E. SIFAT FISIKO KIMIA BIOBRIKET
1 NILAI KALOR PEMBAKARAN BIOBRIKET
Pembakaran adalah proses oksidasi eksotermal yang berlangsung cepat dan terjadi terutama pada fase gas, kecuali pembakaran karbon terikat pada fase padatan. Untuk bahan bakar padat,
komposisi utama bahan bakar harus diubah menjadi fase gas dengan kontak tertutup dalam udara yang mengandung molekul oksigen. Agar berlangsung cepat dan sempurna, temperatur harus cukup tinggi
untuk memudahkan penyalaan dan menghasilkan putaran. Kelebihan udara dibutuhkan untuk memperbanyak oksigen yang kontak dengan molekul bahan bakar Ramsay 1982.
White dan Paskett 1981 menyatakan bahwa bahan bakar memiliki senyawa kimia yang bereaksi dengan sumber panas. Pada umumnya, bahan bakar mengandung karbon dan hidrogen yang
bereaksi dengan oksigen menghasilkan oksigen dan uap air. Karbon dan hidrogen memiliki kandungan panas yang berbeda, kalor bakar karbon adalah 34,4 GJton sedangkan kalor bakar
hidrogen adalah 141,9 GJton. Menurut Grover et al. 2002, parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar biomassa
dihitung dari nilai kalor yang dimilikinya. Palz 1985. menambahkan bahwa nilai kalor suatu bahan bakar menandakan energi yang secara kimia terikat di bahan bakar dengan lingkungan standar.
Standar tersebut berupa temperatur, keadaan air uap atau cair dan hasil pembakaran CO2, H2O dan lain-lain.
Nilai kalor komponen tanaman sangat bervariasi dan akan meningkat dengan meningkatnya kandungan karbon di dalamnya. Energi yang tersimpan ini dapat tersedia dengan proses densifikasi
bahan bakar, hal ini selain memudahkan transportasi juga dapat menghasilkan panas yang baik Ramsay 1982.
Menurut Leach dan Gowen 1987, nilai kalor bahan bakar dihitung dengan dua basis yang berbeda yaitu :
1. Nilai kalor bruto Gross Heating Value = GHV adalah energi total yang dilepaskan selama pembakaran didasarkan pada bobot bahan bakar. Nilai ini digunakan di UK, USA dan banyak
negara berkembang. 2. Nilai kalor bersih Net Heating Value = NHV adalah energi yang tersedia secara nyata selama
pembakaran setelah dikurangi energi yang hilang akibat penguapan air. Nilai ini digunakan oleh penghitungan energi internasional.
Biomasa mengandung air dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat menurunkan kandungan panas di dalamnya. Hal ini disebabkan adanya senyawa oksigen. Biomassa mengandung
oksigen yang dapat berikatan dengan karbon dan hidrogen. Bahan yang sudah sebagian teroksidasi
atau ”terbakar” mengakibatkan berkurangnya sumber bahan bakar dalam bentuk karbon dan hidrogen White dan Paskett 1981. Skema proses pembakaran biomassa dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Proses pembakaran biomassa. Sumber: Leach dan Gowen 1987
Nilai kalor bruto berbanding terbalik dengan kadar abu suatu bahan, karena abu merupakan bahan yang tidak menghasilkan energi El Bassam dan Maegaard 2004. Sedangkan menurut Ramsay
1982, nilai kalor bersih NHV adalah energi potensial yang terkandung dalam suatu bahan bakar. NHV diperoleh dari pengurangan energi bruto dengan energi yang hilang akibat penguapan air dan
pemanasan lanjutan uap yang dihasilkan. Rumus umum perhitungan NHV adalah NHV = GHV 1-MCT100 – Qv x MCT100
QV adalah panas yang dibutuhkan untuk penguapan dan pemanasan lanjut sejumlah air dan MCT adalah kadar air bahan tersebut pada suhu T. Ketika bahan bakar digunakan, energi bahan bakar
tersebut dipindahkan ke tujuan akhir penggunaan dalam beberapa tahap. Kehilangan energi terjadi pada saat penggunaan dalam beberapa bentuk. Pengukuran efisiensi dan energi yang dipergunakan
sangat tergantung pada tahap aliran panas tersebut diukur Leach dan Gowen 1987. Efisiensi pembakaran adalah efisiensi yang diperoleh dari pengubahan energi kimia dari bahan bakar menjadi
panas. Efisiensi ini dihitung hanya dari pembakaran yang sempurna pada ruang pembakaran Bergman dan Zerbe 2004.
Kriteria sederhana suatu bahan dapat menjadi bahan bakar adalah : 1 Memiliki nilai kalor tinggi yang mencukupi standar.
2 Jumlah ketersediaan bahannya yang cukup. 3 Mudah terbakar.
4 Nyaman dalam penggunaan.
Arang yang baik untuk bahan bakar adalah sebagai berikut Wardi, 1969 : 1 Warna hitam dengan nyala kebiru-biruan.
