76
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis FFT gelombang seismik dari lima trace pada line 14 dan line 15 di daerah Paternoster, Doang, dan Spermonde yang terletak di
antara Selat Makassar dan Laut Flores, maka dapat disimpulkan bahwa: 1
Terdapat perubahan amplitudo gelombang seismik sejak merambat dari daerah permukaan, dasar laut, dan dibawah dasar laut terhadap respon
frekuensinya. Hal ini disebabkan bahwa semakin dalam gelombang seismik merambat ke dasar sedimen maka semakin lemah frekuensi tingginya. Faktor
lain yang mempengaruhi amplitudo gelombang akustik yang dipantulkan adalah sudut datang gelombang akustik pada bidang pantul, pengurangan
attenuation dari gelombang akustik oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi
akustik yang disebabkan karena penyebarannya oleh bidang-bidang reflektor yang permukaannya tidak teratur.
2 Berdasarkan hasil filtering menggunakan software Seisee yang berfungsi
untuk melihat penetrasi gelombang seismik terhadap dasar perairan maka penggunaan frekuensi rendah akan mendapatkan penetrasi batuan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan frekuensi tinggi. 3
Koefesien refleksi pada jenis sedimen pasir dan lempung nilainya berbeda tergantung dari jarak sumber suara dengan dasar periaran, sudut datang,
absorbsi, dan nilai atenuasinya.
4 Besar kecilnya frekuensi yang digunakan akan mempengaruhi penetrasi dari
gelombang seismik, karena semakin besar spektrum frekuensinya maka semakin besar nilai kuadrat frekuensinya m dan semakin besar pula
koefisien atenuasinya. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dan nilai koefisien atenuasi dari setiap sedimen. Nilai reflection loss dari dasar laut dipengarui
oleh tiga faktor yaitu densitas, kecepatan suara, dan koefisien atenuasinya.
5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, sebaiknya pada penelitian selanjutnya digunakan data-data seismik yang terintegrasi dengan data
pemboran. Hal ini untuk memastikan ketepatan penghitungan nilai impedansi akustik dan amplitudo gelombang pada saat berefleksi.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2008. Ensiklopedia Seismik. In http : www. Ensiklopediaseismikblogspot.com. htm. Diunduh tanggal 28 September
2010 Anonim. 2011. Atenuasi. http:www.ndted.org EducationResources
CommunityCollegeUltrasonicsPhysicsattenuation.htm. Diunduh tanggal 3 Februari 2011
Bullen, K. E. 1959. An Introduction to The Theory of Seismology. University Press. Cambridge.
Clay, C.S., dan H. Medwin. 1998. Accoustical Oceanoghraphy: Principles and Aplications. A Willey-Interscience Publication. John Wiley and Sons. New
York. Hamilton, E.L. 1976. Sediment Sound Velocity Measurements Made In Situ from
The Bathyscape Trieste. J.Geophys. Res.68: 5991-5998. Hasanudin, M. Teknologi Seismik Refleksi U
ntuk Eksplorasi Minyak dan Gas
. Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta
Kearns, R and F. C. Boyd. 1963. The Effect of a Marine Seismic Exploration on Fish Population in British Colombia. Vancouver, Canada.
Lubis, S., B. Rahmat, dan A. Ibrahim. 1999. Metoda Interpretasi Rekaman Seismik Resolusi Tinggi. In Teori dan Aplikasi Metoda Seimik Resolusi
Tinggi. Bidang Geofisika Kelautan. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral. Departemen
Pertambangan dan Energi. Bandung, Hal: 53-82
Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustic. Springer, Praxis. Chichester, UK.
Prawirasastra, R,. L. Arifin, dan A. Yuningsih. 1999. Seismik Pantul Saluran Tunggal Resolusi Tinggi. In Teori dan Aplikasi Metoda Seimik Resolusi
Tinggi. Bidang Geofisika Kelautan. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral. Departemen
Pertambangan dan Energi. Bandung, Hal: 127-153
Rahardjo, P., I. R. Silaluhi, dan M. Yosi. 1999. Seismik Stratigrafi. In Teori dan Aplikasi Metoda Seimik Resolusi Tinggi. Bidang Geofisika Kelautan. Pusat
Pengembangan Geologi Kelautan. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral. Departemen Pertambangan dan Energi. Bandung, Hal:
114-125
Rahardjo, P., M. Wijajanegara, N. Darwis, dan M. Hanafi. 1999. Metoda Analisa Gelombang Seismik Refleksi. In Teori dan Aplikasi Metoda Seimik
Resolusi Tinggi. Bidang Geofisika Kelautan. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral. Departemen
Pertambangan dan Energi. Bandung, Hal: 154-170
Robinson, E. S. and S. Treitel. 1980. Geophysical Signal Analisis. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
Sanny, T. A. 2004. Panduan Kuliah Lapangan Geofisika Metode Seismik Refleksi. Dept. Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Susilawati. 2004. Seismik Refraksi Dasar Teori dan Akuisisi Data. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika, Universitas
Sumatera Utara. Medan. Trabant, Peter K. 1984. Applied High-Resolution Geophysical Methods. IHRDC,
Boston.
