Hidrolisis Pati Palma dengan Pullulanase

18 juga berkaitan dengan nilai pI Power of Isoelectric enzim. Titik isoelektrik adalah nilai pH dimana protein memiliki muatan netral sehingga protein akan diam dan tidak bermigrasi kemanapun. Apabila pH larutan penyangga buffer lebih besar dari titik isoelektriknya, maka molekul protein akan bermigrasi menuju kutub positif sementara jika pH buffer lebih rendah dari titik isoelektrik, maka protein akan bermigrasi ke kutub negatif. Apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka aktivitas enzim dalam memutus ikatan-ikatan glukosidik pada pati tidak optimum Lehninger 1982. Perlakuan awal subtrat pati yang digunakan dalam menentukan aktivitas enzim dengan metode gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan proses yang menyebabkan granula pati mengembang karena ikatan hidrogen melemah ketika suhu suspensi pati dinaikan. Umumnya metode gelatinisasi dilakukan dengan pemanasan. Akan tetapi, pada penelitian ini digunakan metode gelatinisasi dengan menggunakan basa yang dikondisikan pada suhu rendah untuk mempercepat terjadinya gelatinisasi pati. Metode ini juga dilakukan karena dikhawatirkan proses gelatinisasi pada suhu tinggi dapat merusak struktur pati dengan terjadinya pemutusan ikatan-ikatan antar molekul pati yang tidak diinginkan. Tabel 8. Aktivitas dan kondisi optimum enzim Enzim Kondisi Kerja Aktivitas Optimum Uml Suhu o C pH β-Amilase 40 4,8 11,6 Pullulanase 40 6,0 19,3 Sumber : Sinaga 2004 Dari hasil perhitungan aktivitas β-amilase diperoleh aktivitas optimum enzim sebesar 11,6 Uml enzim sedangkan untuk aktivitas optimum pullulanase diperoleh sebesar 19,3 Uml enzim. Adapun satu unit enzim menyatakan jumlah enzim yang dapat mengkatalisis 1 μmol substrat per menit pada suhu dan pH optimum enzim Winarno 2010. Data hasil penghitungan aktivitas masing- masing enzim disajikan pada Lampiran 5.

4.2.1 Hidrolisis Pati Palma dengan Pullulanase

Pullulanase merupakan salah satu enzim debranching yang menghidrolisis ikatan α-1,6- glikosidik dari pati, pulullan, dan oligosakarida yang akan menghasilkan pati dengan rantai-rantai lurus dan lebih pendek. Pullulanase bekerja memecah ikatan-ikatan percabangan, maka enzim ini hanya akan menyerang fraksi amilopektin pada substrat pati yang digunakan. Oleh karena itu, semakin beragam jumlah rantai percabangan yang dimiliki oleh pati palma sebagai substrat, maka semakin tinggi tingkat hidrolisis yang terjadi pada pati tersebut. Hidrolisis pati dengan menggunakan enzim ini akan menghasilkan produk hidrolisat berupa Short-Chain Amylose SCA atau maltooligosakarida. Panjang rantai percabangan yang dimiliki tiap pati berbeda-bede tergantung sumber tanamannya. Pati dengan rasio amilopektin yang hampir sama belum tentu memiliki panjang rantai cabang yang sama. Dari hasil penelitian Srichuwong 2005, untuk sejumlah pati yang sering digunakan sebagai bahan baku pada industri hidrolisat pati diketahui bahwa panjang rantai cabang dengan 6-8 unit dekstrosa untuk pati beras dengan rasio amilosa 13,2 sekitar 8,0, untuk pati 19 tapioka dengan rasio amilosa 17,9 sekitar 9,9, untuk pati jagung dengan rasio amilosa 23,4sekitar 5,1 dan untuk pati sagu dengan rasio amilosa 21,9 sekitar 9,0. Rata-rata pati tersebut memiliki sedikit rantai cabang yang sangat pendek dan rantai cabang yang sangat panjang dengan 25-30 unit dekstrosa penyusunnya. Namun, pada rantai percabangan yang cukup panjang dengan jumlah unit 9-12 dekstrosa pati beras, tapioka, jagung, dan sagu memiliki jumlah panjang rantai cabang tersebut sekitar 28,1-36,3 dimana pati tapioka memiliki panjang rantai dengan 9-12 unit dekstrosa paling banyak sedangkan pati sagu paling sedikit. Panjang rantai cabang dengan jumlah unit 13-24 dekstrosa untuk pati beras sekitar 52,1, pati tapioka sekitar 48,3, pati jagung sekitar 56,7, dan pati sagu sekitar 56,2. Dari