BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Pengertian Pajak
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KUP menyebutkan bahwa : “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasrkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa menurut norma-norma yang
ditetapkan secara umum tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum Resmi, 2009.
Pengertian pajak menurut Mardiasmo 2009:1 : “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang
yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”. Berdasarkan definisi-definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
pengertian pajak adalah iuran wajib dari masyarakat kepada Negara yang digunakan untuk pembangunan Negara tanpa adanya imbalan langsung.
11
2. Perencanaan Pajak Tax Planning Menurut Dr. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA 2013, Tax Planning
adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha sedemikan rupa dengan memanfaatkan berbagai celah
kemungkinan yang dapat ditempuh perusahaan dalam koridor ketentuan peraturan perpajakan loopholes, agar perusahaan dapat membayar pajak
dalam jumlah minimum. Achmad Tjahyono dan Muhammad F Husein 1997, mengemukakan :
“Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik
pajak penghasilan, maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh undang-undang”.
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah sebuah proses pengorganisasian usaha wajib pajak sehingga
hutang pajaknya berada di posisi paling minimal, namun tetap berada di koridor diperbolehkan dalam perturan perundang-undangan.
Dalam tax planning ada 3 macam cara yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk menekan jumlah beban pajaknya, yaitu :
a. Tax Saving Penghematan Pajak
Tax Saving atau penghematan pajak merupakan suatu tindakan
penghematan pajak yang dilakukan secara legal dan aman karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan.
12
b. Tax Avoidance Penghindaran Pajak
Tax Avoidance atau penghindaran pajak adalah sebuah strategi dan
teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Metode
dan teknik yang digunakan adalah dengan memanfaatkan kelemahan grey area yang terdapat dalam undang-undang dan
peraturan perpajakan itu sendiri. c.
Tax Evasion Penyelundupan Pajak Tax Evasion
atau penyelundupan pajak adalah kebalikan dari tax avoidance,
sebuah strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara illegal dan tidak aman bagi wajib pajak. Cara
penyelundupan pajak ini bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena metode dan teknik yang digunakan tidak
berada dalam koridor undang-undang dan peraturan perpajakan.
3. Agency Theory
Agency theory menjelaskan bahwa organisasi merupakan jaringan
hubungan kontraktual antara manager agen dengan pemilik perusahaan, kreditur, dan pihak lainnya principal. Dalam teori ini, agen diasumsikan
sebagai individu yang rasional, memiliki kepentingan pribadi dan berusaha memaksimalkan kepentingan pribadinya. Manajer sebagai agen
bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik prinsipal, namun di sisi lain manajer juga memiliki kepentingan
13
memaksimalkan kesejahteraan mereka sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan pribadi prinsipal Adi dan
Nur, 2013 Manajemen sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan juga going concern perusahaan dibandingkan pemilik pemegang saham. Ketidakseimbangan luasnya
informasi akan menimbulkan suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi information asymmetry.
Problem keagenan agency problem antara pemegang saham pemilik perusahaan dengan manajer potensial terjadi apabila prinsipal
tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajemen bekerja dengan tujuan memaksimumkan
kemakmuran sendiri. Terjadilah conflict of interest. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemilik
saham, pemilik saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost Atmaja, 2008.
Adanya konflik kepentingan dalam kepemilikan dapat menimbulkan biaya agensi agency cost, yakni biaya yang dikeluarkan agar pihak yang
diberikan wewenang dapat bertindak sesuai keinginan pemilik Bezooyen, 2002, dalam Atmaja, 2008. Contoh biaya agensi sebagai berikut :
a. Pengeluaran untuk melakukan pengawasan monitoring cost, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik untuk mencegah agar
tindakan manajer tetap sesuai dengan kepentingannya.
