Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler dengan kondisi lingkungan yang berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

(1)

i SKRIPSI

NOVA PRASETYANTO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

KADAR H

2

S, NO

2

, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER

DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT


(2)

i RINGKASAN

Nova Prasetyanto. D14061892. 2011. Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.

Berkembangnya peternakan ayam broiler dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya diantaranya emisi berupa gas hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta partikel berupa debu. Kualitas lingkungan, diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian lokasi, yang baik sangat diperlukan ayam broiler. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kadar gas dan debu. Informasi mengenai kadar gas H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 170 m dpl dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 520 m dpl. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai dengan November 2010.

Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Analisis NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

Kisaran suhu udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 26,8- 28,2 oC dan di luar kandang adalah 27,7-29,6 oC. Kisaran suhu udara di peternakan Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 25,6-27,0 oC dan di luar kandang adalah 25,9-27,9 oC. Kisaran kelembaban udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 81%-92% dan di luar kandang 77%-87%. Kisaran kelembaban udara di Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 70%–85% dan di luar kandang adalah 67%-84%. Kecepatan angin di sekitar kandang peternakan Bagus Farm berkisar 0,8-1,5 m/detik. Kecepatan angin di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berkisar antara 0,4-3,3 m/detik.

Kadar H2S di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 0,0014–0,0122 ppm. Kadar H2S di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm Talang adalah <0,001– 0,0067 ppm. Kadar NO2 di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 6,042– 10,129 µg/m3. Kadar NO2 di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 3,949– 4,629 µg/m3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 13,616– 31,533 µg/m3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 11,683– 28,377 µg/m3. Hasil penelitian menunjukkan kadar H2S, NO2, dan debu di dua lokasi peternakan ayam broiler berada di bawah standar baku mutu udara ambien. Peternakan Ikhtiar Farm menghasilkan kadar H2S, NO2 dan debu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan peternakan Bagus Farm. Hal tersebut dipengaruhi oleh


(3)

ii kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang). Penelitian lanjutan mengenai H2S, NO2 dan debu pada peternakan ayam broiler perlu dilakukan untuk mendapatkan data kadar pencemar dari peternakan ayam broiler yang lebih lengkap di Kabupaten Bogor.

Kata-kata kunci: peternakan ayam broiler, kondisi lingkungan, kadar H2S, NO2, debu


(4)

iii ABSTRACT

Levels of H2S, NO2, and Dust from Broiler Chicken Farm at Different Environmental Conditions in Bogor Regency, West Java

Prasetyanto, N., M. Ulfah, and S. B. Rushayati

The development of broiler chicken farms may cause negative impacts such as emissions include hydrogen sulfide (H2S) and nitrogen dioxide (NO2) and particles of dust. Environmental quality is very necessary for broiler chicken. The levels of gases and dust is affected by environmental condition. Information of the levels of H2S, NO2, and dust in broiler chicken farms in Bogor Regency has not been widely available. The purpose of this study was to assess the levels of H2S, NO2, and dust from broiler chicken farms with different environmental conditions. This research was conducted on Bagus Farms that located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 above see level) and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor Regency (520 above sea level). This research was conducted during October until November 2010. The result shows that the levels of H2S, NO2 and dust at two research sites were lower than basic standard of H2S, NO2 and dust consisted in ambient air. The level of H2S, NO2 and dust in Ikhtiar Farm that was lower than in Bagus Farm was caused by enviromental condition (temperature, humidity, wind speed and altitude), broiler chicken farm condition (roofing, the broiler chicken farm system) and condition around the broiler chicken farm (agriculture area and plants planted around broiler chicken farm). However, the further researches on emissions inventory from broiler chicken farms is needed to provide a comprehensive data of emissions from broiler chicken farms in Bogor Regency.


(5)

iv NOVA PRASETYANTO

D14061892

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

KADAR H

2

S, NO

2

, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER

DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT


(6)

v Judul : Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan

Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Nova Prasetyanto

NIM : D14061892

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr.) (Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.) NIP. 19761101 199903 2 001 NIP. 19650304 199903 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004


(7)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1987 di Banyuwangi, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Totok Hariyono dan Ibu Sulistyowati. Sejak umur 4 tahun penulis pindah ke Kota Bandung hingga saat ini.

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Negeri 1 Cibolang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Margahayu, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Margahayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Koperasi Mahasiswa IPB (Kopma IPB) dan Seni Sunda Gentra Kaheman. Penulis diberi kesempatan untuk mengikuti studi banding ke beberapa koperasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penulis mengikuti pelatihan, seminar dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan magang di peternakan lebah madu di Sukabumi, Jawa Barat.


(8)

vii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga

skripsi yang berjudul “Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam

Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Akhir-akhir ini, dunia peternakan khususnya ayam broiler sering dijadikan sebagai salah satu penyebab penyumbang pemanasan global (global warming). Namun hal itu tidak sepenuhnya benar karena tidak semua peternakan ayam broiler berkontribusi terhadap pemanasan global. Adanya penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah peternakan ayam broiler konvensional berkontribusi terhadap pemanasan global dan seberapa besar sumbangsih terhadap pemanasan global tersebut. Selain itu, dengan penelitian ini ingin diketahui hal apa saja yang bisa dilakukan dalam mengurangi kontribusi terhadap pemanasan global. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Penulis berharap skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan kualitas lingkungan sekitar peternakan ayam broiler.

Bogor, Juni 2011 Penulis


(9)

viii DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Usaha Peternakan Ayam Broiler... 3

Kotoran Ayam... 3

Pencemaran Udara ... 4

Hidrogen Sulfida (H2S) ... 5

Nitrogen Dioksida (NO2) ... 6

Debu ... 8

Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi ... 9

Suhu Udara ... 9

Kecepatan dan Arah Angin ... 10

Kelembaban Udara ... 10

Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler ... 11

Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan ... 12

METODE PENELITIAN ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Prosedur ... 13

Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler ... 13

Peubah yang Diamati ... 14

Pengukuran Kondisi Iklim ... 14

Pengambilan Sampel... 15

Analisis Sampel ... 15

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18 Halaman


(10)

ix

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 18

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm ... 18

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm ... 21

Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler ... 24

Performa Ayam Broiler ... 25

Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler ... 27

Lingkungan Mikroklimat ... 29

Ketinggian Lokasi ... 29

Suhu Udara ... 30

Kelembaban Udara ... 31

Kecepatan dan Arah Angin ... 32

Kadar H2S, NO2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler ... 33

Kadar H2S ... 33

Kadar NO2... 37

Kadar Debu ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

UCAPAN TERIMA KASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(11)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008…….. 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler………....……….. 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Manusia………... 4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar

Farm………

5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan pada Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor………. 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar

Farm di Kabupaten Bogor………..

