdiri atas >3 bunga atau infloresensia dan beraroma, sedangkan bunga betina lebih pendek dari bunga jantan biasanya tunggal.

Buahnya agak lonjong dengan biji yang bulat sampai lonjong. Jenis pala tersebut meskipun menghasilkan fuli yang tebal, tetapi kualitasnya lebih rendah


(44)

14

dibandingkan dengan pala Banda. Sebagian besar M. Succedanea Reinw. Ber-bentuk pohon tropik yang bersifat tidak meranggas, tumbuh di daerah hutan hujan tropis di dataran rendah hingga ketinggian 400 m dpl, namun beberapa spesies ditemukan tumbuh di pegunungan dengan elevasi hingga 700 m dpl (Purseglove et al. 1981).

3. M. argentea Warb.

Spesies tersebut di Indonesia lebih dikenal sebagai pala Papua atau pala Irian. Jumlah kromosom somatik atau genom sebanyak 44 (De Gusman dan Siemonsma, 1999). Pohonnya lebih besar dari pada pala Banda dan dapat men-capai tinggi 15 sampai 20 m dengan daun yang tebal dan lebar, batang ber-warna gelap atau sawo kehitaman.

Bunga jantan berbentuk infloresens yang terdiri atas 3 sampai 5 bunga. Bunga betina ukurannya lebih kecil dari bunga jantan dan biasanya tunggal. Spesies tersebut memiliki ciri khas dari buahnya yang besar dan lonjong. Begitu pula dengan biji yang dihasilkan yang dapat mencapai ukuran panjang 4 cm. Buah terbelah saat mencapai umur masak. Buah tanaman tersebut memiliki kan-dungan komponen atsiri safrol yang tinggi (De Gusman dan Siemonsma, 1999). Daging buah yang tebal menjadikan pala Papua sesuai untuk industri manisan dan asinan pala.

4. M. fatua Houtt.

Jenis tanaman pala tersebut mempunyai nama daerah yaitu : pala laki-laki, pala fuker, pala hutan dan leleko. Jenis pala tersebut sebagai pohon liar di Maluku, yang ditemukan ditempat-tempat sunyi ditepi hutan dan gunung-gunung. Bunga betina ukurannya lebih besar dan berjumlah 1 - 6 bunga per tangkai. Bunga jantan morfologinya lebih langsing panjang berjumlah >3. Selaput biji/fuli berwarna kuning keemasan. Rasa buah dan biji tidak enak dan sedikit mem-punyai rasa rempah-rempah.

Penamaan spesies pala seringkali dijumpai beberapa kesamaan nama atau sinonim. Pada tabel berikut memuat nama-nama spesies utama pala dan sinonimnya. Nama M. fragrans Houtt. misalnya, mempunyai empat sinonim, yaitu M. argentea Warb. hanya satu sinonim, dan M. succedanea Reinw. tiga sinonim. Kejelasan nama spesies pala sangat penting untuk menghindarkan penamaan ganda bagi spesies yang secara botani sama. Tabel 1 berikut memuat beberapa nama sinonim spesies pala. Dikenal pula jenis pala lain, yaitu spesies Myristica


(45)

15

ekotipe Malabar yang disebut M. malabarica L. dan Virola surinamensis Rol. (Groome, 1970). Spesies V. surinamensis Lamk adalah jenis pala liar yang ber-kembang di wilayah Suriname dan tidak dibudidayakan karena tidak memiliki nilai ekonomi yang berarti.

Tabel 1. Spesies utama genus Myristica dan sinonimnya

Spesies Sinonim Nama Umum Sumber M. fragrans Houtt. M. officinalis L. (1) M. moschata Thunb.

M. aromatic Lamk. Pala Banda M. amboinensis Gandoger (2) M. argentea Warb. M. finschii Warb. Pala Papua/

Pala Makassar (1) M. succedanea Reinw. M. radja Miquel.

