Keadilan distribusi menurut asghar ali engineer dalam perspektif ekonomi Indonesia

(1)

KEADILAN DISTRIBUSI MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E.Sy)

Oleh:

WAHYU HIDAYAT NIM. 207046100615

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KEADILAN DISTRIBUSI MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

WAHYU HIDAYAT NIM. 207046100615

Di Bawah bimbingan

Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA. NIP. 19601171985051001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Keadilan Distribusi Menurut Asghar Ali Engineer Dalam Perspektif Ekonomi Indonesia, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat.

Jakarta, 25 Maret 2011 Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 196404121994031004

Sekretaris : Moch. Syafii, SE. I

Pembimbing I : Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA. NIP. 19601171985051001

Penguji I : Prof. Dr. Masykuri Abdillah NIP. 195812221989031001

Penguji II : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 196404121994031004


(4)

i

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, atas segala rahmat dan hidayat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah.

Shalawat serta salam tercurah kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarganya.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala kepedulian mereka yang telah memberi bantuan baik berupa saran, sapaan moril, kritik membangun, dorongan, semangat, dukungan finansial maupun sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag, selaku Ketua Koordinator Teknis Program (Non Reguler) yang telah membantu penulis memberikan masukan dan arahan dalam hal administrasi.

3. Kakak Mufida, SHi dan Kakak Syafi’i, SEi yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan dalam hal-hal administrasi serta memberikan


(5)

masukan-ii

4. Ibu Dr. Azizah, MA, selaku pembimbing I dan Bapak Djaka Badranaya, S.Ag.,ME, selaku pembimbing II atas segala jasanya memberikan bimbingan dengan kesabaran dan keikhlasan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Azharuddin Lathif, MA, selaku penasihat akademik yang telah membantu penulis dalam merumuskan judul skripsi.

6. Seluruh Staf pengajar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunyakepada penulis.

7. Pimpinan dan karyawan perpustakaan Syariah dan perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pinjaman buku kepada penulis, sehingga dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh keluarga tercinta, Ayahanda Legiman dan Ibunda Titi Alawiah yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian kepada ananda, Kakakku Emi Yati yang telah memberikan banyak inspirasi sehingga skripsi ini dapat cepat terselesaikan dan Adikku Ricky Yacob yang selalu memberikan dukungan dan suport selama proses pengerjaan skripsi ini serta Anissa Amalia yang selalu men-suport dan mendoakan selama proses pengerjaan skripsi ini berlangsung.

9. Senior-senior yang saya hormati, Jeddy octora Lausu (BOS) yang selalu membantu mengerjakan tugas-tugas dan selalu memberikan petuah-petuah emas


(6)

iii

berharga dalam proses penulisan skripsi, Rofi’udin dan Aray yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan yang sangat berguna dalam pengerjaan skripsi ini dan senior-senior lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. 10.Tema-teman seperjuangan, Dico Adhya yang telah sama-sama berjuang dari

semester 1 hingga selesainyaa skripsi ini, Arif Sholeh (Om JHON) yang telah memberikan ide-ide serta saran-saran yang brilian dalam skripsi ini, Hafidz juliansyah (Bang Jul) dan teman angkatan 2007 umumnya serta teman-teman di PS B 07 NR khususnya yang telah memberikan atmosfer yang positif dalam suasana belajar di dalam kelas.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penyelesaian skripsi ini, baik yang telah penulis sebut di atas maupun yang tidakdapat penulis sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Ciputat, 05 Maret 2011 M


(7)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Tinjauan dan Kajian Terdahulu ... 6

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Keadilan Sosial... 10

B. Prinsip-Prinsip Keadilan Sosial ... 12

C. Dalil-Dalil Keadilan ... 20

BAB III BIOGRAFI A. Riwayat Hidup ... 29


(8)

v BAB IV PEMIKIRAN DAN ANALISA

A. Konsep Keadilan dalam Islam ... 36 B. Islam dan Tantangan Kemiskinan ... 47 C. Relevansi Pemikiran Ali Asghar Terhadap Keindonesiaan ... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Kita sedang hidup dalam suatu masyarakat industri yang fondasi dasarnya adalah ekonomi. Disini jelas, ekonomi memainkan peran yang sangat penting sehingga tidak mungkin ada kemajuan atau pembangunan tanpa mengadopsi dengan baik kebijakan-kebijakan ekonomi. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menelaah resep-resep Islam mengenai persoalan ini. Kita harus bisa menafsirkan dengan kreatif prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin tertentu yang telah digariskan islam berkaitan dengan problem sosial-ekonomi karena hal itu akan membantu kita menyingkirkan kesulitan-kesulitan dizaman industri ini. Akan tetapi, satu kata perhatian sangat layak dikemukakan disini.

Al-qur’an, sumber prinsipil ajaran islam, merupakan kitab keagamaan yang utama, dan bukan buku ilmu fisika atau ilmu sosial. Ia memberikan garis pedoman yang luas mengenai aspek-aspek spiritual dan materiil. Ia juga memberikan kepada kita konsep tentang masyarakat.

Dengan bantuan konsep tentang masyarakat dan garis pedoman kita yang luas ini kita bisa menyimpulkan petunjuk ketuhanan, jika perlu dengan menyusun dan memformulasikan.kembali beberapa konsep yang secara sah telah diterima oleh para pakar teologi pada aman-zaman sebelumnya.


(10)

Ajaran-ajaran Al-qur’an mempunyai relevansi kontekstual sekaligus transdental. Islam lahir dalam lingkungan perdagangan Mekah dan karena itu didalam konteks sosial-ekonomi ini, ia menekankan kebijakan-kebijakan perdagangan dan kemudian menempatkan posisi seorang pedagang yang jujur setelah nabi syuhada yang mati dijalan Allah. Pada saat yang sama, ia menghukum berat para pedagang dan saudagar-saudagar yang melakukan praktek tidak jujur dan berusaha memperoleh kekayaan dengan cara yang tidak adil.

Hal yang menarik adalah mengenai relevansi dari konsep dasar ekonomi islam tersebut terhadap berbagai perubahan kondisi sosio ekonomi masyarakat Islam saat ini termasuk perekonomian mayoritas umat muslim di Indonesia. Kondisi dimana masih terdapat kecurangan maupun eksploitasi dalam strukturnya dari masyarakat industri maupun pemerintah sebagai penentu kebijakan ekonomi nasional.

Ali Ashgar Engineer sebagai salah satu pemikir sekaligus pemikir ekonomi Islam memiliki konsep tersendiri mengenai masalah kebijakan ekonomi dan keadilan distribusi. Dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, beliau menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi hendaknya melahirkan keuntungan bagi semua pihak bukan hanya orang-orang yang memiliki kuasa terhadap harta.Sehingga tidak ada lagi bentuk penyimpangan seperti penimbunan harta maupun eksploitasi. Solusi terhadap masalah ini adalah adanya keadilan distribusi.1

1


(11)

Ketika dunia sedang tertidur, ia dengan mata terbuka lebar menulis buku, artikel, kolom, mengonsep memorandum tenteng hak-hak sipil, atau merancanakan langkah selanjutnya melawan pimpinan bohras. Banyak orang yang terlantar dan hidup terkatung-katung dalam ketidak pastian disebabkan meletusnya kerusuhan kota yang mengerikan yang telah menggugahnya untuk mendengar jeritan kesengsaraan keluarga-keluarga yang diserang, berbicara dengan para polisi,merekam para kesaksian para aktivis politikdan sosial,serta merinci pengalaman-pengalaman dalam mingguan politik dan eknomi Bombay. Sangat banyak figure kota dalam ulasannya tentang berbagai kerusuhan komunal pada masa pasca kemerdekaan India.