7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus

Farm dan Ikhtiar Farm………

8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu……… 9. Kadar H2S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm…. 10.Kadar NO2 di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm…. 11. Kadar Debu di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm…

3 4

6

14

25

26

27

32 33 37 39


(12)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor…….. 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur)………... 3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak

Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari

Utara ke Selatan………..

4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten

Bogor………..

5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor…………... 6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di

Desa Cikoneng Talang………...………

7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari

Utara ke Selatan………..

8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor... 9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor………..

10.Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm..… 11.Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang

Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm...

18

19

19

20

21

22

22

23

24

30


(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan ………... 2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a)

Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan ………..…. 3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel

Udara di Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar Kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara……….. 4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama

Satu Minggu……….…..

5. Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat

Selama Satu Minggu………..………

6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak

Barat Selama Satu Minggu……….

7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang

Selama Satu Minggu………..

8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang

Selama Satu Minggu………..………

9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng

Talang Selama Satu Minggu……….…….

50

50

52

52

52

53

53

53 51


(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dunia perunggasan khususnya peternakan ayam broiler merupakan subsektor peternakan yang saat ini berkembang pesat dan efisien dibandingkan jenis unggas yang lain. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ayam broiler lebih cepat dibandingkan komoditas ternak lainnya karena pemeliharaan ayam broiler hanya membutuhkan waktu 35-42 hari. Ayam broiler adalah jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi terutama dalam memproduksi daging ayam (Cahyono, 1995).

Berkembangnya peternakan ayam broiler juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif yang ditimbulkan salah satunya berupa emisi yang dapat mencemari udara dari usaha peternakan ayam broiler, yaitu berupa gas hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta partikel debu.

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak sedap. Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Setiawan, 1996). Selain gas H2S, terdapat juga gas NO2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan keracunan apabila konsentrasinya melebihi ambang batas normal.

Selain gas, terdapat partikel yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yaitu debu. Kandungan utama debu pada peternakan unggas umumnya berasal dari pakan. Debu yang berlebihan dapat mengakibatkan emisi debu. Dampak debu bagi manusia salah satunya adalah dapat mengganggu kesehatan khususnya terhadap gangguan pernafasan (Casey et al., 2006).

Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat mencemari udara jika melebihi ambang batas normal. Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang baik sangat diperlukan oleh ayam broiler untuk menghasilkan produktivitas yang optimal. Selain itu, kondisi lingkungan yang baik di sekitar usaha


(15)

2 peternakan ayam broiler juga diperlukan bagi manusia untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. Kondisi lingkungan yang baik diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian suatu lokasi.

Informasi mengenai kadar gas H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kadar H2S, NO2, dan debu yang dihasilkan oleh suatu peternakan ayam broiler pada kondisi lingkungan yang berbeda.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda.


(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan Ayam Broiler

Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan populasi broiler dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 16,58%, dari sekitar 779 juta ekor menjadi 902 juta ekor (Ditjenak, 2009) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008

Jenis Ternak Tahun (juta ekor)

2004 2005 2006 2007 2008

Ayam Buras 276.989.054 278.953.778 291.085.191 272.251.141 243.423.389

Ayam Ras Petelur 93.415.519 84.790.411 100.201.556 111.488.877 107.955.170

Ayam Ras Pedaging 778.969.843 811.188.684 797.527.446 891.659.346 902.052.418

Sumber : Ditjenak (2009)

Usaha peternakan ayam sering dijadikan sebagai sumber penyebab utama yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Menurut Deptan (1991) dan Deptan (1994) usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari 10.000 ekor induk terletak dalam satu lokasi.

Kotoran Ayam

Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu dan Hariono, 1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran merupakan sumber utama nitrogen. Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh ayam bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan. Diperkirakan seekor ayam broiler menghasilkan kotoran setiap harinya sebanyak 0,15 kg yang mengandung 1,7%


(17)

4 nitrogen, 0,16% fosforus, dan 0,58% kalium (Kumar dan Biswar, 1982; Charles dan Hariono, 1991).

Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26% sedangkan dari pemeliharaan ayam pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler

Nama Unsur Kandungan unsur kotoran/bobot basah

Minimum Maksimum Rata-rata

Total Padatan (%) Total N (%) NH4-N P2O5 K2O (%) Ca (ppm) Mg (ppm) Sulfida (ppm) Mn (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) 38,00 0,89 0,08 1,09 0,63 0,51 0,12 0,07 66,00 48,00 16,00 92,00 5,80 1,48 6,14 4,26 6,22 1,37 1,05 579,00 583,00 634,00 75,80 2,94 0,75 3,22 2,03 1,79 0,52 0,52 266,00 256,00 283,00 Sumber : Malone (1992)

Sumber pencemaran dari usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida. Gas-gas tersebut yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991).

Pencemaran Udara

Pencemaran dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas


(18)

5 lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007).

Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfer, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, merusak properti dan mengurangi kenyamanan di udara (Salim, 2002). Menurut PP-RI Nomor 18 Tahun 1999 (RI, 1999), pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas, dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman yang disebut polutan udara. Menurut Mukono (2000), yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah manusia (man made).

Pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Sunu, 2001). Menurut Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, H2S) dan energi (suhu udara dan kebisingan) sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat).

Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H2S merupakan gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk H2S 42 µg/m3 atau 0,03 ppm selama 30 menit (KLH, 1988). Gas ini tidak berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm (Soemirat, 2002).


(19)

6 Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kotoran ayam merupakan masalah lingkungan yang cukup mengganggu. Gas H2S yang dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein (Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan (Praja, 2006). Batas rataan konsentrasi gas H2S yang diperbolehkan pada peternakan tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm dan batas rata-rata bagi senyawa berbau dalam air terdeteksi adalah 0,00018 mg/L (Ariens et al., 1986).

Gas H2S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki ventilasi yang buruk. Gas H2S pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan. Gas H2S pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual, muntah, pingsan, koma bahkan kematian (OSHA, 2005). Pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Manusia

Kadar Gas H2S (ppm) Pengaruh pada Manusia

10 20 50-100 200

500 per menit 600 per menit

Iritasi mata

Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan Mual, muntah, diare

Pusing, depresi, rentan pneumonia Mual, muntah, pingsan

Kematian Sumber : Pauzenga (1991)

Nitrogen Dioksida (NO2)

Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas NO2 yang terkandung dalam udara sebesar 400 μg/m3 selama pengukuran 1 jam dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup terutama manusia karena dapat


(20)

7 menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru) (KLH, 2007).

Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx diudara, seperti transportasi, peternakan, pembuangan sampah dan lain-lain. Keberadaan NOx di udara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang mengikuti daur reaksi fotolitik NO2 sebagai berikut (Pohan, 2002):

NO2 + sinar matahari NO + O O + O2 O3 (ozon)

Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari. Seiring dengan sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet. Kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm (Wardhana, 2001).

Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas baik pada orang yang sehat maupun pada penderita asma. Dampak negatif terhadap manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-paru dan saluran nafas. Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi terhadap bahan-bahan allergen alamiah (misalkan serbuk sari, dll). Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemberian NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Wardhana, 2001).

Ambang batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional berdasarkan PP RI 41/1999 untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m3 dengan waktu pengukuran 24 jam (RI, 1999). Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang batas konsentrasi rata-rata harian dilakukan dengan mengamati jumlah hari


(21)

8 melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian (exceedence days). Sebelum analisis potensi dampak kesehatan dilakukan, perlu diamati jumlah data harian yang tersedia untuk perhitungan exceedence days tersebut. Gas NO2 (nitrogen dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H2O akan membentuk nitric acid (HNO3) yang pada gilirannya dapat menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002).

Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan alami yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun anorganik (Suma’mur, 1995). Sifat-sifat debu diantaranya adalah mengendap karena pengaruh gaya gravitasi bumi, selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis, mudah menggumpal, mempunyai listrik statis yang mampu menarik partikel lain yang berlawanan serta dapat memancarkan sinar (Achmadi, 1990).

Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada lokasi. Konsentrasi debu pada umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Debu dapat menyerap, memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel debu kembali (Tjasyono, 2004).

Debu dari peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk debu adalah 260 µg/m3 dengan waktu pengambilan 24 jam (KLH, 1988).

Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Achmadi, 1990). Akibat yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain gangguan kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran pernafasan, alergi, meningkatkan sekresi cairan di hidung, nafas menjadi berat, serta penurunan kapasitas ventilasi paru (Kurniawan, 1996).

Partikel debu yang menyebabkan penyakit paru-paru akibat lingkungan kerja yang terpenting adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,1 µ dan sifat-sifat


(22)

9 aerodinamik dari debu yang terdapat di udara. Gejala yang terjadi pada pekerja biasanya meliputi gangguan restriktif paru antara lain cepat lelah, sesak nafas pada waktu bekerja ringan, dan berkurangnya kapasitas kerja (Rab, 1996).

Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi

Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti: 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu udara, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi) (Soedomo, 2001). Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan ketidakteraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya (Neighburger, 1995). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.

Suhu Udara

Suhu udara didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda. Suhu udara dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo, 1996). Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan. Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan maka


(23)

10 massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan.

Kecepatan dan Arah Angin

Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).

Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).

Kelembaban Udara

Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi kelembaban udara di suatu tempat maka semakin baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroorganisme yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991), senyawa yang menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan.

Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi konsentrasi udara. Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu dicatat dan diperhitungkan (Suhariyono, 2002). Sebagian radiasi pantulan dari permukaan bumi


(24)

11 akan diserap oleh gas-gas dan partikel-partikel yang berada di udara sehingga dapat meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, angin memiliki fungsi yang penting dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas-gas dan partikel-partikel dapat dihindari (Lakitan, 1994).

Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler

Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar antara 3-5 °C dengan kisaran suhu udara 26-32 °C sedangkan suhu udara optimal untuk pemeliharaan broiler agar dapat berproduksi dengan baik adalah 21-22 °C (North dan Bell, 1990).

Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan performa ternak. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan yang nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara 18-22 oC. Tingginya suhu udara lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa broiler yang optimal. Broiler akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang akan mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot tubuh (Nova, 2008).

Pemeliharaan ayam broiler, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara kandang 17 oC penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu udara 25 o

C dan 29 oC. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 21 oC. Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata suhu udara harian 25,2-27,9 oC. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu udara optimum untuk pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan mencari lokasi peternakan yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh berbeda dengan kebutuhan optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al. (2002) menyatakan bahwa pada pemeliharaan unggas di negara-negara tropis, suhu udara lingkungan merupakan stressor utama dengan kisaran suhu udara yang khas untuk waktu yang lama. Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal pemeliharaan broiler10-22 °C untuk pencapaian berat badan optimum, dan 15-27 oC untuk efisiensi pakan. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada industri broiler.


(25)

12 Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-250 meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang memiliki ketinggian 250-750 m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas permukaan laut suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Suhu udara yang lebih rendah daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak karena sebagian energi pakan akan diubah menjadi panas untuk mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih rendah. Pemeliharaan ayam broiler pada daerah dataran rendah memerlukan pakan dengan kandungan energi 2.800 kkal/kg (Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995).

Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan

Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida (H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Penyebab jumlah terbesar timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang meliputi NH3, VOCs, dan H2S (NRC, 2003). Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991).

Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak menipis (Pauzenga, 1991).


(26)

13 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor milik Bagus Farm dan Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor milik Ikhtiar Farm. Analisa kadar H2S, NO2, dan debu dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPLH-LPPM), Institut Pertanian Bogor. Analisis kotoran dan pakan ayam broiler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai November 2010. Penelitian dilakukan masing-masing selama 1 minggu di peternakan Bagus Farm (19 Oktober–25 Oktober 2010) dan peternakan Ikhtiar Farm (5 November–11 November 2010).

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel udara ambien di peternakan. Jenis strain ayam broiler yang digunakan di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm adalah Cobb dengan jenis pakan masing-masing adalah TN dan BR .

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah flowmeter, spektofotometer, impinger portable, termometer digital, anemometer digital, altimeter, kamera digital, kompas, dan alat tulis.

Prosedur Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler

Penentuan lokasi peternakan ayam broiler di kedua lokasi dilakukan dengan metode Purposive Sampling (dipilih berdasarkan tujuan penelitian) dengan pertimbangan karakteristik peternakan ayam broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm dengan lingkungan yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.


(27)

14 Tabel 4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm

No Karakteristik Peternakan Ayam Broiler

Bagus Farm Ikhtiar Farm

1 Ketinggian tempat 170 m dpl 520 m dpl

2 Jumlah populasi 3.500 ekor 3.500 ekor

3 Perkandangam Postal Panggung

4 Pakan TN BR

5 Strain Cobb Cobb

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah konsentrasi H2S, NO2, dan debu, serta performa ayam broiler. Kondisi iklim yang diukur meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Performa ayam broiler yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.

Pengukuran Kondisi Iklim

Pengukuran kondisi iklim meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar kandang ayam broiler dan dilakukan tiga kali sehari selama satu minggu. Pengukuran kondisi iklim dilakukan ketika ayam berumur 22 hingga 28 hari.

Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Rataan suhu udara harian rata-rata dihitung dengan persamaan :

Rataan T harian = (2 T7) + T13 + T18 4

Keterangan :

Rataan T harian = rataan suhu udara harian,

T7,T13,T18 = pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB

Rataan kelembaban udara harian dihitung dengan persamaan: Rataan RH harian = (2 RH7)+RH13 +RH18


(28)

15 Keterangan :

Rataan RH harian = rataan kelembaban udara harian

RH7, RH13, RH18 = pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 WIB

Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran arah angin diukur dengan menggunakan bantuan asap hasil pembakaran dan kompas. Ketinggian lokasi peternakan diukur dengan menggunakan altimeter.