M. schefferi Warb. Pala Halmahera (1) M. speciosa Warb.

M. fatua Houtt. - Pala Jantan (1)

Ket : (1) Purseglove et al. 1981; (2) Groome, 1970

Indonesia memiliki sumberdaya genetik pala yang cukup besar dengan pusat asal terletak di Kepulauan Maluku. Keragaman genetik pala terbesar di Pulau Banda, Siau, Maluku Utara dan Papua (Hadad dan Hamid, 1990). Sebagai pusat keragaman genetik pala (center of diversity), Indonesia khususnya Maluku Utara harus mengambil peran lebih besar dalam pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan tanaman pala.

Tanaman pala di habitat tumbuhnya memperlihatkan variasi yang jelas dalam beberapa karakteristik morfologi. Genus Myristica dilaporkan memiliki 100 spesies (De Gusman dan Siemonsma, 1999). Beberapa laporan menyebutkan bahwa spesies-spesies pala tersebar terutama di wilayah Indonesia dan Papua New Guenia.

Studi sitologi yang dilaporkan oleh Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa M. fragrans Houtt. memiliki kromosom somatik 2n sebanyak 44, dengan kromosom dasar diduga sebanyak 7 buah. Penelitian lainnya melaporkan bahwa pala memiliki kromosom 2n = 44 (Peter, 2001). Weiss (2002) menyatakan jumlah kromosom dasar dari genus Myristica tidak jelas diketahui tetapi kemungkinan x = 11, dan pala merupakan tanaman diploid dengan 2n = 44, atau 2n = 32, jenis pala tersebut telah dideterminasi di India.


(46)

16

Morfologi Tanaman Pala

Tanaman pala berbentuk pohon berukuran sedang, tajuk pohon umum-nya konikal atau semi piramida. Tinggi rata-rata antara 4-10 m namun kadang-kadang dapat mencapai 20 m atau lebih. Tanaman dikembangbiakkan terutama dari benih. Pohon pala yang berumur lebih dari 30 tahun dapat mencapai lingkar batang 150-180 cm. Percabangan relatif teratur dengan dedaunan yang rapat dan letak daun yang berselang-seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap dengan panjang 5-14 cm dan lebar 3-7 cm. Panjang tangkai daun 0.4-1.5 cm. Sistem perakaran pala dangkal namun ekstensif, yaitu berupa satu akar tunggang dan beberapa cabang akar sekunder yang menyebar hanya beberapa cm di atas permukaan tanah. Kedalaman akar tanaman sekitar 3.5-5 m (Hadad dan Firman, 2003).

Pembungaan tanaman pala umumnya bersifat dioecious (bunga jantan dan betina pada tanaman yang berbeda) namun juga dijumpai tanaman monoecious (bunga jantan dan betina berada pada pohon yang sama). Pengamatan di hutan pala Maluku dan Maluku Utara menunjukkan bahwa ber-dasarkan letak bunga, terdapat tiga tipe tanaman pala yaitu tanaman berbunga betina, tanaman berbunga jantan dan tanaman berbunga jantan-betina. Dua tipe yang pertama disebut pala dioecious dan tipe yang terakhir disebut pala monoe-cious (Marzuki et al. 2006). Pada tanaman pala tidak ada tanaman/pohon hermaphrodit, tetapi pala memiliki bunga hermaphrodit.

Bunga betina, berbentuk malai aksiler dengan satu tangkai bunga terletak pada bagian ketiak daun atau terdiri atas 3 bunga pertangkai dengan tangkai bunga yang pendek. Bunga betina biasanya kurang bercabang dan mahkota bunga menyatu dari bagian pangkal dengan bractea kecil terbuka pada bagian atas. Kelopak bunga biasanya menyatu pada pangkal bunga pada satu sisi. Bunga betina agak kecil berdiameter 2–3 mm, berbentuk seperti lonceng atau tabung dengan bakal buah berbentuk seperti lonceng. Bunga betina kadang– kadang agak harum dengan warna bunga putih hingga putih kekuningan (Arrijani, 2005; Utami dan Brink, 1999).

