PATI PALMA TINJAUAN PUSTAKA

4 Tabel 1. Perbedaan amilosa dan amilopektin Sifat-sifat Amilosa Amilopektin Struktur Linier Bercabang Kestabilan dalam larutan Teretrogradasi Stabil Derajat Polimerisasi 500-6000 10 5 - 3x10 6 Pembentukan kompleks iodin biru merah Hidrolisis β-amilase 87 54 Sumber : Aiyer 2005 Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Perbandingan amilosa dan amilopektin pada pati dapat mempengaruhi sifat pati. Rasio antara amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin rendah amilosa yang terkandung dalam pati, maka pati akan semakin kental, begitu pula sebaliknya. Kandungan amilopektin yang tinggi menyebabkan tekstur sumber pati lebih lunak dengan rasa yang enak. Berdasarkan kandungan amilosa dan amilopektin, pati digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu high-amilose maize starch , waxy maize starch, dan normal starch. Menurut Stoddard 1999, pati normal mengandung amilosa berkisar antara 17-21 sedangkan amilopektin berkisar antara 79-83. Untuk pati tipe waxy-maize memiliki kandungan amilopektin yang melebihi 99 hingga 100 sedangkan pati tipe high-amilose memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi sekitar 70 Kearsley 1995. Pati terdiri atas butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda tergantung sumbernya. Amilosa dan amilopektin merupakan fraksi yang terdapat dalam tiap granula pati. Granula pati menentukan karakteristik fisik pati dan pengaplikasian yang cocok dalam produk pangan. Ukuran granula juga menjadi salah satu faktor yang menentukan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana suspensi pati dipanaskan hingga mengembang dan membentuk gel. Ukuran granula berpengaruh pada mutu pati yang dihasilkan dalam skala industri. Ukuran granula pati juga mempengaruhi proses produksi modifikasi pati saat dihidrolisis. Ukuran granula pati yang kecil menyebabkan proses hidrolisis secara asam maupun enzimatis lebih efektif dan memiliki kecepatan reaksi yang lebih baik dibandingkan ukuran granula yang besar.

2.2 PATI PALMA

Suku famili Arecaceae atau pinang-pinangan adalah kelompok tumbuhan yang biasa disebut palma. Diperkirakan terdapat sekitar 2800 jenis keluarga palma yang terdiri atas ± 215 genus. Jenis- jenis tanaman palma pada umumnya tersebar di daerah tropik dan subtropik. Sebagai negara tropik Indonesia memiliki sekitar 460 jenis tanaman palma dari ± 35 genus yang tersebar merata di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya, dan pulau-pulau kecil lainnya. Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman palma yang sulit untuk dibedakan sehingga sering disebut tanaman palem saja. Jenis-jenis tanaman palma yang banyak ditemui di Indonesia, antara lain enau atau aren Arenga pinnata , gebang Corypha utan, kelapa Cocos nucifera, Caryota mitis, nibung Oncosperma tigillarium , nipah Nypa fruticans, rotan Calamus rottan, salak Salacca zalacca, sagu rumbia Metroxylon sago, sagu baruk Arenga microcarpa, dan siwalan Borassus flabellifer Alamendah 2009. 