Pembuatan dan pengujian wadah semai berbahan dasar organik untuk pembibitan gmelina (gmelina arborea roxb.) Di persemaian

(1)

GMELINA (

Gmelina arborea

Roxb.) DI PERSEMAIAN

TOMI SYAPUTRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Development and Testing of Organic Container Seedlings for forest tree production of Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) in the Nursery

by:

Tomi Syaputra and Sri Wilarso Budi R

Organic Container Seedlings (OCS) is a container seedling made from organic materials used for forest trees seedling production its easily decomposer. OCS have an advanlage compared to polybags and environmentally friendly. The objective of this study was to develop container seedling based organic matter materials for forest trees seedling stock production.

This study used Completely Randomized Experimental Design with 2 factors experiment, namely raw material composition and natural adhesive. The observed seedling growth, seedling height, seedling diameter, variables top root ratio and plants biomass. The data obtained were analyzed with F test (Analysis of Variance), further test and with Duncan multiple range test.

The result showed that the interaction between raw material composition and natural adhesive had highly significant effect on gmelina growth in the nursery. Raw material has highly significant effect on top root ratio and biomass plant. The raw material of news paper : compos 1:1 sive the best performance of seedling growth, and increased their height and diameter by 3.90% and 1.07% respectively, whereas the adhesive of tannin was better than tapioca.

Keywords: gmelina growth, natural adhesive, organic container seedling, raw material composition.


(3)

Tomi Syaputra dan Sri Wilarso Budi R

Wadah semai organik adalah wadah semai yang terbuat dari bahan organik yang digunakan untuk pembibitan yang mudah terurai. Wadah semai memiliki keuntungan dibandingkan dengan polybag dan ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat wadah semai berbahan dasar organik untuk persediaan pembibitan benih.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan 2 faktor percobaan, yaitu komposisi bahan baku dan perekat alami. Pertumbuhan bibit yang diamati yaitu tinggi benih, diameter bibit, variabel rasio akar dan biomassa tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F (Analisis Varians), pengujian lebih lanjut dengan Uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi bahan baku dan perekat alami memiliki efek yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea) di persemaian. Bahan baku memiliki efek yang sangat signifikan pada rasio akar dan biomassa tanaman. Bahan baku kertas Koran Kompos memberikan pertumbuhan terbaik untuk pertumbuhan benih, dan meningkatkan tinggi dan diameter berturut-turut sebesar 3,90% dan 1,07%, sedangkan perekat tanin lebih baik dari tapioka.

Kata kunci: pertumbuhan Gmelina, perekat alami, wadah semai, komposisi bahan baku


(4)

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN WADAH SEMAI

BERBAHAN DASAR ORGANIK UNTUK PEMBIBITAN

GMELINA (

Gmelina arborea

Roxb.) DI PERSEMAIAN

TOMI SYAPUTRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Tomi Syaputra NRP E44050198


(6)

Judul Penelitian : Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) di Persemaian

Nama Mahasiswa : Tomi Syaputra

NRP : E44050198

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS NIP : 19620210 198803 1 003

Mengetahui,

Plh. Ketua Departemen Silvikultur

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si NIP 19660921 199003 2 001


(7)

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian.

Kegiatan penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman sehingga dapat mereduksi pencemaran lingkungan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri Wilaso Budi R, MS. selaku dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Juli 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu, pada tanggal 23 Agustus 1986 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Tustin Dultahar (almh) dan Jaurah Seta.

Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1993 di SD Negeri 46 yang diselesaikan sampai tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Bengkulu selama tiga tahun terhitung dari tahun 1999 sampai dengan 2002. Pendidikan tingkat menengah diselesaikan di SMA Negeri 2 Bengkulu selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Masuk Bersama IPB (SPMB).

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus, di antaranya sebagai pengurus MAX (Music Agricultural Expresions) periode 2005-2006, TGC (Tree Grower Community) periode 2007-2008, aktif dalam kepengurusan Asrama Sylvalestari periode 2006-2007, dan Ketua Asrama Sylvalestari pada tahun 2009. Selain itu penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai, pada tahun 2007. Kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilakukan pada tahun 2008, dan Praktek Kerja Profesi dilakukan di KPH Bogor pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk Pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian, dibimbing oleh Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS.


(9)

Terselesaikannya penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak baik materiil maupun spirituiil. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan pintu rahmat-Nya.

2. Nabi Muhammad SAW, sumber inspirasi dan suri tauladan bagi setiap umatnya.

3. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang, nasehat dan doa yang tak pernah terputus, kakak-kakakku tersayang Sepriadi, Popy Agustini, Tedi Martin, dan segenap keluarga besar yang selalu memberikan dukungan.

4. Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat, serta arahan sejak dimulainya penelitian sampai terselesainya penyusunan skripsi.

5. Bapak Prof.Dr.Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. selaku dosen penguji dan Bapak Ir. Edje Djamhuri sebagai Ketua Sidang yang telah memberikan saran serta kritik yang membangun.

6. Seluruh staf KPAP Silvikultur atas segala bantuannya.

7. Keluarga Besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan doanya.

8. Rifa Atunnisa, Devi, Atu Badariah, Fidrianingsih Fiona, Candra, dan teman-teman Fahutan Angkatan 42 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 9. Seluruh civitas akademika FAHUTAN atas kekeluargaannya selama ini.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polybag ... 4

2.1.1 Bahan Dasar ... 4

2.1.2 Dekomposisi ... 4

2.1.3 Potensi Pencemaran ... 4

2.2 Bahan Organik ... 5

2.2.1 Kertas Koran ... 5

2.2.2 Serasah ... 6

2.2.3 Kompos ... 6

2.3 Perekat Alami ... 7

2.3.1 Tanin ... 7

2.3.2 Tapioka ... 8

2.4 Tinjauan Umum Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) ... 10

2.4.1 Taxonomi Gmelina ... 10

2.4.2 Penyebaran ... 10

2.4.3 Botani/Morfologi Gmelina ... 10

2.4.4 Teknik Silvikultur ... 11

2.4.5 Pemanfaatan ... 12

2.4.6 Hama dan Penyakit... 12 BAB III. METODOLOGI


(11)

3.3 Metode Penelitian... 13

3.3.1 Persiapan kontainer seedling organik... 13

3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas ... 13

3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas ... 13

3.3.1.3 Pencampuran ... 14

3.3.1.4 Pemberian perekat ... 14

3.3.1.5 Pencetakan ... 14

3.3.2 Persiapan benih gmelina (Gmelina arborea Roxb.) ... 15

3.3.3 Perkecambahan benih... 15

3.3.4 Penyapihan semai ... 15

3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan ... 16

3.3.6 Pemanenan bibit ... 16

3.3.7 Pengamatan pertumbuhan ... 16

3.4 Rancangan Penelitian ... 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 20

4.1.1 Pertumbuhan Tinggi Semai Gmelina ... 20

4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina ... 23

4.1.3 Nisbah Pucuk Akar... 25

4.1.4 Berat Kering Total ... 27

4.1.5 Hasil Analisis Kimia Kontainer Seedling ... 29

4.2 Pembahasan ... 31

4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

pertumbuhan tinggi semai gmelina ... 20

2. Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi ... 20

3. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi ... 21

4. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi ... 22

5. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata pertumbuhan diameter semai gmelina ... 23

6. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter ... 23

7. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter ... 24

8. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nisbah pucuk akar semai gmelina ... 25

9. Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar... 25

10. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar ... 26

11. Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar ... 26

12. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nilai Berat Kering Total ... 28

13. Nilai Berat Kering Total ... 28

14. Hasil analisis kimia kontainer seedling ... 29


(13)

No. Halaman 1. Pencetakan kontainer; (a) Pengovenan, (b) Perapihan ... 14 2. Bagan Alur Kegiatan Penelitian ... 19 3. Grafik pertumbuhan tinggi semai gmelina selama 12 minggu ... 22 4. Hasil pengukuran diameter semai gmelina pada awal dan akhir pengamatan .... 24 5. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Berat Kering Akar

dan Berat Kering Pucuk ... 27 6. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Nisbah Pucuk Akar ... 27 7. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Berat Kering Total ... 29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi Analisis sidik ragam tinggi semai Gmelina ... 42

2. Rekapitulasi Analisis sidik ragam diameter semai Gmelina ... 42

3. Rekapitulasi Analisis sidik ragam nisbah pucuk akar semai Gmelina ... 42

4. Rekapitulasi Analisis sidik ragam biomassa semai Gmelina ... 42


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Departemen Kehutanan telah menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan dan lahan dari 2,83 juta ha/tahun pada tahun 1999-2000 menjadi 960.000 ha/tahun pada tahun 2000-2006, selain itu juga telah menurunkan lahan yang terdegradasi atau kritis dari 59,3 juta ha sebelum tahun 2005 menjadi 28 juta ha setelah tahun 2008 (Masyud 2009). Kerusakan hutan tersebut menyebabkan semakin berkurangnya luas hutan. Diperkirakan luas hutan yang tersisa saat ini adalah kurang dari 60 juta Ha atau setengah dari total kawasan hutan seluas 120 juta Ha (Saputra 2009). Sementara itu, data dari Departemen Kehutanan pada tahun 2010 menunjukkan sebanyak 26 juta hektar hutan di Indonesia telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Menurut Hasan (2010), sekitar 70 persen dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan, yaitu sekitar 130 juta ha luas hutan Indonesia. Dari luas 130 juta hektar, 43 juta ha merupakan hutan primer atau sekitar 4,2 persen. Namun kondisi saat ini 42 juta ha sudah tidak berhutan lagi, mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak. Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disebabkan oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun. Penyebab kerusakan hutan di Indonesia yang lainnya yaitu disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.

Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, sekitar 42 juta Ha perlu direhabilitasi, ditambah dengan lahan-lahan hutan yang ditebang setiap tahunnya. (Hasan 2010). Dalam upaya untuk memenuhi kegiatan rehabilitasi hutan tersebut, maka dilakukan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan. Untuk memenuhi program


(16)

2

GERHAN seluas 42 juta Ha dengan perhitungan minimal 4,2 milyar pohon, maka kebutuhan polybag yang diperlukan adalah sebanyak 14.000 ton.

Keuntungan menggunakan polybag diantaranya yaitu biaya lebih murah untuk pembelian polybag dibandingkan pot, mudah dalam perawatan, pengontrolan/pengawasan per individu tanaman lebih jelas untuk pemeliharaan tanaman seperti serangan hama/penyakit, kekurangan unsur hara, tanaman terhindar dari banjir, tertular hama/penyakit, polybag mampu ditambahkan bahan organik/pupuk kandang sesuai takaran, menghemat ruang dan tempat penanaman, komposisi media tanam dapat diatur, serta nutrisi yang diberikan dapat langsung diserap oleh akar tanaman. Adapun kerugiannya adalah benda bermaterial plastik menyisakan masalah bagi lingkungan. Selain itu, kelemahan menggunakan polybag adalah polybag mempunyai daya tahan terbatas (maksimal 2-3 tahun) atau 2-3 kali pemakaian untuk media tanam, kurang cocok untuk usaha skala besar, produktivitas tidak maksimal dibandingkan pada lahan, media tanam akan terkuras/berkurang unsur organik dan media lainnya. Kebanyakan polybag terbuat dari polyethylene yang merupakan produk dari industri minyak bumi. Tidak hanya ada masalah dengan daya urai kantong plastik ini, tetapi juga masalah bahan kimia yang dilepaskan sebagai bagian dari proses pembusukan, organo-chlorine (sangat beracun), methane (gas rumah kaca yang memberikan kontribusi untuk pemanasan global) dan nitrous oxide (Marzoeki 1995).Sebagai perbandingan, plastik konvensional membutuhkan waktu ratusan tahun agar dapat terdekomposisi dengan alam, maka sebagai alternatif pengganti polybag yaitu penggunaan wadah semai organik yang memiliki waktu untuk terdekomposisi dengan alam lebih cepat dibandingkan dengan polybag.

Untuk mengatasi kelemahan dari penggunaan polybag, maka perlu adanya alternatif pengganti polybag yang ramah lingkungan yaitu wadah semai berbahan dasar organik. Wadah semai organik terbuat dari kertas koran bekas dicampur dengan serasah daun dan campuran kompos. Untuk memperkuat wadah semai maka ditambahkan dengan bahan perekat organik yaitu tapioka dan tanin.


(17)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji wadah semai berbahan dasar organik untuk pembibitan Gmelina arborea.

1.3 Hipotesis

Bahan dasar wadah semai dan perekat berpengaruh terhadap pertumbuhan semai Gmelina arborea di rumah kaca.

1.4 Manfaat

Mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman sehingga dapat mereduksi pencemaran lingkungan.


(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polybag

2.1.1 Bahan Dasar

Polybag yang mempunyai bahan dasar plastik dapat merusak lingkungan tanah. Polybag memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat didegradasi oleh mikroorganisme di dalam tanah. Meskipun polybag dapat digunakan sebagai media tanam untuk tanaman, saat ini penggunaan polybag sangatlah tidak ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan bahan dasar polybag ini terbuat oleh polyethylene, yaitu molekul polimer yang sangat panjang dan besar serta terikat dengan sangat kuat sehingga sulit dipisahkan atau diasimilasi oleh bakteri dekomposer (Marzoeki 1995).

2.1.2 Dekomposisi

Dalam penggunaannya sebagai media tanam, polybag bersifat sementara karena hanya digunakan ketika di rumah kaca saja, setelah di lapangan akan dibuang dan menjadi sampah. Menurut Marzoeki (1995) plastik akan terurai di dalam tanah setelah 500-1000 tahun.

2.1.3 Potensi Pencemaran

Menurut Marzoeki (1995), sampah plastik bisa menyumbat saluran air, mengotori lingkungan, mengakibatkan pendangkalan sungai dan mengganggu struktur tanah. Sampah plastik yang terkumpul dalam tanah akan membentuk lapisan kedap air, sehingga mengganggu masuknya air ke dalam tanah. Gangguan masuknya air ke dalam tanah bisa mengakibatkan banjir di musim hujan. Sementara itu jika lapisan sampah plastik berada dibawah tanah yang ditumbuhi tanaman akan menyebabkan tanaman tersebut kesulitan untuk mendapatkan air sehingga pertumbuhannya terganggu.

Pencemaran plastik secara kimiawi akan terjadi bila ada pembakaran sampah plastik. Bahan plastik yang mengandung klorin, misalnya polivinilklorida (PVC) jika dibakar akan mengeluarkan asap pedas yang mengandung bahan-bahan organoklorin yang membahayakan kesehatan, seperti gas hydrogen klorida (HCl) dan dioksin. Gas HCl bila terhisap paru-paru bersama butir-butir air yang ada di udara akan menghasilkan asam klorida cair yang sangat korosif. HCl juga


(19)

bisa bereaksi dengan bahan-bahan campuran dalam PVC yang ikut terurai ketika dibakar.

Bahan berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran plastik PVC adalah dioksin yang bisa merusak kesehatan dan diduga bisa menyebabkan penyakit kanker. Dioksin yang masuk ke dalam tubuh, sekalipun dengan dosis rendah, bisa menimbulkan gangguan sistem reproduksi, sistem kekebalan dan gangguan hormonal. Adanya sampah plastik ini juga dapat menyebabkan polusi udara, konsumsi berlebih, karena penggunaan minyak, gas, batubara yang digunakan dalam proses pembuatan plastik.

2.2. Bahan Organik 2.2.1 Kertas Koran

Kertas Koran adalah kertas yang dibuat khusus untuk mencetak surat kabar. Spesifikasi kertas koran harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu komposisi lembaran mengandung pulp mekanis atau pulp bagas rendemen tinggi minimal 65% dan mempunyai gramatur berkisar antara 45-55gr/m2 (Anonimous, 1980 dalam Ahir, 2005).

Menurut Arlov (1997) dalam (Ahir 2005), kertas koran biasanya mengandung 80-85% pulp mekanis dan 15-20% pulp kimia yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan kertas yang dihasilkan, sehingga tidak mudah putus. Sedangkan Macdonald dan Frankin dalam Ahir (2005), menyebutkan bahwa kertas koran dibuat dari pulp mekanis dengan jumlah 75-80%. Kertas koran dapat dibuat dari kayu, bagase, merang, bamboo dan bahan-bahan berserat.

Menurut Kleinau (1987) dalam (Ahir 2005), kertas bekas biasanya mengandung beberapa material asing seperti tinta, bahan pelapis, kotoran yang menempel, klip kertas dan lainnya. Oleh karena itu proses yang utama dalam pendaur ulangan kertas bekas adalah menghilangkan material yang mengkontaminasi kertas, sehingga serat selulosa yang terdapat didalam kertas bekas dapat diolah kembali.

Keterbatasan sumber serat yang ada di alam mengakibatkan serat sekunder sebagai bahan baku kertas semakin meningkat. Serat sekunder dapat diperoleh dari hasil pengolahan kembali kertas bekas. Untuk industri yang terintegrasi, penggunaan serat sekunder akan mengurangi biaya pengadaan bahan baku serat.


(20)

6

Serat sekunder dapat digunakan 100% karena mengandung serat pendek dan serat panjang.