data tersebut terlihat bahwa tiap pati memiliki panjang rantai percabangan dengan jumlah unit dekstrosa penyusun rantai yang berbeda-beda sehingga selain jumlah rantai percabangan, panjang rantai percabangan yang dimiliki tiap jenis pati juga beragam yang akan mempengaruhi penurunan derajat polimerisasi dan peningkatan nilai dextrose equivalent yang terbentuk dari proses hidrolisis enzimatis terutama dengan enzim debranching seperti pullulanase. Rantai cabang yang panjang akan menghasilkan penurunan nilai DP yang lebih rendah dibandingkan pada rantai cabang yang lebih pendek dan sebaliknya akan menghasilkan nilai DE produk yang lebih sedikit. Pada penelitian ini, di awal hidrolisis dilakukan sampling untuk analisa total karbohidrat sedangkan tiap waktu tertentu juga dilakukan sampling untuk analisa gula pereduksinya. Kedua analisa dilakukan untuk menghitung nilai Derajat Polimerisasi DP, Dextrose Equivalent DE, dan tingkat hidrolisis. Nilai DP, DE, dan tingkat hidrolisis pada tiap waktu hidrolisis yang dilakukan oleh pullulanase untuk masing-masing pati palma tersaji pada Lampiran 6. Derajat Polimerisasi DP menunjukkan jumlah rata-rata monomer monosakarida dalam suatu molekul sedangkan Dextrose Equivalent DE menunjukkan jumlah gula pereduksi dalam persen dekstrosa murni dalam basis kering. Pada proses hidrolisis semakin lama waktu hidrolisis berlangsung, maka nilai DP produk yang dihasilkan akan semakin menurun akibat kerja enzim yang memutus ikatan-ikatan α-1,6-glikosidik pada amilopektin sehingga menghasilkan rantai-rantai pati yang lurus dan lebih pendek yang ditunjukkan dengan penurunan berat molekul pati. Perubahan nilai DP berbanding terbalik dengan perubahan nilai DE selama proses hidrolisis. Sejalan waktu hidrolisis berlangsung terjadi peningkatan nilai DE pada produk akibat adanya peningkatan pembentukan gula pereduksi yang dihasilkan dari pemecahan rantai-rantai cabang yang panjang. Kandungan gula pereduksi yang dihasilkan dari kerja enzim pullulanase yang memutus ikatan α-1,6-glikosidik pada amilopektin pati juga dapat mengukur tingkat hidrolisis yang terjadi. Semakin terhidrolisis secara sempurna, maka semakin banyak gula pereduksi yang dihasilkan. Pada Gambar 7 terlihat bahwa tingkat hidrolisis semakin meningkat secara perlahan mulai dari jam ke-0 hingga jam ke-48. Dari ketujuh pati palma terlihat bahwa pati aren memiliki peningkatan tingkat hidrolisis yang paling tinggi karena pati aren memiliki keragaman rantai amilopektin yang paling tinggi. Hal ini didukung oleh data pada Lampiran 6, peningkatan hidrolisis pati aren selama 48 jam waktu inkubasi mencapai tingkat hidrolisis 68,3 jauh lebih tinggi dibandingkan keenam pati palma lainnya. Begitu juga untuk pati sagu rumbia meskipun termasuk pati palma dengan rasio amilopektin paling rendah, pati sagu rumbia termasuk pati yang memiliki jumlah percabangan cukup banyak tetapi tiap rantai percabangannya pendek-pendek sehingga saat jam ke-48 hidrolisis pati sagu rumbia mencapai tingkat hidrolisis 50,7. Kedua pati tersebut memiliki indikasi memiliki jumlah rantai percabangan yang cukup banyak pada bagian pertengahan klaster fraksi amilopektin. Hal ini dikarenakan pati aren telah mencapai tingkat hidrolisis 40 pada jam ke-10 sedangkan pati sagu rumbia terjadi pada jam ke-24. Berbeda dengan kelima pati palma lainnya yang mencapai tingkat hidrolisis 40 pada jam ke-40 hingga jam ke-48. 