14
b. Biaya yang dikeluarkan untuk menjamin agar manajer tidak mengambil keuntungan dan fasilitas yang diberikan bonding
cost. c. Biaya yang dikeluarkan pemilik untuk mengembalikan citra
perusahaan dan kesan yang buruk karena tidak tercapainya dua tujuan tersebut.
4. Penghindaran Pajak Tax Avoidance Penghindaran pajak atau tax avoidance adalah suatu skema transaksi
yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan loophole ketentuan perpajakan suatu Negara
sehingga ahli pajak menyatakan legal, karena tidak melanggar peraturan perpajakan. Sedangkan penggelapan pajak atau tax evasion adalah suatu
skema memperkecil pajak yang terhutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan illegal. Denny, 2009.
Menurut Masdiasmo 2003, penghindaran pajak Tax Avoidance adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang yang ada. Senada dengan Mardiasmo, Menurut Gunarso 1997, penghindaran pajak adalah usaha pengurangan pajak, namun tetap
mematuhi ketentuan peraturan perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun menunda pajak
yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan menurut Xynas 2011 penghindaran pajak merupakan usaha untuk
15
mengurangi hutang pajak yang bersifat legal Lawful, sedangkan penggelapan pajak Tax Evasion adalah usaha untuk mengurangi hutang
pajak yang bersifat tidak legal Unlawful. Penelitian yang dilakukan oleh Uppal, 2005 tentang kasus
penghindaran pajak di Indonesia, dikemukakan bahwa di Negara-Negara berkembang banyak terjadi kasus penghindaran pajak. Hal ini dilakukan
dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas pendapatan yang bisa dikenai pajak.
Penghindaran pajak ini telah membuat basis pajak atas pajak pendapatan menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya kehilangan potensi
pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban defisit anggaran negara.
Dengan demikian dalam konteks perusahaan, penghindaran pajak ini sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memperkecil besarnya
tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan dan meningkatkan cash flow
perusahaan. Seperti disebutkan oleh McGuire, 2011, bahwa manfaat dari adanya tax avoidance adalah untuk memperbesar tax saving yang
berpotensi mengurangi pembayaran pajak sehingga akan menaikkan cash flow
. Dalam literatur keagenan, tax avoidance dapat memfasilitasi
kesempatan manajerial untuk melakukan manipulasi laba atau penempatan sumber daya yang tidak sesuai. Tax avoidance menggambarkan sebuah
kelanjutan dari strategi perencanaan perpajakan perusahaan. Aktivitas tax
16
avoidance memunculkan kesempatan bagi manajemen dalam melakukan
aktivitas yang didesain untuk menutupi berita buruk atau menyesatkan investor Desai dan Dharmapala, 2006. Manajer dapat membenarkan
transaksi atas tax avoidance dengan mengklaim bahwa kompleksitas dan ketidaktahuan menjadi hal yang penting dalam meminimalkan
terdeteksinya aktivitas tax avoidance pemeriksa pajak.
5. Kepemilikan Institusional Menurut Faisal 2004, kepemilikan institusional merupakan pihak
yang memonitor perusahaan dengan kepemilikan institusi yang besar lebih dari 5 mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen lebih besar. Institusi dapat berupa yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk
perseroan PT, dan institusi lainnya. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih
optimal terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang
dilakukan. Pihak institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap
kebijakan manajemen yang lebih besar juga sehingga manajemen akan menghindari perilaku yang merugikan para pemegang saham. Semakin
besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan.
17
Dalam penelitian Annisa dan Lulus 2012 menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan peran yang penting dalam memantau,
mendisiplinkan, dan mempengaruhi manajer. Mereka berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusional berdasarkan besar dan hak suara yang
dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk berperilaku mementingkan diri sendiri.
