Prinsip-Prinsip Keadilan Sosial LANDASAN TEORI

12 pandanganyang beragam. Di samping itu, keadilan sosial acap diadopsi dari kepentingan politik yang berbeda-beda, dan sering pula dihubungkan dengan peran Negara, pasar, dan individu. Karena itu, masing-masing masyarakat bias jadi memiliki pendekatan dan gagasan yang berbeda tentang “sebuah masyarakat yang lebih adil”. Hal demikian pula yang ditegaskan Rawls bahwa persoalan menentukan prinsip-prinsip keadilan social dipengaruhi oleh interpretasi atas situasi-situasi dimana individu dan masyarakat tersebut berada. Di samping itu, argument mengapa prinsip keadilan social tersebut yang dipilih juga menjadi poin penting dalam sebuah teori keadilan. Walaupun secara tegas memberikan ruang bagi interprestasi terhadap keadilan sosial, Rawls memberikan bahasan mendalam tentang prinsip-prinsip umum yang menurutnya bertolak dari prinsip fairness.

B. Prinsip-Prinsip Keadilan Sosial

Keadilan sebagai fairness merupakan konsep yang diajukan Rawls untuk mengkritik teori kontrak sosial yang selama ini berkembang. Rawls menyatakan bahwa dalam kontrak sosial, orang dengan status sosial, kelas, dan keadaan ekonomi yang berbeda harus masuk ke dalam sebuah kontrak social tanpa pernah mengetahui bagaimana menjalankannya. Situasi inilah yang disebut Rawls sebagai tidak fair. Karena itu, menurutnya seseorang hendaknya diberi kesempatan untuk memilih dan menyepakati apa yang menjadi prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat. Dengan demikian, dia mengetahui situasi dan 13 posisinya, apa yang harus dipilih, serta bagaimana harus meraih kehidupan yang baik sesuai dengan konsepsinya sendiri. Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Dalam kaitan ini, Rawls mengajukan dua prinsip keadilan social yang harus dijamin oleh pranata-pranata social yang menurutnya menyusun struktur dasar masyarakat. Kedua prinsip ini diterapkan untuk mengatur perumusan hak- hak dan kewajiban, serta distribusi keuntungan dan beban social dan ekonomi dalam masyarakat. Prisip pertama, setiap orang berhak memperoleh kebebasan- kebebasan dasar yang setara sebagaimana yang diperoleh orang lain. Kebebasan- kebebasan dasar yang setara ini mencakup kebebasan berpolitik, kebebasan berbicara dan berkumpul, kebebasan berpikir dan kesadaran diri, kebebasan dari penindasan psikologis maupun penyiksaan fisik, serta kebebasan memiliki 14 kekayaan sendiri. Prinsip kedua, ketidaksetaraan ekonomi dan social yang terjadi dalam masyarakat harus dikelola sedemikian rupa untuk keuntungan semua, di satu sisi, dan setiap orang mendapat akses yang sama terhadap jabatan dan kedudukan dalam masyarakat di sisi lain. Strategi yang demikian ini harus ditempuh guna menghindari terjadinya ketidakadilan yang lebih besar. Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang- orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah. Rawls menyadari bahwa kebebasan tidak bersifat mutlak, melainkan dibatasi oleh berbagai keterbatasan manusia, baik alamiah ataupun historis. Karena itu, di masyarakat terdapat sekelompok orang yang karena sebab alamiah, cacat misalnya, memiliki kebebasan yang kurang luas dibandingkan dengan mereka yang normal. Guna memperkuat prinsip kebebasan untuk semua, maka pranata-pranata sosial harus dibuat guna memberikan perhatian yang besar kepada kelompok yang kurang beruntung ini. Sementara itu, dalam proses memperkuat 15 system kebebasan ini, kelompok-kelompok yang kurang luas kebebeasannyaharus menerima keadaan kebebasan yang tidak setara tersebut. Rawls juga berpendapat bahwa demi memperoleh keuntungan yang maksimal, efisiensi dalam distribusi sosial-ekonomi seringkali didahulukan, sedangkan prinsip konpensasi terhadap kelompok kurang mampu dinomorduakan. Ini tidak boleh terjadi sebagaimana tidak dibolehkannya prinsip perbedaan dalam masyarakat mengalahkan prinsip kesempatan yang sama. Karena itu, bila terdapat kesekpatan yang tidak setara dilapangan, maka harus ada upaya yang sistematis untuk terus meningkatkan peluang mereka yang terbatas kesempatannya. Demikian pula dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang menunda kesenangannya dengan cara bersusah payah menabung untuk masa depan generasi yang akan datang. Prinsip keadilan sosial mengharuskan adanya upaya mengurangi beban mereka yang menanggung penderitaan menabung tersebut. Kedua prinsip diatas sama-sama penting, namun demikian prinsip kebebasan harus dijadikan semacam pengawal prinsip kedua, sehingga jangan sampai menekan pada distribusi yang merata mengorbankan prinsip-prinsip kebebasan. Karena itu Rawls merumuskan kedua prinsip tersebut dalam ungkapan lain yang disebut “maslahat utama” the primary goods. “maslahat utama” ini mencakup kebebasan dan kesempatan liberty and opportunity, pendapatan dan kekayaan income n welth, dan basis sosial harga diri sosial basis of self respect. Ketiga maslahat utama ini hendaknya didistribusikan secara adil dalam 16 masyarakat. Apabila terjadi ketidakadilan, kompensasi harus diberikan untuk keuntungan