Bunga jantan terdiri atas 1-10 bunga per tangkai bunga. Bunga memiliki kepala sari terdiri atas 6-10 kepala sari dan menyatu pada bagian pangkal berbentuk kolom, kemudian mengerucut bagian atas dengan bagian sisi terletak kepala sari saling berjejer satu sama lain. Bunga jantan berdiameter 1- 2 mm dan panjangnya 3 mm. Mahkota bunga menyatu membentuk kolom/silindris, bagian


(47)

17

atas terbelah menjadi tiga bagian dan berwarna kuning gading. Umumnya bunga jantan lebih berbau harum dibandingkan bunga betina (Arrijani, 2005; Utami dan Brink, 1999).

Buah berbentuk bulat hingga oval atau kadang-kadang agak lonjong, dengan dinding buah berdaging tebal. Warna daging buah putih kekuningan dan warna kulit buah kuning sampai kuning kecoklatan agak sedikit kasar. Buah bila telah tua akan terbelah menjadi 2 bagian. Biji berbentuk bulat hingga agak lon-jong dan berwarna coklat sampai coklat kehitaman. Biji dibungkus dengan bagian fuli benih berwarna oranye hingga kemerahan. Kernel biji dilindungi oleh tem-purung biji yang keras. kernel dengan endosperm banyak mengandung minyak dan pati dengan sifat perkecambahan biji hypogeal (Arrijani, 2005; Utami dan Brink, 1999).

Potensi Tanaman Pala

Tanaman pala (M. fragrans Houtt.) mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, sebab sebagian besar kebutuhan dunia akan pala dipasok dari Indonesia. Buah pala menghasilkan dua produk penting yang berbeda, yaitu biji pala dan fuli (mace). Disamping itu dari bagian-bagian tanaman pala dapat dihasilkan ber-macam-macam produk.

A. Kulit Batang dan Daun

Kulit batang dan daun tanaman pala mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri dari kulit batang dan daun pala tidak berwarna dan encer, bau dan rasanya enak seperti muskat. Demikian halnya minyak atsiri kulit batang atau daun pala cocok untuk pengganti minyak atsiri biji pala.

B. Fuli (Mace)

Fuli merupakan bagian yang menyelimuti biji buah pala yang berbentuk anyaman atau jala,yang dalam dunia perdagangan sering disebut dengan istilah

“bunga pala”. Bunga pala dalam bentuk kering banyak dijual di dalam negeri. Fuli yang sudah kering dapat disortasi menjadi tiga macam yaitu ; 1) Fuli utuh ber-warna jingga berasal dari buah pala yang telah masak. Fuli tersebut tergolong memiliki kualitas yang baik. 2) Fuli yang berwarna hitam berasal dari buah pala yang terlalu masak. Fuli jenis tersebut termasuk dengan kualitas yang cukup. 3) Fuli yang tipis berasal dari buah pala yang belum masak tetapi buah telah mem-belah. Fuli ini tegolong berkualitas sedang atau kurang baik.


(48)

18

Fuli yang sudah siap digunakan kemudian diproses lebih lanjut, dengan cara dihaluskan dan dikukus kemudian diperas sehingga keluar lemaknya yang berwarna merah darah. Lemak fuli tersebut dapat diperdagangkan dengan nilai ekonomi tinggi. Minyak atsiri dari fuli dapat dihasilkan dengan cara menyuling fuli dan minyak atsiri dari fuli mirip minyak atsiri yang berasal dari biji pala. Di negara pengimpor, fuli diambil minyak atsirinya dan diperdagangkan dengan nama Oil of Mace.