5 Sagu Metroxylon sp. banyak terdapat di Maluku dan Irian Jaya serta beberapa daerah lainnya yang dapat dilihat pada Gambar 2. Area panen lahan sagu di Indonesia mencapai 1.250.000 Ha dengan tingkat produktivitas 49.948 UHa dan produksi 5.803.447 Tontahun BPS 2010. Tepung sagu dari tanaman ini sudah sejak lama dijadikan makanan pokok oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia bagian Timur. Tanaman sagu di Indonesia dikenal dengan beberapa nama, seperti kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, atau resula di Jawa Tengah, lapia di Ambon, tumba di Gorontalo, serta rambiam atau rabi di Aru. Tanaman ini memiliki banyak manfaat mulai dari bagian pelepah yang dapat dipakai sebagai dinding atau pagar rumah, daunnya sebagai atap, kulit dan batangnya sebagai kayu bakar, aci sagu, bubuk yang dihasilkan dengan mengekstraksi pati dari empulur atau batangnya dapat diolah menjadi makanan dan pakan ternak, dan seratnya sebagai hardboard atau papan untuk bangunan dan dapat diolah menjadi bahan bakar bioetanol Haryanto 1992. Tanaman sagu termasuk tanaman yang mampu menghasilkan pati kering sebanyak 25 ton per Ha. Satu batang pohon sagu dapat menghasilkan 150-300 kg tepung sagu basah dengan komponen pada tepung sagu yang tercantum pada Tabel 2. Gambar 2. Daerah persebaran tanaman sagu di Indonesia Matanubun 2005 Tabel 2. Komposisi fisiko-kimia tepung sagu per 100g Komponen Jumlah Air 13,69 Karbohidrat 84,89 Protein 0,46 Lemak 0,76 Serat 0,20 Abu 0,20 Sumber : Jading et al. 2011 Sago area 6 Komponen terbesar yang terkandung dalam batang sagu adalah pati. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur batang sagu Metroxylon sp. yang sudah cukup tua sekitar umur 8-16 tahun. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting, yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi bercabang. Kandungan amilopektin pati sagu sebesar 72,25 sedangkan kandungan amilosa sebesar 27,75 seperti pemaparan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Komponen kimia pati sagu Karakteristik Komposisi Kadar Pati 82,13 Amilosa 27,75 Amilopektin 72,25 Kadar Serat 0,01 Kadar Air 5,76 Kadar Abu 0,12 Kadar Lemak 0,36 Kadar Protein 0,38 Sumber : Haryanto 1988 Aren Arenga pinnata termasuk suku famili Arecaceae merupakan tumbuhan berbiji tertutup Angiospermae yang memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan kondisi tanah yang subur kadar asamnya tidak terlalu tinggi pada ketinggian 500-800 m di atas permukaan laut. Berdasarkan daerah tumbuh yang cocok untuk aren, tanaman ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua. Total luas area tanaman aren ini sekitar 70.000 Ha Purwantana 2008. Di Indonesia tanaman aren dikenal dengan beberapa nama lain, seperti enau dan kawung di Jawa, hanau di Lampung dan Kalimantan, anau di Sumatera Barat, serta semaki di Papua. Pengembangan tanaman aren sangat prospektif karena dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani aren serta dapat melestarikan sumber daya alam SDA dan lingkungan hidup. Tanaman aren banyak digunakan sebagai bahan-bahan industri, seperti nira, kolang-kaling, dan pati aren. Pati aren diperoleh dari batang tanaman aren. Secara umum pembuatan pati aren dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pemarutan empulur batang, perendaman dan pengadukan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan. Tahap pengadukan dan penyaringan merupakan proses yang memerlukan banyak input energi dan sangat menentukan kualitas produk. Kualitas tepung biasanya ditentukan oleh ukuran butiran granula pati dan komponen yang terkandung dalam pati tersebut. Ukuran butiran dinyatakan dalam keseragaman butiran tepung indeks keragaman serta modulus kehalusan fineness modulus. Keseragaman bentuk, jenis, ukuran, dan rasa sangat penting untuk keperluan industri baik industri pangan, industri farmasi, industri bangunan, ataupun industri lainnya karena dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu produk Purwantana 2008. Tanaman aren terdiri