Pengambilan Sampel

Sampel Udara. Sampel yang digunakan adalah H2S, NO2, dan debu di dalam dan di luar kandang. Pengukuran sampel tersebut dilakukan pada minggu ke-4 dari umur ayam broiler. Waktu pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pukul 09.00– 13.00 WIB

Pengambilan sampel di dalam kandang dilakukan di satu titik tepat di tengah kandang (K). Pengambilan sampel di luar kandang dilakukan pada dua titik yaitu pada titik datangnya angin atau upwind (U) dan titik tujuan angin atau downwind (D). Penempatan peralatan untuk pengambilan sampel udara dilakukan pada ketinggian 1,5 m sampai dengan 3 m dari permukaan (BSN, 2005).

Pengambilan sampel H2S dan NO2 dilakukan dengan metode penangkapan udara menggunakan impinger. Pengambilan sampel debu menggunakan Metode Gravimetri Total Air Sampler Particulate (TSP).

Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel pakan pada dua lokasi peternakan ayam broiler dilakukan untuk dianalisis. Manur ayam dikoleksi 3 kali dalam sehari yaitu pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 selama satu minggu. Data hasil analisis manur digunakan sebagai data pendukung penelitian.

Analisis Sampel

Analisis Udara. Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Hidrogen sulfida direaksikan dengan larutan diamin 0,15% (N,N-dime-thyl-1,4-phenylen diamonium diklorida) membentuk metilen blue yang berwarna biru. Intensitas warna yang terjadi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm (Lodge, 1988). Konsentrasi H2S dapat dihitung sebagai berikut :


(29)

16 C = Cs x Vs x (t+273) x 760 x 1000 x D

V x 298 x P Keterangan :

C = kadar H2S dalam contoh udara pada standar (µg/m3) Cs = kadar H2S dalam contoh dari impinger (µg/m3) D = faktor pengencer

Vs = volume contoh dari impinger (ml) V = volume udara yang diserap (l)

t = suhu udara pada saat pengambilan contoh (oC)

P = tekanan udara pada saat pengambilan contoh (mmHg) 298 = suhu udara standar dalam oK (25+273)

760 = tekanan udara standar (mmHg) 1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari oC ke oK

Analisis NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Metode G. Saltzman merupakan metode pemantauan kualitas udara dengan NO2 sebagai parameter yang diukur secara manual. Nitrogen dioksida yang diukur (hasil pengambilan dari lapangan) ditambah larutan penyerap yaitu asam sulfanilat dan air suling. Contoh uji tersebut kemudian didiamkan 30 menit. Serapan contoh uji selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Selanjutnya didapat nilai absorbansi dari larutan tersebut. Konsentrasi NO2 di udara ambien dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (BSN, 2005):

Keterangan:

C = konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3)

b = jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg) v = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760

mmHg

10/25 = faktor pengencer 1000 = koreksi filter ke m3

Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Kertas fiber filter yang digunakan dikondisikan terlebih dahulu dengan menggunakan desikator, kemudian ditimbang. Selanjutnya, kertas fiber diletakkan di lapangan terbuka. Kertas fiber dikondisikan kembali dengan desikator. Selanjutnya, kertas fiber filter yang berisi debu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir filter.


(30)

17 Pengukuran konsentrasi debu menggunakan alat flowmeter (Lodge, 1988). Kandungan partikel debu menurut BSN (2005) dihitung dengan rumus:

Kandungan partikel debu (µg m-3) = (W1-W0) x (t+273) x 760 x 1000 V x 298 x P Keterangan :

W1 = berat filter yang berisi contoh (µg) W0 = berat filter kosong (µg)

t = suhu udara pada saat pengukuran (oC) V = volume udara yang diserap (l)

P = tekanan udara rata-rata (mmHg) 298 = suhu udara standar dalam oK (25+273) 760 = tekanan udara standar (mmHg)

1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari oC ke oK

Analisis Pakan dan Manur. Analisis pakan dan manur ayam broiler pada dua lokasi peternakan ayam boriler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) di Bekasi. Analisis pakan dan manur ayam broiler meliputi kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Ca, gross energi dan nitrogen bebas. Kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar dianalisis menggunakan metode proksimat. Analisis Ca dianalisis menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer). Gross energi dan nitrogen bebas masing-masing dianalisis menggunakan metode Bomb Kalorimeter dan Kjehdal.

AnalisisData

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengambarkan objek penelitian secara lengkap. Studi deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menguraikan atau memberikan keterangan mengenai data atau keadaan sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001). Analisis ini meliputi gambaran kondisi umum peternakan ayam broiler Bagus Farm di Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang, kondisi fisik lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta ketinggian) dan kadar H2S, NO2, dan debu. Kadar H2S, NO2 dan debu selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu standar PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional (RI, 1999) dan Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996, tentang Baku Tingkat Kebauan (KLH, 1996).


(31)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm

Peternakan ayam broiler Bagus Farm berada di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Kapasitas kandang peternakan ayam broiler tersebut berjumlah 3.500 ekor. Lokasi kandang berada di daerah dataran hamparan luas yang dikeliling oleh lahan pertanian. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Berdasarkan Gambar 1, lahan pertanian berada di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler. Lahan pertanian tersebut di dominasi oleh tanaman padi dan umbi-umbian. Pemukiman penduduk berada pada jarak 200 m dari lokasi kandang tepat berada di sebelah Timur dan Selatan kandang. Jarak tersebut sudah baik untuk menghindari kebisingan, penyebaran penyakit dan penyebaran emisi bagi penduduk. Menurut Schulz et al. (2005) jarak antara kandang ayam broiler dengan batas pemukiman berkisar antara130-330 m dengan jarak minimal 50-100 m.


(32)

19 Tanaman jambu biji (Psidium guajava) berada di sebelah timur kandang yang berjarak 2 m dari kandang dengan luas sekitar 450 m2 dan tingginya mencapai 2 m (Gambar 2).

Gambar 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik

Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur).

Tingginya tanaman jambu biji ini dapat digunakan sebagai wind break (pemecah angin) yang masuk ke dalam kandang. Selain itu, tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai penyerap polutan udara yang berasal dari dalam kandang peternakan ayam broiler. Menurut Patra (2002), tanaman dapat mengurangi masalah polusi melalui penyerapan polutan gas dan penyerapan partikel. Selain itu, tanaman dapat digunakan untuk mengalihkan arah angin. Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang berada di Desa Semplak Barat membujur dari arah utara ke selatan.

Gambar 3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan.