orang banyak, khususnya kelompok yang paling tidak berdaya. Dari uraian diatas dapat pula dipahami bahwa keadilan sosial merupakan sebuah proses. Keadilan yang sempurna dalam arti sama sekali tidak ada ketidakadilan memang sesuatu yang mustahil dicapai. Karenanya masyarakat yang adil adalah masyarakat yang selalu berada dalam proses menjadi lebih adil dalam distribusi kesempatan dan kekuasaan terhadap berbagai bidang : sosial, ekonomi, dan politik. Berkaitan dengan ini, penting untuk digaris bawahi bahwa kedua prinsip yang dirumuskan Rawls dimaksudkan sebagai landasan bagi institusi-institusi sosial utama dalam memainkan perannya sebagai penjamin keadilan dalam masyarakat. Para tokoh islam lainnya mengemukakan definisi yang bervariatif yang diantara lain : 1. Aristoteles; berpendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. 17 2. Imam Ali r.a.; menafsirkan keadilan itu sebagai inshaf “kejujuran”. Sedangkan Ibnu Athiyyah menafsirkan keadilan dengan seluruh akidah dan syari’at yang diwajibkan dalam menunaikan amanat, meninggalkan kezaliman, jujur dan memberikan hal. 3 3. Ibnu Arabi; yang mengatakan bahwa keadilan antara hamba dan Rabbnya adalah mendahulukan hak Allah atas kepentingan dirinya. Mementingkan ridha Allah dari dorongan nafsunya. Serta menjauhi yang dilarang dan melakukan yang diperintahkan. 4 4. Sa’id Ibnu Jubair Theolog Faqih awal Madinah mendefinisikan “keadilan” sebagaimana konsep keadilan dalam al- Qur’an dengan memiliki empat 5 arti: a. Al-‘Adl dalam penilaian dalam memutuskan perkara al-hukm, selaras dengan perintah Allah: “…dan ketika kamu menilai memutuskan perkara di antara manusia, nilailah dengan adil”. QS. 4: 61. b. Al-‘Adl dalam berkata-kata, sebagaimana terkandung dalam perintah Allah: “….dan ketika kamu berbicara, adillah”. QS. 6: 153. c. Al-‘Adl dalam arti tebusan al-fidyah, seperti dipahami dalam firman Allah: “… dan ingatlah suatu hari ketika tidak ada jiwa yang dapat menolong yang lain, dan tidak ada timbalan ‘adl yang akan diterima 3 Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239. 4 Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239. 5 Abdul Aziz A. Sachedina, “The just Ruler in Shi’ite Islam”, terj. Ilyas Hasan, Kepemimpinan dalam Islam Perspektif Syi’ah, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 202-203. 18 darinya jiwa itu, juga tidak ada perantara yang akan bermanfaat baginya”. QS. 2: 113. d. Al-‘Adl dalam arti mempersamakan dengan Allah al-isyrak, seperti tersirat dalam firman Al lah: “… orang-orang kafir menisbahkan kesamaan-kesamaan ya’dilun kepada Tuhan mereka”. QS. 6: 1. 5. Murtadha Muthahhari; memandang bahwa kata “adil atau keadilan” digunakan dalam empat 6 hal : a. Yang dimaksud dengan adil adalah keadaan sesuatu yang seimbang. Keadilan dengan pengertian “proporsional” dan “seimbang” termasuk keniscayaan yang menyimpulkan bahwa Allah itu Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Dari konsekuensi ilmu-Nya yang komprehensif dan dengan kebijakan-Nya yang menyeluruh. b. Keadilan dimaknai sebagai persamaan dan meniadakan pembedaan apapun. Artinya adanya keharusan memandang setiap sesuatu dan setiap orang dengan pandangan yang sama. c. Keadilan diartikan sebagai pemeliharaan hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya. d. Keadilan dimaksudkan untuk memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah kelanjutan eksistensi untuk melakukan transformasi. Keadilan Tuhan menurut pandangan ini dimaknai sebagai suatu yang eksis 6 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Bandung: Mizan, 1992, hlm. 54-58. 19 maujud mengambil perwujudan dan kesempurnaannya dalam kadar yang menjadi haknya dan sejalan dengan kemungkinan yang dapat dipenuhi. 6. Yusuf Qardhawi; Keadilan didefinisikan sebagai keseimbangan antar individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat, antara suatu masyarakat dan masyarakat lainnya. 7 7. Ibnu Arabi; yang mengatakan bahwa keadilan antara hamba dan Rabbnya adalah mendahulukan hak Allah atas kepentingan dirinya. Mementingkan ridha Allah dari dorongan nafsunya. Serta menjauhi yang dilarang dan melakukan yang diperintahkan. 8 8. Syafi’i Antonio; memandang keadilan dalam Islam memiliki implikasi 2 hal 9 sebagai berikut : a. Keadilan Sosial; Islam menekankan bahwa umat manusia sebagai suatu keluarga. Karena itu, semua anggota keluarga mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya dan yang miskin. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketaqwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada kemanusiaan. 7 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hlm. 228. 8 Ali Abdul Hakim Mahmud, Fikih Responsibilities Tanggungjawab Muslim dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm. 239. 9 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 14. 20 b. b. Keadilan Ekonomi; Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa perimbangan tersebut, keadilan sosial menjadi kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.

C. Dalil-dalil Tentang Keadilan