Adanya tanggung jawab perusahaan kepada pemilik, maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen
perusahaan membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Keberadaan investor institusional juga mengindikasikan
adanya tekanan dari pihak investor kepada manajemen perusahaan untuk melakukan kebijakan penghindaran pajak dalam rangka memperoleh laba
yang maksimal untuk investor institusional Dewi dan Jati, 2014. Menurut Fadhilah 2014 besar kecilnya konsentrasi kepemilikan
institusional maka akan mempengaruhi kebijakan pajak agresif, tetapi semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin mengurangi
tindakan kebijakan pajak agresif. Penelitian dari Pranata, Puspa, dan Herawati 2013 menyatakan
bahwa besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan. Khurana dan
Moser 2009 juga menyatakan bahwa semakin besarnya konsentrasi short-term shareholder institutional
akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, akan tetapi semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term
18
shareholder institutional maka akan semakin mengurangi tindakan
kebijakan pajak yang agresif. Agresif pajak mengarah kepada penghematan pajak yang menyebabkan perusahaan potensial dikenakan
sanksi oleh IRS Internal Revenue Service terkait biaya pelaksanaan dan biaya agensi. Chen, et, al, 2008, dalam Annisa dan Lulus, 2012.
Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar lebih memungkinkan untuk mengeluarkan, meramalkan, dan memperkirakan
sesuatu lebih spesifik, akurat, dan optimis Khurana dan Moser, 2009. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin besar
pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksternal. Manajemen perusahaan akan melakukan kebijakan guna mengoptimalkan nilai perusahaan
sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Pemegang saham eksternal mempunyai insentif untuk memonitor dan mempengaruhi manajemen
secara wajar untuk melindungi investasi mereka dalam perusahaan. Pemegang saham eksternal mengurangi perilaku manajer yang opportunis,
sehingga mengakibatkan rendahnya konflik agensi langsung antara manajemen dan pemegang saham. Wahidawati, 2002.
6. Risiko Perusahaan Menurut Budiman dan Setiyono 2012 risiko ada kaitannya dengan
return yang diperoleh perusahaan, bahwa risiko merupakan penyimpangan
atau deviasi dari outcome dari yang diterima dengan yang diekspektasi. Dengan demikian dapat diartikan semakin besar deviasi antara outcome
19
yang diterima dengan yang diekspektasikan mengindikasikan semakin besar pula risiko yang ada.
Paligrova 2010 menyatakan bahwa risiko perusahaan merupakan volatilitas earning perusahaan, yang bisa diukur dengan rumus deviasi
standar. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa risiko perusahaan merupakan penyimpangan atau deviasi standar earning
baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan downside risk
atau mungkin lebih dari yang direncanakan upset potensial, semakin besar deviasi earning perusahaan mengindikasikan semakin besar pula
risiko perusahaan yang ada. Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini mengindikasikan karakter eksekutif apakah termasuk risk taker atau risk
averse. Berbeda dengan risk taker, eksekutif yang memiliki karakter risk
averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai resiko sehingga
kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Eksekutif risk averse jika mendapatkan peluang maka dia akan memilih resiko yang lebih
rendah Low, 2006. Biasanya eksekutif risk averse memiliki usia yang lebih tua, sudah lama memegang jabatan, dan memiliki ketergantungan
dengan perusahaan Maccrimon dan Wehrung, 1990. Dibandingkan dengan risk taker, eksekutif risk averse lebih menitikberatkan pada
keputusan-keputusan yang tidak mengakibatkan resiko yang lebih besar. Dengan demikian mereka harus mampu mendatangkan cash flow yang
tinggi pula guna memenuhi tujuan pemilik perusahaan yakni untuk
20
mendapatkan cash flow dari operasi yang dilakukan oleh perusahan La Porta dan Silanez 1999.
Coles et al 2004 menyebutkan bahwa risiko perusahaan corporate risk
merupakan cerminan dari policy yang diambil oleh pimpinan perusahaan.
Policy yang diambil pimipinan perusahaan bisa
mengindikasikan apakah mereka memiliki karakter risk taker atau risk averse.