(33)

20 Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari Utara ke Selatan belum memenuhi persyaratan posisi kandang yang baik. Menurut Leeson dan Summers (2000), posisi kandang yang membujur dari timur ke barat dapat menurunkan pengaruh dari sinar matahari langsung ke dalam kandang. Posisi kandang tersebut dapat mengurangi suhu udara di dalam kandang. Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari arah utara ke selatan dapat mengakibatkan masuknya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang. Peningkatan suhu udara ini dapat mengakibatkan cekaman panas bagi ayam broiler yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam broiler.

Gambar 4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Bentuk kandang ayam broiler yang digunakan oleh Bagus Farm adalah kombinasi antara kandang panggung dan kandang postal (Gambar 4). Hal tersebut dilakukan karena kondisi kandang tidak memungkinkan untuk dijadikan kandang panggung karena di sebelah timur kandang terdapat dataran yang tingginya hampir sama dengan alas kandang (Gambar 4). Dataran di sebelah timur kandang tersebut akan menahan angin yang berasal dari barat sehingga akan membawa naik udara dari bawah kandang. Udara yang naik dari bawah kandang tersebut akan membawa gas-gas yang berasal dari kotoran ayam broiler yang dapat mengganggu kesehatan ayam broiler. Oleh karena itu, sistem alas kandang di peternakan ayam broiler milik Bagus Farm menggunakan sistem postal dengan menggunakan karung sebagai alas kandang dan bahan litter sekam di atas kandang panggung untuk menutup celah pada alas kandang agar udara yang membawa gas-gas tersebut tidak mengenai ayam broiler


(34)

21 secara langsung. Peternakan Bagus Farm berada di dataran rendah dengan ketinggian 170 m dpl dengan sistem kandang kombinasi (postal dan panggung) tidak cocok digunakan. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung sangat cocok digunakan pada dataran rendah karena memiliki sirkulasi udara yang baik.

Gambar 5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Sistem atap kandang ayam broiler milik Bagus Farm adalah tipe atap A (atap dengan sudut lancip) dengan bahan atap yang terdiri dari rumbia dan asbes (Gambar 5). Penggunaan bahan atap kombinasi asbes dan rumbia dilakukan karena terkendala dana ketika proses awal dalam pembuatan kandang ayam broiler. Prabakaran (2003) menyatakan bahwa bahan asbes yang digunakan sebagai atap kandang akan berdampak sangat panas pada siang hari dan dingin pada malam hari. Oleh karena itu, atap berbahan asbes sangat cocok digunakan pada daerah beriklim dingin. Penggunaan bahan asbes dirasa kurang ekonomis karena harganya yang cukup mahal. Atap dari asbes tahan lama tetapi mahal. Selama musim panas, kandang dengan atap asbes akan tetap panas.

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berada di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jumlah ayam yang dipelihara di kandang tersebut sebanyak 3.500 ekor. Lokasi kandang peternakan ayam broiler tersebut berada di lereng Gunung Salak yang berbukit-bukit yang dikelilingi oleh lahan pertanian dan kolam ikan. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Gambar 6.


(35)

22 Gambar 6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di Desa

Cikoneng Talang.

Lokasi kandang ayam broiler ini dikelilingi oleh lahan pertanian dengan sistem terasering. Lahan pertanian yang di dominasi oleh pepaya dan umbi-umbian berada di sebelah Barat, Selatan, dan Timur kandang yang berjarak antara 2 hingga 6 m. Kolam ikan berada tepat di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler. Sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan sawah dan pemukiman penduduk yang berjarak kurang lebih 200 m. Lokasi kandang ayam broiler tersebut sudah baik karena berada cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi timbulnya bau dan penyakit bagi penduduk sekitar. Pada lokasi ini juga terdapat tempat penggilingan padi yang berada di sebelah Timur Laut kandang ayam broiler.

Posisi kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm membujur dari Utara ke Selatan (Gambar 7). Posisi kandang peternakan ayam broiler milik Ikhtiar Farm yang membujur dari Utara ke Selatan dinilai kurang baik. Posisi tersebut akan mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam kandang ayam broiler yang dapat membawa dampak negatif bagi ayam broiler berupa cekaman panas.

Gambar 7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan.


(36)

23 Bangunan kandang ayam broiler tersebut menggunakan bahan bambu sebagai bahan utamanya. Kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm adalah sistem kandang panggung (Gambar 8).

Gambar 8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa

Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Kandang dengan sistem panggung memiliki keunggulan dalam sirkulasi udara yang dapat masuk dari samping dan bawah kandang. Namun, kandang ini pun berisiko bagi ayam broiler terutama terhadap cedera kaki yang dikarenakan adanya celah-celah kecil pada bagian alas kandang. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung memiliki beberapa keuntungan diantaranya keadaan lantai (alas kandang) akan selalu bersih karena kotoran langsung jatuh ke alas penampungan kotoran di bawah. Selain itu, sirkulasi udara lebih baik karena bagian alas kandang dapat di lewati angin.

Atap kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm sepenuhnya menggunakan rumbia (Gambar 9). Atap berbahan rumbia pada dasarnya tidak dapat bertahan lama, mudah terbakar dan sering bocor. Bahan atap dengan rumbia sangat mudah rusak terutama oleh terpaan angin dan seringkali menjadi tempat tinggal hewan lain seperti tikus dan burung. Atap rumbia tergolong tidak menyerap panas dan menghantarkan panas. Atap dari rumbia lebih murah, membuat lingkungan menjadi lebih dingin selama musim panas tetapi tidak tahan lama (Prabakaran, 2003).


(37)

24 Gambar 9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di

Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menajemen pemeliharaan ayam broiler. Pakan dengan kualitas baik yang sesuai standar kebutuhan ayam broiler dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Kandungan nutrien pakan yang diberikan pada ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 5.

Kandungan nutrien pakan di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm secara keseluruhan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (BSN, 2011). Kandungan energi metabolisme dalam pakan di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg. Kandungan energi metabolisme ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pernyataan Bell dan Weaver (2002), yaitu 3.166 kkal/kg dan NRC (1994), yaitu 3.200 kkal/kg. Menurut Bell dan Weaver (2002), pakan dengan energi metabolisme yang lebih rendah akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Namun, besarnya energi metabolisme yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda tergantung dengan suhu udara lingkungan selama pemeliharaan. Berdasarkan data performa ayam broiler di dua lokasi peternakan (Tabel 6) menunjukkan bahwa konsumsi pakan di peternakan Ikhtiar Farm lebih sedikit (7.850 kg) jika dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam di peternakan Bagus Farm (8.050 kg). Hal tersebut terjadi karena umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama bila dibandingkan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm.


