Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabang usahatani padi ladang di kabupaten Karawang

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG

USAHATANI PADI LADANG

DI KA BUPA TEN KA RA W A NG

HENDRI METRO PURBA

A07498176

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

HENDRI METRO PURBA. Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Kebutuhan bahan pangan masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada beras. Produksi beras nasional sebagian besar disumbangkan oleh produksi padi sawah, sementara itu ketersediaan lahan sawah dan efisiensi usahatani padi sawah cenderung mengalami penurunan. Sumbangan padi ladang terhadap produksi padi nasional masih sangat rendah karena produktivitas padi ladang yang jauh lebih rendah daripada produktivitas padi sawah. Jika dibandingkan dari segi laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga masih jauh lebih rendah daripada padi sawah. Mengingat ketersediaan lahan kering bagi usahatani padi ladang masih sangat besar, maka pengembangan produktivitas usahatani padi ladang memiliki potensi yang sangat menjanjikan. Oleh karena itu menarik untuk dikaji bagaimana meningkatkan produktivitas cabang usahatani padi ladang. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi ladang, (2) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi padi ladang (3) menganalisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor-faktor produksi pada cabang usahatani padi ladang.

Pengumpulan data dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2005 di Desa Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden dengan mengajukan pertanyaan yang dibuat dalam bentuk kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan buku, laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penelitian dan melalui internet. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Pusat Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan Pemerintah Daerah di lokasi penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio),


(3)

pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, dan analisis efisiensi ekonomi dengan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Pengolahan data dilakukan dengan me nggunakan program Microsoft Excel dan

Minitab 13 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio), diperoleh nilai rasio R/C atas biaya total sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu), sehingga dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi petani, (2) faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga, yang signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen. Sedangkan faktor pupuk, benih, dan pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan yang ditetapkan, (3) penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien secara ekonomis dicapai pada saat penggunaan faktor pupuk sebesar 282.51, faktor tenaga kerja luar keluarga sebesar 146.33 HOK, penggunaan benih yang semula sebesar 60 kilogram harus ditingkatkan menjadi 69.69 kilogram, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga harus dikurangi dari yang semula sebesar 237.37 HOK menjadi sebesar 59.94 HOK, faktor produksi pestisida harus ditingkatkan dari sebesar 1.7 liter dalam penggunaan aktualnya menjadi sebesar 2.47 liter.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan agar (1) penggunaan faktor produksi pupuk, benih, pestisida tenaga kerja luar harus ditingkatkan dari penggunaan aktualnya supaya usahatani padi ladang yang dilakukan lebih efisie n dan menguntungkan bagi petani, (2) pemberian bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik budidaya padi ladang yang tepat seperti kombinasi penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat dan pola tanam yang tepat untuk mencapai usahatani padi ladang yang lebih produktif dan menguntungkan.


(4)

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG USAHATANI

PADI LADANG DI KABUPATEN KARAW ANG

Oleh

HENDRI METRO PURBA

A07498176

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama : Hendri Metro Purba

NRP : A07498176

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG USAHATANI PADI LADANG DI KABUPATEN KARAWANG” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember 2005

Hendri Metro Purba A07498176


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Sanggul pada tanggal 16 Juli 1980. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak T. Purba dan Ibu H. Situmorang.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri 3 Dolok Sanggul, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Dolok Sanggul, dan lulus tahun 1995. Kemudian, penulis diterima di SMU Katolik Santo Agustinus Jakarta, dan lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agrinisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani padi ladang, mengana lisis faktor-faktor yang mempengaruhi produiksi dalam usahatani padi ladang, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada cabang usahatani padi ladang.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Anna Fariyanti, MS. atas kesediaan menjadi dosen penguji utama.

3. Amzul Rifin, SP, MA. atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi pendidikan.

4. Orang Tuaku, Bapa dan Uma dan adik-adikku Duddy, Sartika, Markos, Nita, dan Kardinal atas keberadaan, doa dan dukungannya.

5. Keluarga Tulang Donal, Tulang Suci, dan Tulang Hendra. 6. Ompung Suhut, dan semua keluarga besar di Dolok Sanggul.

7. Keluarga Ompung Berthold di Depok, Ompung Arif di Bandung, dan Ompung Josua di Pekan Baru.

8. Keluarga Amangboru Mario, Namboru Patar, dan Amangboru Sagala di Jakarta.

9. Sahabat-sahabatku yang tak tergantikan di Base One : Cay, Edo, Gaga, Halashon, Victor, Donal, Appara Frenky, John Freddy, Nipar, Ucok, Ogem, John Wisnu, Echa , Rikky Sitorus, Bang Ivan, Bang Tamlin, dan Maria Margareth.

10. Lae Viston, Namboru, dan Chamber yang telah menyediakan fasilitas penginapan, makan gratis, dan dukungan berharga selama turun lapang di Karawang.

11. Ramaijon Purba atas bimbingan dan bantuannya, beserta semua teman-teman di Parmasi.

12. Arif Karya Kusuma, teman satu bimbingan dan seperjuangan selama kuliah dan penulisan skripsi.

13. Pak Enong sebagai penerjemah dan pendamping penulis selama turun lapang. 14. Marta Sundari atas bantuannya selama mengolah data dan penulisan skripsi.


(10)

15. Teman-teman di Darmaga, Bray, Tulus, penghuni Perwira 100, beserta semua kawan sesama Himaba.

16. Semua pihak lain yang belum saya sebutkan yang telah membantu saya selama mengikuti perkuliahan dan penulisan skripsi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Karakteristik Biologis Tanaman Padi Ladang ... 9

2.2.Syarat Tumbuh dan Kelayakan Lahan Tanaman Padi Ladang... 9

2.3. Budidaya Padi Ladang ... 11

2.3.1. Pengolahan Tanah ... 11

2.3.2. Pemilihan Benih ... 12

2.3.3. Penanaman ... 12

2.3.4. Pemupukan ... 13

2.3.5. Pemeliharaan ... 15

2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen... 15

2.3.7.Hama dan Penyakit ... 16

2.4.Sistem Perladangan di Indonesia dan Perkembangannya ... 16

2.5. Perilaku Ekonomi Petani... 21

2.6.Hasil Penelitian Terdahulu... 22

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

3.1. Konsep Usahatani ... 29


(12)

3.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 32

3.4. Teori Produksi ... 33

3.5. Efisiensi Ekonomi ... 37

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 40

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 40

4.3. Metode Analisis Data ... 41

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 41

4.3.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)... 41

4.3.3. Pendugaan Fungsi Produksi... 43

4.3.4. Analisis Efisiensi Ekonomi... 48

4.4. Definisi Operasional ... 50

BAB V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 54

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 54

5.2. Karakteristik Petani Responden... 58

BAB VI. GAMBARAN USAHATANI PADI LADANG DI DESA WANAJAYA ... 66

6.1. Budidaya Padi Ladang ... 66

6.1.1.Persiapan Lahan... 66

6.1.2.Penanaman... 68

6.1.3.Pemupukan... 69

6.1.4. Pengobatan ... 70

6.1.5. Penyiangan ... 71

6.1.6.Pemanenan... 71

6.2. Struktur Biaya ... 72

6.3. Analisis Pendapatan... 73

6.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Analisis R/C ratio) ... 74

BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN EFISIENSI EKONOMI CABANG USAHATANI PADI LADANG ... 76

7.1. Analisis Fungsi Produksi ... 76

7.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 78


(13)

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

8.1. Kesimpulan ... 88

8.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Beras yang Diperdagangkan di Dunia dan Impor Beras Indonesia

Tahun 1990-2001 ... 2

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2004... 4

3. Produksi Gabah Kering Giling di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Indonesia Tahun 2004... 6

4. Klasifikasi Kriteria Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Ladang... 9

5. Penggunaan Lahan di desa Wanajaya Tahun 2004 ... 54

6. Topografi atau Bentang Lahan Desa Wanajaya ... 55

7. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2005 ... 56

8. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Mata Pencaharian... 57

9. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Be rdasarkan Tingkat Pendidikan.... 58

10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur ... 58

11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59

12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 61

13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani ... 62

14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 63

15. Biaya-biaya yang Dikeluarkan Petani Padi Ladang per Hektar per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005 ... 73

16. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi Ladang per Hektar per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005 ... 74

17. Analisis Ragam Produktivitas Cabang Usahatani Padi Ladang di Desa Wanajaya ... 76

18. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Ladang di Desa Wanajaya ... 77

19. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usahatani Padi Ladang di Desa Wanajaya Tahun 2005 ... 84


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marjinal

dan Produk Rata-rata (Doll dan Orazem, 1984) ... 34

2. Bagan Prosedur Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor Yang


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Regresi Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya ... 94 2. Pertumb uhan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi

Di Indonesia, Tahun 2001-2005 ... 95 3. Produktivitas Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia,

Tahun 2001-2005 (Kwintal/Ha) ... 96 4. Produktivitas Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia,

Tahun 2001-2005 (Dalam Ton) ... 97 5. Penggunaan Faktor- faktor Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa

Wanajaya, Musim Tanam November-April Tahun 2005 ... 98 6. Pengeluaran Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya Musim

Tanam November-April Tahun 2005 ... 99 7. Kuesioner Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara konsumen beras terbesar ketiga di dunia setelah China dan India1. Apabila salah satu dari negara tersebut mengalami penurunan produksi dan harus mengimpor untuk mencukupi kebutuhan domestiknya, maka harga beras dunia akan segera mengalami kenaikan secara signifikan. Impor beras terbesar dialami Indonesia pada tahun 1999 dimana Indonesia mengimpor sekitar 4.7 juta ton beras meskipun harus membayar 280 Dollar AS per ton beras untuk mencukupi kebutuhan beras domestik. Pemerintah karenanya harus mengeluarkan biaya sekitar 1.3 miliar Dollar AS untuk mengimpor 4.7 juta ton beras1.