Fuli merupakan arilus biji yang berubah warna dari putih gading menjadi merah pada waktu buah mencapai umur tujuh bulan atau lebih, menyelimuti biji dalam bentuk anyaman seperti jala. Fuli dapat menghasilkan minyak atsiri yang berwarna jernih dan mudah menguap. Minyak tersebut sebagian digunakan se-bagai penyedap makanan dan minuman soda (soft drink), bahan makanan awet-an dalam kaleng atau botol dawet-an obat rubefacien serta balsam untuk peng-hangat kulit. Di kalangan pemakai jamu tradisional, fuli dikeringkan kemudian dibuat se-bagai teh yang mujarab bagi penyakit lambung dan rasa kembung dalam perut. C. Biji Pala

Biji pala memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena banyak dibutuhkan oleh orang-orang dari Negara Barat. Lemak biji pala sebagian besar diolah di Eropa dan diperdagangkan sebagai volatile oil of Nutmeg. Lemak yang dihasil-kan dari biji pala adihasil-kan berwarna seperti mentega sampai putih, kadar lemak biji pala mencapai 11–34% dan mengandung minyak atsiri sekitar 6%. Minyak pala digunakan untuk membuat minyak wangi, parfum dan sabun, pengolahan gula dan makanan banyak menggunakan lemak biji pala. Sifat myristicin yang ter-kandung di dalam biji pala dapat memabukkan dan dimanfaatkan sebagai obat penenang rasa sakit. Minyak dan lemak yang dihasilkan dari biji digunakan untuk membuat minyak wangi dan sabun. Selain itu ada juga yang menggunakannya sebagai bumbu masakan.

D. Daging Buah Pala

Bentuk buah pala bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan, apabila masak akan terbelah dua dengan diameter 3-9 cm. Daging buahnya atau pericarp tebal dan rasanya asam. Daging buah pala mengandung beberapa nutrisi seperti lemak dan protein nabati. Selain itu mengandung pektin yang merupakan senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh buah dalam bentuk ge-tah yang berwarna merah kecokelatan. Kulit dan daging buah pala mengandung


(49)

19

minyak atsiri dan zat samak. Daging buah dapat mengakibatkan rasa kantuk jika dimakan karena mengandung minyak atsiri myristisin dan mono-terpen. Daging buah dapat dimanfaatkan menjadi makanan ringan, misalnya asinan pala, manis-an pala, marmelade, selai pala dmanis-an kristal daging buah pala. (Nurdjmanis-anah, 2007)

Minyak Pala dan Komponen Atsiri

Minyak pala merupakan minyak atsiri yang dihasilkan melalui proses penyulingan dari biji pala dan fuli yang telah tua dan kering dengan meng-gunakan metode ekstraksi distilasi uap (steam distillation) atau distilasi air (hydrodistillation) yang bekerja berdasarkan suhu dan tekanan uap. Biji yang da-pat digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda dan biji tua, te-tapi untuk biji muda akan menghasilkan kandungan minyak pala yang lebih tinggi (Nurdjanah, 2007).

Minyak pala di Indonesia umumnya disuling dari biji pala berumur 3–4 bulan dengan rendeman minyak 8–17%. Biji pala yang berumur lebih tua meng-hasilkan rendeman yang lebih rendah yaitu berkisar antara 8–13%. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa penyulingan biji pala muda segar secara dikukus (Penyulingan dengan sistem uap) menghasilkan rendeman minyak tertinggi yaitu 17,6% dengan produksi minyak 0,202 liter/kg. Penyulingan biji pala kering menghasilkan produksi minyak paling besar yaitu 0,714 liter/kg walaupun ren-deman yang dihasilkan hanya 16,9% (Balitbangtri, 1990).

Minyak pala merupakan cairan jernih (hampir tidak berwarna) sampai kuning muda atau hijau muda, peka terhadap cahaya dan suhu, serta beraroma khas pala. Sifat-sifat minyak dari biji pala ternyata tidak berbeda dengan minyak dari fuli pala. Kebanyakan minyak pala dihasilkan dari campuran biji dan fuli pala. (Zaini dan Syahreza, 2009).

