METODOLOGI UMUM Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus Sp) Ramah Lingkungan Di Perairan Kepulauan Seribu

7 nelayan pemilik bubu jaring, 4 responden nelayan pemilik bubu bambu dan 4 responden nelayan pemilik speargun. Pengambilan data responden dilakukan terhadap pemilik kapal atau kapten kapal dari alat tangkap yang berada di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Pada proses pengambilan data atau wawancara selalu ada ABK nelayan, sehingga pengambilan responden kepada setiap nelayan pemilik sudah dapat mewakili nelayan ABK atau buruh. Analisis Data Inventarisasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang dan menganalisis status teknologi penangkapan ikan baronang yang ramah lingkungan di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dilakukan dengan cara membuat deskripsi spesifikasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang dimulai dari spesifikasi alat, metode penangkapan, jumlah nelayan, jenis ikan baronang yang tertangkap, penilaian skor sesuai 9 kriteria FAO, dan penentuan status teknologi penangkapan baronang yang ramah lingkungan. Analisis aspek ramah lingkungan dilakukan dengan cara mengolah data yang diperoleh dari jawaban responden sesuai dengan kriteria dan sub kriteria yang terdapat pada acuan analisis aspek ramah lingkungan. Kriteria FAO adalah alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi; alat tangkap tidak merusak habitat dan tempat hidup biota lainnya; tidak membahayakan nelayan; menghasilkan ikan yang bermutu baik; produk tidak membahayakan konsumen; hasil tangkapan yang terbuang by catch minimum; alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati biodiversity; tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi undang-undang dan terancam punah dan; dapat diterima secara sosial: 1 investasi murah, 2 menguntungkan, 3 sesuai dengan budaya setempat, 4 sesuai dengan peraturan yang ada. Masing-masing alat tangkap diberi skor berdasarkan jawaban responden, kemudian skor tersebut dijumlahkan dan diambil nilai rata-rata. Nilai rata-rata tertinggi dan terendah dijumlahkan kemudian dibagi dua untuk memperoleh nilai cuting off. Analisis pola musim penangkapan baronang ditentukan dengan menggunakan teknik analisis deret waktu time series terhadap hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan bulanan baronang selama enam tahun terakhir. Penentuannya menggunakan metode rata-rata bergerak moving average, sebagai berikut: a menyusun data deret waktu CPUE bulan pertama tahun ke n hingga bulan ke n tahun n; b menyusun rata-rata bergerak CPUE n bulan RG; c menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat RGP; d menghitung rasio rata-rata untuk tiap bulan Rb; dan e menyusun nilai rata-rata dalam satu matrik berukuran j x i yang disusun untuk setiap bulan dimulai kuartal bulan I-III, kemudian menghitung rata-rata atau variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan antara lain: 1 rasio rata-rata untuk bulan ke-i RRB; 2 jumlah rasio rata-rata bulanan JRRB dan 3 indeks musim penangkapan. Penentuan musim ikan dengan kriteria-kriteria ialah jika indeks musim lebih dari 1 lebih dari 100 atau di atas rata-rata, dan bukan musim jika indeks musim kurang dari 1 kurang dari 100 . Apabila IM = 1 100 , nilai ini sama dengan harga rata-rata bulanan sehingga dapat dikatakan dalam keadaan normal atau berimbang. Untuk pemetaan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan cara mengikuti aktivitas penangkapan dan menandai lokasi penangkapan ikan dan digambarkan peta daerah penangkapan menggunakan sistem informasi geografis GIS 8

3. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Letak Geografis Kepulauan Seribu Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak antara 5˚10’00”- 5˚57’00” LS dan 106˚19’30” – 106˚44’50” BT. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu merupakan lautan dengan ketinggian rata-rata +1 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kepulauan Seribu, berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah 8,70 km 2 . Wilayah Kepulauan Seribu memiliki tidak kurang dari 106 buah pulau kecil. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki batas-batas: di sebelah utara dengan Laut JawaSelat Sunda; sebelah timur dengan Laut Jawa; sebelah selatan dengan Kota Adm. Jakarta Utara, Kota Adm. Jakarta Barat dan Kabupaten Tangerang; dan sebelah barat dengan Laut Jawa Selat Sunda. Wilayah administrasi Kepulauan Seribu terbagi menjadi 2 wilayah kecamatan dan 6 kelurahan. Rincian kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara terdiri dari 81 pulau 1. Kelurahan Pulau Kelapa 2. Kelurahan Pulau Harapan 3. Kelurahan Pulau Panggang 2. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan terdiri dari 25 pulau 1. Kelurahan Pulau Tidung 2. Kelurahan Pulau Pari 3. Kelurahan Pulau Untung Jawa Kelurahan Pulau Panggang mempunyai daratan seluas 62,10 ha dan terdiri atas 13 pulau. Pulau Pramuka dan Pulau Panggang merupakan pulau yang terdapat pemukiman penduduk dari 13 pulau di seluruh Kelurahan Pulau Panggang. Hampir seluruh pulau di Kepulauan Seribu mempunyai topografi yang landai 0-5 dengan ketinggian rata-rata 0-2 m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 27-32 ˚C. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang berkisar 1-1,5 m. Arus permukaan pada musim barat dan musim timur berkecepatan hampir sama dengan kecepatan maksimumnya 0,5 ms. Arus pada musim barat dominan ke arah timur sampai ke tenggara, sedangkan musim timur dominan ke arah barat. Gelombang laut pada musim barat mempunyai ketinggian 0,5-1,175 m dan musim timur 0,5-1,0 m Kepulauan Seribu dalam Angka 2015. Kawasan Kepulauan Seribu, terdiri atas lautan, pulau karang, gugusan karang yang berupa reef flat dan coral reef serta gosong karang. Pada umumnya terdiri atas batu-batu kapur atau karang, pasir dan sedimen yang berasal dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut Jawa. Secara umum kedalaman laut di wilayah Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar 0-40 m. Hanya dua tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu di sekitar Pulau Payung dan Pulau Pari. Suhu air permukaan di Kepulauan Seribu pada musim angin barat berkisar 28,5- 30,0 ˚C. Salinitas permukaan berkisar 30-34 ppt, baik pada musim angin barat maupun pada musim angin timur. Arahan pengembangan wilayah Kepulauan Seribu adalah peningkatan kegiatan pariwisata dan eksploitasi perairan laut. Bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat kegiatan pariwisata belum memberi kontribusi yang berarti. Pemanfaatan perairan laut seperti perikanan, pertambangan dan transportasi laut bahkan menimbulkan dampak lingkungan yang merusak. Misalnya, penangkapan 9 ikan menggunakan bahan beracun atau bahan peledak merusak lingkungan perairan dan terumbu karang. Perbaikan alat dan metode penangkapan ikan ramah lingkungan menjadi prioritas pengembangan pengelolaan pemerintah daerah, mengingat sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Kondisi Perikanan Tangkap di Kepulauan Seribu Kondisi perairan di Kepulauan Seribu yang merupakan perairan berkarang, oleh sebab itu kegiatan penangkapan ikan di Kepulauan Seribu didominasi oleh unit penangkapan ikan yang ditujukan untuk ikan karang dan pelagis. Nelayan Pulau Seribu berasal dari daerah Bugis, Tangerang dan Palembang. Latar belakang budaya pun bercampur baur sehingga menciptakan corak budaya tersendiri. Nelayan di Kepulauan Seribu berbasis di Pulau Panggang. Nelayan Pulau Panggang umumnya bekerja sebagai nelayan penuh. Nelayan penuh adalah nelayan yang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerja sebagai nelayan dan tidak memiliki pekerjaan atau keahlian lain. Nelayan penuh umumnya adalah nelayan pemilik. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal dan alat tangkap sendiri. Nelayan pemilik alat tangkap pancing dan bubu sedang, mengoperasikan sendiri alat tangkap yang dimilikinya. Nelayan pemilik payang, muroami, jaring lingkar dan bubu besar, mengoperasikan alat tangkap dan mempekerjakan nelayan lain untuk membantu dalam pengoperasian alat tangkap. Nelayan buruh untuk setiap alat tangkap tidak dapat dipastikan jumlahnya, karena selalu berpindah pemilik dan alat tangkap. Upah nelayan buruh ditetapkan dengan cara bagi hasil untuk semua alat tangkap yang mempekerjakan nelayan buruh. Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan Tahun Jumlah Nelayan Jumlah Nelayan Pemilik Nelayan Pekerja 2010 615 3167 3782 2011 610 3125 3735 2012 609 3049 3658 2013 607 2158 2765 2014 607 2095 2702 2015 602 2179 2781 Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu mengalami penurunan semenjak tahun 2010-2015, penurunan jumlah nelayan tidak signifikan Tabel 1. Penurunan rata- rata jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sepanjang tahun 2010-2015 sebesar 3,76. Penurunan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu merupakan akibat dari beberapa pelarangan alat tangkap dan beralihnya profesi dari nelayan menjadi pemandu wisata bahari. Hasil analisis deskriptif terhadap jumlah dan jenis alat penangkapan ikan yang dioperasikan di perairan Kepulauan Seribu, adanya peningkatan dari total jumlah alat tangkap yang dioperasikan dalam kurun waktu 5 tahun 2011-2015. Jenis alat tangkap di Kepulauan Seribu adalah payang, jaring insang, bagan tancap, 10 pancing, bubu, muroami, dan lain-lain. Alat tangkap yang paling dominan adalah alat tangkap pancing dan bubu. Tabel 2 Jumlah alat penangkapan ikan yang dioperasikan di perairan Kepulauan Seribu No. Jenis alat tangkap Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 1 payang 165 150 152 153 156 2 jaring insang hanyut 19 15 15 18 20 3 bagan tancap 150 124 24 24 23 4 pancing 600 604 644 702 784 5 bubu 610 628 628 643 678 6 muroami 40 23 9 7 3 7 lain-lain 253 242 223 224 254 Total 1837 1786 1695 1771 1918 Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016 Jenis alat tangkap secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 2011-2015 sebesar 0,5. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014 ke 2015 sebesar 3,98 Tabel 2. Peningkatan alat tangkap ikan di Kepulauan Seribu tidak signifikan, ini terjadi akibat pelarangan beberapa alat tangkap seperti muroami dan alat tangkap dengan alat bantu kompresor lainnya. Nelayan alat tangkap bubu dan pancing mengalami peningkatan akibat dari peralihan alat tangkap dari muroami menjadi nelayan bubu dan pancing. Hasil produksi catch aktual perikanan di Kepulauan Seribu selama 5 tahun terakhir 2011-2015 menunjukan adanya fluktuasi hasil tangkapan, cenderung mengalami penurunan. Pada awal periode 2011-2012 produksi mengalami penurunan yang tidak signifikan, nilai penurunan sebesar 9,7 dari tahun 2011 ke tahun 2012. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 2.730 ton. Pada periode 2013-2015 produksi perikanan tangkap di Kepulauan Seribu mengalami penurunan, nilai penurunan sebesar 31,6. Produksi terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 1.420 ton. Trend produksi perikanan Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Produksi aktual perikanan tangkap di Kepulauan Seribu tahun 2011-2015 Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016 500 1000 1500 2000 2500 3000 2010 2011 2012 2013 2014 2015 P ro du k si t o n Waktu tahun