Memulai sebagai seorang pembela perubahan dan perbaikan diantara kekuasaan bohras pada akhir tahun 1970-an, Asghar mempertahankan langkah hidupnya dengan menggunakan dua ruangan kecil apartemen yang diperlengkapi perabot yang sangat terbatas untuk melakukan kegiatan intelektualnya. Inisiatif-inisiatif reformisnya muncul karena ia telah dianiaya dan disrang secara fisik dalam kampanye-kampanye publiknya melawan komunalisme. Banyak dari cita-citanya yang masih belum terpenuhi , yaitu agenda reformasinya yang belum sepenuhnya membebaskan daerahnya dari keterkungkungngan, meskipn ia memunyai waktu dan terdorong pula oleh tindakan-tindakan yang melampaui batas yang telah dilakuka oleh imam besar Bohras. Bagi Asghar, para cendekiawan Muslim telah bersikap kurang tangap dalam merespon misinya2.

2


(12)

Meskipun Asghar harus melintasi kerasnya hidup sebagai seorang pembela sendirian, namun ia tetap bersikukuh memutuskan dirri untuk memerangi obskurantisme, intoleransi, dan kemunafikan religius. Selama hampir dua dekade, ia bergulat dalam pergerakan. Eksistansinya betul-betul menggaggu status quo dan merupakan ancaman bagi kemapanan Muslim, politik dan agama.

Keprihatinan dan kegelisahan Asghar mendorongnya untuk menggugat segala bentuk kemapanan yang menindas dan membodohi kaum yang lemah, sekalipun harus berhadapan dengan pemimpin teras spiritual. Semangat revolusioner Asghar cenderung bersifat praktis daripada teoritis. Hal itu tampak dari gugatan epistemologi-liberatifnya yang terdapat dalam hampir seluruh karyanya.

Atas dasar pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud menuangkan pemikiran dari Asghar Ali Engineer ke dalam skripsi dengan judul “KEADILAN DISTRIBUSI MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER DALAM PERSPEKTIF EKONOMI INDONESIA”

B. Pembatasan dan perumusan masalah

Karena masalah dalam ekonomi sangat luas cakupannya maka penulis membatasi skripsi ini hanya dalam masalah keadilan distribusi. Adapun rumusan yang akan menjadi konsentrasi pembahasan penulisan ini adalah:

1. Bagaimana pandangan Asghar mengenai penimbunan kekayaan dan eksploitasi umat dalam ekonomi?


(13)

2. Bagaimana Asghar melihat masalah keadilan ditribusi sebagai faktor utama untuk menghilangkan penimbunan kekayaan dan eksploitasi umat dalam ekonomi?

3. Bagaimana keadilan distribusi menurut Asghar Ali Engineer dalam perspektif ekonomi di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah menyelesaikan skripsi ini, tujuan dan manfaat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk lebih memeahami konsep keadilan distribusi dalam ekonomi islam. b. Untuk mengetahui bagaimana dampak penimbunan kekayaan dan

eksploitasi umat terhadap perekonomian.

c. Untuk memperkaya khasanah keilmuan ekonomi Islam 2. Manfaat Penelitian

Bagi peneliti: diharapkan dapat menambah dan memberikan pengetahuan tentang kesejahtraan sosial dan faktor-faktor pendukungnya.

Bagi Akademisi: Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi para akademisi untuk memperkaya wawasan keilmuan mereka dan dapat berdampak positif bagi pemikran-pemikiran mereka.


(14)

Bagi Masyarakat: Skripsi ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang keadilan distribusi untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Pada tahun 2006 telah ditulis skripsi oleh Daniel Firman, mahasiswa jurusan

muamalat jurusan perbankan syariah yang berjudul “PEMIKIRAN

EKONOMI MUHAMMAD BAQIR ASH-SADR yang didalamnya membahas secara rinci bagaimana seorang Muhammad Baqir Ash-Sadr melihat masalah-masalah ekonomi.

2. Pada tahun 2010 telah dituls skripsi oleh Rian Maulana, mahasiswa prodi

muamalat dengan judul “KONSEP DISTRIBUSI MENURUT

MOHAMMAD BAQIR ASH-SADR”. Pada skripsi ini membahas pemikiran seorang BaqirAsh-Sadr pada masalah ekonomi akan tetapi leih dikhususkan kepada konsep keadila distribusinya.

Dengan mengacu pada dua karya ilmiah diatas, penulis memiliki perbedaan dalam kajian penulisan karya ilmiah yang dimana penulis akan membahas konsep-konsep ekonomi khususya tentang konsep keadilan distribusi dalam pandangan Asghar Ali Engineer.


(15)

E. Metode Penelitian dan Tehnik Penulisan 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yakni penelitian yang menggambarkan suatu gejala, data-data, dan informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan. Metode ini adalah metode kualitatif yakni penelitian yang menghasilkan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari fenomena yang ditulis.

2. Sifat Data

Data pada penelitian ini bersifat kualitatif dan historis. Data kualitatif didasarkan pada isi atau mutu suatu fakta, sedangkan data historis didasarkan pada pengalaman masa lalu sampai sekarang yang menggambarkan secara keseluruhan kebenaran kejadian atau fakta yang sampai sekarang masih diterapkan/dipakai.

3. Data (Sumber dan Teknik Pengumpulan) a. Sumber data

Sebagai sumber data primer dalam penulisan ini adalah buku karangan terjemahan ”Islam and its relevance to our age” yang berkaitan dengan konsep pemikiran orsinil Asghar Ali Engineer. Sedangkan sumber data yang bersifat sekunder penulis mengambil dari buku-buku, surat kabar, majalah, karya ilmiah yang tentunya berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini


(16)

b. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan dengan menggunakan studi dokumenter yaitu kajian pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan, yang diantaranya meneliti, memahami, menganalisa data-data yang berkaitan dengan pembahasan ini

4. Pedoman Penulisan

Pedoman penulisan skripsi ini menggunakan buku “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Press, 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini didesain secara sederhana dengan mengacu pada

buku “pedoman penulisan karya ilmiah di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Dan secara sistematis penulisan skripsi ini dibagi

dalam lima bab yaitu :

BAB I Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penulisan serta sistematika penulisan BAB II Definisi dan teori tentang keadilan, dalil-dalil tentang keadilan dan


(17)

BAB III Pembahasan biografi, riwayat hidup dan karya-karyanya Asghar Ali engineer.

BAB IV Pembahasan mengenai pemikiran Asghar Ali Engineer mengenai keadilan distribusi dalam perspektif ekonomi di Indonesia dan

BAB V Penutup, dalam bab ini, terdiri kesimpulan dan rekomendasi tentang pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.


(18)

10 A. Keadilan Sosial

Islam adalah agama yang ajarannya sangat komprehensif (kaffah). Sebab, Islam mempunyai konsep yang mendasar dalam kehidupan manusia. Konsep itu adalah aturan tentang hubungan manusia dengan Allah (hablun minallah), hubungan manusia dengan manusia (hablun minannas), dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Islam diturunkan oleh Allah kepada Muhammad Saw. sebagai rahmat bagi semesta alam dan menjadi pendobrak ketidakadilan sosial-ekonomi. Ajaran-ajaran moral al-Qur’an itu merupakan bentuk reformasi sosial Islam mengenai keadilan yang pada dasarnya berusaha meningkatkan posisi dan memperkuat kondisi kaum lemah agar menjadi lebih baik. Keberpihakannya kepada kaum lemah (tertindas) sebagai perwujudan dari perjuangan menegakkan keadilan sosial ditunjukkan melalui praktek sosial Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya keadilan ini dalam pandangan Islam dapat dilihat dari pencapaian ketaqwaan dengan menegakkan keadilan sosial.1

Guna mendapatkan gambaran yang jelas dan mempermudah pemahaman mengenai keadilan ini, terlebih dahulu akan didefinisikan sebagai berikut: Kata

“adil” dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa arab. Kata ini adalah serapan

dari kata ‘adl dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai justice, yang artinya sama

1


(19)

dengan yang dimaksud oleh kata adil, dalam bahasa Indonesia. Namun, dalam

Al-Qur’an, pengertian adil atau justice tidak selamanya menggunakan kata al-‘adl, melainkan juga menggunakan sinonimnya, yaitu al qisth.2

Kata adil atau keadilan mempunyai arti yang luas. Dengan demikian, keadilan dapat dipahami secara logis dengan menengok ke dalam nilai “keadilan” yang secara universal. Misalnya bisa dilihat dari segi kehidupan sosial, politik, ekonomi atau yang lainnya. Sehingga kata adil memiliki definisi yang bervariatif.