Maya et al. (2004) melaporkan bahwa minyak pala mengandung 76.8% monoterpen, 12.1% monoterpen oksigenasi dan 9.8% eter phenil propanoid, serta kandungan minyak fuli yaitu 51.2% monoterpen, 30.3% monoterpen oksigenasi dan 18.8 eter phenil propanoid. Konstituen dalam minyak pala dan fuli yaitu myristicin, elemicin dan safrol yang merupakan komponen bersifat halusino-genik dalam minyak pala, dan sabinene memberikan rasa harum dari minyak pala.


(50)

20

Minyak pala dengan odor dan rasa seperti pala, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol dan mempunyai bobot jenis pada suhu 25 C antara 0,859 – 0,924, refraktif indeks pada 20 C antara 1,470 – 1,488 dan putaran optik pada 20 C sekitar +10 - +45 . Karakteristik komposisi kimia minyak pala yang dikemukakan oleh Baldry et al (1976) berdasarkan daerah penghasil tanaman pala yaitu “East Indian Type” (Indonesia) dan “West Indian Type” (Grenada). Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap minyak biji pala yang berasal dari

Indonesia dan Granada, dengan menggunakan “Gas Liquid Chromatografy”, “Infrared spectroscopy” dan “Mass Spectrometry”, komposisi kimia minyak pala terlihat pada Tabel 2.

Komposisi kimia minyak pala Indonesia dan Granada berbeda secara kuantitatif, tetapi jenis komponennya hampir sama. Minyak pala “West Indian

Type” sedikit mengandung -pinene, safrol dan myristicin, tetapi kandungan sabanine lebih tinggi. Minyak pala “East Indian Type” relatif lebih banyak mengandung myristicin. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam aroma dan mutu dari kedua jenis minyak tersebut. Myristicin dinyatakan memberikan aroma yang lebih tajam. Di samping itu minyak biji pala “West Indian Type” memiliki kan-dungan terpen relatif lebih tinggi dibandingkan“East Indian Type”, sehingga aro-ma minyak pala menyerupai minyak terpentin sedangkan aroaro-ma khas rempah-rempah menjadi kurang tajam (Baldry et al. 1976). Minyak pala East Indian yang sebagian besar berasal dari Indonesia, lebih unggul dari pada minyak pala West Indian karena memiliki aroma yang lebih disukai dan mengandung komponen eter fenil propanoid (Maya et al. 2004) dan safrol yang tinggi dapat digunakan sebagai larvasida pada nyamuk (Intirach et al. 2012).

Aromanya yang khas minyak atsiri pala banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kosmetik dan dalam industri farmasi. Sifat-sifat farmakologi pala ditentukan oleh senyawa yang terdapat di dalam komponen atsiri. Sejumlah komponen atsiri yang berhasil diisolasi dari minyak pala dan fuli tergolong hidrokarbon monoterpen, monoterpen teroksigenasi dan eter aromatik Senyawa utama dari kelompok hidrokarbon monoterpen adalah pinen dan sabinen, dari kelompok eter aromatik adalah myristicin. Eter aromatik, seperti myristicin, safrol dan elemisin merupakan komponen atsiri yang menentukan citarasa dan karak-teristik farmakologis minyak pala (Pusrseglove et al. 1981).


(51)

21

Tabel 2. Sifat kimia minyak pala “East Indian” dan “West Indian”

Komposisi Kimia East Indian (%) West Indian (%)