Kertas koran memiliki peran yang penting, yaitu sebagai salah satu media komunikasi. Setelah digunakan biasanya kertas koran tidak berguna lagi dan dibuang. Usaha pemanfaatan kertas koran bekas untuk pulp dan kertas daripada hanya membuang saja merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada sumber bahan baku konvensional, khususnya kayu yang dewasa ini potensinya semakin terbatas. Dikatakan Fengel dan Wegener (1995) dalam Ahir (2005), limbah kertas sudah merupakan sumber serat yang tidak dapat ditinggalkan dan bahkan akan menjadi penting dikemudian hari disebabkan oleh perbaikan tekhnik pembuatan wadah semai.

2.2.2 Serasah

Serasah merupakan materi organik mati yang terdapat di lantai hutan, sebagian besar tersusun atas tumbuhan mati dan potongan organ, sehingga produksi serasah dapat didefinisikan sebagai berat material yang mati dalam luas area tertentu per satuan waktu. Perkiraan jumlah dan komposisi guguran serasah diperlukan untuk mengetahui siklus nutrient, produksi primer dan menentukan struktur dan fungsi ekosistem sehingga studi kualitatif jatuhan serasah diperlukan dalam ekologi hutan. Meskipun begitu rata-rata produksi hutan diseluruh dunia bervariasi menurut struktur vegetasi, umur tegakan, kondisi geografis (kemiringan) dan perubahan iklim musiman. Mann (1986) dalam Ahir (2005), mengemukan bahwa daun-daun di atas tersusun dari 16% berat kering bebas abu sebagai protein dan yang baru jatuh kandungan proteinnya sekitar 3,1%, sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus, mengalami peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus ini merupakan sumber makanan yang bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis hewan.

2.2.3 Kompos

Tanaman agar dapat berkembang memerlukan makanan berupa zat-zat (unsur) hara di dalam tanah. Keberadaan unsur hara dalam tanah sangat terbatas, bahkan setiap hari diisap oleh tanaman di atasnya. Apabila tidak diimbangi dengan penambahan unsur hara maka dapat dipastikan tanah akan kekurangan


(21)

hara. Untuk menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah, biasanya dilakukan pemupukan.

Pupuk yang diberikan untuk menambah unsur hara ada dua macam ditinjau dari bahan bakunya, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari dedaunan, batang, ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti urea, ZA, TSP, SP-36, KCl.

Persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relatif tinggi sehingga petani cenderung menggunakan pupuk ini. Namun, pada saat ini harga pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCl) semakin naik. Untuk itu, perlu dicarikan pemecahannya yaitu menggunakan kompos. Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi, penguraian, pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Bahan organik ini berasal dari dedaunan, batang, ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun humus adalah hasil proses humifikasi atau perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Proses humifikasi ini dapat berlangsung hingga ratusan tahun (Hetty 1999).

2.3 Perekat Alami 2.3.1 Tanin

Industri bubur kertas banyak menyisakan limbah yang tak terpakai, yaitu berupa kulit kayu. Selama ini kulit kayu akasia (Acacia mangium) belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, kulit kayu akasia yang berasal dari limbah industri pulp ini bisa dimanfaatkan untuk perekat kayu lapis. Dengan demikian, penggunaan perekat urea fomaldehida yang berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan bisa ditekan. Pada perkebunan tanaman industri pulp atau bubur kertas, pohon akasia menjadi andalan. Tanaman ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan beberapa jenis tanaman lainnya. Selain batang pohonnya cocok dijadikan bubur kertas, tanaman ini mempunyai kadar selulosa tinggi dan mampu tumbuh dengan cepat. Pada umur enam hingga delapan tahun, tanaman akasia (Acacia mangium) yang ditanam pada area Hutan Tananam Industri (HTI) dengan perawatan baik sudah


(22)

8

bisa dipanen. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 800 ribu ha Hutan Tananam Industri (HTI) untuk jenis akasia. Hampir semua kayu yang dihasilkan digunakan untuk produksi pulp (bubur kertas) sebagai bahan dasar kertas.

Namun, industri pulp tidak mengambil seluruh bagian dari pohon akasia untuk dijadikan bubur kertas. Hal ini dikarenakan tidak semua bagian pohon akasia sesuai untuk dijadikan pulp. Contoh yang belum dimanfaatkan adalah kulit kayu akasia. Kulit kayu ini pada industri kertas hanya dibiarkan menjadi limbah tak terurus dengan jumlah sekitar puluhan ton per hari. Limbahnya begitu banyak dan belum termanfaatkan dengan baik. Hingga kini belum ada upaya pemanfaatan limbah kulit kayu untuk didaur ulang atau untuk keperluan lain. Padahal kulit kayu akasia masih menyimpan potensi untuk dikembangkan (Subiyakto 2008).

Potensi yang bisa dimanfaatkan pada limbah ini, menurut Subiyakto, adalah polipenol alam, yaitu tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia. Tanin ini, menurut beberapa penelitian, berguna dalam proses perekatan. Berdasarkan hasil ekstraksi kulit kayu akasia, ternyata terdapat kadar tanin sebesar 40 persen. Kadar tanin ini dalam penelitian begitu reaktifit terhadap urea formaldehida, yaitu perekat pada industri kayu lapis.

Menurut Karlinasari (2002), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari unsur C, H, O, dan mengandung senyawa polifenolik. Berdasarkan struktur kimianya tanin dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis adalah ester dari asam galat atau asam fenol karbonat lainnya yang merupakan turunan dari asam galat dengan alkohol multivalen atau gula yang dapat dipecah menjadi unit bermolekular rendah oleh enzim yang terhidrolisis atau oleh asam. Karena kereaktifannya yang rendah terhadap formaldehida maka tanin terhidrolisis menjadi tidak penting pada produksi perekat.

Untuk menekan emisi yang tidak ramah terhadap kesehatan, pemanfaatan tanin merupakan sebuah alternatif terobosan. Manfaat tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia bisa digunakan sebagai perekat tambahan (filler) dalam proses perekatan kayu lapis. Serbuk kulit kayu akasia juga mampu meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit kayu, mengurangi emisi formaldehida dari perekat


(23)

yang digunakan sehingga lebih aman untuk kesehatan dan mengurangi biaya produksi kayu lapis. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan serbuk kulit kayu akasia membuat ongkos produksi kayu lapis lebih ekonomis (Subiyakto 2008).

2.3.2 Tapioka

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak dapat dimakan. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu yang lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, keripik singkong dan lain-lain.

Kegunaan tepung tapioka yang terbuat dari ubi kayu adalah sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.

Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak.

Menurut Radiyanti dan Agusto (1990), pada umumnya masyarakat di Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.

2. Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.

3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.


(24)

10

hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi. 2.4 Tinjauan Umum Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) 2.4.1 Taxonomi Gmelina

Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) termasuk dalam suku Verbenaceae. Nama perdagangan yang umum dikenal adalah Gmelina, di Indonesia secara umum dikenal dengan nama Gmelina. Sedangkan di beberapa tempat terkenal dengan nama diantaranya yaitu : Arakoko, koko, kayu titi (Maluku dan Irian Jaya), yemane, mai saw (Burma), gamar (Bangladesh), gumbar, shiwan (India), dan so-maeo (Thailand) (Martawijaya 1995).

Klasifikasi morfologi Gmelina sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Lamiales Family : Verbenaceae Genus : Gmelina

Spesies : Gmelina arborea Roxb. 2.4.2 Penyebaran

Penyebaran alami Gmelina adalah di Nepal, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Cina Selatan. Di hutan alam jenis ini selalu tersebar dan berkelompok dengan jenis yang lain. Dijumpai di hutan yang selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering menggugurkan daun di India Tengah. Sudah ditanam luas di berbagai negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia jenis ini termasuk kayu asing (exotic spesies) dan mendapat prioritas dalam rangka pembangunan Hutan Tanaman Industri (Sukajadi 1992).

2.4.3 Botani/Morfologi Gmelina

Tanaman Gmelina (G. arborea) merupakan pohon dengan ukuran sedang, tinggi dapat mencapai lebih (30-40) meter, batang silindris, diameter rata-rata 50 cm kadang-kadang mencapai 140 cm. Kayu Gmelina termasuk dalam kategori


(25)

kelas kuat III-IV, dan kelas awet III. (Martawijaya 2005). Kulit halus atau bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau berbulu halus. Bunga kuning terang, mengelompok dalam tandan besar (30-350 bunga per tandan). Daun bersilang, bergerigi, atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran 10-25 cm x 5-18 cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih dari 10-25 mm, berbentuk tabung dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari, penyerbukan umumnya dilakukan dengan bantuan lebah.