Teorisasi keadilan sosial erat kaitannya dengan gerakan-gerakan sosial yang khususnya marak selama tahun-tahun 1950-an dan 1960-an, yang mengusung berbagai agenda, sejak dari hak-hak sipil, antirasis, perdamaian, hingga emansipasi perempuan. Seiring dengan berkembangnya agenda yang diperjuangkan, istilah keadilan social pun menjadi istilah payung bagi ide-ide progresif tentang hak-hak asasi manusia, kesetaraan, pluralisme, demokrasi, dan sebagainya. Demikian pula, istilah ini bersiafat netral ideologis karena bias diklaim oleh kalangan manapun, baik yang paling kiri, paling kanan, atau moderat sekalipun, selama masih bertujuan melakukan perubahan social.

Karena luasnya spectrum keadilan social, istilah tersebut sering diperdebatkan dan dipertarungkan oleh berbagai kelompok dan ideologi. Hal ini wajar karena sosial lahir dalam rahim masyarakat dengan ideologi, nilai-nilai dan

2

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, Jakarta: Paramadina, cet. II, 2002, hlm. 369. lebih lanjut, Dawam menyatakan bahwa katayang

artinya “keadilan” (‘adl maupun qisth) itu mula-mula diturunkan dalam al-Qur’an, Surat al-A’rof 7:29, 159, 181. Kata adl dalam al-Qur’an disebut sebanyak 14 kali sedangkan kata qisth sebanyak 15 kali.


(20)

pandanganyang beragam. Di samping itu, keadilan sosial acap diadopsi dari kepentingan politik yang berbeda-beda, dan sering pula dihubungkan dengan peran Negara, pasar, dan individu. Karena itu, masing-masing masyarakat bias

jadi memiliki pendekatan dan gagasan yang berbeda tentang “sebuah masyarakat yang lebih adil”.

Hal demikian pula yang ditegaskan Rawls bahwa persoalan menentukan prinsip-prinsip keadilan social dipengaruhi oleh interpretasi atas situasi-situasi dimana individu dan masyarakat tersebut berada. Di samping itu, argument mengapa prinsip keadilan social tersebut yang dipilih juga menjadi poin penting dalam sebuah teori keadilan. Walaupun secara tegas memberikan ruang bagi interprestasi terhadap keadilan sosial, Rawls memberikan bahasan mendalam tentang prinsip-prinsip umum yang menurutnya bertolak dari prinsip fairness.

B. Prinsip-Prinsip Keadilan Sosial

Keadilan sebagai fairness merupakan konsep yang diajukan Rawls untuk mengkritik teori kontrak sosial yang selama ini berkembang. Rawls menyatakan bahwa dalam kontrak sosial, orang dengan status sosial, kelas, dan keadaan ekonomi yang berbeda harus masuk ke dalam sebuah kontrak social tanpa pernah mengetahui bagaimana menjalankannya. Situasi inilah yang disebut Rawls sebagai tidak fair. Karena itu, menurutnya seseorang hendaknya diberi kesempatan untuk memilih dan menyepakati apa yang menjadi prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat. Dengan demikian, dia mengetahui situasi dan


(21)

posisinya, apa yang harus dipilih, serta bagaimana harus meraih kehidupan yang baik sesuai dengan konsepsinya sendiri.

Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak.

Dalam kaitan ini, Rawls mengajukan dua prinsip keadilan social yang harus dijamin oleh pranata-pranata social yang menurutnya menyusun struktur dasar masyarakat. Kedua prinsip ini diterapkan untuk mengatur perumusan hak-hak dan kewajiban, serta distribusi keuntungan dan beban social dan ekonomi dalam masyarakat. Prisip pertama, setiap orang berhak memperoleh kebebasan-kebebasan dasar yang setara sebagaimana yang diperoleh orang lain. Kebebasan-kebebasan dasar yang setara ini mencakup Kebebasan-kebebasan berpolitik, Kebebasan-kebebasan berbicara dan berkumpul, kebebasan berpikir dan kesadaran diri, kebebasan dari penindasan psikologis maupun penyiksaan fisik, serta kebebasan memiliki


(22)

kekayaan sendiri. Prinsip kedua, ketidaksetaraan ekonomi dan social yang terjadi dalam masyarakat harus dikelola sedemikian rupa untuk keuntungan semua, di satu sisi, dan setiap orang mendapat akses yang sama terhadap jabatan dan kedudukan dalam masyarakat di sisi lain. Strategi yang demikian ini harus ditempuh guna menghindari terjadinya ketidakadilan yang lebih besar.

Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

Rawls menyadari bahwa kebebasan tidak bersifat mutlak, melainkan dibatasi oleh berbagai keterbatasan manusia, baik alamiah ataupun historis. Karena itu, di masyarakat terdapat sekelompok orang yang karena sebab alamiah, cacat misalnya, memiliki kebebasan yang kurang luas dibandingkan dengan mereka yang normal. Guna memperkuat prinsip kebebasan untuk semua, maka pranata-pranata sosial harus dibuat guna memberikan perhatian yang besar kepada kelompok yang kurang beruntung ini. Sementara itu, dalam proses memperkuat


(23)

system kebebasan ini, kelompok-kelompok yang kurang luas kebebeasannyaharus menerima keadaan kebebasan yang tidak setara tersebut.

Rawls juga berpendapat bahwa demi memperoleh keuntungan yang maksimal, efisiensi dalam distribusi sosial-ekonomi seringkali didahulukan, sedangkan prinsip konpensasi terhadap kelompok kurang mampu dinomorduakan. Ini tidak boleh terjadi sebagaimana tidak dibolehkannya prinsip perbedaan dalam masyarakat mengalahkan prinsip kesempatan yang sama. Karena itu, bila terdapat kesekpatan yang tidak setara dilapangan, maka harus ada upaya yang sistematis untuk terus meningkatkan peluang mereka yang terbatas kesempatannya. Demikian pula dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang menunda kesenangannya dengan cara bersusah payah menabung untuk masa depan generasi yang akan datang. Prinsip keadilan sosial mengharuskan adanya upaya mengurangi beban mereka yang menanggung penderitaan menabung tersebut.

Kedua prinsip diatas sama-sama penting, namun demikian prinsip kebebasan harus dijadikan semacam pengawal prinsip kedua, sehingga jangan sampai menekan pada distribusi yang merata mengorbankan prinsip-prinsip kebebasan. Karena itu Rawls merumuskan kedua prinsip tersebut dalam ungkapan lain yang disebut “maslahat utama” (the primary goods). “maslahat utama” ini

mencakup kebebasan dan kesempatan (liberty and opportunity), pendapatan dan kekayaan (income n welth), dan basis sosial harga diri (sosial basis of self respect). Ketiga maslahat utama ini hendaknya didistribusikan secara adil dalam


(24)

masyarakat. Apabila terjadi ketidakadilan, kompensasi harus diberikan untuk keuntungan orang banyak, khususnya kelompok yang paling tidak berdaya.

Dari uraian diatas dapat pula dipahami bahwa keadilan sosial merupakan sebuah proses. Keadilan yang sempurna dalam arti sama sekali tidak ada ketidakadilan memang sesuatu yang mustahil dicapai. Karenanya masyarakat yang adil adalah masyarakat yang selalu berada dalam proses menjadi lebih adil dalam distribusi kesempatan dan kekuasaan terhadap berbagai bidang : sosial, ekonomi, dan politik. Berkaitan dengan ini, penting untuk digaris bawahi bahwa kedua prinsip yang dirumuskan Rawls dimaksudkan sebagai landasan bagi institusi-institusi sosial utama dalam memainkan perannya sebagai penjamin keadilan dalam masyarakat.