(38)

25 Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan Pada Ayam Broiler di

Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor

Komponen Peternakan Ayam Broiler Standar (BSN, 2011) Bagus Farm Ikhtiar Farm

Air (%) 11 11 Maks. 13

Abu (%) 4,9 5,3 Maks. 8

Protein Kasar (%) 21,1 22,7 Min. 15

Lemak Kasar (%) 6,6 6,8 Min. 3

Serat Kasar (%) 3,2 2,5 Maks. 6

Ca (%) 0,89 0,96 0,9 - 1,2

Energi Bruto

(kkal/kg) 4.217,84 4.124,61 4.0002

Energi Metabolis

(kkal/kg)1 3.057,93 2.990,34 3.2002/3.1663

Nitrogen Bebas (%) 0,37 0,89

Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi (2010). 1 Hasil Perhitungan (EM = 0,725 x Energi Bruto) (NRC 1994), 2 NRC (1994), 3

Bell dan Weaver (2002) Performa Ayam Broiler

Performa ayam broiler merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan keberhasilan selama pemeliharaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya adalah manejemen pemeliharaan, bibit, pakan, dan kondisi lingkungan. Data performa ayam broiler di peternakan ayam broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 6.

Kapasitas kandang ayam broiler pada dua lokasi penelitian adalah 3.500 ekor. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan ayam broiler. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi, peralatan, kandang, serta suhu udara lingkungan (North, 2000). Mortalitas ayam broiler yang dipelihara di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (700 ekor; 20%) dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar Farm (60 ekor; 1,7%). Salah satu penyebab tingginya mortalitas ayam broiler di peternakan Bagus Farm ialah tingginya suhu udara pada siang hari yang mencapai 36,3oC (Lampiran 4) yang menyebabkan cekaman panas. Cekaman panas merupakan


(39)

26 salah satu penyebab penurunan produksi di daerah tropis. Menurut Bell dan Weaver (2002) suhu udara nyaman bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 18-23 oC.

Tabel 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor

Keterangan : 1Bagus Farm (2010); 2Ikhtiar Farm (2010) ; 3Cobb Vantress (2008); * Kematian sebagian besar terjadi pada saat ayam berumur 29 hari hingga panen.

Rataan berat panen ayam broiler di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (1,67 kg/ekor) bila dibandingkan dengan rataan berat panen ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (1,51 kg/ekor). Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumsi pakan ayam di peternakan ayam broiler di Bagus Farm lebih besar (8.050 kg) bila dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam peternakan ayam broiler di Ikhtiar Farm (7.850 kg). Perbedaan jumlah konsumsi pakan di kedua lokasi peternakan tersebut salah satunya terjadi karena faktor suhu udara. Menurut Suarjaya dan Nuriyarsa (1995), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya suhu udara pada suatu lingkungan. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan bertambah. Tingginya konsumsi pakan di peternakan Bagus Farm (8.050 kg) juga terjadi karena lamanya umur panen. Umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama (32-33 hari) bila dibandingkan dengan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari) sehingga masa pemberian pakan menjadi bertambah yang menyebabkan jumlah konsumsi pakan juga bertambah.

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler secara langsung akan mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi maka akan semakin banyak pula kotoran yang dihasilkan dengan bertambahnya umur ayam broiler. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa berat badan berbanding lurus dengan konsumsi pakan, makin tinggi berat badan makin

Komponen

Satuan Peternakan Ayam Broiler Standar 3 Bagus Farm1 Ikhtiar Farm2

Jumlah Populasi Ekor 3.500 3.500 -

Mortalitas % 20* 1,7 -

Umur Panen Hari 32-33 31-32 32

Rataan Berat Panen kg/ekor 1,67 1,51 1,75

Konsumsi Pakan Kg 8.050 7.850 9.443


(40)

27 tinggi tingkat konsumsi. Menurut Rasyaf (1994), setiap minggu ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Pertambahan berat badan ayam menyebabkan kebutuhan akan pakan dan minum bertambah. Begitu pula dengan produksi kotoran menjadi semakin banyak.

Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) merupakan satuan untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya ayam broiler yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan sampai ayam dijual. Konversi pakan ayam di peternakan Ihktiar Farm lebih baik (1,54) bila dibandingkan dengan konversi pakan di peternakan Bagus Farm (1,76). Tingginya nilai konversi pakan di peternakan Bagus Farm menunjukkan kurangnya efisiensi pakan. Makin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan pakan (Sidadolog, 2001). Perbedaan konversi pakan yang terjadi di dua lokasi peternakan salah satunya disebabkan oleh tingkat mortalitas. Mortalitas yang tinggi akan menyebabkan nilai konversi pakan akan lebih tinggi dari standar.

Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler

Manur ayam broiler terdiri atas kotoran dari usus besar dan urin dari ginjal, tersusun atas sisa pakan yang tidak dapat dicerna, sisa sekresi pencernaan, bakteri yang mati maupun yang hidup, garam-garam organik, sel-sel epitel yang telah rusak dan asam urat (North dan Bell, 1990). Kandungan manur ayam broiler di peternakan di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm

Komponen1 Peternakan Ayam Broiler

Bagus Farm Ikhtiar Farm

Kadar Air (%) 12,06 11,86

Abu (%) 11,3 12,6

Protein Kasar (%) 33,72 30,88

Lemak Kasar (%) 5,2 3,04

Serat Kasar (%) 17,33 11,87

Gross Energi (kkal/kg) 3718,31 3359,11

Nitrogen Bebas (%) 0,89 0,53

Jumlah Manur (kg)b 2.817,5 2.747,5

Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi 1

Berdasarkan % BK; 2Jumlah Manur = Jumlah Konsumsi Pakan X 35% (Bell dan Weaver, 2001).


(41)

28 Kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (33,72%) jika dibandingkan dengan kadar protein kasar dalam manur di peternakan Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm dipengaruhi oleh penggunaan litter sebagai alas kandang yang bercampur dengan kotoran. Litter berfungsi membantu penyerapan air yang ada pada kotoran yang basah. Jika kualitas dan kuantitas litter kurang baik maka akan menyebabkan manur basah. Kondisi litter yang basah dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba diantaranya mikroba perombak protein. Kondisi ini tentu saja akan mendukung perombakan protein oleh mikroba. Tingginya kadar protein kasar pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm diduga dapat mengakibatkan semakin banyak jumlah protein yang dapat dirombak oleh mikroba yang salah satunya menjadi gas H2S. Muller (1980) menyatakan bahwa manur ayam broiler biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18%-40%, dari jumlah tersebut 37%-45% merupakan protein murni, 255% asam urat, 8%-15% ammonia, 3%-10% urea dan nitrogen lainnya. Kandungan nitrogen bebas pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 0,89% dan 0,53%. Malone (1992) menyatakan bahwa total N pada kotoran ayam broiler yaitu 0,89%-5,80% dengan kandungan rata-rata 2,94%.