Buah Gmelina berupa buah berdaging dengan panjang 20-35 mm, kulit mengkilat, mesokarp lunak, agak manis sedangkan bijinya keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung yang lain runcing. Buah terdiri dari 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang, sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari biji batu. Ukuran benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9 mm. Berat 1000 butir biji batu sekitar 400 gr. Tanaman Gmelina berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran alami beriklim musim, mulai berbunga pada musim kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan (Martawijaya 2005).

2.4.4 Teknik silvikultur

Tanaman G.arborea dapat diproduksi dengan biji, stump, dan stek. Bahan untuk keperluan biji ini dikumpulkan dari tegakan yang baik agar diperoleh tegakan yang baik (Alrasyid dan Widiarti 1992).

Biji atau benih dapat dilakukan penyimpanan pada wadah kedap udara. Biji atau benih dikumpulkan lebih baik ketika buah masih hijau atau kuning. Daya kecambah benih dari buah coklat atau hitam sangat rendah. Biji yang mengapung dalam air sebaiknya tidak dipakai. Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih yang akan ditabur sebaiknya direndam dalam air dingin selama 24-48 jam. Benih umumnya cepat berkecambah dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih dari 100% karena dari satu biji tumbuh lebih dari satu kecambah. Kecambah Gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Bibit Gmelina ditanam pada musim hujan dengan jarak tanam yang umum dipakai 2,5 x 2,5 meter atau 3,5 x 3,5


(26)

12

meter. Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang daun tunas dan ranting pohon (Sukajadi 1992).

2.4.5 Pemanfaatan

Gmelina (G.arborea Roxb.) ringan dan memiliki berat jenis 0,42-0,64. Pada mulanya pohon ini dikenal sebagai penghasil kayu energi, karena kayunya menghasilkan arang berkualitas terbaik, kurang berasap, dan cepat terbakar. Pohon ini juga dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, core kayu lapis, korek api, peti kemas, dan bahan kerajinan kayu (Alrasyid 1991). Martawijaya (1995) menambahkan, bahwa kayu Gmelina bisa juga untuk bahan venir dan kayu lapis, papan partikel dan moulding.

Kayu Gmelina menghasilkan pulp yang berkualitas baik. Pulp semi campuran sesuai digunakan sebagai papan karton atau kertas tulis kualitas rendah, namun pulp (kraft) sesuai digunakan sebagai kertas tulis yang berkualitas tinggi. Akar, kulit batang, daun, buah dan benih dari gemelina digunakan sebagai pengobatan bagi masyarakat Hindu. Buah dan kulit kayu Gmelina digunakan sebagai obat penyakit hati. Gmelina sering ditanam pada kebun kopi dan coklat untuk melindungi pohon muda dan untuk menekan rumput yang berbahaya. Daun dari Gmelina digunakan sebagai makanan ternak. Bunga dari Gmelina menghasilkan nektar yang melimpah yang akan menghasilkan madu yang berkualitas tinggi (Soerianegara dan Lemmens 1994).

2.4.6 Hama dan Penyakit

Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang daun tunas dan ranting pohon (Sukajadi 1992).


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Darmaga selama enam bulan dimulai dari bulan April sampai dengan September 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : semai Gmelina berumur 2 minggu (benih berasal dari laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB) koran bekas, arang sekam, pasir, pupuk aneka kompos, kulit kayu akasia (Acacia mangium), tepung tapioka, serasah yang telah dihaluskan, dan cat.

Alat yang digunakan yaitu alat pencetak kontainer, alat tulis, cangkul, kompor, drum berukuran besar, ember, gelas ukur, gunting, calliper, kamera digital, kalkulator, kertas label, korek api, oven, panci, plastik, rak policup, neraca Ohauss, dan seperangkat komputer.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan wadah semai organik 3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas.

Kertas koran disobek-sobek menjadi ukuran 10 cm x 10 cm kemudian direndam dengan air dalam drum selama 5-6 hari. Setelah kertas koran menjadi bubur kemudian diambil untuk dilakukan penyaringan yang berguna untuk mengurangi kadar air. Pengurangan kadar air bisa juga dilakukan dengan melakukan peremasan pada bubur kertas koran dengan menggunakan tangan. 3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas.

Bahan pencampur yang digunakan adalah serasah daun yang berasal dari jenis jati (Tectona grandis), dimana serasah tersebut sebelumnya dilakukan penghalusan, agar memudahkan pencampuran dengan bubur kertas dan pupuk kompos yang dijual di pasar. Tannin yang merupakan extraksi dari kulit kayu akasia (Acacia mangium), pupuk kompos.


(28)

14

3.3.1.3 Pencampuran

Pencampuran antara pulp atau bubur kertas dengan bahan pencampur lainnya dengan perbandingan sebagai berikut:

1. Kertas koran 100% (KKO)

2. Kertas koran 100% + Perekat Tanin 5% (KKTn5) 3. Kertas koran 100% + Perekat Tapioka 5% (KKTp5) 4. Kertas koran + Serasah (50:50) (KKSrO)

5. Kertas koran + Serasah + Perekat Tanin 5% (KKSrTn5) 6. Kertas koran + Serasah + Perekat Tapioka 5% (KKSrTp5) 7. Kertas koran + Kompos (50:50) (KKKO)

8. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tanin 5% (KKKTn5) 9. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tapioka 5% (KKKTp5) 3.3.1.4 Pemberian perekat

Perekat yang digunakan berasal dari tepung tapioka dengan konsentrasi 5%, tanin 5%, dan tanpa perekat (0%). Semua bahan pada tahapan sebelumnya dilakukan pencampuran dengan tahapan ini. Pengadukan dilakukan secara manual dan diharapkan dalam pengadukan semerata mungkin agar media dan perekat benar-benar menyerap. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah berapa jumlah air yang harus diberikan pada saat pembuatan perekat dan berapa kadar air yang terdapat pada media. Hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi kelebihan dalam pemberian air, baik terhadap pembuatan perekat itu sendiri maupun kadar air yang terdapat di dalam koran.

3.3.1.5 Pencetakan

Pencetakan dilakukan secara manual dengan menggunakan alat pencetak wadah semai. Kontainer di oven pada suhu 800 C selama 2 hari (Gambar 1a), setelah itu dilakukan perapihan dengan memotong bagian bawah kontainer agar dapat berdiri (Gambar 1b).


(29)

3.3.2 Persiapan Benih Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

Benih Gmelina berukuran kecil dan keras. Pada penelitian ini perlakuan benih sebelum proses penyapihan adalah benih direndam dengan menggunakan air selama 24 jam. Setelah perendaman benih ditabur ke dalam media semai. 3.3.3 Perkecambahan benih

Persiapan media. Media yang digunakan dalam pengecambahan adalah pasir halus, sedangkan untuk media sapih digunakan media dengan komposisi tanah (subsoil) dicampur dengan arang sekam dengan perbandingan 1:1.

Perkecambahan benih. Benih Gmelina dikecambahkan berasal dari laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Dramaga. Benih Gmelina (Gmelina arborea (Roxb.)) sebanyak 1 kg disebar secara merata pada bak kecambah berukuran ± 25 cm x 30 cm. Sebelum benih ditabur dapat dicampur dengan pasir halus agar tersebar merata. Perbandingan benih dan pasir adalah 1:1 (v/v). Pemeliharaan selama pengecambahan yaitu dengan menyiram dua kali sehari, pagi dan sore.

3.3.4 Penyapihan semai

Setelah benih Gmelina tumbuh menjadi semai dan memiliki 2-3 pasang daun selebar ±0,7-1 cm, semai dipindahkan kedalam wadah semai organik yang berisi media campuran berupa tanah (subsoil) sebanyak 2/3 volume dari wadah semai organik, dan arang sekam.

Teknik penyapihan semai Gmelina dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Persiapan media penyapihan. Media yang digunakan berupa campuran

tanah subsoil dan arang sekam dengan perbandingan 1:1. Ditempatkan dalam wadah semai organik dan disiram sampai jenuh.

b. Pencabutan semai dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar. Sebelum semai dicabut, media pengecambahan disiram sampai basah, tujuannya agar mempermudah semai untuk dicabut. Saat pencabutan, media pengecambahan diusahakan terbawa agar akar tetap utuh dan tidak rusak.

c. Penanaman dalam wadah semai organik dengan cara melubangi tanah sedalam ± 2,5 cm dengan ranting lalu menanam semai dalam lubang


(30)

16

tersebut hingga bagian akar terbenam, kemudian dilakukan penyiraman secara hati-hati agar semai yang baru ditanam tidak roboh.