Para tokoh islam lainnya mengemukakan definisi yang bervariatif yang diantara lain :

1. Aristoteles; berpendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan.


(25)

2. Imam Ali r.a.; menafsirkan keadilan itu sebagai inshaf “kejujuran”.

Sedangkan Ibnu Athiyyah menafsirkan keadilan dengan seluruh akidah dan

syari’at yang diwajibkan dalam menunaikan amanat, meninggalkan

kezaliman, jujur dan memberikan hal.3

3. Ibnu Arabi; yang mengatakan bahwa keadilan antara hamba dan Rabbnya adalah mendahulukan hak Allah atas kepentingan dirinya. Mementingkan ridha Allah dari dorongan nafsunya. Serta menjauhi yang dilarang dan melakukan yang diperintahkan.4

4. Sa’id Ibnu Jubair (Theolog Faqih awal Madinah) mendefinisikan “keadilan” sebagaimana konsep keadilan dalam al-Qur’an dengan memiliki empat5 arti: a. Al-‘Adl dalam penilaian dalam memutuskan perkara (al-hukm), selaras

dengan perintah Allah: “…dan ketika kamu menilai (memutuskan perkara) di antara manusia, nilailah dengan adil”. (QS. 4: 61).

b. Al-‘Adl dalam berkata-kata, sebagaimana terkandung dalam perintah

Allah: “….dan ketika kamu berbicara, adillah”. (QS. 6: 153).

c. Al-‘Adl dalam arti tebusan (al-fidyah), seperti dipahami dalam firman

Allah: “… dan ingatlah suatu hari ketika tidak ada jiwa yang dapat menolong yang lain, dan tidak ada timbalan (‘adl) yang akan diterima

3

Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239.

4

Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239.

5 Abdul Aziz A. Sachedina, “The just Ruler in Shi’ite Islam”, terj. Ilyas Hasan, Kepemimpinan dalam Islam Perspektif Syi’ah, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 202-203.


(26)

darinya (jiwa itu), juga tidak ada perantara yang akan bermanfaat

baginya”. (QS. 2: 113).

d. Al-‘Adl dalam arti mempersamakan dengan Allah (al-isyrak), seperti tersirat dalam firman Allah: “… orang-orang kafir menisbahkan kesamaan-kesamaan (ya’dilun) kepada Tuhan mereka”. (QS. 6: 1).

5. Murtadha Muthahhari; memandang bahwa kata “adil atau keadilan” digunakan dalam empat6 hal :

a. Yang dimaksud dengan adil adalah keadaan sesuatu yang seimbang.

Keadilan dengan pengertian “proporsional” dan “seimbang” termasuk

keniscayaan yang menyimpulkan bahwa Allah itu Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Dari konsekuensi ilmu-Nya yang komprehensif dan dengan kebijakan-Nya yang menyeluruh.

b. Keadilan dimaknai sebagai persamaan dan meniadakan pembedaan apapun. Artinya adanya keharusan memandang setiap sesuatu dan setiap orang dengan pandangan yang sama.

c. Keadilan diartikan sebagai pemeliharaan hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya.

d. Keadilan dimaksudkan untuk memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah kelanjutan eksistensi untuk melakukan transformasi. Keadilan Tuhan menurut pandangan ini dimaknai sebagai suatu yang eksis

6

Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Bandung: Mizan, 1992, hlm. 54-58.


(27)

(maujud) mengambil perwujudan dan kesempurnaannya dalam kadar yang menjadi haknya dan sejalan dengan kemungkinan yang dapat dipenuhi. 6. Yusuf Qardhawi; Keadilan didefinisikan sebagai keseimbangan antar individu

dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat, antara suatu masyarakat dan masyarakat lainnya.7 7. Ibnu Arabi; yang mengatakan bahwa keadilan antara hamba dan Rabbnya

adalah mendahulukan hak Allah atas kepentingan dirinya. Mementingkan ridha Allah dari dorongan nafsunya. Serta menjauhi yang dilarang dan melakukan yang diperintahkan.8

8. Syafi’i Antonio; memandang keadilan dalam Islam memiliki implikasi 2 hal9 sebagai berikut :

a. Keadilan Sosial; Islam menekankan bahwa umat manusia sebagai suatu keluarga. Karena itu, semua anggota keluarga mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya dan yang miskin. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketaqwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada kemanusiaan.

7

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hlm. 228.

8

Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239.

9M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik,

Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 14.


(28)

b. b. Keadilan Ekonomi; Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa perimbangan tersebut, keadilan sosial menjadi kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.

C. Dalil-dalil Tentang Keadilan

Dasar hukum keadilan dalam Islam adalah bersumber dari Al-Qur’an maupun al-Hadits. Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan keadilan, diantaranya sebagai berikut:

Firman Allah dalam Surat Al-A’raf ayat 29 :























Artinya: Katakanlah “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan (qisth).” Dan Katakanlah “Luruskan mukamu disetiap shalat dan sembahlah Allah

dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya, sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada awalnya, demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya”. (QS. Al-A’raf : 29).10

Pada ayat 29 surat Al-A’raf menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan keadilan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu adalah:

10

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 228.


(29)

Pertama, mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan kedua, mengikhlaskan ketaatan kepada Nya. “Meluruskan wajah kepada Allah” dalam shalat maksudnya adalah tidak menyangkutkan perhatian kepada sesuatu yang lain, yang berarti syirik. Maksud lain keadilan pada ayat di atas adalah taat secara ikhlas kepada Allah.11

Dalam penegakan hukum dan peradilan, keberadaan saksi sangat penting. Menjadi saksi karena Allah mempunyai pengertian yang luas, tidak terbatas pada lingkungan lembaga pengadilan, tapi juga lembaga-lembaga lain dalam berbagai bidang-bidang kehidupan. Kesaksian yang sebenarnya juga mencakup berbagai aktivitas perlawanan publik terhadap segala bentuk penyimpangan dan kezaliman, dengan mengungkapkan fakta yang benar melalui saluran yang tersedia.12 Penyimpangan tersebut antara lain dapat berbentuk Arogansi kekuasaan, ketidakadilan, penindasan terhadap kaum lemah (dhuafa), pengekangan terhadap aspirasi masyarakat banyak, diskriminasi kulit, bangsa atau jenis kelamin, penumpukan kekayaan dan pemusatan kekuasaan akan mengarah pada struktur sosio-ekonomi yang menindas.

11

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci,., hlm. 370. Dawam menambahkan bahwa ketaatan yang ikhlas ini diartikannya sebagai mendasarkan diri dan berorientasi kepada Allah: berbuat sesuatu karena diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan sesuatu karena larangan allah.

12Ali Zawawi dan Saifullah Ma’shum, Penjelasan Al-Qur’an tentang Sosial, Ekonomi, dan Politik, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, hlm. 65-66.


(30)

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 135:











Artinya: Wahai orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menjadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan fakta atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

(QS. An-Nisa’: 135)13

Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8:













Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8).

Dalam ayat 8 surat Al-Maidah, dinyatakan bahwa adil itu adalah suatu sifat yang dekat kepada taqwa. Adil adalah salah satu unsur taqwa, karena dalam taqwa terkandung pengertian tentang kemampuan memilih antara yang baik dan

13


(31)

buruk dengan pertimbangan-pertimbangan yang adil. Dalam kesaksian, seseorang dituntut bersikap adil menerangkan apa yang sebenarnya tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan sahabat atau kerabat. Ayat ini senafas dengan surat an-Nisa’ ayat 135 yaitu sama-sama menerangkan tentang seseorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri atau kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum tidak boleh mendorong seseorang untuk memberikan persaksian yang tidak adil dan tidak jujur.