2 Mengkilap pada pecahannya. 3 Tidak mengotori tangan.
4 Terbakar tanpa berasap, tidak memercik dan tidak berbau. 5 Dapat menyala terus tanpa dikipas.
6 Berdenting seperti logam. Menurut Nurhayati 1983, briket dikatakan memiliki mutu yang baik dan berkualitas apabila
hasil pembakarannya memiliki ciri-ciri : 1 Tidak berwarna hitam dan apabila dibakar api yang dihasilkannya berwarna kebiru-biruan.
2 Briket terbakar tanpa berasap, tidak memercikkan api dan tidak berbau. 3 Tidak terlalu cepat terbakar.
4 Berdenting seperti logam ketika dipukul. Bila ditinjau dari nilai kalornya, briket arang dengan nilai kalor 6.000 – 8.000 kalg
merupakan bahan bakar yang cukup baik dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Sedangkan nilai kalor LPG yang juga banyak digunakan sebagai bahan bakar industri sebesar 11.220 kalgram
anonim, 2012. Perbandingan nilai kalor dari berbagai unit bahan bakar dan briket biomasa dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Perbandingan nilai kalor unit bahan bakar. Jenis Bahan
Nilai Kalor kalg Sekam padi
3.570 Tempurung kelapa
4.707 Kayu Bakar
3.500 Minyak Tanah
10.500 – 10.700 Solar
10.500 – 10.700 Batubara
6.865 – 8.277 Arang kayu
7.433 Briket kayu
4.700 – 4.800 Briket Arang
6.000 – 8.000 Sumber : Agustina 2005
Tabel 5. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis briket biomasa.
Sumber : Agustina, 2005 Kualitas briket yang baik adalah briket yang memenuhi standar mutu agar dapat digunakan
sesuai dengan keperluannya. Kualitas briket umumnya ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya antara lain ditentukan oleh kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat,
kerapatan, ketahanan tekan, dan nilai kalor. Kadar zat mudah menguap erat hubungannya dengan kecepatan bakar, waktu pembakaran, dan kecenderungan mengeluarkan asap dari briket tersebut,
sedangkan kadar abu dan kelembaban mempengaruhi nilai bakar Agustina, 2005.
2 KADAR AIR
Air yang terkandung di dalam bahan bersifat sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Selain itu air juga bertindak sebagai bahan pengikat binding
agent dan pelumas lubricant Kaliyan dan Morey 2006a.
3 KADAR ABU
Kadar abu pada bahan biomassa akan berdampak negatif pada proses pembakaran. Selain itu kadar abu pada bahan yang tinggi tidak diharapkan dalam karena dapat mempengaruhi kualitas bahan
bakar. Hal ini dikarenakan abu dapat menyebabkan timbulnya kerak atau slag dalam alat pembakaran yang disebabkan oleh mencairnya abu Ohman 2009. Abu merupakan senyawa yang tersisa setelah
proses pembakaran pada suhu antara 600 – 950 ○C selama 5 hingga 6 jam. Komponen yang terdapat
No Jenis briket dan biomass
Nilai Kalor kJKg 1
Briket bagasse 17.638
2 Briket ampas jarak B2TE-BPPT
16.399 3
Briket ampas jarak Tracon Ind 16.624
4 Briket arang ampas jarak
19.724 5
Briket serbuk gergaji 18.709
6 Kayu bakar jenis akasia
17.270 7
Arang batok kelapa 18.428
8 Bonggol jagung
15.455 9
Briket arang bonggol jagung 20.174
10 Briket limbah lumpur sawit
10.896 11
Getah jarak gum 23.668
12 Briket alang-alang
16.247
dalam abu diantaranya adalah K2O, MgO, CaO, Na2O, dan Si Pasaribu et al. 2007. Peningkatan nilai kadar abu dapat menurunkan nilai kalor pembakaran Lehtikanges 2001.
4 KADAR ZAT TERBANG
Kadar zat terbang erat kaitannya dengan kecepatan pembakaran, waktu pembakaran, dan banyaknya asap yang ditimbulkan pada saat pembakaran. Semakin banyak kandungan zat terbang
pada bahan, maka ketika berlangsungnya pembakaran akan menimbulkan asap yang banyak Hansen 2009.
5 KADAR KARBON TERIKAT
Karbon terikat adalah bahan bakar padat yang tersisa saat proses pembakaran setelah zat terbang menguap. Karbon terikat terdiri dari sebagian besar karbon, tetapi juga terdiri dari beberapa
hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen. Kadar karbon terikat merupakan penentu kualitas pembakaran biopelet. Semakin tinggi kadar karbon terikat bahan, maka pembakaran biopelet akan semakin baik
Anonim 2005. Semakin banyak unsur karbon dalam suatu bahan, maka semakin banyak pula karbon yang bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan pembakaran yang semakin baik. Jumlah karbon yang
dimiliki oleh suatu bahan berbanding terbalik dengan kadar zat terbang dan kadar abu yang dimilikinya. Semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu yang dimiliki bahan, maka semakin kecil
kadar karbon teriktnya dan menyebabkan pembakaran yang kurang baik.
F. ANALISIS PEMANFAATAN