Permintaan terhadap beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan populasi dan kenaikan tingkat pendapatan penduduk. Sedangkan pertambahan produksi beras senderung lebih kecil dan tidak mampu mengimbangi pertambahan tingkat permintaan beras (Sidik, 2004). Impor beras nasional cenderung meningkat misalnya dari 615 ribu ton pada tahun 1991 menjadi sekitar 3 juta ton pada tahun 1995 dan pada tahun 1996 mencapai sekitar 3 juta ton akibat musim kemarau panjang dan bahkan sempat meningkat drastis hingga sekitar 6 juta ton pada tahun 1998 akibat terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan kenaikan secara drastis pada harga input pertanian seperti pupuk dan pestisida yang bahan bakunya sebagian besar diimpor. Laju peningkatan produksi padi cenderung menurun, sedangkan laju permintaan beras akan selalu meningkat seiring peningkatan laju pertumbuhan penduduk.

1www.faostat.fao.org, 2005


(18)

Belum berhasilnya upaya diversifikasi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi pangan, menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada satu jenis bahan pangan yaitu beras. Hingga saat ini lebih dari setengah jumlah kalori dan lebih dari 40 persen karbohidrat yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari beras. Menurut FAO (2004)1, rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi sekitar 200 kilogram beras per kapita per tahun . Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas beras dianggap masih relevan untuk mengatasi masalah peningkatan tingkat permintaan beras dan tingginya impor beras Indonesia.

Tabel 1. Volume Beras yang Diperdagangkan di Dunia dan Impor Beras Indonesia Tahun 1991-2000

Tahun Perdagangan Beras Dunia (Ton) Indonesia (Ton) Impor Beras Persentase Terhadap Beras Dunia

1991 58.578.212 615.385 10,51

1992 5.263.940 2.615.384 49,68

1993 252.121 156.846 61,02

1994 4.293.138 1.076.924 25,08

1995 6.486.440 3.076.924 47,43

1996 15.389.948 4.615.304 29,99

1997 5.856.188 3.480.750 59,44

1998 28.025.000 6.080.000 21,70

1999 25.150.000 4.183.000 16,50

2000 22.350.000 1.513.000 6,70

Sumber : Situs FAO (http//www.FAO.org/trade/balance), 2000.

Untuk memenuhi kebutuhan beras dalam jangka panjang, pemerintah mulai mengarahkan perhatiannya kepada pengembangan pertanian di daerah lahan kering, mengingat ketersediaan lahannya yang cukup luas (Ruchyat, 1993 dalam Maryono, 1996). Berdasarkan potensi, 80 persen dari luas lahan pertanian


(19)

Indonesia adalah lahan kering. Untuk tetap mempertahankan swasembada pangan, maka corak pertanian di masa yang akan datang adalah pertanian lahan kering (Dwijatmiko, 1991 dalam Maryono, 1996).

Sutari (1982) dalam Netty (1996) mengatakan bahwa lahan kering yang

diusahakan dengan tepat dapat menghasilkan berbagai komoditas dengan produktivitas yang lebih besar dibandingkan lahan sawah (basah). Selain

itu lahan kering memiliki kedudukan strategis karena :

(a) Lahan kering menempati areal terluas dibandingkan dengan lahan jenis air seperti sawah, rawa, dan pasang surut.

(b) Lahan kering diperkirakan seluas 123 juta hektar atau 62 persen dari luas total daratan Indonesia.

(c) Lahan kering merupakan sumber utama penghasil komoditi pertanian untuk tanaman pangan, sandang, perumahan, dan lain- lain.

(d) Pemanfaatan lahan kering yang semakin meningkat merupakan pertimbangan penting dalam program pemerintah selanjutnya.

1.2. Perumusan Masalah

Produksi padi nasional masih didominasi padi sawah sedangkan sumbangan padi ladang masih sangat rendah karena produktivitas dan luas tanam padi ladang yang jauh lebih rendah daripada produktivitas dan luas tanam padi sawah. Produktivitas rata-rata padi ladang pada tahun 2004 baru mencapai 25.68 kwintal per hektar, sementara sumbangan padi ladang terhadap produksi padi nasional pada tahun yang sama hanya sekitar 5.3


(20)

persen dengan luas panen sekitar 9.4 persen dari total luas panen padi nasional2.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2004

Jenis Luas Panen (Ha)

Produktivitas* (Ku/Ha)

Produksi* (Ton)

Padi Sawah 10.843.004 47,45 51.446.191

Padi Ladang 1.127.034 25,68 2.895.112

Padi Total 11.970.038 45,40 54.341.303

Sumber : Situs Deptan (www.deptan.go.id/ditjentp), 2004

*)Gabah Kering Giling

Jika dibandingkan dari segi laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga masih jauh lebih rendah daripada padi sawah, dimana dari tahun 1969 hingga 1989 produksi padi ladang hanya mengalami peningkatan kira-kira sebesar 45 persen yaitu dari 1.622 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 2.345 ribu ton pada tahun 1989, sementara produksi padi sawah mengalami peningkatan kira-kira sebesar 140 persen atau meningkat sebesar 24.6 juta ton.

Menurut Ruchyat (1993) dalam Maryono (1996), rendahnya produktivitas padi ladang tidak terlepas dari keterbatasan faktor tanah, topografi dan iklim pada lahan kering. Lahan kering mempunyai karakteristik antara lain : (1) tanah kurang subur, (2) topografi umumnya berlereng sehingga mudah tererosi, (3) curah hujan rendah. Di samping itu kenyataan juga menunjukkan bahwa keterbatasan faktor produksi usahatani (lahan, tenaga kerja dan modal) serta pengetahuan petani di daerah lahan kering menyebabkan pola tanam yang selama ini diusahakan masih bersifat subsisten. Dari kenyataan tersebut adalah hal yang wajar bila produktivitas rata padi ladang jauh lebih rendah daripada produktivitas


(21)

rata padi sawah dengan tingkat kesuburan tanah yang jauh lebih tinggi, pengairan yang lebih teratur, dan topografi yang lebih baik untuk usahatani padi.

Tingkat produktivitas padi ladang yang rendah dan laju perkembangan produksi padi ladang yang relatif lamban juga diakibatkan permasalaha n yang dihadapi usahatani padi ladang relatif lebih kompleks daripada permasalahan padi sawah. Kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah dibandingkan padi ladang merupakan salah satu contohnya, meskipun hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat produktivitas padi sawah yang jauh lebih tinggi dengan kendala peningkatan produktivitas padi sawah yang jauh lebih ringan daripada kendala peningkatan produktivitas padi ladang.

Meskipun sumbangan padi ladang terhadap produksi nasional relatif kecil, tetapi padi ladang ditanam hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan sebagian daerah sangat menggantungkan ketersediaan dan kebutuhan berasnya pada produksi padi ladang. Pertanian padi ladang banyak dijumpai di daerah transmigrasi lahan kering dan daerah yang topografi lahannya didominasi perbukitan atau lahan kering dan tidak mendapat fasilitas irigasi (Wana, 2000).

Berdasarkan uraian di atas, maka posisi usahatani padi ladang akan semakin penting bagi masa depan pertanian Indonesia secara umum dan sangat potensial bagi peningkatan ketahanan pangan nasional. Permasalahan usahatani padi ladang relatif lebih kompleks daripada padi sawah. Usahatani padi ladang memerlukan identifikasi lebih rinci dan jelas pada masing- masing daerah produsen padi ladang. Identifikasi yang dimaksud antara lain meliputi penelitian tentang peningkatan teknik budidaya yang ada supaya produktivitas lahan kering


(22)

terutama padi ladang dapat ditingkatkan hingga dapat mengimbangi produktivitas padi sawah bahkan mungkin melampauinya.