Salah satu dimensi keadilan adalah keseimbangan. Dalam Surat al-Isra’ ayat 35 :











Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang setimbang. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (bagi yang lain). (QS. al-Isra’:35).14

Keadilan dalam ayat 35 surat al-Isra’, digambarkan dengan cara orang menimbang, misalnya menimbang emas atau perak. Timbangan yang benar adalah timbangan yang ukurannya benar, yaitu seimbang antara yang di sebelah kiri dan di sebelah kanan. Karena itu, lambang keadilan adalah gambar seorang dewi yang sedang menimbang dengan menutup matanya, yang menggambarkan ketidakberpihakan kepada salah satu di antara yang dipertimbangkan.

14


(32)











Artinya: Dan Syu’aib berseru: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS. Hud : 85).15

Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Syu’aib a.s menjelaskan kepada

kaumnya tentang hal-hal yang harus mereka lakukan dalam soal takaran dan timbangan setelah lebih dahulu melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan. Kewajiban itu ialah supaya kaumnya menyempurnakan takaran dan

timbangan dengan adil tanpa menguranginya. Setelah Syu’aib a.s melarang

kaumnya mengurangi takaran dan timbangan, kemudian ia melarang kaumnya lagi dari segala macam perbuatan yang sifatnya mengurangi hak-hak orang lain baik jenis yang ditakar dan yang ditimbang maupun yang dihitung.16

Selanjutnya, dalam ayat 26 surat Shad, Allah menegaskan tentang bagaimana seharusnya sikap seorang penguasa :























15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 341.

16


(33)

Artinya: Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (atas masalah-masalah yang timbul) diantara manusia itu dengan adil, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad : 26).17

Berdasarkan petunjuk Allah, seorang penguasa itu haruslah yang adil dan tidak mengikuti hawa nafsu. Esensi dan asas pemerintahan itu adalah keadilan. Dalam ayat itu, Al-Qur’an memakai istilah al-Haqq tentang keadilan. Yang dimaksud dengan al-Haqq itu dalam kasus pemerintahanadalah keadilan. Karena unsur utama keadilan adalah al Haqq (kebenaran).18

Adapun Hadits yang memerintahkan untuk bersikap adil, atau mendorong untuk bersikap dengan keadilan atau juga menjadikannya sebagai bagian dari sifat-sifat kaum mukminin, diantaranya adalah sebagai berikut:

Imam Muslim, Nasa’i dan Ahmad meriwayatkan dengan sanad dari Ibnu

Umar r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: Orang-orang yang berbuat adil pada hari kiamat akan berdiri di mimbar-mimbar dari cahaya disisi ar-Rahman, dan kedua tangan Nya adalah kanan, yaitu mereka yang berlaku adil dalam memberi putusan hukum, dalam keluarga dan atas orang yang dipimpin.19

17

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 736.

18

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, hlm. 383

19

Imam Abi Al-Husaini Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Beirut Libanon: Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 187.


(34)

Imam Nasa’i meriwayatkan dengan sanad dari Nu’man bin Basyir r.a., ia mengatakan Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: Berlaku adillah di antara anak-anak kalian, Berlaku adillah di antara anak-anak kalian.20

Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: Tidak ada pemimpin atas sepuluh orang kecuali pada hari kiamat nanti ia akan datang dengan tangan terikat, hingga di buka ikatan itu oleh keadilannya atau dijerumuskan oleh kecurangannya.21

Imam Nasai meriwayatkan dengan sanad dari jabir ra., ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:

Artinya: Dari Jabir bahwa seorang wanita Bani Mahzum mencuri kemudian di bawah kehadapan Nabi Saw lalu dia memohon pengampunan kepada Ummu Salamah. Nabi Saw bersabda: “Seandainya Fatimah puteri

20

Jalaluddin Assuyuthi, Sunan An-Nasa’i, Juz V, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th, hlm. 262.

21

Al-baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubro, Juz X, Makkah al-Mukarromah, Maktabah al-Baz, 1994 / 1414 H, hlm. 96.


(35)

Muhammad (mencuri) pasti aku akan memotong tangannya, kemudian dipotonglah tangan wanita tersebut.22

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: Imam itu adalah perisai yang dipertahankan (dibela) dibelakangnya, dan berlindung dengannya, maka jika ia memerintahkan dengan takwa dan adil, maka itu menjadi pahala baginya, dan jika ia memerintahkan bukan dengannya maka ia mendapatkan dosanya.23

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad dari Abi Sa’id r.a., berkata Nabi

Muhammad bersabda:

Artinya: Jihad yang paling besar adalah berkata adil di depan pemimpin yang curang.24

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah r.a., ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

22

Jalaluddin Assuyuthi, Sunan An-Nasa’i, Juz V, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th, hlm. 71.

23

Imam Abi Al-Husaini Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Beirut Libanon: Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 195.

24

Abi Isa Muhammad, Sunan At-Turmudzi, Juz IV, Beirut, Libanon Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 72.


(36)

Artinya: Jika seorang laki-laki mempunyai dua orang istri dan ia tidak berlaku adil di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan satu sisi tubuhnya miring.25

Hadits-Hadits nabi itu menguatkan bahwa keadilan adalah tujuan manusia dalam seluruh cakupan kepemimpinan dan pemerintahan, dan mereka yang memegang suatu kepemimpinan, juga bagi setiap muslim dan seluruh suami yang memiliki lebih dari satu istri.

25

Abi Isa Muhammad, Sunan At-Turmudzi, Juz IV, Beirut, Libanon Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 72.


(37)

29 A. Riwayat hidup Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer adalah pemikir dari india,1 merupakan satu dari sekian banyak nama penulis muslim yang cukup produktif dan ia menuliskan karya-karyanya dalam bahasa Inggris dengan bagus. Ia dianggap banyak memberi inspirasi bagi sebuah gerakan pembebasan dan penyadaran masyarakat tertindas (mustad’afin) berhadapan dengan kaum penindas (mustakbirin). Di kalangan aktivis gerakan feminis muslim pun nama Engineer juga bisa disejajarkan dengan nama-nama aktivis feminis muslim lainnya, seperti Fatima Mernisi, Amina Wadud Muhsin, dan yang lainnya.2

Asghar Ali Engineer dilahirkan dalam keluarga muslim yang taat pada 10 Maret 1939 di Salumba, Rajasthan, dekat Udiapur, dimana Sheikh Qurban Husain, ayahnya, menjadi seorang amil (pegawai yang bekerja di Masjid yang mengelola semacam zakat) pada waktu itu. Asghar telah diberi pelajaran mengenai tafsir al qur’an (komentar atau penjelasan tentang firman tuhan), ta’wil (makna ayat al qur’an yang tersembunyi), fiqh (yurisprudensi), dan hadist

(perkataan nabi). Sewaktu belajar tafsir dan Ta’wilAl-Qur’an, fiqh, dan hadist, ia

1

Listiono Santoso, Epistimologi Kiri, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2003), hal. 297

2

Arif Zamhari, Islam dan Kesadaran Historis: Analisi Pertumbuhan Sosio-Ekonomi, dalam Pemikiran-pemikiran Revolusioner, Averroes Press, Malang; 2003, hal. 173-174.


(38)

juga banyak membaca karya-karya Bettrand Russel dan Karl Marx. Ia mengaku telah membaca buku Das Kapital karya Marx. Bacaan ini terbukti sangat berpengaruh dalam cara dia menganalisis dan membahasakan gagasannya dengan bahasa-bahasa “khas kiri” seperti ketidakadilan, penindasan, revolusi, perubahan radikal, dan sebagainya.3

Ayahnya, Syekh Qurbain Husain adalah seorang alim yang mengabdi kepada pemimpin keagamaan Bohra. Ia dikenal sebagai orang yang punya sikap liberal, terbuka dan sabar. Sikap open minded seperti ini menjadikannya kerap kali terlibat diskusi dan berbagai pengalaman keagamaan dengan pemeluk agama lain, misalnya dengan seorang Hindu Brahma. Dalam lingkungan sosial keagamaan seperti itulah Engineer dibesarkan.