80
LAMPIRAN
Konfigurasi streamer yang dipergunakan selama kegiatan survei seismik multichannel. Empat active section atau 48 channel dipergunakan untuk akuisisi data. Streamer ditarik pada kedalaman 5 – 7 meter dari
permukaan laut. TES Tail Elastic Section dipasang di belakang streamer untuk mengurangi noise dari Tail Buoy.
81
Lampiran 1. Survei Seismik Multichannel Dua Dimensi dengan Kapal
SHIP PARTICULAR
Ship Name : KM. GEOMARIN III
Port of Registry : Jakarta
Flag :
Indonesia IMO No.
: 9499565 Call Sign
: P M J V MMSI
: 525. 015. 307 Vessel Type
: Survey Vessel Marine Geology Geophysical Classification
: NK Nipon Toikoku Kaiji Kyokai dan BKJ Biro Kalsifikasi Indonesia
Shipbuilder : PT. PAL – Surabaya
Built in : 2008
Gross Tonnage : 1254
Net Tonnage : 377
Lengt Over All LOA : 61,70 Meter
Lengt B. P LBP : 55,00 Meter
Breadth Middle : 12,00 Meter
Maximum Draft : 3,70 Meter
Maximum Speed : 13,5 Knot
Service Speed : 12,5 Knot
Survey Speed : 4 Knot
Owner : PUSLITBANG GEOLOGI KELAUTAN
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
Main Engien ME : MAN BW L2330A 2 x 800 Kw 825,0 Rpm
Auxiliary Engine AE : MAN D 2840 LE 301 3 x 443 Kw 1500 Rpm
Emergency Diesel Generator : MAN D 2866 TE 20 177 Kw 1500 Rpm Bow Thruster
: Type HRP 4008 TT Type Propellers Rudder
: 2 x 4 Blades CCP Fuel Oil Tank Capacity
: 267 M3 Lube Oil Tank Capacity
: 11 M3 Fresh Water Tank Capacity : 124 M3
Ballast Tank Capacity : 110 M3
Provision Store : 17,0 Ton
Fuel Consumption : 8,5 Ton 10.000 Liter per Days
Sea Service 12 Knot : 5.400 Miles
Streaming Range : 30 Days
Life Rafts : 1 Unit
Rubber Boat : 1 Unit
Rescue Boat : 1 Unit
Working Boat : 1 Unit
Ship Crew : 21 Person
Scientist and technicians : 30 Person
Total Component on Board : 51 Person
Kapal Penelitian Geomarin III 1.
Air gun
Type Gun II 150 Selang pada gun
Pengaturan gas ke gun Kabel gun
Gun saat diledakan
70
Sinyal Trigger pada gun Gun setting
Pengaktifan Air gun
bisa menggunakan Air gun tertentu dengan memilih on dan off saja. Air gun dicoba terlebih dahulu sebelum dipakai untuk
survei. 2.
Gas
Kompresor Pengaturan gas
Reduktor gas Survei seismik memiliki sumber air gun dengan tipe G Gun II 150,
penerima streamer, record di laboratorium geofisika. Gun memiliki 3 selang yaitu selang untuk kompresor angin, time break pengaturan waktu yang akan
diledakan dengan pengaturan di laboratorium geofisika dan solenoid record sinyal trigger yang disambungkan ke laboratorium geofisisika. Air gun terdapat
trigger yang berupa penguat sinyal untuk pemicu peledakan. Gun diisi gas
campuran seperti udara bebas melalui kompresor dengan adanya pengaturan gas yang dilewati oleh reduktor gas. Untuk mengurangi keluaran gas yang akan
masuk ke selang Air gun. Gas yang keluar dari kompresor akan diatur dengan
pengaturan gas yang akan dikeluarkan. Kemudian masuk kedalam kabel gun, kabel ini akan dimasukan kedalam Air gun.