Analisis terhadap aspek produksi merupakan salah satu pendekatan yang penting dalam kebijaksanaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama yang menjadi makanan pokok masyarakat. Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas dan efisiensi ekonomi pengusahaan padi ladang. Dengan pendekatan ini akan diketahui alternatif produksi yang paling tepat dalam waktu yang telah ditentukan sehingga nantinya dapat menjadi salah satu informasi yang berguna dalam pembuatan kebijakan pertanian seperti halnya dalam usahatani padi ladang. Penentuan alternatif produksi padi ladang tentu juga harus mempertimbangkan karakteristik agroklimat yang khas atau unik pada masing- masing daerah produksi disamping karakteristik sosial ekonominya.

Karawang merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia. Tabel 5 menunjukkan perbandingan produksi gabah kering giling Kabupaten Karawang dengan Propinsi Jawa Barat dan produksi total keseluruhan di Indonesia. Pada tahun 1992 total produksi Kabupaten Karawang mencapai 1,007 juta ton atau mencapai 8,89 persen total produksi Jawa Barat dan 2,08 persen dari seluruh total produksi di Indonesia.

Tabel 3. Produksi Padi Gabah Kering Giling di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Indonesia Tahun 2004

Tahun Karawang (Ton)

Jawa Barat (Ton)

Indonesia (Ton)

1992 1.007.499 11.320.445 48.240.009

1993 1.007.689 11.188.421 48.181.087

1994 997.796 10.218.744 46.641.524 1995 991.974 11.094.735 49.744.140 1996 997.071 11.152.628 51.101.506


(23)

1997 989.304 10.746.730 49.377.000 1998 737.429 10.209.499 49.237.000 1999 917.879 10.400.411 50.866.000 2000 917.951 11.154.267 51.898.852

Sumber : Situs Deptan (www.deptan.go.id/ditjentp), 2004

Pada tahun 2000 produksi Kabupaten Karawang mencapai 917 ribu ton sehingga memberikan kontribusi sebesar 8,22 persen dari produksi Jawa Barat dan 1,76 persen dari seluruh total produksi padi nasional yang mencapai 51,8 juta ton. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat mengenai adanya fluktuasi produksi yang terjadi tahun demi tahun yang menggambarkan adanya ketidakstabilan produksi padi yang disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain2 :

a. Semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada yang disebabkan oleh berubah fungsinya lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri. b. Belum berfungsinya saluran irigasi secara maksimal untuk mengairi lahan

sawah dengan merata. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan yang ketat sehingga saluran irigasi banyak dikuasai oleh beberapa orang untuk kepentingan sendiri dan kelompok tertentu.

c. Pengaruh faktor cuaca dan iklim yang terus berfluktuasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah :

1. Mengapa produktivitas padi ladang lebih rendah dari padi sawah ? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produktivitas padi ladang ?

3. Bagaimana mencapai tingkat penggunaan faktor- faktor produksi yang efisien secara ekonomis pada cabang usahatani padi ladang ?


(24)

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi ladang.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas padi ladang. 3. Menga nalisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor- faktor produksi pada

cabang usahatani padi ladang. 1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak, sebagai berikut:

1. Sebagai bahan kajian bagi pemerintah dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang pertanian dalam usaha penyempurnaan sistem pertanian terutama untuk usahatani padi ladang.

2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara efektif dan efisien.

3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang akan datang agar dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Biologis Tanaman Padi Ladang

Padi ladang merupakan tanaman yang biasa ditanam di lahan kering. Tanaman ini merupakan tanaman semusim jenis padi (Oryza sativa L.) yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap dan kebanyakan ditanam di daerah tropika. Jenis tradisional (varietas Genjah) memiliki ciri-ciri : berbatang tinggi, berumur sedang, anakan sedikit, bentuk gabah bulat dan tahan terhadap kekeringan (Chang dan Vergara dalam Setiawan, 2000).

Basyir et al., (1995) mengemukakan bahwa siklus hidup tanaman padi ladang berkisar antara 90 hingga 140 hari, tergantung pada varietasnya. Masa pertumbuhan padi ladang terdiri dari tiga fase : (1) fase vegetatif, (2) fase reproduktif, dan (3) fase pemasakan. Fase vegetatif merupakan masa pertumbuhan batang dan daun (55 hari), sejak masa perkecambahan benih sampai pembentukan primordial bunga pada ujung batangnya. Fase reproduktif adalah masa dari tahap munculnya primordia bunga sampai waktu keluar bunga (35 hari). Pada fase ini tanaman padi ladang sangat sensitif terhadap cekaman lingkungan. Fase pemasakan adalah masa keluarnya bunga sampai gabah masak, sementara tahapan yang dilalui adalah masak susu sekitar 92 hingga 110 hari setelah tanam, masak padat sekitar 102 hingga 120 hari setelah tanam, dan masa penuh sekitar 112 hingga 120 hari setelah tanam.

2.2. Syarat Tumbuh dan Kelayakan Lahan Tanaman Padi Ladang

Keberhasilan budidaya tanaman padi ladang ditentukan oleh penyesuaian tanaman terhadap lingkungan, iklim, dan cuaca. Jika pertumbuhannya baik, hasil


(26)

panen juga akan baik. Menurut Bey dan Las dalam Setiawan (2000), curah hujan merupakan unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usahatani, terutama pada lahan kering dan tadah hujan. Pada Lahan tersebut padi ladang lebih banyak ditanam pada musim hujan karena kebutuhan air bagi tanaman tergantung sepenuhnya pada curah hujan. Gupta dan O’Toole (1986) menyatakan bahwa curah hujan merupakan unsur agroklimat berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan dan produkisi padi ladang.

Kelayakan lahan untuk pertanaman padi ladang menurut Jones dan Garrity dalam Setiawan (2000) didasarkan pada kecukupan dan ketersediaan air. Kecukupan dan ketersediaan air ditentukan oleh empat faktor yaitu : curah hujan, lamanya musim tanam, kemiringan lahan, dan tekstur tanah. Atas dasar keempat faktor tersebut, lahan tanaman padi ladang dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu : sesuai, agak sesuai, kering, dan sangat kering.

Tabel 4. Klasifikasi Kriteria Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Ladang

Nilai No Kelas

Kesesuaian Elevasi (m dpl) Lereng (%) MT (Bulan) CH (mm/th) Jenis Tanah Faktor Pembatas

1 Sangat Sesuai < 700 < 5 9 1500-3500 Med, Gru,

And, Al Tidak ada 2 Sesuai < 700 < 5 8-May 1500-3500 Med, Gru MT pendek 3 Sesuai < 700 < 5 > 4 1500-3500 And, La,

Pod, Al

Kesuburan tanah rendah-sedang

4 Agak Sesuai < 700 20 May > 4 1500-3500

Med, Gru, And, La, Pod, Al

Keterbatasan air

5 Agak Sesuai 700-900 < 20 > 4 > 1500

Med, Gru, And, La, Pod, Al

Suhu, RH, dan topografi

6 Tidak Sesuai < 900 20 > 4 > 1800 Reg Fisik dan kimia tanah

7 Tidak Sesuai > 900 > 20 - > 3500 - Suhu dan radiasi 8 Tidak Sesuai - - < 4 < 1500 - Kekurangan air

Sumber : Jones and Garrity dalam Setiawan (2000) Keterangan : MT = musim tanam, periode saat air tanah

cukup bagi pertumbuhan tanaman,

Med = mediteran, Gru = grumosol, And = andosol, La = latosol,


(27)

Lingkungan tumbuh akan mendukung pertumbuhan padi ladang apabila memiliki tekstur tanah halus hingga sedang, kemiringan lahan 0 sampai 8 persen, curah hujan tinggi (lebih besar dari 1500 mm per tahun) dan musim tanaman panjang, yaitu 5 hingga 12 bulan per tahun. Ketinggian areal pertanaman padi ladang bervariasi mulai dari dataran rendah sampai dataran dengan ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut, bertopografi datar, bergelombang, dan berbukit.

Unsur iklim yang berperan dalam keberhasilan budidaya tanaman padi ladang adalah radiasi dan suhu udara (Basyir et al., 1995). Intensitas radiasi matahari yang rendah, menurut Gupta dan O’Toole (1986) merupakan penyebab rendahnya produksi padi ladang. Sedangkan suhu udara berkorelasi positif dengan produksi padi selama fase vegetatif melalui jumlah tunas yang dihasilkan, tetapi berkorelasi negatif dengan produksi gabah selama fase pengisian gabah hingga masa panen (Murata 1976 dalam Setiawan, 2000).

