Diameter Tubulus Seminiferus Derajat Spermatogenesis Analisis Data

6

2.4. Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini meliputi parameter kuantitatif diameter tubulus seminiferus dan parameter kualitatif derajat spermatogenesis. Data parameter tersebut kemudian digunakan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan ekstrak purwoceng terhadap gonad berdasarkan gambaran histologinya. Adapun proses histologi yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

2.4.1. Diameter Tubulus Seminiferus

Parameter ini meliputi diameter tubulus seminiferus yang diukur menggunakan mikrometer objek. Untuk menentukan nilai parameter tersebut, dibuat satu titik pada preparat histologi pada perbesaran 100 kali. Kemudian diamati empat diameter tubulus seminiferus di sekitar titik tersebut. Pengukuran diameter tubulus seminiferus dilakukan dengan mengukur diameter terpanjang dan diameter terpendek lalu dibagi dua untuk mendapatkan hasilnya. Setelah itu, mikrometer objek dikalibrasikan terlebih dahulu dengan mikrometer slide standar internasional. Selanjutnya, hasil pengamatan dikalikan dengan hasil dari mikrometer objek yang telah dikalibrasikan. Langkah terakhir, diambil rata-rata dari keempat diameter tubulus seminiferus tersebut.

2.4.2. Derajat Spermatogenesis

Derajat spermatogenesis dari tubulus seminiferus diklasifikasikan berdasarkan kriteria Johnsen. Pengamatan dilakukan dengan cara dibuat sebuah titik pada preparat histologi dan diambil empat tubulus di sekitar titik tersebut di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Penentuan titik sama dengan titik pada pengamatan diameter tubulus seminiferus sebelumnya pada preparat yang sama. Selanjutnya, diamati setiap tubulus tersebut kelengkapan fase spematogenesisnya sesuai dengan kriteria Johnsen. Fase-fase yang diamati pada tubulus seminiferus adalah fase spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa. Setelah itu, diambil rata-rata derajat spermatogenesis dari keempat tubulus seminiferus tersebut. 7

2.4.3. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui metode kuantitatif dianalisis dengan uji F pada selang kepercayaan 95 dengan digunakannya program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0. Analisis ini dilakukan untuk penentuan pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Apabila berpengaruh nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Sedangkan untuk data yang diperoleh melalui metode kualitatif dianalisis secara deskriptif berdasarkan derajat spermatogenesisnya menurut kriteria Johnsen.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar 1. Rata-rata diameter tubulus seminiferus pada perlakuan ekstrak purwoceng Pimpinella alpina Molk. berkisar antara 25-33 m versus 23 m kontrol. Gambar 1. Histogram diameter tubulus seminiferus ikan lele pada hari ke-30 pasca perlakuan ekstrak purwoceng melalui pakan. Pada perlakuan dengan dosis purwoceng 5 gkg pakan menunjukkan rata- rata diameter tubulus seminiferus tertinggi 33,67±3,41 m. Sedangkan nilai rata- rata diameter tubulus seminiferus terendah adalah perlakuan kontrol 23,17± 3,32 m. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan penambahan ekstrak purwoceng melalui pakan dengan dosis 5 gkg pakan menunjukkan perkembangan diameter tubulus seminiferus yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya serta kontrol p0,05; Lampiran 2. 23,17 26,12 33,67 25,79 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 Kontrol 2,5 5 7,5 D iam e te r µ m Dosis Purwoceng gkg a a a b