166 dengan tahun 1999, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang
berkepanjangan dan disusul dengan terjadinya kerusuhan pada bulan Mei 1998. Setelah tahun 1999, sektor pariwisata mulai pulih lagi.
3. Dampak Sosial
Keberadaan objek wisata di Kabupaten Karanganyar secara tidak langsung juga membawa dampak bagi kehidupan sosial. Dengan adanya
objek-objek wisata di Kabupaten Karanganyar, sedikit banyak membawa dampak positif terutama bagi warga sekitar objek wisata, hal ini terutama
berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja seperti pedagang dan usaha jasa lain. Dengan adanya kesempatan untuk mendirikan lapangan usaha baru
bagi penduduk sekitar objek wisata, jelas akan mengurangi jumlah pengangguran dan menambah penghasilan masyarakat sekitar objek.
Jenis usaha-usaha baru yang menjadi usaha sambilan masyarakat sekitar seperti berdagang di kawasan wisata juga memungkinkan adanya
hubungan dengan masyarakat yang tidak hanya berasal dari kawasan di sekitar objek wisata saja tetapi juga masyarakat di Kecamatan
Tawangmangu pada umumnya. Bentuk hubungan tersebut yaitu dengan adanya paguyuban-paguyuban pedagang di dalam objek wisata dan di luar
objek wisata, paguyuban tukang ojek, paguyuban persewaan kuda, dan sebagainya. Melalui paguyuban-paguyuban tersebut pedagang yang semula
tidak saling mengenal karena tempat tinggal yang berjauhan menjadi saling
167 kenal, bahkan melalui paguyuban tersebut tercipta kerukunan
114
. Hal ini tampak dari adanya pertemuan rutin dalam paguyuban-paguyuban tersebut.
Paguyuban-paguyuban tersebut mempunyai kegiatan rutin seperti pertemuan rutin, kegiatan sosial seperti pemberian bantuan bagi anggotanya yang
sedang tertimpa musibah, studi banding ke objek wisata di daerah lain, dan sebagainya
115
. Bentuk hubungan di antara anggota paguyuban ini sebenarnya juga merupakan cermin dari prinsip hidup masyarakat
Tawangmangu yang menjunjung tinggi tiga hal, yaitu rukun, lumrah
wajar, dan umum
116
. Prinsip pertama rukun tercermin dari usaha untuk selalu menjaga keharmonisan dalam masyarakat. Wujud dari kerukunan ini
adalah bentuk kerja sama gotong royong dan usaha menciptakan keadaan yang damai tanpa perselisihan. Untuk menjaga kerukunan ini masyarakat
Tawangmangu selalu mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Prinsip kedua lumrah
wajar tercermin dari kemauan untuk menerima kehendak masyarakat, tidak menonjolkan diri, dan dapat bersatu melebur dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini tampak dari masih berlakunya sistem sumbangan dalam paguyuban. Sistem sumbangan adalah pemberian sedikit uang atau barang kepada orang
yang mempunyai hajat. Dengan adanya sistem ini maka hubungan antar anggota paguyuban semakin terjalin akrab. Prinsip yang ketiga adalah
umum, yang tercermin dari kemauan untuk melakukan sesuatu yang telah
114
Wawancara dengan Sukiman, Ketua PERDABI TA, tanggal 5 Januari 2003.
115
Wawancara dengan Sukiman, Ketua PERDABI TA, tanggal 5 Januari 2003.
116
Wawancara dengan Sukiman, Ketua PERDABI TA, tanggal 5 Januari 2003.
168 menjadi kebiasaan masyarakat. Hal ini tampak dari masih dipeliharanya adat
istiadat yang hidup dalam masyarakat.
4. Dampak Budaya