Padi ladang dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Menurut Madkar et al., dalam Setiawan (2000), pertumbuhan dan hasil padi ladang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, unsur hara, dan pH tanah. Tekstur tanah dengan kemampuan menyimpan air yang tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi tanaman padi ladang. Tanah dengan kemamp uan menyimpan air yang rendah dapat menimbulkan masalah kelembabam yang rendah setelah hujan berhenti. Hal ini dapat menyebabkan ketersediaan unsur hara dalam tanah akan menurun (Gupta dan O’Toole, 1986). Menurut De Datta dalam Setiawan (2000), perubahan unsur hara dalam tanah merupakan salah satu faktor yang membatasi produktivitas tanaman pada lahan kering. PH tanah yang sesuai untuk pertumbuhan padi ladang


(28)

berkisar antara 5.5 hingga 6.5. pada pH yang lebih rendah dari 5.0 padi ladang dapat mengalami gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al, sedangkan bila lebih dari 7.0 dapat menyebabkan tanaman padi ladang mengalami kekahatan unsur Zn (Gupta dan O’Toole, 1986).

2.3. Budidaya Padi Ladang 2.3.1. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan pada musim kering sebelum hujan turun, atau segera setelah tanaman yang mendahuluinya dipanen. Teknih pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

(1) Tanah dibajak atau dicangkul dua kali atau lebih hingga tanah cukup gembur dan bersih dari rerumputan. Pengolahan tanah harus sampai kedalaman sedikitnya 25 sentimeter. Pada tanah yang berat (tanah padat dan keras), dilakukan pengolahan pendahuluan dengan menggunakan garpu. Tanah lapisan bawah sedapat mungkin terangkat dan dibalik ke bagian atas.

(2) Pada waktu membajak atau mencangkul yang kedua kali, pupuk organik ditebarkan sebanyak sekitar 20 ton per hektar dengan menggunakan pupuk hijau, pupuk kandang atau kompos.

(3) Setelah tanah dibajak, tanah harus dihaluskan dengan garpu atau cangkul satu atau dua kali hingga tanah cukup halus.

(4) Dijaga agar tidak terjadi penggenangan air, karena dapat mengancam kehidupan sekeliling petak, dengan cara membuat petakan-petakan berukuran 10 × 5 meter atau dengan membuat bagian tengah tegalan lebih tinggi daripada pinggirannya.


(29)

(5) Tanah dibiarkan saja sambil menunggu benih ditanam pada waktu permulaan musim hujan.

2.3.2. Pemilihan Benih

Benih yang bermutu adalah yang murni dengan kandungan air maksimal 14 persen, bersih dari campuran atau kotoran-kotoran, bebas dari hama dan penyakit, segar dan daya berkecambah tinggi (minimal 80 %). Benih yang dipilih adalah benih yang tenggelam apabila benih dimasukkan dalam larutan garam atau larutan abu dapur, yang berat jenisnya sekitar 1.01. Benih yang melayang atau terapung jangan dijadikan benih.

2.3.3. Penanaman a. Waktu tanam

Waktu tanam sebaiknya dalam bulan Oktober dan November, tetapi tergantung pada awal musim penghujan, yaitu setelah dua atau tiga kali turun hujan. Jika menanamnya bersamaan periode berlangsungnya hujan yang terus menerus, ada kemungkinan benih tersebut terbawa air atau terdorong lebih jauh masuk ke dalam tanah dan juga dapat berakibat kurang baik untuk tanaman muda karena akan mengakibatkan gangguan hama dan penyakit yang hebat.

b. Cara menanam

Ada berbagai cara yang dapat digunakan dala m menanam, diantaranya adalah :

1. Disebar merata langsung ke permukaan tanah. Cara ini kurang lazim karena membutuhkan banyak benih yaitu sekitar 50 sampai 100 kilogram per hektar. 2. Membuat aluran dengan kayu berujung runcing yang digariskan di atas tanah


(30)

sentimeter sedalam 3 sentimeter. Ke dalam aluran ditaburkan benih kemudian ditutup dengan tanah. Pemakaian benih kurang lebih 30 sampai 40 kilogram per hektar.

3. Dengan tugal. Pada jarak tertentu dibuat lubang dengan tugal, sedalam 3 hingga 5 sentimeter. Untuk tiap lubang ditanam benih sebanyak 5 hingga 7 butir. Jarak tanam pada tanah yang subur 15 × 20 sentimeter, sedangkan pada tanah yang kurang subur 15 × 40 sentimeter. jarak tanam yang terbaik adalah 20 × 20 sentimeter. setelah benih dimasukkan, lubang benih ditutup dengan campuran pupuk P, K, dan pupuk kandang, atau campuran antara pupuk P, K, dan abu (debu atau tanah halus).

4. Tumpangsari dengan tanaman lain dengan pengaturan sebaik-baiknya sehingga tidak merugikan tanaman pokok. Tumpangsari dengan jagung dapat diatur dengan jarak tanam jagung 150 × 60 sentimeter. Pengaturan jarak tanam yang sebaik-baiknya disamping akan mempertinggi hasil, juga akan memudahkan dalam melakukan kegiatan lain di dalam pertanaman seperti penyiangan, pemberantasan hama, dan lain- lain.

2.3.4. Pemupukan

a. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang atau pupuk kompos). Pupuk hijau misalnya dengan menggunakan Crotalaria juncea ditanam 4 hingga 6 bulan sebelum tanah ditanami padi ladang. Pupuk hijau ini ditanam berbaris dengan jarak antar barisan sekitar 90 hingga 120 sentimeter. Di sela-selanya dapat ditanami jagung, ketela, kacang hijau dan sebagainya. Pada permulaan musim hujan pupuk hijau ditebang dan dikuburkan pada waktu pengolahan tanah.


(31)

b. Pupuk kandang dan kompos diberikan dengan pengolahan tanah karena pupuk tersebut lama hancurnya. Kebutuhan pupuk kandang atau kompos sekitar 15 hingga 20 ton setiap hektar.

c. Pupuk organik (pupuk buatan) pada umumnya diberikan dengan dosis 60 sampai 90 kilogram N, 30 kilogram P2O5, dan 30 kilogram K2O tiap hektar.

Pupuk N (1,5 hingga 2 kwintal urea per hektar) diberikan dua kali, setengah pada saat 3 sampai 4 minggu sesudah benih ditugalkan dan setengah sisanya pada umur 6 sampai 7 minggu, yaitu masing- masing pada saat dilakukan penyiangan (dua bulan sejak benih ditugalkan). Pupuk fosfat (0.75 kwintal TSP) bersama dengan pupuk K (0.5 kwintal KCl) diberikan waktu penanaman sebagai pupuk dasar setelah dicampur dengan pupuk kandang, abu atau debu atau tanah halus. Perbandingan campuran pupuk fosfat, kalium, dan pupuk kandang adalah 0.75 : 1 : 20 (0.75kwintal TSP + 1 kwintal ZK + 20 kwintal pupuk kandang). Jika abu atau debu halus sebagai campuran digunakan, maka perbandingannya adalah 1 : 1 : 5.

Cara pemberiannya adalah dengan membuat garitan sepanjang barisan tanaman, diisi dengan pupuk lalu ditutup lagi dengan tanah. Bila pada pemberian pertama di sisi yang satu dari tanaman, maka pada pemberian kedua hendaklah pada sisi lain yang berlawanan. Pupuk organik meliputi sisa-sisa tanaman atau hewan. Pupuk organik sangat bermanfaat pada tanah-tanah kering untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah yang cukup mengandung bahan organik akan lebih remah dan memiliki daya menahan air yang lebih besar. Tanah dengan sifat yang demikian sangat sibutuhkan untuik tanaman padi ladang. Pupuk organik terdiri dari kompos ataupun pupuk kandang. Salah satu kelemahan pupuk organik


(32)

adalah kadar haranya yang rendah. Untuk me ncukupi kebutuhan hara bagi tanaman dalam satu hektar, diperlukan sekitar 10 sampai 30 ton bahan organik. Di samping itu pupuk organik sering mengandung biji-biji gulma sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Kompos disebar pada waktu pembajakan terakhir, dan pupuk buatan disebar pada waktu penggaruan terakhir.