3. Streamer
Hidrofon pada Streamer Rolling
streamer
Streamer dan Bird
Streamer Streamer
memiliki cairan berupa kerosin, cairan ini digunakan karena dapat meredam noise dan mampu menghantarkan gelombang suara ke hidrofon di
dalam streamer. Streamer memiliki hidrofon yang dilapisi dengan kain busakasa. Dihubungkan dengan kumparan yang dililit tali. Data yang diterima terlihat
secara real time dalam pengaturan satu channel. Streamer merupakan alat yang digunakan untuk menerima pulsa suara terpantul oleh struktur perlapisan bumi di
bawah permukaan dasar laut. Streamer Sercel baby Seal dipergunakan dalam kegiatan survei seismik ini dengan panjang maksimal 600 meter atau 4 active
section ALS yang terdiri dari 48 active channel, dengan spasi antar channel
12.5 meter. Keseluruhan panjang tersebut terbagi kedalam 4 active section dengan
panjang masing-masing 150 meter, sehingga setiap active section terdapat 12 active channel
. Pada masing-masing channel terdapat 16 hidrofon aktif yang disambungkan secara paralel. Enam unit Field Digitizer Unit FDU dipasang di
dalam streamer berfungsi mengubah signal analog yang diterima oleh hidrofon menjadi digital, sehingga signal yang dikirimkan ke recording system di
Laboratorium Geofisika Geomarin III telah dalam bentuk digital. 4.
Digibird
digibird dalam survei Streamer
yang digunakan untuk merekam sinyal kembali dari bawah laut dengan hidrofon perlu diatur kedalamannya sehingga dapat menghasilkan kualitas
data yang terbaik dan terhindar dari noise gangguan suara. Pengontrolan streamer
ini sendiri diatur kedalamnnya oleh digibird. Pengaturannya berlangsung di dalam kapal tepatnya di bagian geofisik. Digibird dites dulu
sebelum survey dilakukan yakni dengan digibird control pada software diberikan nilai -15 artinya fin dapat bergerak ke bawah 15 derajat dan +15 artinya bergerak
naik keatas. Coil
Pengetesan digibird
Monitoring bird Pengaturan bird
Tampilan posisi bird Digibird
control menggunakan software DigiCourse . Digibird dipasang pada setiap section di streamer untuk pengontrol kedalaman. Untuk idealnya
dalam mendapatkan data, streamer berada pada kedalaman 5-9 meter. Jika digibird
naik kurang dari angka tersebut maka dapat meningkatkan noise dan data seismik yang dihasilkan kurang baik. Pada survei kali ini hanya digunakan 3 bird.
Contoh log book data Bird yang ditulis setiap 30 menit disertai dengan keterangan
5. Tail buoy
Tail buoy Lampu Tail buoy
Tail buoy saat diturunkan
Tail buoy digunakan untuk memberi tanda sejauh mana akhir dari
streamer dan biasanya juga dapat digunakan untuk memberikan posisi namun
harus dilengkapi dengan sebuah sensor posisi. Lampu Tail buoy sangat berguna jika dimalam hari karena biasanya saat gelap lampu pada Tail buoy akan menyala
untuk member tanda terhadap keberadaan posisi streamer. 6.
Sampling
Gravity Core Core Capture
Gravity Core saat diturunkan dari kapal
Winch Tampilan Kabel yang dikeluarkan
oleh Winch
Gravity Core saat dinaikkan ke kapal dan diambil paralon yang mengandung
sedimen bawah laut Dalam pengambilan sampel dengan menggunakan gravity core, alat ini
mampu mencapai kedalaman ribuan meter. Paralon dimasukan kedalam gravity core
sebelum pengambilan sampel, pencatatan data posisi sampling dilakukan di navigasi di laboratorium geofisik kemudian gravity core diturunkan sampai
mencapai dasar perairan dengan melihat cabel out. Sampel yang didapat diberikan nama top dan bottom pada paralon.
Grab Botol Nansen modifikasi
Grab digunakan sebagai alat pengambil sedimen di bawah laut sama halnya
seperti Gravity core. Botol Nansen yang dimodifikasi diatas digunakan ntuk
mengambil sampel air di permukaan perairan untuk diteliti lebih lanjut.
