Keawetan Kayu TINJAUAN PUSTAKA

Jamur kelas ini mampu mendegradasi holoselulosa kayu dan meninggalkan residu kecoklatan yang banyak mengandung lignin. White rot fungi merupakan jamur dari kelas Basidiomycetes yang mampu mendegradasi holoselulosa dan lignin sehingga menyebabkan warna kayu menjadi lebih muda daripada warna normal. Soft rot fungi merupakan jamur dari kelas Ascomycetes. Jamur ini mampu mendegradasi selulosa dan komponen penyusun dinding sel kayu sehingga menjadi lebih lunak Fengel dan Wegener 1989 dalam Herliyana 2007. Pengaruh serangan jamur pelapuk putih terhadap sifat-sifat kayu diantaranya adanya perubahan struktural kayu dari yang normal, pengurangan berat yang disebabkan oleh hilangnya sebagian selulosa dan lignin karena dirombak jamur, berkurangnya kekuatan kayu, peningkatan kadar air karena kayu yang telah diserang jamur banyak menyerap air daripada kayu sehat, penurunan kalori terjadi karena intensitas pelapukan semakin tinggi maka nilai kalori semakin rendah sebab kayu yang lapuk memberi panas yang rendah daripada kayu yang sehat, perubahan warna pelapuk putih menimbulkan warna putih pada bagian kayu yang terserang, perubahan bau akan menimbulkan bau yang tak sedap dan perubahan struktur mikroskopis pelapukan putih menyebabkan dinding sel kayu semakin lama makin tipis dan akhirnya habis Nandika dan Tambunan 1989 dalam Herliyana 1997. Zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari suatu pohon dan bukan merupakan penyusun struktur kayu, namun zat ini cukup esensial dan berpengaruh terhadap sifat- sifat kayu termasuk ketahanan terhadap serangan serangga dan organisme pelapuk lainnya karena bersifat racun Ediningtyas 1993 dalam Fitriyani 2010. Variasi keawetan kayu juga terdapat di dalam kayu teras, dimana kayu teras bagian luar lebih awet dibandingkan kayu teras bagian dalam. Sedangkan kayu gubal memiliki keawetan yang rendah karena kayu gubal tidak mengandung zat ekstraktif Tobing 1997 dalam Fitriyani 2010.

2.7 Keawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri, dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut Muherda 2011. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal. Tim ELSSPAT 1997 dalam Fitriyani 2010, umur pohon memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya lebih awet daripada jika ditebang ketika muda karena semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Berdasarkan penurunan berat kayu oleh jamur pelapuk, penentuan ketahanan kayu di bagi ke dalam beberapa kelas awet. Tabel 4. Kelas ketahanan kayu terhadap jamur Kelas Ketahanan Penurunan Berat I Sangat Tahan ≤ 1 II Tahan 1 – 5 III Agak Tahan 5 – 10 IV Tidak Tahan 10 – 30 V Sangat Tidak Tahan 30 Sumber : SNI 01 – 7207 – 2006 Terdapat lima kelas awet kayu, mulai dari kelas awet I yang paling awet sampai kelas awet V yang paling tidak awet. Kelas awet kayu didasarkan atas keawetan kayu teras karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu mempunyai keawetan yang terendah kelas awet V. Hal ini disebabkan karena pada bagian kayu gubal tidak terbentuk zat-zat ekstraktif seperti phenol, tannin, alkaloide, saponine, chinon, dan dammar. Zat-zat tersebut memiliki daya racun terhadap organisme perusak kayu Findlay dan Martawijaya 1962 dalam Padlinurjaji 1977.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2010 sampai dengan Juli 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Pathologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu isolat jamur pelapuk kayu S. commune DB1, P. ostreatus HO, P. djamor EB9, P. sanguineus DB2 yang masing-masing termasuk ke dalam jamur pelapuk putih dan D. spathularia CD1 termasuk jamur pelapuk coklat. Isolat ini diperoleh dari koleksi Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. Laboratorium Penyakit Hutan. Sedangkan kayu yang digunakan adalah Kayu P. falcataria Sengon, A. mangium Mangium, dan P. merkusii Tusam, masing- masing berukuran 5 x 2,5 x 1,5 cm dengan arah serat longitudinal. Media ME Malt Extract, agar, antibiotik Chloramphenicol, air suling, alkohol 70 dan spirtus.

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan pengujian SNI 01- 7207-2006 adalah diantaranya labu erlemeyer, cawan Petri, gelas ukur, botol uji berukuran antara 500 ml – 1000 ml dengan tinggi 12 - 16,5 cm dan diameter 11 cm, batang pengaduk, neraca analitik, lampu pemanas, sudip, karet gelang, kapas, aluminium foil, plastik tahan panas, desikator, oven, autoclave, laminar air flow, ruang inkubasi, alat hitung, alat tulis dan kamera. 3.3. Metode Penelitian Berdasarkan SNI 01-7207-2006 dengan Perbaikan 3.3.1 Pengambilan Contoh Uji Kayu contoh uji yang digunakan dalam metode ini berukuran 5 x 2,5 x 1,5 cm 3 dengan bentuk pemotongan arah serat longitudinal. Contoh uji dikeringkan di dalam