Asghar juga belajar bahasa arab dari ayahnya, dan selanjutnya ia menekuni serta mengembangkan sendiri. Ia telah diajarkan seluruh karya utama

dari Fatimi Da’wah oleh Sayedna Hatim, Sayedna Qadi nu’man, Sayedna

Muayyad Shirazi, Sayedna Hamiduddin Kirmani, Sayedna Hatim al-Razi, Sayedna Jafar Mansyur al-Yaman dan sebagainya.

Asghar juga mendapatkan pendidikan secular, disamping pendidikan agama. Ia adalah lulusan teknik sipil dari Indore (M.P) dengan tanda kehormatan, serta mengabdi selama dua puluh tahun sebagai seorang insinyur di Koperasi Kota Praja Bombay dan kemudian mengundurkan diri secara sukarela untuk menerjunkan dirinya kedalam gerakan reformasi Bohra. Ia mulai memainkan

3


(39)

dalam gerakan reformasi dari tahun 1972, ketika terjadi pemberontakan di Udiapur. Asghar telah menulis beberapa artikel tentang gerakan reformasi dibeberapa koran India terkemuka seperti The Times of India, Indian express, Statesman, Telegraph, The Hindu dan sebagainya. Ia terpilih dengan suara bulat sebagai Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat Masyarakat Dawoodi Bohra dalam konfrensi pertamanya di Udiapur pada tahun 1977. Ia mencurahkan waktu dan pikirannya demi urusan besar pada waktu itu, yaitu gerakan reformasi dan menginternasionalisasi-kan gerakan reformasi, baik melalui tulisan-tulisan maupun ceramah-ceramahnya.

Asghar juga menghasilkan karya atas masalah yang tak kalah berat, yaitu tentang kekerasan komunial dan komunialisme di India sejak pecahnya kerusuhan besar pertama di Jabalpur, India, pada tahun 1961. Karyanya ini dipertimbangkan sebagai pelopor dan telah diakui oleh Universitas Calcutta yang kemudian menganugerahkan gelar kehormatan (D.Lit) padanya pada bulan februari 1983.4

Asghar diakui sebagai seorang sarjana Islam terkemuka dan di undanguntuk koferensi-koferensi international tentang Islam oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah maupun universitas. Asghar juga memberi kuliah di beberapa universitas terkemuka di Amerika, Kanada, Indonesia, Malaysia, Jerman, Prancis, Thailand, Pakistan, Sri Langka, Yaman, Meksiko, Lebanon, Mesir, Jepang, Uzbekistan, Rusia, dan sebagainya. Ia juga mengajar di seluruh universitas di India.

4


(40)

Asghar telah menerima beberapa penghargaan atas karyanya tentang pemahaman interrelegius. Ia pernah mendapatkan Penghargaan Harmony antar-agama oleh Pemimpin Baru, Komite, dan Chennai. Ia yakin dengan menunjukan rasa hormat yang sama kepada semua agama dan mempertimbangkan keyakinan beragama sebagai yang sangat penting bagi kehidupan yang bermakna. Bagaimanapun, ia tidak meyakini secara buta dalam menerima dogma-dogma yang diwariskan oleh masa silam. Ia percaya dengan selalu memikirkan ulang (rethinking) isu-isu dan mereinterprestasikan Islam untuk menjaganya dalam konteks waktu yang senantiasa berubah. Menurut pendapatnya, inilah kewajiban kita untuk mendapatkan pelajaran Islam dan merefleksikannya secara lebih mendalam ketimbang hanya membebek secara buta.5

Dia juga dianugerahi penghargaan Hakim Khan Sur untuk integrasi nasional oleh Maharana Mewar Foundation, Udaipur, Rajasthan. Pada Hari Republik India, Asghar juga di beri penghargaan National Communal Harmony Award pada tahun 1997 oleh pemerintah India dalam pengakuannya atas karya Asghar dalam mempromosikan harmoni komunal kepada dunia.

Asghar adalah seorang pemikir sekaligus aktivis, dan pemimpin salah satu

kelompok Syi’ah Islama’iliyah, Daudi Bohras (Guzare Daudi) yang berpusat di Bombay, India. Dengan keilmuan yang dimilikinya, Asghar ingin menerapkan gagasan-gagasannya. Ia harus menghadapi reaksi generasi tua yang cenderung konservatif dan mempertahankan kemapanan.

5


(41)

Agar dapat menyingkap latar belakang keagamaan Asghar menjadi lebih jelas, maka penting untuk mengenal terlebih dahulu kelompok Daudi Bohras ini. Para pengikut Daudi Bohras dipimpin oleh imam sebagai pengganti nabi yang dijuluki Amir al-Mu’minin. Mereka mengenal dua puluh satu orang imam. Maulana Abu al-Qasim al –Thayyib adalah imam mereka yang terakhir yang menghilang pada tahun 526 H. Tapi mereka percaya bahwa ia masih hidup hingga sekarang. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh para da’i (dari perkataan itu berasal ungkapan Daudi) yang selalu berhubungan dengan imam terakhir itu. Untuk diakui sebagai seorang da’i tidaklah mudah. Ia harus memiliki sembilan puluh empat kulifikasi yang diringkas dalam empat hal pokok, yaitu kualifikasi : (1) pendidikan; (2) administrative; (3) moral dan teoritikal; serta (4) keluarga dan kepribadian. Da’i juga harus tampil sebagai pembela umat yang tertindas dan berjuang melawan kezaliman. Asghar sendiri adalah seorang da’i.

Dengan memahami posisi ini, tidak heran mengapa Asghar Ali sangat peduli dalam menyoroti kezaliman dan penindasan. Baginya, orang yang benar-benar religius akan sensitive terhadap penderitaan orang lain, terutama penderitaan orang-orang yang tertindas. Seorang religius akan menentang ketidakadilan. Orang yang diam dan membisu ketika melihat ketidakadilan dan penindasan, menurut Asghar tidak pantas disebut religius. Dari telaah kesejarahan Asghar Ali menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad sebagai sosok yang religius, adalah seorang revolusioner yang berjuang untuk melakukan perubahan-perubahan secara radikal dalam struktur masyarakat pada zamannya.


(42)

B. Karya-karyanya

Asghar juga merupakan penulis produktif, ia telah menerbitkan lebih dari 48 buku tentang Islam, Masalah Muslim, Hak Perempuan Muslim, Masalah Komunal dan Etnis di India dan Asia Selatan. Asghar juga telah menerbitkan berbagai artikel penelitian yang berlaku di harian nasional terkemuka di India seperti: Times of India, India Express, The Hindu, The Hindustan Times, Daily Telegraph, dan jurnal-jurnal seperti The Ekonomi dan Politik Mingguan, Frontline, The Illustrated Mingguan dan lain sebagainya. Secara garis besar, karya-karya Engineer dapat dikategorikan ke dalam empat bidang: (1) tentang teologi pembebasan; (2) tentang gender; (3) tentang komunalisme; (4) tentang Islam secara umum. Karya-karya Engineer ada yang berwujud buku, artikel dan tulisan lain di media massa.

Beberapa karya Engineer yang penting untuk dibaca antara lain: 1. Islam and Revolution, (New Delhi: Ajanta Publication, 1984) 2. Islam and Relevance to our age, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1987) 3. The Origin and Development of Islam (london: sangam book, 1987) 4. Status of Women in Islam (new delhi: ajanta Publication, 1987)

5. The Shah Bano Controversy, ed, Asghar Ali Engineer, (Hyderabad: Orient Longman Limited, 1987)

6. Justice, Women, and Communal Harmony in Islam, (new Delhi: Indian Council of social science research, 1989)


(43)

7. Islam and Liberation Theology: Essays on Liberative Elements in Islam (New Delhi: Sterling Publisher Private limited, 1990)

8. The Rights of Women in Islam (Lahore: Vanguard Books, 1992) 9. Islam and Pluralism (Mumbay: Institute of Islamic Studies, 1999)

10.Islam-The Ultimate Vision, (Mumbai: Institute of Islamic Studies, 1999) k.