7. Navigasi
Data navigasi kapal Data posisi dari C-Nav diperoleh setiap detik dan diproses oleh GeoNav
untuk dapat memberikan pulsa penembakan airgun setiap interval jarak 12.5 meter. Data tersebut juga digunakan untuk memberikan informasi posisi dan arah
kapal yang ditampilkan pada Helsman’s Display di Laboratorium Geofisika maupun anjungan kapal sebagai acuan bagi juru mudi kapal. Walaupun rencana
lintasan sudah ditentukan sedemikian rupa sebelumnya pada prakteknya arah dan kecepatan kapal dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Keterangan gambar : SPD :
Kecepatan kapal
HDG : Heading
merupakan arah L.BRG
: Besarnya sudut arah tidak tepatnya pada lintasan CMG :
Magnetic
DCC : Besarnya bergesernya arah kapal terlihat dari warna. Jika berwarna
hijau angkanya bergeser ke kanan dan jika bernilai merah angkanya bergeser kekiri.
D start :Panjangnya lintasan yang telah dilalui
D end : Sisa lintasan yang di tempuh
Depth : Kedalaman perairan
T EOL- time end of line : Waktunya sampai di lintasan
8. Rekaman data seismik
Data seismik yang terekam pada monitor Seismic recording system
di Geomarin III terdiri dari beberapa sub-sistem yang disebut sebagai Sercel Seal System, disamping itu juga terdapat deck system
yang menghubungkan streamer dengan recording system.
Lampiran 2. Syntax Hubungan Waktu dengan Amplitudo
subplot2,1,1 load de.txt;
time=de:,1 amp=de:,2
plot time,amp hold on
subplot2,1,2 loadde.txt;
y = de:,2; Y = ffty,4000;
Pyy=20log10Y; Pyy=Pyy1:end2;
f = 2501:4000256; f=f1:end2;
plotf,Pyy
Lampiran 3. Syntax Hubungan Spektrum Frekuensi dengan Amplitudo
loadbottom.txt; y = bottom:,2;
Y = ffty,70; Pyy=20log10Y;
Pyy=Pyy1:end2; f = 2501:70256;
f=f1:end2; plot f,Pyy
Lampiran 4. Rumus Mencari Koefisien Refleksi dan Impedansi
Pada contoh data coring akan dicari koefisien refleksi dengan menggunakan rumus :
Koefisien Refleksi R =
,
dengan = Impedansi akustik dari sedimen 1 dan
= impedansi akustik dari sedimen 2. S
edangkan untuk Impedansi dengan menggunakan rumus
Z = ρ.c dengan ρ adalah densitas Kgm3 dan c adalah cepat
rambat ms.
•
Titik sampling GM‐3‐2010‐2010‐20, pasir Sand dan lempung pasiran Sandy Clay
Z
pasir
=
ρ.c = 1.950 x 1725 = 3363.75 grcm
2
det
Z
Lumpur Pasiran
=
ρ.c = 1.200 x 1470 = 1762 grcm
2
det R
= = ‐0.3125 grcm
2
det
•
Titik sampling GM‐3‐2010‐1910‐27, pasir Sand
Z
pasir
=
ρ.c = 1.950 x 1725 = 3363.75 grcm
2
det
Lampiran 5. Rumus Mencari Koefisien Atenuasi
Hubungan frekuensi dengan penetrasi dipengaruhi nilai absorbsi pada dasar perairan. Untuk melihat pengaruh nilai absorbsi tersebut dapat dilihat dari
persamaan: dimana
α
b
merupakan dBmeter, f adalah frekuensi dalam kHz, dan kp adalah rata-rata ukuran butir. Berikut contoh perhitungan:
Konfigurasi streamer yang dipergunakan selama kegiatan survei seismik multichannel. Empat active section atau 48 channel dipergunakan untuk akuisisi data. Streamer ditarik pada kedalaman 5 – 7 meter dari
permukaan laut. TES Tail Elastic Section dipasang di belakang streamer untuk mengurangi noise dari Tail Buoy.
81
RINGKASAN
HAQQU RAMDHANI. Pengaruh Frekuensi Akustik Terhadap Penetrasi Sub Bottom Profile Dengan Penerapan Acoustic Filtering. Dibimbing oleh
HENRI M. MANIK dan SUSILOHADI.