Perkiraan jumlah manur ayam broiler selama pemeliharaan di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (2.817,5 kg) bila dibandingkan dengan jumlah manur di peternakan Ikhtiar Farm (2.747,5 kg). Hal ini dikarenakan karena periode pemeliharaan ayam broiler yang di peternakan Bagus Farm lebih lama dibandingkan dengan periode pemeliharaan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm. Jumlah nutrien akan dirubah oleh mikroba menjadi gas-gas beracun. Kandungan nitrogen pada manur yang terdapat di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (0,89%) bila dibandingkan dengan kandungan nitrogen pada manur di peternakan Ikhtiar Farm (0,53%). Hal tersebut memungkinkan terjadinya perombakkan nitrogen yang lebih besar oleh mikroba di peternakan Bagus Farm yang menghasilkan gas NO2.

Menurut NRC (2003), kotoran ayam diyakini dapat menyebabkan emisi NO secara langsung. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 (Pohan, 2002). Sehingga secara tidak langsung kotoran ayam broiler dapat menghasilkan emisi gas NO2 melalui proses denitrifikasi. Kandungan debu di


(42)

29 peternakan unggas umumnya berasal dari pakan dan kotoran (Casey et al., 2006). Sehingga banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan dan secara langsung akan mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan dari suatu peternakan.

Lingkungan Mikroklimat

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler. Lingkungan yang baik sangat diperlukan bagi ayam broiler untuk memperoleh performa yang optimal. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin. Ketinggian Lokasi

Peternakan Bagus Farm terletak pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 170 m dpl sedangkan peternakan Ikhtiar Farm terletak pada daerah dataran sedang dengan ketinggian 520 m dpl. Menurut Widodo (2010) lokasi peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk pertumbuhan ayam broiler karena dapat memberikan rasa nyaman.

Ketinggian lokasi kandang di peternakan Bagus Farm yang tidak sesuai dengan ketinggian ideal peternakan ayam broiler dapat menyebabkan ayam broiler mengalami cekaman panas karena suhu udara yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi performa ayam broiler. Menurut Lakitan (1994), setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu udara akan berkurang antara 0,5-0,6 oC. Sehingga pada dataran rendah suhu udara akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada suhu udara di dataran sedang.

Ketinggian lokasi kandang ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (520 m dpl) dapat memberikan performa yang lebih baik bagi ayam broiler (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena kisaran suhu dalam kandang di Ikhtiar Farm lebih rendah (25,9-27,8 oC) dibandingkan dengan kisaran suhu dalam kandang di Bagus Farm (26,7-28,2 oC). Hasil penelitian Suarjaya dan Nuriyasa (1995) juga menunjukkan bahwa performa ayam yang dipelihara di dataran sedang (300 m dpl) lebih baik dari pada ayam yang dipelihara di dataran rendah (50 m dpl). Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai konversi pakan yang dipelihara pada ketinggian 50 m dpl lebih


(43)

30 tinggi bila dibandingkan dengan nilai konversi pakan ayam yang diperlihara pada ketinggian 300 m dpl.

Suhu Udara

Rataan suhu udara harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm.

Suhu udara berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas, kenyamanan dan proses fisiologis dalam tubuh ternak. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Kisaran suhu udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm masing-masing adalah 26,8-28,2 oC dan 27,7-29,6 oC. Kisaran suhu udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 25,6-27,0 oC dan 25,9-27,9 oC. Kisaran suhu udara di dalam kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara optimal yang diperlukan oleh ayam broiler. Menurut Baziz et al. (1996), suhu udara lingkungan termonetral untuk ayam adalah 21-23 oC. Pada suhu udara termonetral inilah ayam broiler akan berproduksi optimal. Pemeliharaan ayam broiler pada suhu udara lingkungan di atas 21 oC mengakibatkan ayam mengalami cekaman panas.


(44)

31 Tingginya kisaran suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm (Gambar 10) terjadi karena penggunaan atap kandang berbahan asbes yang dapat menyerap dan memantulkan panas ke dalam kandang ayam broiler. Selain itu, tingginya suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm disebabkan lokasi kandang yang berada di daerah dataran rendah yang memiliki suhu udara lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu udara di dataran sedang.

Suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang tinggi akan mengakibatkan cekaman panas terhadap ayam broiler. Cekaman panas dapat mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit, kematian meningkat, dan pertumbuhan menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh mortalitas yang lebih tinggi di peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan mortalitas di peternakan Ikhtiar Farm (1,7%). Cekaman panas juga dapat menyebabkan penurunan jumlah konsumsi pakan yang mengakibatkan performa ayam menurun. Nova (2008) menyatakan bahwa penurunan konsumsi pakan akan menurunkan berat ayam broiler sehingga performa ayam broiler yang dicapai kurang optimal.

Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang baik diperlukan dalam memelihara ayam broiler. Kelembaban udara rataan harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm.


(45)

32 Kisaran kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam broiler Bagus Farm masing-masing adalah 81%-92% dan 77%-87%. Kisaran kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm masing-masing adalah 70%–85% dan 67%-84%. Borges et al. (2004) menyatakan bahwa kelembaban udara optimum untuk pertumbuhan ayam broiler berkisar antara 50%-70%. Menurut BPS (1992), ayam broiler akan terkena stress apabila kelembaban udaranya terlalu tinggi yaitu diatas 70%.

Kisaran kelembaban udara kandang di peternakan ayam broiler Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran kelembaban udara di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm (Gambar 11). Tingginya kisaran kelembaban udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm terjadi karena pengaruh suhu udara yang tinggi akibat penggunaan atap berbahan asbes dan lokasi kandang yang berada di dataran rendah. Menurut Borges et al. (2004), tingkat kelembaban udara bervariasi menurut suhu udara. Semakin hangat suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung. Semakin rendah suhu udara, semakin sedikit jumlah uap air yang dapat ditampung. Tingginya kelembaban udara di peternakan ayam broiler di Bagus Farm akan menyebabkan stres yang dapat menurunkan konsumsi pakan yang berpengaruh terhadap menurunnya performa ayam broiler (Tabel 6).

Kecepatan dan Arah Angin

Kecepatan dan arah angin yang baik diperlukan dalam memelihara ayam broiler. Kecepatan dan arah angin harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm

dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu.

Hari ke- Kecepatan Angin (m/s) Arah Angin Dominan Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm

22 0,9 0,6 Selatan Utara

23 1,0 1,2 Selatan Utara

24 1,3 0,4 Tenggara Selatan

25 1,3 0,9 Utara Utara

26 0,8 3,3 Selatan Utara

27 1,5 0,9 Timur Laut Selatan


(1)

48 Ryak, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural

Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service, New York. Salim, E. 2002. Green Company. PT. Astra Internasional Tbk., Jakarta

Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Schulz, J., J.Seedorf, & J. Hartung. 2005. Estimation of a safe distance between a natural ventilated broiler hoses and a residential dwelling. ISAH (2005) Vol.2.