The Qur’an, Women and Modern Society (New Delhi: Sterling Publishers

Private limited, 1999)

11.Reconstruction of Islamic Thought (Mumbai: Institute of Islamic Studies, 1999)


(44)

36 A. Konsep Keadilan dalam Islam

Islam pada awalnya lebih dari sekedar gerakan religius, Islam juga merupakan gerakan ekonomi.1 Islam dengan kitab sucinya, Al-Qur’an, sangat menentang stuktur sosial yang tidak adil dan menindas yang secara umum melingkupi kota mekah waktu itu sebagai tempat asal mula Islam, dan juga kota-kota lainnya diseluruh dunia. Bagi orang yang memperhatikan Al-Qur’an secara teliti, keadilan untuk golongan masyarakat lemah merupakan ajaran Islam yang sangat pokok. Al-Qur’an mengajarkan kepada umat Islam untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan, “Sungguh, Allah mencintai keadilan dan kebaikan,”2. Lebih lanjut disebutkan bahwa kebencian terhadap suatu kaum atau masyarakat tidak

boleh menjadikan orang yang beriman sampai berbuat tidak adil, “Hai orang -orang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih

dekat kepada taqwa…”3

Dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, Asghar Ali Engineer menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi hendaknya melahirkan keuntungan bagi

1

Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2000), hal. 57

2

Al-Qur’an 16:91

3


(45)

semua pihak bukan hanya orang-orang yang memiliki kuasa terhadap harta.Sehingga tidak ada lagi bentuk penyimpangan seperti penimbunan harta maupun eksploitasi. Solusi terhadap masalah ini adalah adanya keadilan distribusi.4

Kita lihat bahwa Allah menyuruh berbuat adil dan kebaikan, juga disebutkan bahwa orang-orang yang beriman dilarang berbuat tidak adil meskipun terhadap musuhnya, dan agar tetap memegang keadilan, serta lebih dari itu

Al-Qur’an menyatakan bahwa keadilan itu lebih dekat kepada taqwa. Yang perlu

digaris bawahi adalah bahwa Al-qur’an menempatkan keadilan sebagai bagian integral dari taqwa. Dengan kata lain, taqwa di dalam Islam bukan hanya konsep ritualistik, namun juga secara integral terkait dengan keadilan sosial dan ekonomi. Sangat disayangkan bahwa pemerintahan Islam sepeninggalan nabi, yakni pemerinahan dinastik, menghancurkan stuktur sosial yang adil yang sangat ditekankan dalam Islam dan kemudian segera membuat peraturan-peraturan yang justru menindas. Kebijakan ini telah mengebiri semangat revolusi Islam, namun sekarang yang tinggal hanyalah sebuah kerangka yang kosong (empty shell).5

Pemerintahan Umayyah dan Abbasiah yang menindas benar-benar mencampakkan konsep keadilan Islam dan mereduksi taqwa menjadi sekedar konsep ritualistik. Orang yang dianggap sholeh adalah mereka yang mengerjakan sholat, membayar zakat, dan menunaikan haji, namun kesholehannya dijauhkan

4

Santoso, listiyono, epistemologi kiri, (penerbit ar-ruzz media:Jogjakarta), 2003.hal.297

5


(46)

dari masalah keadilan sosio-politik dan sosio-ekonomi. Dalam sejarah Islam, berkuasanya pemerintahan yang demikian selalu membangkitkan protes yang disuarakan dengan keras, dan protesnya itu didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya keadilan. Selama kekhalifahan Ustman, khalifah ketiga, kekayaan mulai terkonsentrasi pada segelintir orang, dan seiring dengan itu Islam mulai kehilangan semanga, karena para pemimpinnya terlelap oleh kemakmuran. Melihat hal ini seorang sahabat Nabi yang sangat jujur dan terhormat, Abu Dharr, memprotes kebijakan Ustman tersebut. Protesnya itu didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang secara tegas mengancam orang-orang yang menumpuk-numpuk kekayaan. Disebutkan, “Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tiada menafkahkannya dijalan Allah, beritahulah mereka tentang siksaan yang pedih menyakitkan. Pada hari itu, emas dan perak mereka dipanaskan dalam api neraka, dibakar dengan dahi-dahi mereka, sisi-sisi dan punggungnya. Dikatakan kepada mereka, „inilah harta yang kamu timbun bagi

dirimu. Maka rasakan olehmu harta yang kamu simpan itu.’”6

Dalam masalah keadilan, kata kunci yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah ‘adl dan qist’. Adl dalam bahasa arab bukan berarti keadilan, tetapi mengandung pengetian yang identik dengan sawiyyat.7Kata itu juga mengandung makna penyamarataan (equalizing) dan kesamaan (leveling). Penyamarataan dan

6

Al-Qur’an 9: 34-35

7

Lihat Al-Munjidyang disusun oleh Lawis Ma’luf (Beirut,1937) dalam kata adl halaman 491, dan juga A Diictionary of Modern Written Arabic, diedit oleh J. Million Cowan (New York, 1976: 506).


(47)

kesamaan ini berlawanan dengan kata zulm dan jaur (kejahatan dan penindasan).

Qist mengandung makna distribusi, angsuran, jarak yang merata, dan juga keadilan, kejujuran dan kewajaran. Taqassata, salah satu kata turunannya, juga bermakna distribusi yang merata bagi masyarakat. Dan qistas, kata turunan lainnya berarti keseimbangan berat. Sehingga kedua kata di dalam Al-Qur’an yang digunakan untuk menyatakan keadilan adalah ‘adl dan qist, mengandung makna distribusi yang merata termasuk distribusi materi dan dalam kasus tertentu, penimbunan harta diperbolehkan asal untuk kepentingan sosial.

Ayat tersebut diatas juga didukung oleh ayat-ayat lainnya yang sesungguhnya mempunyai pengertian sama.

























Artinya: “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”8

8


(48)























Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar9 dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".10

`Al-Qur’an juga mengecam orang-orang kaya yang suka pamer, dan

kehidupan yang seperti iniakan membawa kepada kehancuran. “Dan bila Kami

bermaksud menghancurkan sebuah kota, Kami berikan perintah kepada orang-orang yang hidup dengan kemewahan supaya patuh,11 namun mereka melanggar perintah itu. Maka sepantasnyalah berlaku kutukan atas mereka, lalu kamipun

membinasakannya.”12

Al-Qur’an bukan saja menentang penimbunan harta (dalam arti tidak disumbangkan untuk fakir miskin, janda-janda dan anak-anak yatim), namun juga menentang kemewahan dan tindakan yang menghambur-hamburkan uang (untuk kesenangan dan kemewahan diri sendiri, sementara banyak orang miskin yang membutuhkannya). Keduanya merupakan tindakan jahat, dan mereka

9

Segala minuman yang memabukkan.

10

Al-Qur’an, 2: 219

11

Kata yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah mitrib yang berarti orang yang hidup dalam kemudahan dan kemewahan dalam segala hal. Juga digunakan kata mutrifin bahwa mereka melampaui batas dan memperturutkan nafsunya dalam perbuatan yang amoral.

12


(49)

mengganggu keseimbangan sosial (sosial balance), sehingga terjadi bencana. Maka keadilan di dalam Al-Qur’an bukan hanya berarti norma hokum (rule of law), namun juga berarti keadilan yang distributif (karena hukum, kata Socrates, seringkali hanya dapat dijaga, bila kekayaan sosial (sosial wealth) dimanfaatkan secara merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang wajar. Penumpukan kekayaan dan penggunaannya yang tidak sebagaimana mestinya tidak akan dapat menjaga keseimbangan tersebut. Itu hanya akan mengarah kepada kehancuran masyarakat secara total.