20 Keterangan: A1a= Sagu baruk 1; A1b= Sagu baruk 2; A1c= Sagu baruk 3; A2a= Sagu rumbia; A2b= Sagu komersial; A3= Aren; A4= Caryota mitis Gambar 7. Pola hidrolisis pati palma dengan pullulanase Berikut ini adalah model klaster pada fraksi amilopektin secara umum yang tersaji pada Gambar 8 untuk memudahkan penjelasan mengenai struktur dan keragaman rantai percabangan dari hasil hidrolisis pati palma oleh pullulanase. Keterangan: A= rantai percabangan terluar; B1,B2= rantai percabangan pertengahan; B3= rantai percabangan bagian dalam Gambar 8. Model klaster pada fraksi amilopektin Hizukuri 1986 Ujung rantai pereduksi Ujung rantai non-pereduksi 21 Perubahan tingkat hidrolisis yang terjadi mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena enzim pullulanase bekerja dengan cepat memutus ikatan-ikatan pada rantai percabangan pati pada gugus amilopektin, yaitu mulai dari percabangan pada rantai A lalu ke rantai B1, B2, dan terakhir memutus ikatan percabangan pada rantai B3 hingga seluruh percabangan terputus menjadi rantai- rantai pendek amilosa. Tingkat hidrolisis dihitung untuk mengetahui berapa lama waktu hidrolisis dibutuhkan untuk menghasilkan produk dengan nilai DP dan DE yang diinginkan sesuai kebutuhan sehingga untuk membuat suatu produk hidrolisat pati dapat digunakan waktu yang sesuai dengan tingkat hidrolisis yang dibutuhkan. Nilai Derajat Polimerisasi DP dan Dextrose Equivalent DE pada hidrolisis untuk masing-masing pati palma dengan pullulanase dapat dilihat pada Gambar 9 sampai 15. Dari Gambar 9 sampai 15 terlihat terjadinya penurunan nilai DP terjadi karena polimer dari pati terpecah-pecah menjadi oligosakarida dengan jumlah unit-unit yang lebih sederhana oleh enzim sehingga menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa gula pereduksi yang ditandai dengan meningkatnya nilai DE. Pada proses hidrolisis peningkatan nilai DE tiap pati terjadi cukup cepat hingga terbentuknya hidrolisat pati yang diharapkan. Nilai DP dan DE hidrolisat pati dengan pullulanase menghasilkan nilai yang berbeda-beda antara pati palma dengan pati lainnya. Hal ini karena tiap pati memiliki keragaman amilosa dan amilopektin tergantung sumber patinya. Berdasarkan hasil penelitian Sinaga 2004, pati umbi-umbian, seperti ubi jalar, ubi kayu, ganyong memiliki nilai DP pada tingkat hidrolisis 100 berkisar antara 21,5-36,7 sedangkan nilai DP untuk waxy potato sebesar 35 Cai 2010. Dari nilai DP tersebut dapat diketahui bahwa pati umbi-umbian memiliki panjang rantai percabangan yang lebih panjang dibandingkan dengan pati palma. Karena untuk menghasilkan Short-Chains Amylose SCA dari pati umbi-umbian nilai DP yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan hasil hidrolisat SCA oleh pullulanase pada pati palma, yaitu sebesar 21,5- 36,7. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini diketahui bahwa pati palma memiliki keragaman rantai amilopektin yang cukup tinggi dengan panjang rantai percabangan yang lebih pendek-pendek dari pati umbi-umbian. Oleh karena itu, nilai DP hidrolisat pati palma oleh pullulanase pada tingkat hidrolisis 100 yang dihasilkan akan lebih rendah dibandingkan pati umbi-umbian. Dari ketujuh pati palma yang digunakan pun memiliki nilai DP dan DE yang beragam tergantung dari rasio amilopektin yang terkandung dalam struktur patinya. Nilai-nilai DP dan DE untuk masing-masing pati palma pada tingkat hidrolisis 10, 40, dan 100 tersaji pada Tabel 9. Dari hidrolisat pati yang dihasilkan, diperoleh nilai DP rata-rata pada tingkat hidrolisis 10 untuk masing-masing pati palma berkisar antara 132,9-227,4 dari kisaran nilai DP awal 273,4 untuk sagu baruk 1 hingga untuk Caryota mitis 1592,3. Hal ini menunjukkan pada hampir semua pati palma mengandung sedikit rantai percabangan pada rantai A gugus amilopektin sehingga enzim belum bekerja terlalu optimum dalam memecah polimer dari pati yang menyebabkan nilai DP rata-rata tiap pati masih tinggi. Pada tingkat hidrolisis 40 nilai DP rata-rata untuk masing- masing pati palma berkisar antara 34,9-51,5 dan nilai DE untuk masing-masing pati berkisar antara 1,9–2,6. Pada tingkat hidrolisis ini telah terbentuk rantai-rantai pendek amilosa hasil pemutusan rantai percabangan pada amilopektin hingga bagian rantai B3 di semua pati palma. Tingkat hidrolisis 40 ini terjadi pada jam ke-40 sampai jam ke-48 untuk hampir semua jenis pati palma yang digunakan, kecuali pati aren dan sagu rumbia. Pati aren mengalami tingkat hidrolisis 40 pada jam ke-10 karena memiliki rantai percabangan yang paling banyak terhidrolisis oleh pullulanase di bagian rantai A dan B1. 