Secru, R. 2002. Memelihara Ayam Buras. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Setiawan, H. 1996. Amonia Sumber Pencemar yang Meresahkan. Dalam Informasi Dunia Kesehatan Hewan. Edisi 037 Agustus 1996. Asosiasi Obat Hewan, Indonesia.

Sidadolog, J. H. P. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Laboratorium Ilmu Ternak Unggas. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Penerbit Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.

Soedomo, R. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta. Soemirat, J. S. 2002. Kesehatan Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta.

Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan tingkat energi pakan terhadap penampilan ayam buras super umur 2–7 minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Udayana, Bali.

Suhariyono, G. 2002. Korelasi karakteristik partikel debu PM10/PM2,5 dan resiko kesehatan masyarakat di rumah-rumah sekitar industri semen. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suma’mur, P. K. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung,

Jakarta.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Grasindo, Jakarta.

Svensson, L. 1990. Puffing the lid on the dung heaps. Acid. Enviroment. Magazine. 9: 13- 15.

Tabbu C. R. & B. Hariono. 1993. Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan dan cara mengatasinya. J. Ayam Sehat. 18: 7- 9.

Taihuttu, N. 2001. Studi kemampuan tanaman jalur hijau jalan sebagai penyerap partikulat hasil emisi kendaraan bermotor. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

49 Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Cobb Vantress, 2008. Broiler Performance and Nutrition Supplemant. Cobb-Vantress

Inc., Arkansas.

US EPA. 2004. National Ambient Air Quality Standard. Accessed Mar., Washington DC.

Usri, R. S. 1988. Alteration of the morphology and neurochemistry of the developing nervous system by hydrogen sulfide. J. Pharmacol Physiol 22: 379-380. Wardhana, A. W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Press, Yogyakarta. Widodo, W. 2010. Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Wheeler, E. F., K. Casey, R. Gates, H. Xin, Y. Liang, & P. Topper. 2008. Ammonia emissions from commercial broiler chicken houses under three litter management strategies. Proceedings of the Mitigation of Air Emissions from Animal Feeding Operations. Iowa State University, Ames.


(3)

50 LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi di Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan

(a) (b)

(c) (d)

Lampiran 2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan

(a) (b)


(4)

51 Lampiran 3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel Udara di

Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara.

(a) (b)


(5)

52 Lampiran 4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama Satu

Minggu

Tanggal Suhu Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

19-10-2010 27,2 31,9 26,4 28,18 29,8 32,5 26,3 29,60

20-10-2010 27,7 30,3 27,1 28,20 27,8 32,5 26,3 28,60

21-10-2010 27,7 30,8 25,8 28,00 28,4 36,3 25,4 29,63

22-10-2010 26,2 30,6 26,2 27,30 27,8 35,5 26,0 29,28

23-10-2010 25,6 30,9 27,8 27,48 28,1 34,1 27,8 29,53

24-10-2010 26,9 27,2 26,0 26,75 28,9 27,0 26,1 27,73

25-10-2010 26,6 30,1 25,4 27,18 28,3 31,6 25,1 28,33

Lampiran 5. Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat Selama Satu Minggu

Tanggal Kelembaban Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

19-10-2010 84 67 89 81 73 72 91 77

20-10-2010 85 77 88 84 87 73 88 84

21-10-2010 85 80 88 85 83 60 88 79

22-10-2010 96 77 89 90 91 77 90 87

23-10-2010 96 77 89 90 85 67 90 82

24-10-2010 86 75 91 85 86 75 98 86

25-10-2010 92 87 98 92 85 80 96 87

Lampiran 6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama Satu Minggu

Tanggal

Kecepatan Angin Arah Angin

Pagi Siang Sore

Rata-rata Pagi Siang Sore

Rata-rata

19-10-2010 1,2 0,7 0,7 0,87

utara ke selatan

utara ke selatan

barat daya

ke timur laut selatan

20-10-2010 1,1 1,8 0,1 1,00

barat daya ke timur laut

utara ke selatan

utara ke

selatan selatan

21-10-2010 1,6 1,8 0,6 1,33

barat daya ke timur laut

barat laut ke tenggara

timur laut ke

barat daya tenggara

22-10-2010 0,9 2,1 1,0 1,33

barat daya ke timur laut

utara ke selatan

selatan ke

utara utara

23-10-2010 0,3 1,4 0,6 0,77

barat daya ke timur laut

utara ke selatan

utara ke

selatan selatan

24-10-2010 1,0 2,7 0,8 1,5

selatan ke utara

barat daya ke timur laut

utara ke selatan

timur laut

25-10-2010 1,0 1,6 0,3 0,97

barat daya ke timur laut

barat daya ke timur laut

utara ke selatan

timur laut


(6)

53 Lampiran 7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama

Satu Minggu

Tanggal

Suhu Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

5-11-2010 26,8 26,8 25,9 26,58 26,9 26,9 25,9 26,65

6-11-2010 26,2 25,4 26,1 25,98 27,1 25,5 26,1 26,45

7-11-2010 25,1 26,3 25,8 25,58 25,8 26,2 25,9 25,93

8-11-2010 26,1 26,8 25,3 26,08 26,3 27,5 25,3 26,35

9-11-2010 26,1 29,3 26,3 26,95 26,3 32,9 25,9 27,85

10-11-2010 26,4 28,2 27,1 27,03 26,4 28,1 26,6 26,88

11-11-2010 25,9 28,2 26,3 26,58 27,1 28,1 26,2 27,13

Lampiran 8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama Satu Minggu

Tanggal Kelembaban Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

5-11-2010 82 86 87 84 81 86 88 84

6-11-2010 82 83 76 81 80 85 78 81

7-11-2010 84 85 88 85 81 86 89 84

8-11-2010 87 75 83 83 82 76 81 80

9-11-2010 72 64 73 70 72 55 68 67

10-11-2010 81 82 80 81 80 83 81 81

11-11-2010 81 79 86 82 80 78 87 81

Lampiran 9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama Satu Minggu

Tanggal

Kecepatan Angin Arah Angin

Pagi Siang Sore

Rata-rata Pagi Siang Sore

Rata-rata

5-11-2010 0,5 0,8 0,6 0,63

selatan ke utara

utara ke selatan

selatan ke

utara utara

6-11-2010 1 1,8 0,9 1,23

utara ke selatan

selatan ke utara

selatan ke

utara utara

7-11-2010 0,3 0,5 0,3 0,37

utara ke selatan

selatan ke utara

utara ke

selatan selatan

8-11-2010 0,3 1,2 1,2 0,9

utara ke selatan

barat ke utara

selatan ke

utara utara

9-11-2010 1,9 2,7 5,2 3,27

selatan ke utara

selatan ke utara

selatan ke

utara utara

10-11-2010 0,8 1,2 0,8 0,93

utara ke selatan

selatan ke utara

utara ke

selatan selatan

11-11-2010 0,4 2 0,3 0,9

selatan ke utara

utara ke selatan

selatan ke