Jumlah semai yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 50 kali ulangan. 3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan

Pemeliharaan semai yang meliputi pembersihan media dari rumput (gulma), penyiraman tanaman yang dilakukan setiap hari (pagi dan sore), dan pemupukan.

Pemupukan dilakukan setiap 1 minggu sekali dimulai ketika semai berumur 1 BSP (bulan setelah penyapihan). Pupuk yang digunakan berupa pupuk daun (gandasil-D) dengan dosis 1 gram untuk 1 liter air.

3.3.6 Pemanenan bibit

Pemanenan dilakukan dengan cara menghancurkan wadah semai organik kemudian memisahkan tanaman dengan tanah. Hal ini dilakukan dengan hati-hati agar akar tanaman tidak ikut tercabut ketika dipisahkan dengan tanah. Setelah itu bagian pucuk dan akar tanaman dipisahkan menggunakan pisau carter kemudian masing-masing bagian ditimbang.

3.3.7 Pengamatan pertumbuhan

Parameter yang diamati dalam pengamatan uji ketahanan wadah semai organik adalah:

1. Tinggi semai; diukur 2 minggu sekali selama 3 bulan (12 minggu) menggunakan penggaris. Kotiledon (daun pertama) digunakan sebagai batas terbawah dan pucuk semai sebagai batas teratas.

2. Diameter semai; diukur pada awal dan akhir pengamatan (±2 cm dari permukaan tanah) dengan menggunakan calliper.

3. Berat Basah Pucuk (BBP) dan Berat Basah Akar (BBA); diperoleh dengan memisahkan bagian pucuk dan akar semai setelah pemanenan lalu masing-masing bagian ditimbang dengan neraca Ohauss.

4. Bobot Kering Total (BKT); dihitung pada akhir pengamatan. Akar dan pucuk dipisah lalu dioven pada suhu 105ºC selama 1 hari (24 jam) ditimbang dengan neraca Ohauss. Didapat bobot kering pucuk dan akar. Berat Kering Total (BKT) adalah jumlah dari berat kering pucuk dan akar.


(31)

5. Penghitungan Nisbah Pucuk Akar (NPA): NPA = Berat Kering Pucuk (gram)

Berat Kering Akar (gram)

6. Analisis kandungan unsur hara (N, P, K, ) pada media tumbuh dan analisis jaringan pada daun Gmelina dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan faktorial sebagai berikut:

Faktor 1 (bahan baku) yaitu : M1 : Kertas Koran

M2 : Kertas Koran + Serasah M3 : Kertas Koran + Kompos Faktor 2 (perekat) yaitu : K0 : Tanpa perekat 0% K1 : Tannin 5%

K3 : Tapioka 5%

Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj +

ε

ijk

Keterangan :

Y

ijk : Nilai respon pengamatan

µ

: Nilai rata-rata umum

Ai : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan bahan baku ke-i Bj : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan perekat ke-j AiBj : Nilai pengaruh interaksi antara bahan baku dan perekat

ε

ijk : Nilai galat dari unit percobaan yang diberikan taraf i faktor perlakuan

bahan baku dan taraf j faktor perlakuan perekat pada ulangan ke-k Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0: Gmelina arborea Roxb. dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai


(32)

18

H1: Gmelina arborea Roxb. tidak dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai

berbahan organik

Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

Jika F hitung ≤ F table, maka terima H0

Jika F hitung > F table, maka terima H1

Apabila hasil uji menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut yaitu Uji Duncan.


(33)

Gambar 2 Bagan alur kegiatan penelitian

Pengujian 12 minggu di rumah kaca Koran

bekas

Serasah Kompos

Kadar air

Pemberian perekat perePhPPerPereka

Penanaman dengan bibit Gmelina perePhPPerPerekat

Bubur kertas

Pencampuran media

Penghalusan

Pencetakan perePhPPerPerek Perekat

tapioka 5% tannin 5%

Oven suhu 80 °◦C/2

hari

Pengujian secara kualitatif Limbah


(34)

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Pertumbuhan tinggi semai Gmelina selama 3 Bulan Setelah Penyapihan

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata pertumbuhan tinggi semai gmelina umur 3 BSP

Sumber

Keragaman Db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

Hitung P

Media (M) 2 14877.40604 7438.70302 316.09* <.0001 Perekat (K) 2 147.62791 73.81396 3.14* 0.0444

M*K 4 692.84196 173.21049 7.36* <.0001

Galat 441 10378.40240 23.53379

Total 449 26096.27831

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran, perekat dan interaksi perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 2 Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP

Bahan Dasar

Perekat

0 Tanin 5% Tapioka 5%

Kertas koran 22.34c 21.98e 18.76f

Kertas koran + Serasah 24.03cd 24.38c 22.40de

Kertas koran + Kompos 34.81a 32.26b 35.85a

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) saling berbeda nyata dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKTp5 saling berbeda nyata dengan perlakuan media KKO dan KKTn5. Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5% (KKSrTn5)


(35)

menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap media kertas koran + serasah (KKSrO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5) tidak berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos (KKKO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling berbeda nyata dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas koran kompos tapioka 5% (KKKTp5) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa pengaruh interaksi perlakuan media KKKTp5 memiliki nilai rata-rata tinggi yang paling besar yaitu sebesar 35.85 cm terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina.

Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa perekat 0% (K1) memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina dibandingkan dengan perekat tapioka 5% (K3) dan perekat tanin 5% (K2). Pengaruh faktor perlakuan tanpa perekat terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi lebih besar daripada perlakuan perekat tanin dan perekat tapioka (Tabel 3) yaitu sebesar 27.06 cm. Pengaruh faktor perlakuan perekat tanin (K2) dan perekat tapioka (K3) memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa perlakuan perekat tanin (K2) mengalami peningkatan sebesar -3.16%, sedangkan perlakuan perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar -5.13% terhadap perlakuan tanpa perekat (K1). Tabel 3 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap tanpa perekat (%)

K1 (tanpa perekat) 27.0653a 0

K2 (perekat tanin 5%) 26.2093ab -3.16

K3 (perekat tapioka 5%) 25.6747b -5.13

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa untuk faktor media kertas koran kompos (M3) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina. Perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda nyata dengan media kertas serasah (M2) dan media kertas koran (M1). Pengaruh faktor


(36)

22

perlakuan media kertas koran kompos terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi yang lebih besar daripada perlakuan media kertas koran serasah dan kertas koran (Tabel 4) yaitu sebesar 34.31 cm. Pengaruh faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa perlakuan media kertas koran kompos (M3) mengalami peningkatan sebesar 63.14%, sedangkan pada perlakuan media kertas koran serasah memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media kertas koran (M1).

Tabel 4 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap media kertas koran (%) M3 (kertas koran kompos) 34.3107a 63.14

M2 (kertas koran serasah) 23.6080b 12.25

M1 (kertas koran) 21.0307c 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 3 Grafik pertumbuhan tinggi semai Gmelina selama 12 minggu


(37)

4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina Selama 3 BSP

Pengukuran diameter dilakukan setiap dua minggu sekali selama 3 bulan. Data yang digunakan adalah data pengukuran bulan ke tiga dikurangi bulan ke nol.

Tabel 5 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata pertumbuhan diameter semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Keragaman Db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

Hitung P

Media (M) 2 0.04168933 0.02084467 18.59* <.0001 Perekat (K) 2 0.01255600 0.00627800 5.60 * 0.0040

M*K 4 0.00621867 0.00155467 1.39tn 0.2375

Galat 441 0.49435400 0.00112098

Total 449 0.55481800

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran dan perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan uji lanjut Duncan pada table 6, perlakuan perekat tapioka memiliki nilai rata-rata diameter yang lebih besar daripada perlakuan perekat tannin dan tanpa perekat terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina. Faktor perlakuan perekat tapioka memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina ditunjukkan pada Tabel 6 bahwa perlakuan perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar 4.05% terhadap faktor perlakuan tanpa perekat (K1), sedangkan pada faktor perekat tanin (K1) mengalami peningkatan sebesar 0.14%.

Tabel 6 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

tanpa perekat (%)

K3 (perekat tapioka) 0.2927a 4.05

K2 (perekat tanin) 0.2817b 0.14

K1 (tanpa perekat) 0.2813b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji


(38)

24

Berdasarkan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan media kertas koran serasah (M2) terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina memiliki nilai rata-rata diameter lebih besar daripada perlakuan media kertas koran kompos (M3) dan media kertas koran (M1) (Tabel 7). Faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 7 bahwa perlakuan media kertas koran kompos mengalami peningkatan sebesar 2.88% terhadap perlakuan media kertas koran.

