Tingkat pendidikan R
100
57.1 25.0
100
77.7 100
100 25.0
95.2 88.8
S 0.0
42.9 25.0
0.0 0.0
0.0 0.0
50.0 0.0
0.0 T
0.0 0.0
50.0 0.0
22.2 0.0
0.0 25.0
4.8 11.2
To 100
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Tingkat pengalaman bertani
R 22.3
0.0 0.0
14.3 0.0
50.0 6.7
0.0 14.3
0.0 S
66.6 42.8
20.0 52.4
88.8 50.0
66.7 33.3
52.4 88.8
T 11.1
57.2 80.0
33.3 11.2
0.0 26.6
66.7 33.3
11.2 To
100 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan akses tinggi pada padi ladang yakni usia laki-laki tersebar berada pada akses yang tinggi yaitu
sebesar 50.0, sedangkan usia perempuan tersebar berada pada tingkat akses yang tinggi yakni sebesar 0. Hal ini berarti berbeda dengan padi sawah, menarik
ialah usia tinggi perempuan tidak berdampak kepada peluang atau kesempatan berusahatani yang sering, artinya bahwa responden perempuan padi ladang ketika
usiannya sudah tua maka ia tidak lagi ikut dalam berusahatani padi. Karena usia yang produktif sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahatani padi ladang. Hal
tersebut menunjukkan bahwa persepsi petani diimplementasikan saat proses produksi, dimana usia tua sudah tidak banyak mengakses faktor-faktor produksi.
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan antara laki-laki dan perempuan yakni sebesar masing-masing 100 menghasilkan akses laki-laki
rendah dan akses perempuan yang rendah. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani padi ladang yang rendah juga berpengaruh terhadap
tingkat akses yang rendah. Akan tetapi tingkat pendidikan tersebut dapat membuat akses yang mereka dapat juga rendah. Hal ini sangat wajar, karena pendidikan
yang rendah dapat mempengaruhi kesempatan petani padi ladang untuk berusahatani. Artinya bahwa pendidikan yang rendah akan berdampak terhadap
tingkat akses yang didapat petani dalam usahatani padi ladang. Sedangkan untuk tingkat pengalaman bertani laki-laki dan perempuan yang tinggi sebesar 50 dan
0 untuk masing-masing tingkat akses laki-laki sedang dan tingkat akses perempuan yang tinggi. Hal ini berarti sebagian responden laki-laki yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi seperti SMADiplomasarjana sebesar 57.2 punya akses tinggi untuk berusahatani padi ladang, sebaliknya berlaku petani padi ladang
perempuan.
Responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan kontrol di dalam usahatani padi ladang tinggi, usia yang melakukan kontrol tersebut tergolong pada
kategori sedang masing-masing sebesar 50.0 dan 0. Hal ini berarti dengan kontrol yang tinggi, hanya dapat dilakukan oleh responden yang masuk dalam
kategori usia yang sedang pada petani laki-laki sedangkan untuk petani perempuan kontrol yang tinggi tidak berpengaruh terhadap usia manapun. Ketika
kontrol rendah mayoritas responden usia yang melakukan kategori sedang, karena umunya petani padi ladang dalam melaksanakan usahataninya sudah memasuki
usia yang produktif sehingga ketika usia sudah berjalan maka kontrol yang mereka dapat masih tergolong rendah. Responden laki-laki dan perempuan yang
menyatakan kontrol rendah menghasilkan persentase motivasi usaha yang rendah pula yaitu sebesar 83.3 laki-laki dan 71.4 perempuan. Hal ini berarti kontrol
dalam usahatani padi ladang dipengaruhi oleh motivasi usaha, angka tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap kegiatan usahatani terdapat perbedaan
pengambilan keputusan kontrol dalam motivasi usahatani. Motivasi usaha yang hanya untuk kebutuhan sehari-hari maka pengambilan keputusannya rendah baik
petani laki-laki dan perempuan pada padi ladang. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman bertani baik laki-laki dan perempuan
masuk dalam kategori rendah, hal ini juga berakibat pada tingkat pengambilan keputusan yang rendah. Hal ini karena tingkat pengalaman bertani dan tingkat