2.3.5. Pemeliharaan a. Penyulaman

Sejak tanaman berumur seminggu sampai umur tiga minggu tanaman padi ladang masih boleh disulam, kadang-kadang sesudah umur satu bulan masih disulam, tetapi ya ng digunakan untuk menyulam adalah bibit yang diambil dari rumpun yang besar.

b. Penyiangan

Penyiangan atau pemberantasan gulma dapat dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara kimiawi. Penyiangan pertama dilakukan pada waktu tanaman berumur tiga sampai empat minggu. Setelah penyiangan, tanah di sekeliling tanaman padi dibumbun (didangir) atau dihancurkan sedikit agar pembuangan air lebih mudah. Penyiangan kedua pada saat tanaman berumur 60 hari. Tanah di sela-sela tanaman dicangkul supaya renggang dan ge mbur. Kira-kira satu hingga dua minggu sebelum malai padi keluar, tanaman sebaiknya dibumbun.

2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen

Untuk jenis-jenis yang mudah rontok, panen dilakukan pada stadia masak kuning yaitu apabila seluruh pertanaman nampak kuning, kecuali buku-buku sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah sudah mengeras tetapi bila dipijit dengan


(33)

tangan isi gabah mudah pecah. Sedangkan untuk jenis-jenis yang tidak mudah rontok, panen dilakukan pada stadia masak penuh. Cara mengetam, menggabahkan, mengeringkan dan mengolahnya selanjutnya sama dengan cara-cara pada padi sawah.

2.3.7. Hama dan Penyakit

Hama yang sering mendatangkan bahaya pada tanaman padi ladang dan perlu diperhatikan antara lain: lalat bibit yang dapat mengurangi kemampuan bertunas bahkan mematikan tanaman berumur setengah hingga satu setengah bulan, walang sangit yang menyebabkan kosongnya sebagian dari malai, kepik padi hijau, penggerek batang, ulat tentara, tikus, babi hutan, burung, dan lain- lain. Sedangkan penyakit yang umumnya menyerang padi ladang adalah penyakit bercak daun (Pyricularia oryzae), penyakit bercak daun Helminthosporium oryzae, Phytium sp, dan lain- lain.

2.4. Sistem Perladangan di Indonesia dan Perkembangannya

Menurut Soekartawi (1986), ladang atau tegalan adalah suatu lahan usahatani pada lahan kering yang biasa dipakai untuk usaha bercocok tanam. Tanaman yang biasa dibudidayakan adalah tanaman yang berumur pendek seperti padi ladang, jagung, tanaman jenis kacang-kacangan dan umbi- umbian.

Perladangan merupakan wujud dari peradaban jaman dulu yang berlangsung turun temurun dan masih berkembang hingga sekarang. Praktek perladangan menurut data arkeologi sudah dimulai pada saat manusia pertama kali mengubah jaman berburu dan mengumpulkan tanaman liar ke sistem berproduksi tanaman dan beternak dengan budidaya yang masih primitif.


(34)

Demikian pula Pelzer dalam Geertz (1963) mengatakan bahwa perladangan itu ditandai oleh tidak adanya pembajakan, input tenaga-tenaga sedikit dibandingkan dengan bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi. Peladang pada umumnya hidup berpencar berjauhan satu dengan yang lain, baik antara tempat tinggal di dalam desa maupun antar desa yang satu dengan lainnya. Hal ini bukan karena sifat peladang yang enggan untuk hidup berdekatan, melainkan merupakan usaha ntuk menyesuaikan antara kepentingan beercocok tanam dengan keadaan alamnya (Soemarwoto, 1978 dalam Hariyanto, 1994).

Berdasarkan jangka waktu rotasinya, Dinas Kehutanan Kalimantan Barat (1981) dalam Hariyanto (1994), mengelompokkan pola perladangan menjadi: a. Berladang berpindah tanpa siklus dan tidak memiliki pemukiman tetap. b. Berladang dengan siklus panjang, terkadang memiliki pemukiman tetap. c. Berladang dengan siklus sedang diatas tujuh tahun dan memiliki pemukiman

tetap, terkadang memiliki kebun.

d. Berladang dengan siklus pendek sekitar lima tahun, memiliki pemukiman tetap dan kebun.

e. Berladang setiap tahun.

Menurut Ditjen Kehutanan Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1981) dalam Hariyanto (1994) beberapa sistem perladangan yang ada di Indonesia adalah :

a. Sistem rotasi alami, yang merupakan sistem yang paling sederhana. Lahan-lahan bekas perladangan yang sedang menurun produktivitasnya, baik karena


(35)

tingkat kesuburannya sudah berkurang atau besarnya gangguan gulma, diserahkan begitu saja kepada kekuatan alam untuk merehabilitasi dirinya melalui suksesi alami. Sistem ini terdapat dipedalaman Kalimantan.

b. Sistem tanaman sela, merupakan suatu peningkatan dari sistem rotasi alami. Lahan- lahan perladangan pada saat penggarapan pertama sudah ditanami tanaman sela yang ditanam dalam bentuk larikan sejajar kontur, sehingga dapat berfungsi sebagai pencegah erosi serta penyubur tanah. Tanaman sela itupun dibiarkan tumbuh sehingga suksesi alami berjalan lebih cepat. Sistem ini ditemui di Nusa Tenggara Timur terutama Kupang.

c. Sistem tumpang sari. Sejak saat pertama penggarapan ladangnya, para peladang menanam tanaman keras secara bersamaan dengan tanaman pangan. Jenis-jenis tanaman keras yang dipilih adalah yang mempunyai prospek ekonomis baik seperti karet, kelapa, lada, kopi dan cengkeh. Sistem ini terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Lampung dan Sumatera Selatan.

d. Sistem talun, yang merupakan perkembangan dari sistem rotasi alami, sebagai akibat masuknya pertimbangan pemilihan jenis tanaman yang disesuaikan dengan keadaan pasar dan kondisi fisik lahannya. Yang dimaksud dengan talun adalah lapangan yang ditanami dengan berbagai macam pohon, baik kayu-kayuan maupun buah-buahan. Jenis dan susunan pepohonan tersebut dibuat sedemikian sehingga mempunyai prospek ekonomis serta sesuai dengan kebutuhan pemiliknya. Sistem talun ini muncul atau dikenal terdapat di daerah Jawa Barat.


(36)

Simon (1981) dalam Hariyanto (1994), mengemukakan bahwa perladangan hampir selalu dilakukan dengan cara yang sama. Secara kronologis pekerjaan yang dilakukan adalah :

a. Pemilihan tempat, dengan urutan prioritas dari yang paling disukai : hutan perawan, hutan sekunder, belukar dan yang terakhir padang alang-alang. b. Menebas, yaitu : pemotongan belukar kecil dengan menggunakan parang c. Menebang, yaitu : memotong pohon berdiameter besar dengan menggunakan

kapak (beliung).

d. Membakar daun dan ranting yang sudah kering. Pembakaran ini selain ditujukan untuk membersihkan lahan dari sisa-sisa penebasan dan penebangan, juga berguna untuk mengurangi keasaman tanah.

e. Menugal dan menanam biji. Menugal adalah membuat lubang- lubang pada permukaan tanah dengan menggunakan ranting atau dahan yang diruncingkan ujungnya (tuga l) dimana biji-biji padi kemudian dimasukkan. f. Merumput, yaitu : pekerjaan mencabut/membunuh rumput-rmput yang

tumbuh diantara tanaman padi, karena bila rumput dibiarkan tumbuh lebat, maka tanaman padi akan tertekan sehingga hasilnya sangat rendah.

g. Menjaga tanaman dari serangan hama seperti babi hutan. h. Mengetam atau memanen hasil padi.

Selain itu ada kegiatan lain yang menurut Dove (1988) dalam Hariyanto (1994), pada dasarnya tidak berurutan yaitu : (a) memanen hasil tanaman bukan padi, (b) membat pondok diladang, (c) membuat alat-alat untuk bekerja di ladang. Bila ditinjau dari aspek ekonomi peladang berpindah (perladangan) dicirikan oleh produktivitas yang rendah. Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh peladang


(37)

juga ditunjukkan oleh ketidakpastian hasil ya ng disebabkan tingginya pengaruh iklim, hama dan penyakit. Dengan sifat perladangan yang masih tradisional upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit juga dilaksanakan dengan cara yang sederhana. Padahal bila dilihat dari lingkungan sistem perladangan kemungkinan uuntuk terserang hama dan penyakit sangat tinggi dan upaya pengendalian lebih sulit.

Produktivitas yang rendah cenderung diikuti pula oleh rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan. Akibatnya harga jual produksi yang dihasilkan rendah, ditamb ah lagi dengan belum adanya prospek pemasaran hasil produksi dan sifat komoditi yang dihasilkan masih bersifat musiman. Keseluruhan faktor- faktor di atas menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan usahatani peladang berpindah (Simon, 1981 dalam Hariyanto, 1994).