atas beberapa jenis, yaitu aren Arenga pinnata, aren gelora Arenga undulatifolia, dan sagu aren Arenga microcarpa. Sagu aren Arenga microcarpa merupakan salah satu jenis aren yang termasuk tanaman palma Indonesia yang juga memiliki potensi sebagai sumber pangan. Tanaman ini berbatang tinggi, ramping, 7 dan berumpun banyak. Sagu aren tumbuh liar di hutan-hutan Maluku dan Irian Jaya. Sagu aren juga banyak terdapat di Kepulauan Sangihe dan Taulud, Sulawesi Utara yang dikenal dengan nama sagu baruk. Sagu baruk sudah lama dimanfaatkan oleh penduduk di wilayah tersebut sebagai makanan pokok yang merupakan alternatif substitusi beras maupun sagu Sunanto 1993. Sagu baruk tergolong dalam famili Palmae dimana batang tanaman ini dapat menghasilkan pati. Sagu baruk memiliki perbedaan dengan sagu sejati Metroxylon sp., yaitu hanya tumbuh di lahan kering dengan iklim kering dan basah tidak sama dengan sagu sejati yang tumbuh di daerah rawa. Sagu baruk memiliki struktur batang berbentuk silinder dan soliter berfungsi sebagai penyimpan makanan cadangan dalam bentuk karbohidrat. Diameter batang beragam antara 15-20 cm tergantung pada kondisi kesuburan tanah. Tinggi batang dapat mencapai 6-15 m. Daun berwarna hijau tua mengkilat dan berbentuk pelepah yang tersusun dari 50-60 daun leaflet. Bunga sagu baruk mirip dengan bunga tanaman aren Arenga pinnata. Bunga tanaman sagu baruk tersusun dalam satu rangkaian bunga inflorescensia dimana bunga pertama muncul pada bagian pucuk terminalis, sedangkan bunga kedua muncul pada ketiak daun di bawah bunga pertama demikian seterusnya sampai kurang lebih 6 rangkaian bunga. Umur berbunga antara 8–15 tahun tergantung kesuburan tanah. Tanaman sagu baruk memperbanyak diri dengan tunas. Tanaman sagu baruk sebagai penghasil pati karbohidrat mampu menghasilkan tepung sagu basah antara 25 sampai 30 kgbatang. Tepung sagu baruk dapat dimanfaatkan untuk berbagai panganan, seperti papeda, bagea, dan aneka kue kering lainnya Miftahorachman 2009. Dilihat dari nilai gizi tepung sagu baruk asal Kepulauan Sangihe, sagu baruk mengandung air, karbohidrat, pati, serat, dan sebagainya yang dipaparkan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai gizi tepung sagu baruk basah asal Kepulauan Sangihe Kandungan gizi Komposisi Air 12,54 Karbohidrat 56,11 Abu 0,32 Lemak 0,33 Serat Kasar 0,12 Kalsium 0,014 Sumber : Miftahorachman 2009 Caryota mitis fish-tail palm merupakan tanaman palma yang memiliki tinggi pohon 5-12 m dengan diameter batang 5-15 cm. Tanaman ini menyebar di beberapa daerah tropis di Indonesia, seperti Sumatera Aceh dan Sumatera Utara, Jawa, dan Kalimantan. Caryota mitis memiliki beberapa nama lain di beberapa daerah di Indonesia, seperti genduru di Jawa Tengah, saray di Jawa Barat, dan bulung talang di Kalimantan. Tanaman ini memiliki kandungan pati pada bagian batangnya dan sukrosa pada air bunganya, yaitu sebesar 83,5. Dengan memanfaatkan bunganya Caryota mitis dapat dikelola sebagai tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, yang dapat dipanen terus-menerus selama waktu reproduktif tanaman tersebut. Air bunga nira pada Caryota mitis dapat digunakan sebagai sumber gula alternatif pengganti tebu. Proses untuk mendapatkan sukrosa murni dari air bunga pohon tersebut dapat dilakukan melalui proses ekstraksi air bunga, pengendapan kotoran, pemurnian air gula dan pemisahan dari kandungan senyawa lainnya, kristalisasi, dan penyimpanan untuk selanjutnya diproses menjadi kristal gula murni. 8

2.3 HIDROLISIS PATI