Kebutuhan data geofisika kelautan memperlihatkan kecenderungan yang meningkat akibat semakin maraknya kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral dan
energi di laut. Salah satu metode yang cukup handal untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah metode seismik refleksi, karena memiliki keakuratan yang tinggi
untuk mengetahui karakteristik dasar laut, seperti ketebalan dan volume endapan sedimen permukaan laut, struktur dasar laut, dan kedalaman suatu perairan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi akustik terhadap penetrasi metoda seismik refleksi ke bawah permukaan batuan dengan
penerapan analisis spektrum data digital dan Acoustic Filtering.
Akuisisi data lapangan dilaksanakan pada tanggal 23 Juli – 21 Agustus 2010 di daerah Pastenoster, Doang, dan Spermonde yang terletak di antara Selat
Makassar dan Laut Flores pada koordinat 05°00’00’ – 07°00’00” LS dan 117°00’00”–120°00’00” BT. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut PPPGL di Bandung.
Dalam pengolahan data seismik untuk penelitian ini software Promax dan Matlab digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis data serta Seisee
digunakan untuk melihat tampilan digital data seismik dan mengekstraknya dalam Microsoft Exel. Analisis dilakukan terhadap spektrum frekuensi dari trace-trace
seismik yang diolah.
Berdasarkan hasil analisis FFT gelombang seismik dari lima trace pada line 14 dan line 15 Terdapat perubahan amplitudo gelombang seismik sejak
merambat dari daerah permukaan, dasar laut, dan dibawah dasar laut terhadap respon frekuensinya. Hal ini disebabkan bahwa semakin dalam gelombang
seismik merambat ke dasar sedimen maka semakin lemah frekuensi tingginya. Faktor lain yang mempengaruhi amplitudo gelombang akustik yang dipantulkan
adalah sudut datang gelombang akustik pada bidang pantul, pengurangan attenuation dari gelombang akustik oleh sedimen, kehilangan energi akustik
yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi akustik yang disebabkan karena penyebarannya oleh bidang-bidang reflektor yang
permukaannya tidak teratur. Berdasarkan hasil filtering menggunakan software Seisee, penggunaan frekuensi rendah akan mendapatkan penetrasi batuan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi tinggi.
Berdasarkan hasil pemetaan sedimen yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut PPPGL adanya perbedaan nilai koefesien
refleksi pada jenis sedimen pasir dan lempung tergantung dari jarak sumber suara dengan dasar periaran, sudut datang, absorbsi, dan nilai atenuasinya. Besar
kecilnya frekuensi yang digunakan akan mempengaruhi penetrasi dari gelombang seismik, karena semakin besar spektrum frekuensinya maka semakin besar nilai
kuadrat frekuensinya m dan semakin besar pula koefisien atenuasinya. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dan nilai koefisien atenuasi dari setiap sedimen.
PENGARUH FREKUENSI AKUSTIK TERHADAP PENETRASI
SUB BOTTOM PROFILE DENGAN PENERAPAN ACOUSTIC FILTERING
Oleh Haqqu Ramdhani
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dari berbagai disiplin ilmu menemukan berbagai metode serta alat untuk
mempelajari dasar lautan. Pengetahuan morfologi dasar laut mulai berkembang pesat setelah ditemukannya alat pemerum gema echosounder. Dengan alat ini,
kita dapat mengetahui kedalaman dasar perairan beserta morfologi dasar lautnya. Selain echosounder, telah ditemukan pula alat yang dapat digunakan dalam
mempelajari sedimen dasar perairan seperti side scan sonar. Alat ini dapat mencitrakan gambaran permukaan perairan secara horizontal termasuk material-
material penyusun dasarnya serta dapat pula menampilkan bentuk morfologi dan kedalaman dasar perairan.
Kebutuhan data geofisika kelautan memperlihatkan kecenderungan yang meningkat akibat semakin maraknya kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral dan
energi di laut. Salah satu metode yang cukup handal untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah metode seismik refleksi. Metode ini memiliki keakuratan yang
tinggi untuk mengetahui karakteristik dasar laut, seperti ketebalan dan volume endapan sedimen permukaan laut, struktur dasar laut, dan kedalaman suatu
perairan Susilawati, 2004. Kemampuan dasar dari metode seismik menyajikan informasi resolusi tinggi dengan pengoperasian yang relatif sederhana, sehingga
metode ini sering digunakan pada penelitian geologi kelautan. Secara umum, tahapan eksplorasi dengan metode seismik refleksi terbagi
atas tiga bagian penting yaitu pertama adalah akuisisi data seismik yang