Dari aspek sosial peladang dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan, tingkat ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki peladang dalam pengelolaan lahan serta tingginya angka kelahiran dan kematian penduduk karena masih rendahnya tingkat kesehatan. Tempat tinggal yang berpencar dan kemungkinan pindah mengikuti rotasi perladangan, menyebabkan anak-anak peladang sangat sulit untuk mengikuti pendidikan formal secara teratur. Bagi pemerintah pun tidak mudah untuk menyelenggarakan fasilitas pendidikan dan fasilitas sosial lainnya, bukan karena biayanya yang menjadi mahal, tetapi juga kegunaannya tidak mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Oleh karena itu sebagian dari peladang tidak berpendidikan sama sekali. Masyarakat di Kalimantan Timur, seperti ya ng dikemukakan Simon (1981) dalam Hariyanto (1994), 61 persen tidak


(38)

pernah sekolah, sedang 27 persen hanya pernah sekolah tidak lebih dari kelas tiga sekolah dasar.

2.5. Perilaku Ekonomi Petani

Perilaku ekonomi mempunyai tiga hal yang patut diperhatikan (Scott, 1981), yaitu resiko, ketidakpastian, serta keuntungan. Istilah resiko dimaksudkan kepada terjadinya kemungkinan merugi atau possibility of loss, jadi peluang akan terjadinya merugi akan diketahui terlebih dahulu. Sedangkan ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, karena peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya (Soekartawi et al., dalam Satria, 1995).

Dillon et al. dalam Soekartawi (1986) memberikan indikasi bahwa sebagian besar petani subsistem mempunyai keengganan memikul resiko, dengan kecenderungan yang lebih besar pada pemilik lahan sempit dan umumnya dari petani penyakap. Pada petani kecil perolehan pendapatan usahataninya akan lebih banyak digunakan untuk mengembangkan usahataninya. Dalam banyak hal, sering ditemui bahwa semakin kecil petani melakukan capital formation dalam usahataninya, karena kelebihan pendapatan sering digunakan untuk kepentingan lainnya.

Scott (1981), menjelaskan adanya perilaku enggan menerima resiko dalam pengambilan keputusan petani disebabkan oleh adanya dilema ekonomi petani sentral yang dihadapi oleh kebanyakan rumah tangga petani. Kehidupan petani di pedesaan begitu dekat dengan batas subsistensi, serta selalu mengalami ketidakpastian cuaca dan tuntutan-tuntutan dari pihak luar, dan karena itu kondisi tersebut menyebabkan rumah tangga petani tidak banyak mempunyai peluang untuk menerapkan keuntungan maksimal dalam berusahatani. Sifat khas yang


(39)

senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko. Dengan kata lain petani berusaha meminimumkan keuntungan subjektif dari kerugian maksimum. Perilaku demikian yang disebut juga perilaku safety first atau mendahulukan keamanan merupakan ciri umum petani. Bukan saja petani miskin yang memiliki perilaku tersebut, tetapi sebagian besar petani menengah juga bertindak serupa.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai usahatani padi ladang atau padi gogo dilakukan oleh Susanto (2004). Penelitian ini melakukan analisis tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan petani dari produksi padi ladang per hektar per musim tanam sebesar Rp.1.348.100,- dengan harga jual rata-rata sebesar Rp.1.700,- per kilogram dan produksi padi ladang per hektar rata sebesar 793 kilogram dalam bentuk gabah kering panen. Sedangkan rata-rata jagung yang dihasilkan per hektar sebesar 1.438 kilogram dengan harga jual rata-rata Rp.450,- per kilogram, sehingga penerimaan dari produksi jagung sebesar Rp.647.100,-. Jadi, total penerimaan petani dari usahatani padi ladang yang ditumpangsari dengan jagung sebesar Rp.1.995.200,-.

Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang tumpangsari dengan jagung sebesar Rp.683.091,- sedangkan biaya total sebesar Rp.1.824.575,-. Dengan komposisi biaya seperti ini, pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani adalah sebesar Rp.1.312.109,- sedangkan pendapatan atas biaya total


(40)

sebesar Rp.170.625,- Jadi rasio R/C atas biaya tunai diperoleh sebesar 2.92, dan rasio R/C atas biaya total sebesar 1.09. Hal ini berarti dari segi analisis pendapatan usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung menguntungkan karena penerimaan yang lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan.

Dari analisis model fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilakukan Susanto (2004), diperoleh hasil F-hitung yang nyata pada taraf kepercayaan 95 persen, dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74.5 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2-adjusted) sebesar 67.8. Nilai R2-adjusted sebesar 67.8 berarti bahwa 67.8 persen kergaman pada nilai produksi dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam fungsi produksi yaitu luas lahan, jumlah benih, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Sedangkan 32.2 persen lainnya dari keragaman nilai produksi dipengruhi faktor- faktor lain di luar model regresi. Faktor- faktor lain di luar model yang diduga berpengaruh tersebut adalah tingkat kesuburan lahan, intensitas serangan hama, dan faktor iklim.

Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan Susanto (2004), diperoleh hasil bahwa faktor produksi jumlah benih, pupuk Urea, dan pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap nilai produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, puuk KCl dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap nilai produksi pada taraf kepercayaan yang ditentukan.

Berdasarkan analisis efisiensi dengan rasio NPM dan BKM, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor produksi pupuk Urea, KCl, TSP, dan tenaga kerja tidak efisien (berlebihan), yang ditunjukkan oleh rasio NPM dan BKM yang lebih kecil dari satu. Sedangkan penggunaan faktor produksi luas lahan dan jumlah benih masih kurang untuk mencapai level efisien. Penggunaan faktor produksi


(41)

yang tidak efisien ini diduga disebabkan oleh pengetahuan petani yang terbatas akibat tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah serta status penguasaan lahan.

Penelitian lain mengenai padi ladang dilakukan oleh Rahayu (2001) dengan judul “Perbandingan Usahatani Padi Ladang Baduy Luar dan Luar Baduy Dilihat Dari Tingkat Efisiensi dan Subsistensi Usahatani” di Desa Kanekes dan Desa Jalupang Mulya, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi usahatani padi ladang yang digunakan di wilayah Luar Baduy (Jalupang Mulya) lebih maju dibandingkan dengan Baduy Luar. Hal ini dilihat dari : tingkat pendidikan, luas lahan garapan, status penguasaan lahan, pengalaman bertani, jenis alat pengolahan lahan, jenis varietas padi, pupuk, obat dan cara pengobatan hama dan penyakit tanaman, serta alat pengolahan padi. Namun dari segi analisis pendapatan dengan menggunakan analisis rasio R/C, usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar (Kanekes) menghasilkan nilai rasio R/C yang lebih tinggi daripada Luar Baduy (Jalupang Mulya), dimana rasio R/C atas biaya total untuk Baduy Luar sebesar 0.26 sedangkan R/C atas biaya total untuk luar baduy sebesar 0.11. Demikian juga dengan R/C atas biaya tunai untuk wilayah Baduy Luar sebesar 1.22, lebih besar daripada R/C atas biaya tunai untuk Luar Baduy yang sebesar 0.39.

Rendahnya nilai rasio R/C untuk usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy diduga disebabkan oleh :

(1) Tingkat kesuburan lahan di wilayah Baduy Luar yang lebih subur dibandingkan dengan wilayah Luar Baduy, dilihat dari segi intensitas penggunaan lahan.


(42)

(2) Tingkat upah tenaga kerja luar keluarga di wilayah Luar Baduy lebih tinggi daripada wilayah Baduy Luar.

(3) Kondisi lingkungan usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy yang sedang terserang hama dan penyakit.

(4) Penggunaan pupuk dan pestisida yang belum tepat untuk wilayah Luar Baduy, sementara usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar tidak menggunakan pupuk dan pestisida sama sekali.

Dilihat dari segi tingkat subsistensi, usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy tergolong usahatani semi- subsisten mengarah ke komersial (Transisi-Dinamis), sedangkan usahatani padi ladang untuk wilayah termasuk dalam usahatani semi-subsisten mengarah ke subsisten (Transisi-Statis). Kesimpulan ini diambil berdasarkan analisis terhadap : tujuan produksi, nilai rasio upah tenaga kerja dan rasio faktor input, serta tingkat pendayagunaan lembaga pertanian.