pendidikan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam usahatani padi.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani rendah, usia yang dihasilkan
sedang. Hal ini wajar, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh usia produktif. Lalu responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani padi
ladang rendah, karena jika usia yang sudah tidak lagi produktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan usahatani padi ladang, maka kegiatan usahatani padi ladang yang
dihasilkan juga rendah. Berbeda ketika partisipasi tinggi, motivasi yang dihasilkan akan tinggi yaitu sebesar 80.0 laki-laki dan ketika partisipasi rendah maka
motivasi yang dihasilkan akan rendah yaitu sebesar 80.0 perempuan. Partisipasi tersebut menunjukkan perbedaan baik petani ladang laki-laki dan perempuan,
laki-laki menganggap bahwa motivasi bertani yang tinggi seperti dapat mengembangkan
usahanya dapat
mempengaruhi keikutsertaan
dalam berpartisipasi dalam berusahatani. Sedangkan mayoritas petani perempuan masih
memiliki tingkat
motivasi yang
rendah sehingga
partisipasi dalam
berusahataninya juga tergolong rendah. Kemudian responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan partisipasi yang tinggi dalam kegiatan usahatani
padi ladang, maka tingkat pendidikannya adalah tergolong rendah. Dengan partisipasi yang tinggi, tidak membuat tingkat pendidikan dalam kegiatan
usahatani padi ladang yang tinggi, karena hanya sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini berarti keikutsertaan petani laki-
laki dan perempuan tidak akan mempengaruhi tingkat pendidikan apapun.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan manfaat rendah, usia laki-laki yang dihasilkan rendah sebesar 100.0 dan usia perempuan
31.3. Hal ini berarti, usia laki-laki yang persentasenya lebih banyak daripada perempuan mengindikasikan bahwa laki-laki belum begitu merasakan atau
mendapatkan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi ladang. Sedangkan ketika manfaat dinyatakan tinggi, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan
usia sedang sebesar 58.3 dan 0. Kemudian untuk motivasi usaha responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan manfaat rendah, motivasi bertaninya
rendah 66.7 dan 81.3. Hal ini berarti ketika manfaat rendah baik petani laki- laki dan perempuan maka mayoritas responden akan memiliki tingkat motivasi
yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam padi ladang ada hal yang cukup menarik variabel independen usia berhubungan nyata signifikan dengan tingkat
kontrol laki-laki dan perempuan dan manfaat laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin usia petani laki-laki dan perempuan bertambah
maka untuk pengambilan keputusan dalam berusahatani akan semakin terlihat.
Peran perempuan dalam pengambilan keputusan padi ladang dapat dikatakan seimbang dengan laki-laki. Hal ini berarti ketika melakukan pengambilan
keputusan terhadap usahatani biasanya laki-laki dan perempuan berdiskusi terlebih dahulu. Sedangkan usia yang semakin bertambah akan berengaruh
terhadap manfaat laki-laki yang bertambah manfaat disini bukan berarti dalam bentuk uang, melainkan manfaat pengetahuan dalam berusahatani.
Untuk kasus padi ladang, motivasi usaha berkorelasi signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan dan
manfaat laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi petani padi ladang maka tinggi pula peluang atau kesempatan petani laki-
laki dan perempuan dalam berusahatani. Selain itu, tingginya motivasi juga berhubungan dengan kontrol atau pengambilan keputusan dalam melaksanakan
usahatani padi antara laki-laki dan perempuan. Manfaat yang didapat petani laki- laki pada padi ladang berhubungan signifikan nyata dengan motivasi usaha yang
semakin tinggi.