Tabel 7 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

media kertas koran (%)

M2 (kertas koran serasah) 0.2725c -5.21

M3 (kertas koran kompos) 0.2958a 2.88

M1 (kertas koran) 0.2875b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil pengukuran pada awal pengamatan (minggu 0 = m0) dan akhir (minggu ke 12 = m12) pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran mengalami pertambahan (Gambar 3).

Gambar 4 Hasil pengukuran diameter semai Gmelina pada awal dan akhir pengamatan

0.15 0.29

0.17 0.28

0.21 0.31

0.14 0.28

0.16

0.27 0.29

0.14 0.19

0.29

0.15 0.27

0.15 0.29


(39)

4.1.3 Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar penting dihitung karena menunjukkan keseimbangan antara penyerapan unsur hara dan air oleh akar dengan proses transpirasi melalui tajuk.

Hasil sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa pada perlakuan media, perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nisbah pucuk akar semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 8 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nisbah pucuk akar semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Keragaman Db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

Hitung P

Media (M) 2 2.61442222 1.30721111 5.00* 0.0077 Perekat (K) 2 8.62573651 4.31286825 16.51* <.0001

M*K 4 6.71028889 1.67757222 6.42* <.0001

Galat 180 47.01933333 0.26121852

Total 188 64.96978095

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Tabel 9 Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar semai Gmelina umur 3 BSP

Bahan Dasar

Perekat

0 Tanin 5% Tapioka 5%

Kertas Koran 1.48bc 1.53b 1.41bc

Kertas koran + Serasah 0.96d 1.44bc 1.31bc Kertas koran + Kompos 1.22bcd 2.13a 1.16cd

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) tidak berbeda nyata dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) dan perlakuan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5% (KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap media kertas koran + serasah (KKSrO), tetapi tidak berbeda nyata terhadap media kertas koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) berpengaruh positif terhadap nilai NPA semai Gmelina. Perlakuan media KKKTn5 berbeda nyata dengan media kertas koran +


(40)

26

kompos (KKKO) dan media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5). Faktor perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 9 bahwa pengaruh interaksi perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) memiliki nilai rata-rata nisbah pucuk akar yang paling besar yaitu sebesar 2.13 gram.

Uji lanjut Duncan pada perlakuan perekat (Tabel 10) menunjukkan perlakuan perekat tanin (K2) berbeda nyata dengan perlakuan perekat tapioka (K3) dan tanpa perekat (1) dengan rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.70 gram. Tabel 10 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur

3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

tanpa perekat (%)

K2 (perekat tanin) 1.7019a 40.02

K3 (perekat tapioka) 1.2918b 6.28

K1 (tanpa perekat) 1.2154b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Uji lanjut Duncan pada perlakuan media (Tabel 11) menunjukkan perlakuan media kertas koran kompos (M3) memiliki rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.49 gram. Perlakuan media kertas koran kompos (M3) dan perlakuan media kertas koran (M1) berbeda nyata dengan perlakuan media kertas koran serasah (M2).

Tabel 11 Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kertas koran (%)

M3 (kertas koran kompos) 1.4997a 1.88

M2 (kertas koran serasah) 1.2375b -15.92

M1 (kertas koran) 1.4719a 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji


(41)

Gambar 5 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Akar dan Berat Kering Pucuk semai Gmelina umur 3 BSP

Gambar 6 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Nisbah Pucuk Akar semai Gmelina umur 3 BSP

4.1.4 Berat Kering Total

Berat kering total digunakan sebagai parameter pertumbuhan tanaman karena dianggap sebagai hasil dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering tanaman bagian atas dan berat kering tanaman yang ada dalam tanah (akar). Berat kering menggambarkan hasil fotosintesis netto tanaman. Tanaman

Perlakuan Perlakuan


(42)

28

yang memiliki berat kering total yang tinggi memiliki perkembangan sel-sel jaringan cepat dan produktivitas yang tinggi berarti pertumbuhan tanaman baik.

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap berat kering total semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 12 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nilai Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Keragaman Db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F

Hitung P

Media (M) 2 5.44971534 2.72485767 53.74* <.0001 Perekat (K) 2 0.06854074 0.03427037 0.68tn 0.5100

M*K 4 0.12754180 0.03188545 0.63 tn 0.6425

Galat 180 9.12626667 0.05070148

Total 188 14.77206455

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Uji Duncan pada berat kering total semai Gmelina tidak dilakukan karena hasil uji pada perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Perlakuan media kertas koran dan perekat pada media tumbuh dapat meningkatkan berat kering total semai Gmelina sebesar 1.81% - 81.81%. Berat kering total semai Gmelina terbaik diperoleh pada perlakuan media kertas koran kompos tanpa perekat (KKKO) dengan berat 1.00 gram atau meningkat sebesar 81.81% sedangkan berat terkecil diperoleh pada media berbahan dasar kertas koran tanpa perekat (KKO) dan media dengan bahan dasar kertas koran + tanin 5% (KKTn5) yaitu sebesar 0.55 gram (Tabel 13).

Tabel 13 Nilai berat kering total semai Gmelina pada umur 3 BSP

Perlakuan BKT rata-rata (gram) Peningkatan (%)

KKO 0.54 -

KKTn5 0.55 -

KKSrTp5 0.56 1.81

KKTp5 0.59 7.27

KKSrTn5 0.59 7.27

KKSrO 0.62 12.72

KKKTp5 0.89 61.81

KKKTn5 0.92 67.27


(43)

Gambar 7 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP

4.1.5 Hasil Analisis Kimia Wadah semai

Analisis kimia wadah semai dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Analisis kimia wadah semai bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan unsur nitrogen (N), fospor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), timbal (Pb), dan karbon (C) pada wadah semai, serta untuk mengetahui jumlah kandungan unsur (N), pospor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg) pada jaringan tanaman Gmelina (Tabel 14). Tabel 14 Hasil analisis kimia wadah semai Gmelina

Jenis Perlakuan

C N P K Ca Mg Fe Cu Zn

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (ppm) (ppm) (ppm) KKO 54.51 0.42 0.05 0.04 2.30 0.46 660 20 40 KKSrO 52.00 0.63 0.11 0.11 9.90 1.38 1,100 40 60 KKKO 46.54 0.70 0.21 0.25 4.63 3.00 2,755 45 80 KKTp5 55.15 0.35 0.06 0.07 4.63 0.81 549 15 40 KKSrTp5 52.62 0.91 0.15 0.12 8.23 1.86 1,475 30 68 KKKTp5 35.00 1.18 0.39 0.33 6.20 2.60 6,480 35 75 KKTn5 54.21 0.28 0.07 0.10 5.74 0.73 1,345 15 30 KKSrTn5 51.98 0.66 0.10 0.14 8.88 1.38 1,395 35 55 KKKTn5 37.34 1.15 0.33 0.38 6.43 2.95 5,155 40 75


(44)

30

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai unsur C terbesar terletak pada perlakuan KKTp5, KKO, KKTn5 yaitu sebesar 55,15%, 54,51%, 54,21%, untuk perlakuan KKKTp5 jumlah unsur C sangat rendah yaitu sebesar 35,00%. Kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 1,18% dan 1,15% sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKTn5, KKTp5, KKO sebesar 0,28%, 0,35%, 0,42%. Pada perlakuan KKO jumlah unsur P, dan K sangat rendah sebesar 0,05% dan 0,04% sedangkan nilai pospor (P) terbesar terdapat pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 0,39% dan 0,33% . Untuk nilai unsur Kalium (K) terbesar terdapat pada perlakuan KKKTn5 dan KKKTp5 sebesar 0,38% dan 0,33%.