Penelitian yang dilakukan Wana (2000) dengan judul “Analisis Faktor-faktor Produksi Padi Lahan Kering di Indonesia”, melakukan analisis pendugaan model respon areal luas panen dan produktivitas padi lahan kering di seluruh Indonesia. Wana (2000) mengelompokkan Indonesia menjadi tiga daerah regional yaitu :

Regional I meliputi seluruh provinsi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Regional II meliputi seluruh provinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Regional III meliputi seluruh provinsi di pulau Sulawesi, NTT, Maluku, Timtim, dan Irian Jaya.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi produksi luas areal panen padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah :


(43)

harga beras, luas lahan kering, harga jagung, harga ubikayu, harga kedelai, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah harga pupuk urea, curah hujan, varietas unggul, dan harga pupuk TSP. Penelitian ini juga memperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi dengan mengupayakan peningkatan luas areal dan produktivitas padi ladang pada umumnya tidak responsif terhadap faktor- faktor yang berpengaruh, yang memberi indikasi bahwa di Indonesia terutama di Jawa peningkatan luas areal panen dan produktivitas sudah hampir mendekati level optimum. Akan tetapi dalam upaya memenuhi kebutuhan beras nasional dan mengurangi impor beras, kegiatan produksi harus tetap ditingkatkan.

Yelni (1999) meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani padi sawah pada jaringan irigasi teknis (Desa Tinggar Jaya, Kecamatan Jatilawang) dan irigasi sederhana (Desa Losari, Kecamatan Rawalo), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat produksi per hektar di daerah irigasi teknis lebih tinggi daripada daerah irigasi sederhana. Perbedaan tingkat produksi tersebut 24.947 kwintal dalam satu tahun (dua musim tanam). Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh daerah dengan lahan sawah yang menggunakan irigasi teknis juga lebih tinggi daripada lahan sawah beririgasi sederhana. Rasio R/C atas biaya tunai di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 2.7554, sedangkan di Desa Losari (irigasi sederhana) sebesar 2.4193. Rasio R/C atas biaya total di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 1.5574 dan di Desa Losari (irigasi sederhana) sebesar 1.4637. Berdasarkan analisis model fungsi produksi


(44)

dengan menggunakan analisis model Cobb-Douglas, diperoleh hasil bahwa untuk usahatani padi sawah di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis), faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada a = 0.05 adalah benih dan pupuk, sedangkan faktor- faktor yang berpengaruh nyata pada 0.05 < a = 0.10 adalah penggunaan pestisida dan dummy luas lahan. Sedangkan untuk usahatani padi sawah di Desa Losari (irigasi sederhana), faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah penggunaan tenaga kerja dan dummy luas lahan.

Wijaya (2002) melakukan penelitian tentang perbandingan pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah organik (input rendah) dan usahatani padi sawah konvensional di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa produktivitas padi organik (input rendah) lebih kecil dibandingkan padi konvensional. Produktivitas padi organik sebesar 4.569 kg/ha sedangkan produktivitas padi sawah konvensional sebesar 5.263 kg/ha. Rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total pada usahatani padi sawah organik didapat sebesar 2.68 dan 1.72, sedangkan rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total pada usahatani padi sawah konvensional sebesar 2.14 dan 1.63.

Berdasarkan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, disimpulkan bahwa usahatani padi organik berada pada kondisi decreasing return to scale (hasil yang semakin menurun). Faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi sawah organik luas lahan, jumlah pupuk TSP yang digunakan, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi sawah konvensional adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, pupuk urea, pestisida butir, dan penggunaan tenaga kerja.


(45)

Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi dengan menggunakan rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal (NPM/BKM) untuk usahatani padi sawah organik, diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien. Hal ini terbukti dari nilai NPM/BKM semua faktor produksi yang tidak sama dengan satu. Faktor-faktor yang penggunaannya harus ditingkatkan agar dicapai level efisien adalah luas lahan, pupuk organik, pupuk daun, pestisida butir, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor yang penggunaannya berlebihan adalah pupuk urea dan TSP. Untuk faktor benih dan pestisida cair didapat nilai rasio NPM dan BKM yang negatif, artinya syarat keharusan untuk mencapai level efisien tidak teroenuhi sehingga penggunaannya untuk mencapai efisien tidak dapat diramalkan karena rasio NPM dan BKM tidak akan pernah sama dengan satu (NPM/BKM ? 1).


(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep Usahatani

Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (T.B. Bachtiar Rifai dalam Hernanto, 1988). Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut :

a. Adanya lahan dalam luasan dan produk

yang tertentu, unsur ini dalam usahatani

mempunyai fungsi sebagai tempat

diselenggarakannya usaha bercocok

tanam, pemeliharaan hewan ternak dan

tempat keluarga tani bermukim.

b. Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur, dan lain- lain.

c. Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot, traktor, pompa air dan lain- lain.

d. Adanya pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lain- lain.


(47)

e. Adanya kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalanya usahatani dan menikmati hasil usahataninya.

Soeharjo dan Patong (1973) dalam Soekartawi (1986), mengatakan bahwa ada dua pola usahatani yang sangat pokok yaitu pola usahatani lahan basah dan lahan kering. Sedangkan bentuk usahatani terdapat tiga jenis yang menunjukkan bagaimana suatu kondisi diusahakan yaitu : (1) bentuk khusus dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) bentuk tidak khusus yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) bentuk campuran yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor- faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas.

Secara umum dalam setiap rumahtangga usahatani pada hakekatnya terdapat dua kegiatan ekonomi yaitu kegiatan usaha dan kegiatan rumahtangga atau keluarga. Keluarga usaha menghasilkan produksi, baik yang dijual maupun untuk dikonsumsi keluarga atau dipergunakan lagi dalam proses produksi selanjutnya. Untuk kegiatan rumahtangga pada umumnya bersifat konsumtif.

3.2. Pendapatan Usahatani

Pemenuhan kebutuhan hidup rumahtangga usahatani dicukupi dari pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau menjual unsur- unsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan dan lain sebagainya.


(48)

Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986) mengemukakan beberapa definisi :

a. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

b. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

c. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

d. Penerimaan total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. e. Pengeluaran total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor

usahatani dan pengeluaran total usahatani.

Secara harfiah pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.

Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.


(49)

Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor- faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani.

Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya sewa lahan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi jumlah produksi yag dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya yang dikeluarkan unt uk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.

Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebaga i komponen biaya. Pendapatan kotor usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani


(50)

dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

3.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis)

M enurut Soeharjo dan Patong (1973),

pendapatan yang besar bukanlah sebagai

petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu

usahatani dikatakan layak apabila

memiliki tingkat efisiensi penerimaan

yang diperoleh atas setiap biaya yang

dikeluarkan hingga mencapai

perbandingan tertentu.

Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula


(51)

penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan.

Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.

3.4. Teori Produksi

Setiap proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan . Faktor- faktor-faktor produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal dan sebagainya sangat mempengaruhi terhadap besar kecilnya produksi yang diperoleh. Keputusan penggunaan sumber daya atau input, baik dalam kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (produsen).

I II III

TP Y (Produksi)


(52)

Keterangan : TP = Total Produksi

MP = Marginal Product (Produk Marjinal) AP = Average Product (Produk Rata-rata)

Fungsi produksi secara sederhana dapat digambarkan sebagai hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan faktor harga.


(53)

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan antara input dengan output yang menunjukkan suatu tingkat dimana sumberdaya dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Dengan kata lain fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan suatu tingkat produksi tertentu.

Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Doll dan Orazem, 1984) :

Y = f(X1, X2, X3,…,Xn) ... (3.1)

Keterangan :

Y : Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi

X1,X2,..,Xn : Faktor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

f : Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor- faktor

produksi ke-n dalam hasil produksi

M enurut Doll dan Orazem (1984),

suatu fungsi produksi dapat dibagi ke

dalam tiga daerah produksi. Daerah

produksi tersebut dapat dibedakan

berdasarkan elastisitas produksi dari

faktor-faktor produksi. Pada Gambar 1,


(54)

ketiga daerah tersebut adalah daerah

dengan elastisitas produksi yang lebih

besar dari satu (daerah I), antara nol dan

satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol

(daerah III).

Daerah produksi I yang terletak antara 0 dan X2, mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah I disebut sebagai daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).

Syarat keharusan untuk tercapainya keuntungan maksimum adalah tingkat produksi yang terjadi harus berada pada daerah II dalam kurva fungsi produksi. Pada daerah ini yang terletak antara X2 dan X3, elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang (decreasing return to scale). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi sudah


(55)

optimal. Oleh karena itu daerah II disebut sebagai daerah rasional (rational region

atau rational stage of production).

Daerah Produksi III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor- faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor- faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga sebagai daerah irrasional.