-pinene camphene β-pinene sabinene myrcene -phelandrene -terpinene Iimonene 1,8cineole -terpinene p-cymene terpinolene trans-sabinene hydrat sesquiterpen ydrocarbon copaene linalool cis-sabinene hydrat cis-p-menth-4-ol terpinen-4-ol terpinen-4-acetat -terpineol Monoterpen acetat cis-piperitol geranyl acetat safrole methyl eugenol eugenol elemicin myristicin asam miristat glyceril trimiristat 26,5 0,4 15,0 27,1 3,7 0,9 2,0 3,6 2,2 2,9 0,6 1,7 0,3 sedikit 0,2 0,2 0,2 0,1 3,0 0,1 0,6 0,2 0,1 sedikit 1,7 0,1 sedikit 1,2 5,9 sedikit sedikit 13,2 0,2 8,0 42,0 3,4 0,7 4,2 4,4 4,2 4,7 0,8 1,7 0,9 0,2 0,8 0,3 0,5 0,3 4,7 0,2 0,3 0,5 1,2 sedikit 0,1 0,1 sedikit 0,1 0,9 sedikit sedikit

Sumber : Baldry et al. (1976)

Pertsovich (2010) melaporkan komponen utama minyak atsiri pala yaitu sabinene 14-29%, -pinene 15-28%, -pinene 13-18%, limonene 2-7%, myris-ticin 5-12%, elemicin, eugenol dan isoeugenol dan safrol. Pala M. fragrans Houtt dari Indonesia dilaporkan mengandung 2% myristicin dibandingkan dengan 0,13% pada M. argentea Warb. Myristicin tidak ditemukan dalam M. muelleri Warb. dan kadar safrol yang diduga bersifat karsinogenik kadarnya 0,13% pada M. fragrans Houtt.; 0,15% pada M. argentea Warb. dan 0,24% pada M. muelleri Warb. (Archer, 1988). Safrol memberikan efek toksik bila digunakan dalam jumlah yang tinggi, penggunaan dalam bahan makanan tidak lebih dari 1 ppm atau 0.01% (Abdullah et al. 2010).


(52)

22

Fenotipe Seks Tanaman Pala

Secara umum mekanisme determinasi seks pada tanaman tingkat tinggi dengan berbagai pola ekspresi seks menguntungkan untuk diinvestigasi. Tipe gynoecious pada tanaman memproduksi hanya bunga betina dan androcious memproduksi hanya bunga jantan. Tipe monoecious (tipe yang paling umum dari ekspresi seks) memproduksi bunga jantan dan betina pada tanaman yang sama. Tipe hermaphrodit pada tanaman memproduksi bunga biseksual dengan organ stamenate dan pistilate, sementara itu tipe andromonoecious pada tanaman memproduksi bunga biseksual dan jantan pada tanaman yang sama dan gyno-monoecious memproduksi bunga biseksual dan betina pada tanaman yang sama. Trimonoecious memproduksi bunga biseksual, jantan dan betina pada tanaman yang sama.

Tanaman pala (M. fragrans Houtt.) sebagian besar merupakan tanaman dioecious (berumah dua), namun sering ditemukan pula monoecious (berumah satu) dan trimonoecious. Tanaman yang berumah satu artinya pada satu pohon terdapat bunga jantan () yang menghasilkan tepung sari dan terdapat pula

bunga betina (♀) yang menghasilkan putik. Tanaman yang berumah dua artinya

pada satu pohon hanya terdapat bunga betina saja atau hanya terdapat bunga jantan saja. Kemudian bunga hermaphrodit (♂+♀) artinya dalam satu bunga terdapat benang sari penghasil tepung sari dan terdapat pula putik yang akan diserbuki.

Cara pembungaan pala adalah uniseksual dioecious, meskipun demikian terdapat juga bentuk antara. Bunganya keluar dari ujung cabang dan ranting. Setiap tangkai bunga biasanya terdapat 3 – 15 bunga, akan tetapi dari jumlah yang berhasil menjadi buah hanya sebagian kecil saja (untuk pohon betina). Pohon betina akan menghasilkan bunga betina yang berkembang menjadi buah, sedangkan pohon jantan tidak mempunyai bakal buah. Deinum (1949), menge-mukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang monoecious.