Semakin tinggi corporate risk maka eksekutif semakin memiliki karakter risk taker, demikian sebaliknya
7. Leverage Definisi leverage menurut Sartono dalam Kurniasih:2013 adalah
penggunaan hutang untuk membiayai investasi. Sedangkan Kusumawati dan Sudento 2005 menggambarkan leverage sebagai kemampuan
perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya. Leverage dapat dipahami dengan penaksir resiko yang
melekat pada suatu perusahaan. Artinya, leverage yang semakin besar menunjukkan risiko investasi yang besar pula.
Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran semua kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun
kewajiban jangka panjang. Tingkat pengelolaan kewajiban leverage berkaitan dengan bagaimana perusahaan didanai, apakah perusahaan
didanai lebih banyak menggunakan kewajiban atau modal yang berasal dari pemegang saham. Semakin tinggi tingkat leverage suatu perusahaan
21
maka akan semakin besar pula agency cost. Dalam hal ini perusahaan akan cenderung mengungkapkan mengapa kondisi kewajiban mereka berada
pada angka tersebut kepada publik sehingga diharapkan investor cukup jelas mengetahui kondisi kewajiban perusahaan.
Tingkat rasio leverage yang besar menimbulkan keraguan akan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya
di masa depan. Hal ini dikarenakan sebagian besar dana yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang sehingga dana untuk
beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada umumnya lebih menyukai debt ratio yang rendah angka rasionya karena jika terjadi
likuidasi, kerugian yang dialami kreditor dapat diminimalisir Widyantari, 2011.
Menurut Syamsudin 2001 dalam Hardiningsih 2008 leverage dapat dihitung melalui 3 pendekatan yaitu :
a. Debt Ratio Rasio Utang Utang mencakup kewajibanutang lancar jangka pendek
maupun jangka panjang. Kreditor pada umumnya menyukai rasio kewajiban yang rendah karena dalam keadaan demikian berarti
tersedia dana penyangga yang besar bagi kreditor apabila terjadi likuidasi pada suatu perusahaan. Bagi pemilik rasio kewajiban
yang tinggi dapat melipatgandakan laba atau mungkin dapat juga mengurangi kendali atas perusahaan karena adanya penjualan
saham ke pasar modal.
22
Rasio ini mengukur berapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh kreditor yang diperoleh dengan membandingkan total
kewajiban total liabilities dengan total aset. Rasio ini merupakan rasio yang paling menyeluruh karena memasukkan proporsi
kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang terhadap aset. Semakin tinggi rasio ini maka sebagian besar perusahaan tersebut
didanai oleh kreditor. b. Debt to Equity Ratio
Rasio ini menunjukkan suatu upaya untuk memperlihatkan proporsi relatif dari klain pemberi pinjaman terhadap hak-hak
kepemilikan dan digunakan sebagai ukuran peranan kewajiban utang. Versi ini menganalisis proporsi kewajiban yang
melibatkan rasio total kewajiban, biasanya kewajiban lancar dan semua jenis kewajiban jangka panjang terhadap total ekuitas
pemiliki. Rasio ini juga menunjukkan hubungan antara pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh kreditor dengan jumlah modal
sendiri yang berasal dari pemegang saham. Rasio ini diperoleh dari perbandingan rasio total liabilities terhadap stockholders equity.
c. Debt to Total Capitalization Ratio Rasio ini merupakan versi analisis proporsi kewajiban yang
lebih mendalam yang melibatkan rasio kewajiban jangka panjang terhadap kapitalisasi. Kapitalisasi didefinisikan sebagai jumlah
klaim jangka panjang terhadap perusahaan baik kewajiban
23
maupun ekuitas pemilik yang tidak termasuk didalamnya kewajiban jangka pendek kewajiban lancar. Rasio ini mengukur
berapa besar modal jangka panjang perusahaan total capitalization
yang dibiayai oleh kreditor. Rasio ini diperoleh dari perbandingan long term debt dengan total capitalization.
B. Penelitian Terdahulu