3.5. Efisiensi Ekonomi

Usahatani akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing- masing faktor produksi sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi keuntungan yang diperoleh usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :

      + − = π

= TFC X . Px Y . Py n 1 i i

i ……….. (3.2)

Keterangan :

π = pendapatan usahatani Py = harga per unit produksi

i = 1,2,3,….,n Y = hasil produksi Pxi= harga pembelian faktor produksi ke –i

Xi = jumlah faktor produksi ke- i yang digunakan dalam proses produksi TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

Dengan demikian untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah :

− =0

∂ ∂ = ∂ ∂ i i y i Px X Y P X π

= − =0

∂ ∂ i i Px X Y


(56)

i i Px X Y Py = ∂ ∂

……….. (3.3)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke- i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara matematis dapat dituliskan :

(

Py,Px ,Y

)

f

Xi = i ……… (3.4)

Dengan mengetahui i X Y ∂ ∂

sebagai Marginal Product (MPxi) faktor

produksi ke-i, maka persamaan diatas menjadi :

i

i Px

MPx

Py. = ……… (3.5)

Sesuai dengan prinsip keseimbangan marjinal (equi-marginal principle), bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan faktor produksi ke- i (Py.MPxi) harus lebih besar daripada tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi ke- i tersebut (Pxi). Penambahan penggunaan faktor produksi berhenti ketika Py.MPxi= Pxi. Pada saat inilah keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan maksimum dari penggunaan faktor produksi ke-i dinyatakan sebagai berikut :

1 . = i i Px MPx Py

……….. (3.6)

keterangan :

Py.MPxi = Nilai Produk Marjinal (NPM) faktor produksi ke-i


(57)

Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan faktor produksi ke-i harus sama dengan biaya korbanan marjinal atas faktor produksi ke-i tersebut atau rasio keduanya sama dengan satu.

Jadi secara umum keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor produksi akan diperoleh pada saat :

1 ....

3 3

2 2

1

1 = = = = =

n n

Px PyMPx Px

PyMPx Px

PyMPx Px

PyMPx

………. (3.7)

Dengan asumsi Py dan Pxi merupakan nilai yang konstan, maka hanya

i

X Y

yang mengalami perubahan . Ketika Py.MPxi > Pxi, maka penggunaan faktor produksi harus ditambah agar tercapai keuntungan maksimum. Sebaliknya, jika Py.MPxi < Pxi maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.


(58)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dari

bulan M ei hingga Juni 2005 sekitar satu

bulan setelah musim panen padi ladang di

lokasi penelitian. Pemilihan lokasi

dilakukan secara

purposive

yaitu di Desa

W anajaya, Kecamatan Teluk Jambe,

Kabupaten Karawang. Alasan memilih

Desa W anajaya sebagai desa tempat

pengambilan data adalah karena desa

tersebut memiliki luas lahan padi ladang

yang paling besar diantara desa-desa lain

di Kecamatan Teluk Jambe.


(59)

Pemilihan Kecamatan Teluk Jambe

didasarkan pada pertimbangan bahwa

kecamatan ini merupakan salah satu

penghasil padi ladang di Kabupaten

Karawang. Penelitian ini didesain untuk

mengetahui tingkat pendapatan usahatani

padi di lahan kering, selain itu juga untuk

mengetahui tingkat efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi agar usahatani

berada pada skala optimal.

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder . Data primer yang dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden dengan mengajukan pertanyaan yang dibuat dalam bentuk kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Jumlah petani contoh sebanyak 40 orang yang merupakan petani pemilik, petani penggarap dan petani pemilik penggarap. Pemilihan petani contoh


(60)

dilakukan secara acak sederhana (simple random) dari suatu daftar petani yang telah dipersiapkan sebelumnya. Di samping wawancara terstruktur, dilaksanakan pula wawancara tidak terstruktur dengan sejumlah perangkat desa, anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) serta kelembagaan lain di desa.

Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan buku, laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penelitian dan melalui internet. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan Pemerintah Daerah di lokasi penelitian.

4.3. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum usahatani padi dan keragaan usahatani padi lahan kering di Desa Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan tingkat efisiensi usahatani padi ladang dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi dan analisis efisiensi.

Data yang telah terkumpul kemudian mengalami tahapan pengeditan, pengolahan dan penyusunan dalam bentuk tabulasi untuk selanjutnya dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan

Minitab 13 for Windows.


(61)

Untuk menganalisis pendapatan usahatani dilakukan pencatatan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam satu musim tanam. Data pengeluaran biaya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Kemudian dilakukan penghitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai atau pendapatan kotor usahatani dan penghitungan pendapatan usahatani atas biaya total atau pendapatan bersih.

Penghitungan pendapatan usahatani dirumuskan secara matematis seperti pada persamaan berikut :

GFI = NP - BT ……….. (4.1) NFI = NP - (BT + BD) ………. (4.2)

Keterangan :

GFI = Gross Farm Income (Pendapatan kotor usahatani) NFI = Net Farm Income (Pendapatan bersih usahatani) NP = Nilai Produksi

BT = Biaya Tunai Usahatani BD = Biaya yang Diperhitungkan

atau bisa juga ditulis secara singkat sebagai berikut :

NFI = GFI – BD ……….. (4.3) dimana Pendapatan Bersih Usahatani (NFI) merupakan hasil pengurangan biaya diperhitungkan dari Pendapatan Kotor Usahatani (GFI).

4.3.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) digunakan sebagai alat untuk mengukur kriteria kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Dalam analisis ini data penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani dibandingkan ke dalam satu rasio. Analisis imbangan penerimaan dan biaya dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu dibedakan menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.


(62)

Secara matematis R/C ratio dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :

R/C ratio =

TC TR

……… (4.4)

Keterangan :

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

4.3.3. Pendugaan Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor- faktor produksi yang mempengaruhinya. Fungsi produksi yang dipakai untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah analisis fungsi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

u bn n b b b b

oX X X X X e

b

Y = 1 1 2 2 3 3 4 4... ………... (4.5)

Keterangan :

Y = produksi

0

b = intersep

i

b = koefisien regresi penduga variable ke-i

i

X = jenis faktor produksi ke-i, dimana i =1,2,3…, n e = bilangan natural (e = 2,7182)

u = unsur sisa (galat)

Penggunaan fungsi ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan The Law of Diminishing Return untuk masing- masing input sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.


(1)

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama : Hendri Metro Purba

NRP : A07498176

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(2)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG USAHATANI PADI LADANG DI KABUPATEN KARAWANG” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember 2005

Hendri Metro Purba A07498176


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Sanggul pada tanggal 16 Juli 1980. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak T. Purba dan Ibu H. Situmorang.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri 3 Dolok Sanggul, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Dolok Sanggul, dan lulus tahun 1995. Kemudian, penulis diterima di SMU Katolik Santo Agustinus Jakarta, dan lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agrinisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani padi ladang, mengana lisis faktor-faktor yang mempengaruhi produiksi dalam usahatani padi ladang, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada cabang usahatani padi ladang.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Anna Fariyanti, MS. atas kesediaan menjadi dosen penguji utama.

3. Amzul Rifin, SP, MA. atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi pendidikan.

4. Orang Tuaku, Bapa dan Uma dan adik-adikku Duddy, Sartika, Markos, Nita, dan Kardinal atas keberadaan, doa dan dukungannya.

5. Keluarga Tulang Donal, Tulang Suci, dan Tulang Hendra. 6. Ompung Suhut, dan semua keluarga besar di Dolok Sanggul.

7. Keluarga Ompung Berthold di Depok, Ompung Arif di Bandung, dan Ompung Josua di Pekan Baru.

8. Keluarga Amangboru Mario, Namboru Patar, dan Amangboru Sagala di Jakarta.

9. Sahabat-sahabatku yang tak tergantikan di Base One : Cay, Edo, Gaga, Halashon, Victor, Donal, Appara Frenky, John Freddy, Nipar, Ucok, Ogem, John Wisnu, Echa , Rikky Sitorus, Bang Ivan, Bang Tamlin, dan Maria Margareth.

10. Lae Viston, Namboru, dan Chamber yang telah menyediakan fasilitas penginapan, makan gratis, dan dukungan berharga selama turun lapang di Karawang.

11. Ramaijon Purba atas bimbingan dan bantuannya, beserta semua teman-teman di Parmasi.

12. Arif Karya Kusuma, teman satu bimbingan dan seperjuangan selama kuliah dan penulisan skripsi.

13. Pak Enong sebagai penerjemah dan pendamping penulis selama turun lapang. 14. Marta Sundari atas bantuannya selama mengolah data dan penulisan skripsi.


(6)

15. Teman-teman di Darmaga, Bray, Tulus, penghuni Perwira 100, beserta semua kawan sesama Himaba.

16. Semua pihak lain yang belum saya sebutkan yang telah membantu saya selama mengikuti perkuliahan dan penulisan skripsi.