Jika orang mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dengan teliti, maka pasti akan menjumpai banyak sekali ayat-ayat yang membahas keadilan dalam berbagai aspek berbeda. Menurut Al-Qur’an, hanya apa yang telah

diusahakannya yang akan diperoleh manusia. “Dan manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang diusahakannya.”13

Dengan ungkapan yang pendek itu, seluruh model produksi yang kapitalistik menjadi tidak berlaku. Yang menjadi pemilik sebenarnya adalah produsen, bukan pemilik alat-alat produksi. Masalah ini akan dibahas secara singkat dalam kaitannya dengan kebijakan pertahanan dalam Islam. Namun demikian, harus dipahami secara jelas bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah esai tentang ekonomi yang bersifat kesukuan, feudal atau kapitalistik. Al-Qur’an berisikan pernyataan-pernyataan yang berorientasi nilai (value-oriented declarations). Al-Qur’an tidak menetapkan satu dogma ekonomi. Sehingga Al-Qur’an tidak membingkai kreatifitas manusia. Namun demikian,

13


(1)

demikian, meraka memandang kebangkitan Islam dengan sangat negative. Kebangkitan Islam ini juga dianggap sebagai fanatisme keagamaan atau „watak Islam yang sesungguhnya’. Semua persepsi tersebut keliru, karena fenomena ini tidak menunjukkan watak Islam yang muncul secara tiba-tiba atau pun fanatisme keagamaan yang misterius. Tidak ada fenomenal sosoal yang dapat dikenali atau dijelaskan tanpa dilacak akar sosialnya. Sebuah fenomena yang bersifat transcendental seperti fenomena keagamaan ini bukannya tanpa akar sosial. Akan tetapi, sebuah system berpikir, betapapun transdentalnya, tentu berkaitan dengan masalah sosial dan system keagamaan, betapapun erat hubungannya dengan spiritualitas, bukannya tidak dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dan struktur sosial yang mendahuluinya.69

Slogan Islam fundamentalis yang terkenal adalah perbankan yang bebas bunga. Slogan ini digunakan secara sangat efektif oleh kelas-kelas eksploitator, ironisnya untuk mengekalkan eksploitasi terhadap ekonomi masyarakat. Seluruh konsep Islamisasi ekonomi direduksi menjadi sekedar menciptakan bank tanpa bunga dan mencegah pembuatan serta penjualan minuma keras. Kitab suci AlQur’an sangat menentang riba yang ditafsirkan sebagai bunga bank. Al-Qur’an mengatakan, “Orang-orang yang mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan

69


(2)

jual beli dan mengharamkan riba.”70 Selanjutnya, Allah berfirman, “Allah mengharamkan riba dan menganjurkan shadaqah.”71

Al-Qur’an sangat keras dalam mencela riba yang secara tradisional ditafsirkan dengan bunga. Akan tetapi, para ekonom Muslim modern, walaupun menafsirkan riba juga sebagai bunga, berpendapat bahwa penghapusan bunga tidak akan membantu menciptakan ekonomi yang bebas eksploitasi. Sebaliknya, membuat bank tanpa bunga dalam system ekonomi kapitalis yang rentan inflasi ini, mengarah pada eksploitasi yang lebih besar terhadap penabung kecil dan memberikan keuntungan kepada orang-orang kaya yang meminjam uang dari bank tanpa bunga atau bebas biaya untuk semakin memperkaya dirinya. Inflasi itu mengurangi nilai mata uang yang tidak menghasilkan bunga dalam perbankan yang bebas bunga dan disinilah penabung kecil kehilangan uangnya. Dengan demikian, didalam ekonomi kapitalis yang rentan inflasi, Negara-negara yang sudah maju pun tetap saja mudah terkena inflasi, terlebih Negara yang sedang berkembang.72

70

Al-Qur’an, 2: 275

71

Al-Qur’an, 2: 276

72


(3)

72

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisa yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari perumusan masalah yang ditentukan. Kesimpulan tersebut penulis uraikan sebagai berikut : 1. Asghgar Ali memandang penimbunan kekayaan merupakan suatu hal yang

menggangu jalannya roda perekonomian dan menimubulkan eksploitasi umat manusia dalam kegiatan ekonomi sebab penumpukan kekayaan pada segelintir orang menimbulkan kekayaan absolut dan kemiskinan absolut. 2. Keadilan distribusi sebagai alat untuk menghilangkan konsentrasi kekayaan

pada segelintir orang melalui efektifitas pengolahan zakat agar terjaadi pemerataan pendapatan sehingga menghilangkan kemiskinan absolut. Kemudian untuk mengatasi eksploitasi umat dalam ekonomi melalui penghapusan riba, riba bukan hanya sekedar bunga melainkan eksploitasi sesama manusia termasuk industri dan periagaan yang tidak adil dianggap riba.

3. Konsep taqwa menurut Asghar Ali bukan hanya sebuah konsep ritualistik, namun juga integral terkait kewadilan sopsial dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 BAB Kesejahteraan sosial menyangkut kebutuhan materil


(4)

yang harus diatur dalam organisasi dan system ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan dengan berlandaskan ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan sosial adalah nlai yang menduduki posisi penting dalam pemikiran system ekonomi Islam. Hanya saja, tawaran Asghar mengenai masalah ketidakadilan ekonomi ini sangat problematis. Pada masalah bunga bank, ia tidak setuju dengan upaya pendirian perbankan tanpa bunga, karena cara seperti itu hanya artificial semata dan tidak menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya, yaitu system ekonomi kapitalistik yang eksploitatif.

Asghar Ali belum memberi solusi yang jelas atas problem perbankan ini. Pada sisi lain, kritiknya atas sistem ekonomi kapitalis tidak disertai dengan tawaran yang kongkrit tentang sistem ekonomi alternatif. Gagasannya yang cenderung sosialistik tidak serta merta diikuti dengan tawaran sistem ekonomi sosialis atau system ekonomi lainnya yang menjadi alternative dari kapitalisme.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya penulis memiliki beberapa saran :

1. Untuk pembaca sebaiknya melihat pemikiran Asghar Ali Engineer secara konprehensif sebab Asghar Ali Engineer merupakan seorang sosiolog bukan ekonom murni yang menyebabkan ia selalu berpikir kritis sesuai keadaan yang dialami.


(5)

2. Untuk semua pihak yang berkonsentrasi pada bidang perekonomian hendaknya mampu meneladani kepribadian Rasulullah pada setiap aspek kehidupan dalam langkah dan waktu. Maksudnya bahwa sendi-sendi keislaman yang berkaitan dengan keadilan ekonomi sudah berjalan sejak lama sampai sekarang harus tetap berjalan.

3. Untuk mahasiswa, seyogyanya bersemangat progresif untuk terus mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicontohkan oleh Asghar Ali Engineer kepada kita.

4. Untuk civitas akademika UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA hendaknya menggali lebih dalam pemikiran Asghar Ali Engineer yang bersifat progresif revolusioner dalam memihak masyarakat lemah menuju masyarakat yang berkeadilan sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an.


(6)

Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bakti: jogyakarta 1997

Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi islam : Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: Karim Bussines Consulting,2001).

Al-qu’an al-karim

Engginer, Asghar Ali, 1984, Islam and Its Our Age, Bombay:I.I.S.

______________________, terjemahan Islam and Its Our Age, Jogjakarta:LKIS, 2007, jilid 2.

Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), cet.I. h.12.

Santoso, Listiyono dkk, Epistemologi Kiri, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Pres, 2003), cet. Ke-1

Sayyid Quthb, Keadilan Sosial Dalam Islam, (Bandung: Pustaka Bandung, 1984), cet. Ke-1.

Yusuf al-Qardhawi, Peran Nilai Dalam Perekonomian Islam, Didin Hafidudin (penterjemah), (Jakarta:Robbani Press,1977), cet ke-1