Pohon pala jantan akan menjadi tanaman jantan yang tidak menghasilkan buah satupun. Di lain pihak, pohon pala betina akan menjadi tanaman betina yang produktif dan menghasilkan buah. Pohon jantan dicirikan oleh habitus yang lebih kecil dari betina, cabang lebih tegak, daun lebih kecil, dan menghasilkan banyak bunga jantan dalam bentuk rangkaian yang membawa 3-15 bunga per kuntum. Jumlah bunga betina sekitar 1- 3 per kuntum (Marzuki et al. 2006).


(53)

23

Perbedaan tajuk pohon antara jantan dan betina (pada tanaman yang berumah dua) tampak jelas. Dari arah tumbuhnya cabang primer, dapat diketahui jenis kelamin bunga yang akan dihasilkan nantinya. Tajuk pohon penghasil bu-nga betina terbentuk dari cabang-cabang pohon primer yang tumbuhnya men-datar (horizontal). Pohon bunga jantan mempunyai pertumbuhan cabang yang membentuk sudut runcing/lancip dengan batang pokoknya.

Perbedaan bunga jantan dan betina, yaitu bunga jantan tumbuh lebih tegak pada ranting-ranting buah, tetapi ukurannya lebih kecil dan langsing dari bunga betina. Sementara bunga betina tumbuh di ketiak daun dengan kekhasan berbau harum dan berwarna kuning muda.

Umumnya morfologi daun pohon jantan lebih kecil dengan bentuk bulat telur atau elips dengan pangkal dan pucuk meruncing, warna bagian bawah daun hijau kebiru-biruan muda dan bagian atasnya hijau tua. Ciri-ciri pohon jantan dan pohon betina akan lebih jelas jika sudah mulai berbunga atau sudah berumur 5 - 7 tahun.

Penanda Keragaman Tanaman Pala

Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman pala merupakan modal dasar bagi ahli pemuliaan dan genetika populasi untuk pengembangan dan perbaikan tanaman. Pengungkapan informasi sifat genetik dapat dilakukan dengan identifikasi setiap aksesi tanaman pala. Identifikasi untuk pembedaan identitas antar varietas dapat dideteksi melalui beberapa penanda (genetik markers). Penanda adalah karakter yang dapat diturunkan yang berasosiasi dengan genotipe tertentu dan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi genotipe tersebut (Asiedu et al. 1989). Penanda genetik dapat digolongkan atas penanda morfologi, penanda agronomi dan penanda molekuler (Jonah et al. 2011).

Setiap varietas dari suatu spesies tanaman mempunyai deskripsi morfo-logi yang spesifik. Beberapa sifat morfomorfo-logi dapat diidentifikasi langsung ber-dasarkan pengamatan dilapangan, dan yang lain tidak dapat karena memerlukan alat bantu pembesar. Sifat morfologi tersebut dapat berupa sifat-sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa penanda SSR sangat baik di-gunakan sebagai penanda genetik karena bersifat kodominan, polimorfis dapat mendeteksi tingkat keragaman alel yang tinggi dan pengujian efisien dengan metode PCR (Temnykh, 2000; Molla et al. 2010; Rahman et al. 2010). Untuk


(1)

183

Waktu Retensi

Lampiran 3. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. succedanea Reinw. (MSC)

Waktu Retensi

Lampiran 4. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. fatua Houtt. (MFT)


(2)

184

Waktu Retensi

Lampiran 5. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. argentea Warb. (MARG)

Waktu Retensi

Lampiran 6. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. speciosa Warb. (MSPC)


(3)

185

Waktu Retensi

Lampiran 7. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (PKBM)

Waktu Retensi


(4)

186

Waktu Retensi

Lampiran 9. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (PHG1)

Waktu Retensi

Lampiran 10. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tebal (FMTB)


(5)

187

Waktu Retensi

Lampiran 11. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tipis (FMTP)

Waktu Retensi

Lampiran 12. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna putih tebal (FPTB)


(6)

188

Waktu Retensi

Lampiran 13. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna putih tipis (FPTP

)