Karakteristik individu yakni tingkat pendidikan berkorelasi signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan laki-laki dan perempuan maka peluang atau kesempatan yang diterima laki-laki dan
perempuan pun tinggi dalam hal pelaksanaan usahatani padi. Sedangkan dalam hal pengambilan keputusan dalam berusahatani padi ladang, semakin tinggi antara
laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan usahatani maka berhubungan dengan semakin tinggi tingkat pendidikan petani laki-laki dan
perempuan padi ladang
Untuk padi ladang karakteristik individu yakni tingkat pengalaman bertani berhubungan dengan akses laki-laki, kontrol laki-laki, manfaat laki-laki. Semakin
tinggi tingkat pengalaman bertani petani maka semakin tinggi peluang atau kesempatan dalam anggota rumah tangga laki-laki dalam memperoleh dan ikut
serta dalam berbagai kegiatan usahatani padi. Selanjutnya, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi kemampuan dan kekuasaan laki-laki
petani dalam memutuskan segala usahatani padi. Untuk kontrol atau pengambilan keputusan, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi
kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota keluarga laki-laki dalam mengambil keputusan usahatani padi. Manfaat yang diperoleh, semakin tinggi
hasil yang diterima ketika menjalankan usahatani padi maka semakin tinggi tingkat pengalaman bertaninya.
Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga Petani dengan KKG Padi Sawah
Hubungan antara karakteristik rumah tangga luas lahan yang digarap, status kepemilikan lahan, dan status ekonomi rumah tangga dengan akses, kontrol,
partisipasi, dan manfaat merupakan indikator keseteraan dan keadilan gender yang diuji dalam penelitian ini.
Tabel 26 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses dan kontrol padi sawah tahun 2013
Karakterist ik rumah
tangga Kesetaraan dan keadilan gender
Akses lk Akses pr
Kontrol lk Kontrol pr
R S
T R
S T
R S
T R
S T
Luas lahan yang
digarap R
9.1 10
5.3 11.1
9.5
S
25 13.5
10 21.1
27.8 9.5
14.3 100
T
75 77.4
80 73.6
100 61.1
100 80
85.7
To
100 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Status kepemilika
n lahan R
12.5 27.3
30 21.1
50 27.8
19 28.7
50
S
50 31.8
50 31.6
25 27.8
62.5 42.8
28.7
T
37.5 40.9
20 47
25 44.4
37.5 38.2
42.6 50
To
100 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Status ekonomi
rumah tangga
R
13.6 20
5.3 16.7
9.5 14.3
S
37.5 18.2
36.8 27.8
25 23.8
100
T
63.5 68.2
80 57.9
100 55.5
75 66.7
85.7
To
100 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan akses tinggi baik laki-laki dan perempuan luas lahan yang digarap tergolong ke dalam kategori
tinggi. Hal ini berarti dengan akses yang tinggi sering banyak melakukan ialah petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 ha. Hal tersebut mengartikan bahwa
petani akan mudah mendapati sarana produksi pertanian ketika lahan petani yang digarap luas. Responden yang menyatakan kontrol atau pengambilan keputusan
laki-laki tinggi maka memiliki luasan lahan yang digarap, sedangkan pengambilan keputusan perempuan sedang dengan luasan lahan yang digarap lebih dari 1 ha.
Sebesar 40.9 kategori tinggi akses laki-laki dan 47 kategori tinggi akses perempuan menghasilkan status kepemilikan lahan yang tinggi. Hal ini berarti
bahwa ketika rumah tangga petani memiliki lahan sendiri maka kemudahan atau kesempatan laki-laki dan perempuan terhadap akses yang diperoleh yang
tergolong mudah. Pengambilan kuputusan atau kontrol laki-laki terbesar sebanyak 44.4 laki-laki dan 42.6 perempuan menghasilkan status kepemilikan lahan
yang tinggi yang berarti lahan punya sendiri. Sebesar 86 partisipasi laki-laki rendah dan 90 partisipasi perempuan sedang menghasilkan kategori tinggi pada
luas lahan yang digarap, hal ini menunjukkan bahwa partisipasi yang tinggi tidak berpengaruh terhadap luasan lahan yang digarap oleh rumah tangga petani
tersebut.
