SORTASI KARBONASI PEMBUATAN BIOBRIKET

1. SORTASI

Sortasi bahan didahului dengan penghancuran bentuk serat menjadi struktur serasah cacahan. Alat yang digunakan untuk membuat struktur serat menjadi bentuk cacahan antara lain hammer mill, cutting mill, ataupun slicer.

2. KARBONASI

Karbonasi atau disebut juga sebagai Pirolisis merupakan proses penguraian biomassa karena panas Hayati et al., 2008. Pirolisis dapat berlangsung melalui panas yang dihasilkan yaitu pada suhu lebih dari 150 o C. Pirolisis mempunyai manfaat untuk meningkatkan nilai kalor, mengurangi asap saat pembakaran, menurunkan kadar air dan mempermudah pemyimpanan dan pendistribusian. Berdasarkan tingkatan proses pirolisa yang dilakukan, proses pirolisa dapat digolongkan menjadi pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah proses yang terjadi secara langsung terhadap bahan bakunya. Pirolisa sekunder adalah proses yang terjadi pada bahan partikel yang merupakan kelanjutan dari hasil gas atau uap sebagai hasil dari pirolisa primer. Pirolisis juga dapat diartikan sebagai proses penguraian panas tanpa melibatkan gas oksigen dari udara secara langsung. Hasil pirolisis dikenal sebagai arang. Karbonisasi merupakan suatu proses dengan memanaskan kayu atau bahan organik pada suhu tertentu dengan udara terbatas. Dimana pada tahap awal pemanasan bahan organik akan mengering. Jika suhu dinaikan, maka bahan organik akan membusuk, melepaskan beberapa bahan kimia organik, dan meninggalkan sisa yang terdiri dari karbon murni Bhattacharya et al., 1985. Sedangkan Achmad 1991 menambahkan karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas. Proses degradasi limbah dengan cara karbonisasi ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat. Hasil penelitian oleh Sudrajat 1983 mengatakan bahwa karbonisasi pada sekam padi bertujuan untuk menguraikan kadar zat terbang penyebab asap dan meningkatkan nilai kalor pembakaran. Tidak adanya oksigen dalam proses karbonisasi akan menyebabkan hilangnya komponen zat terbang dari bahan. Sedangkan bagian karbon akan tetap tinggal di dalam bahan. Palz 1985 menyatakan bahwa, proses pirolisis berlangsung secara bertingkat, molekul hemiselulosa terdegradasi pada suhu 200-260 ○ C, selulosa pada suhu 240-350 ○ C, dan lignin pada suhu 280-500 ○ C. Pada suhu di bawah suhu 170 ○ C hanya air murni yang dilepas. Di atas suhu tersebut, mulai terjadi proses karbonisasi dan pada suhu 250 ○ C dekomposisi atau pembusukan parsial mulai berlangsung. Di antara 250 – 270 ○ C suatu reaksi eksotermik berawal dan karbonisasi terjadi tanpa memerlukan bahan dari sumber luar. Arang merupakan hasil dari proses karbonisasi yang mengandung karbon. Arang bermanfaat sebagai sumber energi terutama jika dikembangkan menjadi briket dengan teknologi pengepresan Hayati 2008. Sudrajat dan Soleh 1994 menambahkan bahwa, arang memiliki bentuk padat dan berpori, dimana sebagian besar porinya masih tertutup oleh hydrogen, ter, dan senyawa organic lain, seperti: abu, air, nitrogen, dan sulfur. Teknologi yang dapat digunakan untuk membuat arang kayu adalah genahar atau kiln. Karbonisasi kayu menjadi arang akan menghasilkan rendemen yang dapat mencapai kira-kira 30 bb. Hasil penelitian Bergman 2004 menyatakan bahwa, pada proses karbonisasi bungkil jarak pagar, suhu karbonasasi berbanding terbalik dengan rendemen arang yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka rendemen arang yang dihasilkan akan semakin kecil dan begitu pula sebaliknya. Suhu karbonisasi berbanding lurus dengan nilai kalor pembakaran. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka nilai kalor yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Sedangkan pada hasil penelitian Agustina 2005 menyatakan bahwa cangkang kelapa sawit yang dikarbonisasi akan menghasilkan arang dengan ukuran yang seragam dan berwarna hitam. Rendemen arang yang diperooleh rata-rata adalah 38,81 ww. Arang dengan tingkat kematangan yang lebih sempurna diperoleh pada proses pirolisis dengan suhu 385 ○ C dengan tingkat kematangan sekitar 86. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka sebagian arang berubah menjadi abu dan gas-gas yang mudah menguap, sehingga rendemennya cenderung menurun. Akibat peningkatan suhu yang tinggi pada proses pirolisis, sebagian arang dapat berubah menjadi abu, gas CO, H2, dan gas-gas hidrokarbon. Pembuatan biobriket dapat menghasilkan produk biobriket dengan berbagai hasil. Perbedaan ini terlihat dari jenis bahan baku, kadar air bahan baku Hayati., 2008, kekuatan tekanan dalam pemgempaan Ooi dan Shiddiqui, 2000. Semakin tinggi kadar air, kekuatan dari biobriket semakin lemah Tabel 2.. Semakin tinggi tekanan yang diberikan, maka kekuatan dari briket akan semakin besar dan nilai kalor serta densitas juga bertambah Gambar 2 a., namun laju pembakaran berkurang Gambar 2 b. Tabel 2. Hubungan kadar air dan kekuatan biobriket Ooi dan Shiddiqui, 2000 Gambar 2 a Hubungan tekanan dan densitas. b Hubungan tekanan dan laju pembakaran Ooi dan Shiddiqui, 2000. Sudrajat 1994 menyatakan bahwa arang yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Mempunyai kandungan arang fix karbon diatas 75. 2. Cukup keras ditandai dengan tidak mudah patah dan hancur. 3. kadar abunya tidak lebih dari 5 4. kadar zat menguapnya tidak lebih dari 8 5. kadar air tidak lebih dari 15 6. tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya.

3. PENGECILAN UKURAN