Tabel 15 Hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina Jenis

Perlakuan

N P K Ca Mg

(gram)

KKO 0.23 0.06 0.53 0.07 0.09

KKSrO 0.19 0.08 0.58 0.05 0.09

KKKO 0.46 0.17 1.58 0.08 0.21

KKTp5 0.19 0.07 0.55 0.10 0.14

KKSrTp5 0.24 0.08 0.65 0.05 0.09

KKKTp5 0.42 0.14 1.08 0.12 0.21

KKTn5 0.17 0.07 0.61 0.07 0.11

KKSrTn5 0.37 0.09 0.79 0.05 0.14

KKKTn5 0.60 0.19 1.61 0.09 0.20

Berdasarkan hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina (Tabel 15) diketahui bahwa pada tanaman gmelina yang terdapat di perlakuan KKKO (Koran+Kompos), KKKTp5 (Koran+Kompos+Tapioka) dan KKKTn5 (Koran+Kompos+Tanin) menyerap jumlah unsur nitrogen (N) lebih banyak dibandingkan perlakuan lain yaitu berturut-turut 0,46 gram, 0,42 gram dan 0,60 gram. Adapun nilai serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KKSrO (Koran+Serasah), KKTp5 (Koran+Tapioka) dan KKTn5 (Koran+Tanin), yaitu sebesar 0.19 gram, 0.19 gram dan 0,17 gram. Unsur pospor (P) paling banyak diserap oleh tanaman gmelina terdapat pada perlakuan KKKTn5 dan KKKO yaitu


(45)

0,19 gram dan 0,17 gram sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKO (Koran), KKTp5 (Koran+Tapioka), dan KKTn5 (Koran+Tanin).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi, pertambahan diameter, nisbah pucuk-akar, berat kering total, analisis kimia media semai dan analisis jaringan pada daun Gmelina. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran, perekat dan interaksi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%. Faktor perlakuan media kertas koran kompos memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa persen peningkatan perlakuan media kertas koran kompos (M3) sebesar 63.14% terhadap perlakuan media kertas koran (M1). Menurut Indriani (2001) sifat baik dari kompos yang merupakan pupuk organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah relatif kecil, dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat, membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman. Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah dari pupuk organik masih lebih kecil dibanding pupuk organik secara umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut : kebutuhan tanah bertambah, adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka panjang. Sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki. (Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya perbaikan struktur tanah). Sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik yang ada menjadi hidup (Indriani, 2001).

Disamping itu, menurut Indriani (2001) kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: memperbaiki struktur tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir, menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, mengandung hara yang lengkap, memberi


(46)

32

ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan (Tabel 2), menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) saling berbeda nyata dengan media kertas koran (KKO) dan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5% (KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan media kertas koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5) saling berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling berbeda nyata dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas koran + tanin (KKTn5%) memiliki tinggi sebesar 21.98 cm, nilai itu tidak lebih besar dari 34.81 cm yaitu pada perlakuan media kertas koran + kompos (KKKO), sedangkan pada perlakuan media kertas koran + kompos + tapioka (KKKTp5) memiliki nilai rata-rata tinggi terbesar yaitu 35.85 cm.

Pengaruh faktor perlakuan perekat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa peningkatan perlakuan tanpa perekat (K1) memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 27.06 cm, nilai itu tidak lebih kecil dari 26.20 cm yang ditunjukkan pada perlakuan perekat tanin (K2), sedangkan pada perlakuan perekat tapioka (K3) memiliki rata-rata terkecil yaitu sebesar 25.67 cm. Pada perlakuan perekat tanin (K2) mengalami peningkatan sebesar -5.41%, sedangkan pada perlakuan perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar -3.16% terhadap perlakuan tanpa perekat, artinya perlakuan perekat memberikan pengaruh yang lambat pada pertumbuhan semai Gmelina.

Berdasarkan uji lanjut Duncan semai Gmelina pada Tabel 4, menunjukkan bahwa untuk faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda nyata dengan media kertas serasah (M2) dan media kertas koran (M1). Pengaruh faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina, Pada perlakuan media kertas koran serasah (M2) memiliki rata-rata sebesar 23.60 cm dan memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media kertas koran (M1). Pengaruh faktor perlakuan media kertas koran kompos terhadap


(47)

pertumbuhan tinggi semai Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi yang terbesar yaitu sebesar 34.31 cm dan mengalami peningkatan sebesar 63.14%.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 6) pengaruh faktor perlakuan perekat tapioka memiliki nilai rata-rata diameter yang lebih besar daripada perlakuan perekat tanin dan tanpa perekat yaitu sebesar 0.29 cm. Faktor perlakuan perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar 4.05%, sedangkan pada faktor perlakuan perekat tanin (K1) mengalami peningkatan sebesar 0.28%. Faktor perlakuan perekat tapioka (K3) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina.

Pengaruh faktor perlakuan media pada uji lanjut Duncan (Tabel 7) bahwa perlakuan dengan media kertas koran (M1), media kertas koran serasah (M2), dan media kertas koran kompos (M3) menunjukkan pengaruh yang saling berbeda nyata. Bila dibandingkan dengan perlakuan media kertas koran (M1), perlakuan media kertas koran serasah (M2) memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 0.27 cm dan mengalami peningkatan sebesar -5.21%, sedangkan pada perlakuan media kertas koran kompos (M3) memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 0.29 cm. Faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 7 bahwa perlakuan media kertas koran kompos mengalami peningkatan sebesar 2.88% terhadap perlakuan media kertas koran.

Rasio pucuk-akar merupakan hasil perhitungan yang membandingkan antara biomassa pucuk dengan biomassa akar tanaman. Sehingga, besarnya nilai rasio pucuk-akar tanaman sangat ditentukan oleh pertumbuhan pucuk dan akar tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 8) rasio pucuk akar perlakuan perekat dan interaksi media dan perekat menunjukkan pengaruh yang nyata, tetapi untuk media kertas koran tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nisbah pucuk akar semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) tidak berbeda


(48)

34

nyata dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) dan perlakuan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5% (KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap media kertas koran + serasah (KKSrO), tetapi tidak berbeda nyata terhadap media kertas koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) berpengaruh positif terhadap nilai NPA semai Gmelina. Perlakuan media KKKTn5 berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos (KKKO) dan media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5). Faktor perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 10 bahwa pengaruh interaksi perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) memiliki nilai rata-rata nisbah pucuk akar yang paling besar yaitu sebesar 2.13 gram.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 10) pengaruh faktor perlakuan perekat tanin (K2) memiliki nilai rata-rata rasio pucuk akar yang lebih besar daripada perlakuan perekat tapioka (K3) dan tanpa perekat yaitu sebesar 1.70 gram. Faktor perlakuan perekat tanin (K2) mengalami peningkatan sebesar 40.02%, sedangkan pada faktor perlakuan perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar 6.28% tehadap perlakuan tanpa perekat. Faktor perlakuan perekat tanin (K2) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina.

Pengaruh faktor perlakuan media pada uji lanjut Duncan (Tabel 11) bahwa perlakuan dengan media kertas koran (M1) dan media kertas koran kompos (M3) menunjukkan pengaruh yang saling berbeda nyata, tetapi pada media kertas koran serasah (M2) menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Bila dibandingkan dengan perlakuan media kertas koran (M1), perlakuan media kertas koran serasah (M2) memiliki nilai rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.23 gram dan mengalami peningkatan sebesar -15.92%, sedangkan pada perlakuan media kertas koran kompos (M3) memiliki nilai rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.49 gram. Faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 11 bahwa perlakuan media kertas koran kompos mengalami peningkatan sebesar 1.88% terhadap perlakuan media kertas koran.


(49)

Uji lanjut Duncan pada perlakuan perlakuan perekat (Tabel 11) menunjukkan bahwa perlakuan perekat tanin (K2) berbeda nyata dengan perlakuan perekat tapioka (K3) dan tanpa perekat (1). Kisaran nilai NPA dari hasil perlakuan perekat adalah 1.21 – 1.70. NPA terbaik terdapat pada perlakuan tanpa perekat (K1) dengan nilai sebesar 1.21 sedangkan terjelek pada perlakuan perekat tanin (K2) yaitu 1.70. Sedangkan untuk uji lanjut Duncan pada perlakuan media (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran kompos (M3) dan perlakuan media kertas koran (M1) berbeda nyata dengan perlakuan media kertas koran serasah (M2). Kisaran nilai NPA dari perlakuan media adalah 1.23 – 1.49. NPA terbaik terdapat pada perlakuan media kertas Koran serasah dengan nilai sebesar 1.23 sedangkan terjelek pada perlakuan media kertas Koran kompos (M3) yaitu 1.49. Menurut Sari (2002) dalam (Fiona 2010), nilai nisbah pucuk akar yang mendekati nilai 1 lebih baik untuk daerah-daerah tropis dengan intensitas cahaya matahari cukup tinggi, NPA yang rendah memberikan indikasi ketahanan dan pertumbuhan yang baik.

Untuk mengetahui pertumbuhan semai Gmelina, perlu dilakukan pengukuran biomassa tanaman. Pengukuran biomassa bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan hara dalam tanah yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan dan kegiatan fisiologis lainnya. Berdasarkan analisis sidik ragam Tabel 13 berat kering total semai Gmelina, perlakuan media memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95%. Uji Duncan tidak dilakukan pada berat kering total semai Gmelina karena hasil uji tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan media kertas koran (KKO) memberikan nilai rata-rata berat kering total terendah yaitu sebesar 0.54 gram. Sedangkan pada perlakuan media kertas koran kompos tanin (KKKTn5) memiliki berat kering total dengan rata-rata 0.92 gram atau memberikan peningkatan berat kering total sebesar 67,27%. Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan oleh media kertas koran kompos (KKKO) yaitu sebesar 81.81%, dengan rata-rata nilai berat kering total sebesar 1.00 gram.