Hasil uji rank Spearman yang menghubungkan antara variabel luas lahan yang digarap dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan. Untuk tingkat akses
laki-laki di dapatkan p-value = sebesar 1.000 berati angka p-value lebih besar dari α = 0.01 maka H
diterima, yaitu tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara luas lahan yang digarap dengan tingkat akses laki-laki dari pelaksanaan
usahatani padi sawah. Karenanya luas lahan yang kecil, sedang maupun besar tidak mempengaruhi tingkat akses laki-laki dari pelaksanaan usahatani padi.
Sedangkan untuk akses perempuan nilai p-valuenya adalah 0.512 artinya tidak
terdapat hubungan nyata atau signifikan antara keduannya. Luas lahan yang digarap dengan tingkat kontrol laki-laki dan perempuan nilai p-valuenya masing-
masing 0.270 dan 0.016, maka dengan nilai p-value tersebut lebih besar dari α=0.01 maka tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara luas lahan yang
digarap dengan tingkat kontrol yang dikuasai oleh laki-laki dan perempuan dari pelaksanaan usahatani padi. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki luas
lahan yang digarap yang tergolong sempit, sedang dan luas sama-sama memiliki peran pengambilan keputusan terhadap usahatani.
Untuk partisipasi laki-laki dan perempuan berbeda terhadap luas lahan yang digarap. Laki-laki memiliki nilai 0.079 sedangkan perempuan memiliki nilai
0.339. partisipasi laki-laki berhubugan nyata atau signifikan lalu partisipasi perempuan tidak berhubungan nyata atau signifikan. Hal ini berati semakin luas
lahan yang digarap maka partisipasi laki-laki semakin tinggi dalam pelaksanaan usahatani, sedangkan manfaat laki-laki dan perempuan sama-sama tidak
berhubungan nyata atau signifikan. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki lahan garapan sempit, sedang dan besar sama-sama memperoleh
manfaat. Status kepemilkan lahan dilihat dari hasil uji statistik terlihat bahwa tingkat partisipasi perempuan menghasilkan p-value yang lebih kecil dari 0.01
maka H
ditolak yaitu terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status kepemilikan lahan dengan tingkat partisipasi perempuan. Hal ini berarti bahwa
ketika petani rumah tangga menjadi pemilik lahan maka keikutsertaan perempan dalam setiap kegiatan untuk pelaksanaan usahatani semakin tinggi.
Hasil uji rank Spearman antara status ekonomi rumah tangga dengan indikator keseteraan dan keadilan gender terlihat bahwa indikator seperti tingkat
akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan, manfaat laki-laki dan perempuan memiliki nilai p-value yang lebih besar daripada 0.01 sehingga
hubungan tersebut tidak nyata atau signifikan antara statatus ekonomi rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, dan manfaat. Berbeda dengan tingkat
partisipasi laki-laki, keduannya memiliki nilai p-value lebih kecil daripada 0.01 artinya H
1
diterima maka terdapat hubungan nyata atau signifikan antara status ekonomi rumah tannga dengan tingkat partisipasi laki-laki. Hal ini berarti bahwa
semakin kaya tidak miskin maka semakin berpartisipasi petani laki-laki rumah tangga tersebut. Sedangkan untuk partisipasi perempuan tidak berhubungan nyata
signifikan terhadap status ekonomi rumah tangga. Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga Petani dengan KKG Padi
Ladang
Hubungan antara karakteristik rumah tangga luas lahan yang digarap, status kepemilikan lahan, dan status ekonomi rumah tangga dengan akses, kontrol,
partisipasi, dan manfaat merupakan indikator keseteraan dan keadilan gender yang diuji dalam penelitian ini.