fucescen STATUS ALAT TANGKAP BARONANG Siganus sp. RAMAH LINGKUNGAN DI KEPULAUAN SERIBU

27 dampak terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati memiliki skor penilaian yang rendah. Penyebab dari jaring lingkar dikategorikan tidak ramah lingkungan adalah ukuran mata jaring yang cukup kecil pada bagian kantong tentunya semua jenis ikan dari fase pertumbuhan sampai dewasa akan tertangkap oleh alat ini. Proses penangkapan sangat membahayakan nelayan. Proses penangkapan juga dapat merusak habitat ikan karang. Perbaikan pada jaring lingkar agar alat tangkap ini menjadi ramah lingkungan dilakukan dengan memperbesar mesh size jaring pada kantong 10 cm, agar yang tertangkap merupakan jenis ikan dengan ukuran layak tangkap. Penggunaan peralatan yang safety dalam proses penangkapan seperti sepatu karet, jaket pelampung, masker, dan wet suit, agar nelayan dalam kondisi yang aman dan tidak kedinginan dalam proses penangkapan. Perbaikan rekomendasi alat tangkap baronang agar menjadi alat yang ramah lingkungan dapat dilihat pada Lampiran 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jenis alat tangkap ikan yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu adalah alat tangkap muroami, bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, jaring lingkar, dan speargun. Dari tingkat keramahan lingkungan jenis alat tangkap muroami dan jaring lingkar masuk dalam kategori tidak ramah lingkungan, sedangkan bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, dan speargun dalam kategori kurang ramah lingkungan. Alat tangkap baronang di Kepulauan Seribu dari keseluruhan belum ada yang dikategorikan ramah lingkungan. Bubu bambu merupakan alat tangkap yang memiliki nilai skor tertinggi diantara alat tangkap lainnya yaitu 25,25 kurang ramah lingkungan. Saran Perlu adanya kajian perbaikan alat tangkap baronang yang tidak dan kurang ramah lingkungan, agar kelestarian ikan baronang di Kepulauan Seribu tetap terjaga. Perlu perbaikan metode operasi, mesh size diperbesar, mulut bubu disesuaikan dengan ukuran Lm ikan pada bubu bambu menjadi pilihan utama saran perbaikan untuk meningkatkan status alat menjadi ramah lingkungan.

5. POLA MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN BARONANG Siganus sp.

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Pendahuluan Kepulauan Seribu memiliki sumberdaya hayati yang melimpah dengan wilayah pulau-pulau yang tersebar di perairan Utara Teluk Jakarta. Salah satu sumberdaya yang paling berpotensi adalah perikanan. Pengembangan potensi perikanan karang merupakan modal yang besar untuk membangun daerah serta untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan yang kehidupannya sangat tergantung dari sumberdaya hayati perikanan Ihsan et al. 2014. Salah satu diantara sumberdaya tersebut adalah ikan baronang. Ikan baronang merupakan 28 salah satu ikan karang memiliki nilai ekologi dan ekonomi cukup tinggi Sahabuddin et al. 2015. Ikan baronang banyak ditemukan di perairan dangkal, pesisir hingga tubir pantai Arthana 2009. Mayunar 1992 menyatakan bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis yang dikumpulkan dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalah S. guttatus, S. canaliculatus, S. javus,S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus. Menurut Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2015 produksi ikan baronang yang berasal dari penangkapan di perairan Kepulauan Seribu sebesar 28,045 ton. Pemanfaatan sumberdaya baronang menjadi sebuah tantangan besar yang memerlukan solusi tepat, sehingga diperlukan suatu pengelolaan tepat Latuconsina et al. 2013. Salah satu diantaranya adalah memahami faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh pada sumberdaya baronang yakni dinamika daerah penangkapan baronang dan pola musim baronang. Menurut Fauzi dan Anna, 2002 bahwa keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumber-daya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri. Pola musim ikan dipengaruhi oleh jumlah rekruitmen yang dihasilkan oleh setiap individu di daerah penangkapan Jalil et al. 2014. Setiap daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, selalu berubah, pergeseran dan berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan Indrayani et al. 2012, yang secara alamiah baronang akan memilih habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi perairan seperti suhu permukaan laut, salinitas, oksigen, pH dan kedalaman dan sebagainya Ihsan et al. 2014. Dengan mengetahui pola musim penangkapan ikan nelayan dapat mengoptimalkan kegiatan penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal pada musim tertentu Kawimbang et al. 2012. Daerah penangkapan baronang dan pola musim baronang, mengintegrasikan berbagai informasi yang penting dalam eksploitasi sumberdaya, dengan demikian daerah dan musim penangkapan dapat diprediksi lebih tepat. Sehubungan dengan hal tersebut salah satu hal pokok yang perlu diketahui adalah pola musim penangkapan dan daerah penangkapan baronang secara partisifatif untuk mendukung efesiensi dan efektifitas operasi penangkapan baronang. Untuk mencapai hal tersebut maka dukungan informasi yang terdiri dari pola musim penangkapan baronang dan daerah penangkapan sangat diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu penelitian tentang pola musim penangkapan baronang, dan daerah penangkapan secara partisipatif terhadap penangkapan baronang di perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola musim penangkapan baronang dan daerah penangkapan baronang di perairan Kepulauan Seribu. Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2015 di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan data, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data melakukan survei penangkapan 29 baronang terhadap alat tangkap yang digunakan nelayan, mencatat koordinat lokasi penangkapan dengan alat bantu GPS, melakukan wawancara dengan nelayan, distribusi dan penyebarannya dengan alat bantu kuisoner dan peta Kepulauan Seribu. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada, data produksi dan upaya penangkapan, dan berbagai laporan yang diperoleh dari berbagai instansi dan institusi terkait sesuai atribut yang akan dikaji. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan- laporan hasil survei, jurnal ilmiah dan publikasi-publikasi lainnya serta peta-peta yang tersedia. Analisis data yang dilakukan adalah menganalisis pola musim penangkapan baronang. Dalam pola musim penangkapan ditentukan dengan menggunakan teknik analisis deret waktu time series terhadap hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan kuartalan baronang selama enam tahun terakhir. Penentuannya menggunakan metode rata-rata bergerak moving average, sebagaimana diutarakan oleh Wiyono 2007 sebagai berikut: Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu beberapa tahun; � = � ............................................................................................ 2 dengan: i = 1, 2, 3, 4, ....., n � = CPUE ke-i Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan RG; � = ∑ � + = − ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ dengan: � = Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i i = 7, 8, 9,…., n-5 Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat RGP; � � = ∑ � + = ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ dengan: � � = Rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i i = 7, 8, 9,…., n-5 Menghitung rasio rata-rata tiap bulan Rb �� = � � � ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ dengan: �� = Rasio rata-rata untuk tiap bulan ke-i i = bulan 1, 2, 3, ….., 12 Menyusun nilai rata-rata dalam satu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Juli tahun tertentu sampai bulan Juni