Analisis jaringan dimaksudkan untuk mengetahui serapan suatu unsur tertentu. Berdasarkan hasil analisis kimia media semai Gmelina pada Tabel 14 diketahui perlakuan KKTp5 memiliki nilai tertinggi untuk kandungan unsur C


(50)

36

yaitu sebesar 55.15% sedangkan pada perlakuan KKKTn5 kandungan unsur C rendah sebesar 37.34. Untuk rata-rata kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan KKSrTp5 yaitu sebesar 1.18%, sedangkan rata-rata unsur N terendah terdapat pada perlakuan KKTn5 sebesar 0.28. Perlakuan KKKTp5 memiliki rata-rata kandungan unsur P sebesar 0.39%. Kandungan unsur K rendah pada perlakuan KKO yaitu sebesar 0.04% tetapi nilai unsur tersebut tidak lebih besar dari 0.38% pada perlakuan KKTn. Nilai kandungan unsur Ca tertinggi terdapat pada perlakuan KKSrO sebesar 9.90% dan terendah sebesar 2.30% pada perlakuan KKO. Pada perlakuan KKKO kandungan unsur Mg terbesar yaitu sebesar 3.00% sedangkan pada perlakuan KKO kandungan unsur Mg terkecil yaitu sebesar 0.46%.

Selain faktor genetis, semai Gmelina juga dipengaruhi faktor lingkungan seperti penerimaan cahaya, ruang tumbuh dan media tumbuh. Penelitian ini lebih menekankan pada pengaruh wadah tumbuh yang mengandung unsur hara pada berbagai perlakuan terhadap pertumbuhan semai Gmelina.

Wadah semai memiliki peran yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Jenis wadah yang digunakan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dan air. Wadah yang baik adalah yang dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang seimbang dan memiliki sifat fisik yang baik (remah dan mampu menopang pertumbuhan). Kelebihan atau kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal.

Hasil pengamatan menunjukkan semai Gmelina pada media yang diberi perlakuan media kertas koran kompos memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada media kertas koran + tapioka 5% . Secara umum perlakuan media kertas koran kompos + tapioka 5% dapat meningkatkan perkembangan akar. Media tanah subsoil merupakan tanah yang miskin hara, sebagian besar haranya berada dalam kondisi terikat dan memiliki struktur tanah lebih mampat sehingga mengakibatkan perkembangan akar terganggu dan pertumbuhan tanaman pun tidak optimal. Oleh karena itu perkembangan akar pada perlakuan media selain kertas koran kompos dan serasah menjadi terhambat. Dwidjoseputro (1984) dalam Fiona (2010) menyebutkan bahwa panjang pendeknya akar dipengaruhi oleh


(51)

faktor pembawaan (genetis) dan faktor-faktor luar (lingkungan) seperti keras lunaknya tanah, banyaknya air, jauh dekatnya air tanah. Oleh sebab itu Gmelina yang tumbuh pada wadah semai yang dicampur dengan kompos dan serasah memiliki pertumbuhan akar yang lebih bagus.


(1)

faktor pembawaan (genetis) dan faktor-faktor luar (lingkungan) seperti keras lunaknya tanah, banyaknya air, jauh dekatnya air tanah. Oleh sebab itu Gmelina yang tumbuh pada wadah semai yang dicampur dengan kompos dan serasah memiliki pertumbuhan akar yang lebih bagus.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Komposisi media dan perlakuan bahan dasar wadah semai dan perekat berpengaruh terhadap pertumbuhan semai Gmelina arborea dan dapat digunakan sebagai wadah semai di rumah kaca.

2. Perlakuan kompos, tanin dan interaksi keduanya secara signifikan meningkatkan pertumbuhan semai Gmelina.

3. Faktor perekat tanin dan komposisi media kompos merupakan perlakuan terbaik untuk pertumbuhan bibit Gmelina.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang sama mengenai tanin dan kompos dengan dosis perekat yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan wadah semai yang digunakan selain dari perlakuan pada penelitian ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahir J. 2005. Wadah Semai Ramah Lingkungan [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Alrasyid H, Widiarti A. 1992. Teknik Penanaman dan Pemungutan Hasil Gmelina arborea. Petunjuk Teknis No 36, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. 11 Hal.

Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika, Membedakan Alam Tropika, Afrika, Asia, Pasifik dan Dunia Baru. Tanuwijaya U, penerjemah. Dengan judul asli: Element of Tropical Ecology. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Fiona F. 2010. Pemanfaatan Arang Sekam Untuk Memperbaiki Pertumbuhan

Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) Pada Media Subsoil [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Noorwijk M van, Suprayogo D. 2002. Intetraksi antara pohon-tanah-tanaman semusim: Kunci keberhasilan kegagalan dalam sistem agroforestri. Di dalam: Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor. Wanulcas : Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor: International Centre for Research in Agroforestry. hlm 19-42.

Hasan Z. 2010. 42 Juta Ha Hutan Indonesia Gundul. http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view &id=11677&Itemid=825. [25 Januari 2010].

Hety YI. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

[ICRAF] International Centre for Research in Agroforetry. 2000. Ketika kebun berupa hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. Bogor.

Indrata H. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jakarta : Bina Aksara.

Indriani. 2001. Pembuatan Kompos Tani Muda. www.wahyuaskari.wordprees. com/literatur/pembuatan-kompos. [20 Januari 2010]

Karlinasari L, Roffael E, Achmadi SS. 2002. Utilization of Tannin from the Bark of Acacia mangium in Resin System. Journal of Forest Products Technology 15 (1): 1-2.

Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mandang Y dan Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Di Lapangan. Bogor : Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumberdaya Manusia Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana K, Mandang YS, Prawira SA, Kadir K. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.


(4)

Marzoeki, A. 1995. Daur ulang plastik. http://achmadmarzoekiblogspot.com/2008 /03/daur-ulang-plastik.html. [22 Desember 1995].

Masyud. 2009. Masyarakat Kunci Keberhasilan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/5906.html. [1 Desember 2009] Nair PKR. 1987. An Introduction to Agroforestry.Dordrecht-Netherlands: Kluwer

Academic Publishers.

Nurhasyibi. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I. Bogor : Balai Teknologi Perbenihan, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan.

Radiyati T, Agusto WM. Tepung tapioka (perbaikan). Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990 Hal. 10-13.

RHMJ Lemmens and I Soerianegara. 1994. Timber trees : Major Commercial Timbers. Plant resources of South - East Asia No. 5 (1) PROSEA Foundation, Bogor. Indonesia.

Saputra, D. 2009. Luas Hutan Indonesia Makin Mengecil. www.mediaindonesia. com/read/2009/11/11/10100/Luas-Hutan-Indonesia-Makin-Mengecil.html. [1 Desember 2009]

Stewart, J. et. al. 1992. Wood Biomass Estimation of Central America Dry Zone Species (Papers). Oxford Forestry Institute.

Subyakto. 2008. Memanfaatkan Akasia sebagai perekat. http://www.biomaterial. lipi.go.id.koran-jakarta.com. [25 September 2008].

Sukajadi. 1992. Sekelumit tentang Tanaman Gmelina. Duta Rimba 149-150/XVIII/1992. Hal. 45-50.

Sumarna Y. 2001. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sutisna U, Titi K, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan Di Indonesia. Bogor : Yayasan PROSEA dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM.

Yuniarti T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: MedPress.


(5)

(6)

Lampiran 1 Sidik ragam tinggi semai gmelina

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.602303 18.43396 4.851164 26.31644

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

M 2 14877.406 7438.70302 316.09 <.0001

K 2 147.62791 73.81396 3.14 0.044

M*K 4 692.84196 173.21049 7.36 <.0001

Lampiran 2 Sidik ragam diameter semai gmelina

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.071125 478.916 2.556773 0.533867

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

M 2 52.8144973 26.4072487 4.04 0.018

K 2 57.304912 28.652456 4.38 0.013

M*K 4 110.623275 27.6558187 4.23 0.002

Lampiran 3 Sidik ragam nisbah pucuk akar semai gmelina R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.276289 36.42834 0.511095 1.403016

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

M 2 2.61442222 1.30721111 5 0.008

K 2 8.62573651 4.31286825 16.51 <.0001

M*K 4 6.71028889 1.67757222 6.42 <.0001

Lampiran 4 Sidik ragam biomassa semai gmelina R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.382194 32.32595 0.22517 0.696561

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

M 2 5.44971534 2.72485767 53.74 <.0001

K 2 0.06854074 0.03427037 0.68 0.51