22 Gambar 11. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati sagu baruk 3 dengan pullulanase Gambar 9. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati sagu baruk 1 dengan pullulanase Gambar 10. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati sagu baruk 2 dengan pullulanase Gambar 12. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati sagu rumbia dengan pullulanase 22 23 Gambar 13. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati sagu komersial dengan pullulanase Gambar 14. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati aren dengan pullulanase 23 Gambar 15. Perubahan nilai DP dan DE pada hidrolisis pati Caryota mitis dengan pullulanase 24 Meskipun memiliki tingkat hidrolisis yang paling tinggi, pati aren memiliki nilai DP akhir pada produk yang paling tinggi karena pati aren memiliki jumlah percabangan yang sangat banyak dan panjang rantai percabangan dengan 13-24 unit dekstrosa dan 25-30 unit dekstrosa penyusun rantai tersbut yang paling banyak pada rantai B1 dan B2 sehingga nilai DP yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan pati Caryota mitis dan sagu komersial yang juga memiliki jumlah rantai percabangan tinggi tetapi tiap cabangnya terdiri dari rantai-rantai yang lebih pendek. Untuk pati sagu rumbia tingkat hidrolisis 40 terjadi pada jam ke-24 karena rantai percabangannya termasuk rantai yang pendek yang tersusun atas 6-8 unit dekstrosa dan 9-12 unit dekstrosa dengan jumlah yang cukup banyak terdapat di bagian rantai B1sehingga nilai DP yang dihasilkan termasuk paling rendah setelah pati sagu baruk 1. Pada tingkat hidrolisis 100 nilai DP tiap pati palma berkisar antara 13,9-20,8 dan nilai DE berkisar antara 4,8-7,2 sebagai excess produk yang mengandung SCA lebih banyak lagi karena seluruh bagian pati hingga rantai cabang B3 telah terhidrolisis sempurna. Berdasarkan nilai DP pada tingkat hidrolisis 10, 40, dan 100 pati sagu baruk 1 memiliki nilai DP produk yang paling rendah berbeda dengan sagu baruk 3 yang sama-sama memiliki rasio amilopektin sekitar 76. Hal ini dikarenakan pati sagu baruk 1 memiliki panjang rantai percabangan yang jauh lebih pendek dibandingkan pada pati sagu baruk 3 sehingga meskipun sejumlah rantai percabangan yang sama dengan panjang rantai yang berbeda diputus oleh pullulanase menjadi rantai-rantai lurus, maka pati dengan rantai percabangan yang lebih pendek akan memiliki nilai DP yang lebih rendah. Tabel 9. Nilai DP dan DE rata-rata pada hidrolisis 10, 40, dan 100 dengan pullulanase Jenis Pati DP rata-rata DE rata-rata Tingkat Hidrolisis 10 40 100 10 40 100 Sagu Baruk 1 132,9 34,9 13,9 0,7 2,9 7,2 Sagu Baruk 2 162,6 40,7 16,4 0,6 2,5 6,1 Sagu Baruk 3 169,2 41,9 17,1 0,6 2,4 5,8 Sagu Rumbia 166,6 39,1 15,6 0,6 2,6 6,4 Sagu Komersial 186,6 48,3 19,3 0,5 2,1 5,2 Aren 227,4 51,5 20,8 0,4 1,9 4,8 Caryota mitis 188,2 47,9 19,5 0,5 2,1 5,1 Hidrolisis pati palma dengan enzim pullulanase menghasilkan hidrolisat pati berupa maltooligosakrida. Untuk masing-masing pati palma, produk maltooligosakarida rata-rata telah terbentuk pada tingkat hidrolisis 40. Oleh karena itu, pada skala industri yang membutuhkan maltooligosakarida dengan tingkat kekentalan yang tinggi dari pati palma tidak perlu dilakukan sampai tingkat hidrolisis 100 cukup dilakukan hidrolisis hingga tingkat hidrolisis 40. Karena untuk mencapai tingkat hidrolisis 100 dibutuhkan waktu yang lebih lama dimana semakin lama waktu yang digunakan, maka biaya produksi yang dikeluarkan akan semakin tinggi. 25

4.2.2 Hidrolisis Pati Palma dengan β-Amilase dan Pullulanase secara Suksesif