220
dalam misi tersebut dimanifestasikan pada masyarakat Pasar VI Kualanamu sebagai masyarakat lokal setempat yang menjadi salah satu pemangku kepentingan karena
pemukiman mereka tergusur dan setelah bermukim di tempat yang baru akan menaggung berbagai resiko, terutama polusi udara dan suara.
Jika ditarik pada skala yang lebuh luas lagi tentang pembangunan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI. Pembukaan perkebunan
sawit dan pembangunan infrastruktur lain yang mengambil tanah milik dan tanah garapan yang dikelola masyarakat akan berakibat pada beralihnya profesi masyarakat dari
pengelola yang punya otoritas atas lahannya menjadi buruh. Produksi kebutuhan utama pangan pokok seperti padi dan palawija akan mengalami penurunan yang sangat tajam
karena penyempitan lahan masyarakat dan alih profesi tersebut. Sementara produksi pangan bukan utama bukan pokok yang berorientasi ekspor akan mengalami kenaikan
signifikan karena fasilitas yang diadakan oleh berbagai pembangunan dalam skema MP3EI. Jika hal ini tidak disikapi dengan bijak oleh think tank para pemikir perencanaan
pembangunan Indonesia, maka pada waktu yang panjang, di masa depan, semua ini akan mengancam ketahanan pangan nasional.
7.5. Kompensasi dan Persebaran Warga
Semua, 71 keluarga warga Jawa Pasar VI Kualanamu akhirnya terusir dari tanah kelahirannya, desa tempat mereka mengenang segala hal yang indah pada masa yang lalu.
Pemukiman sederhana dengan kehidupan yang memegang teguh tata krama orang Jawa, akhirnya punah atas nama pembangunan sebuah bandara megah.
Mereka berangsur tersingkir secara bertahap dengan puncak gelombang kepergian pada tahun 2012 dan 2013. Kepergian warga merupakan kesepakatan warga Pasar VI
Kualanamu dalam kondisi yang tidak punya pilihan dengan mediator Komisi A, Dewan
221
Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Deli Serdang. Setelah beberapa kali dilakukan rapat dengar pendapat antara DPRD Deli Serdang dengan warga Pasar VI Kualanamu.
Kemudian DPRD Deli Serdang menindaklanjutinya dengan memanggil para pihak pemangku tanggungjawab untuk membicarakan penyelesaian warga, antara lain PT
Angkasa Pura II, PTPN2, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Muspika Beringin, Kepala Desa Pasar VI Kualanamu, dan Project Implementasi Unit PIU.
Rapat mengalami ketegangan karena pihak PTPN2 melalui Bendahara Kebun Tanjung Garbus hanya ingin memberikan uang tali asih
6
kepada 8 keluarga yang masih aktif bekerja di PTPN2. Sedangkan DPRD dan Kepala Desa pada posisi yang
menginginkan semua warga yang tersisa di dalam tembok 41 keluarga mendapatkan kompensasi. PT Angkasa Pura II dalam posisi menerima keputusan apapun yang
disepakati dalam rapat tersebut. Karena PT Angkasa Pura II merupakan pihak yang sangat berkeinginan bandara dapat segera beroperasi dan diresmikan pada tahun 20013.
Setelah muncul kesepakatan kepindahan dan kompensasi uang tali asih, tidak satupun warga Pasar VI Kualanamu, dalam waktu 2 minggu yang telah ditentukan pada
kesepakatan untuk mengambil kompensasi tersebut ke Kantor Kepala Desa Pasar VI Kualanamu, sebagai Posko pencairan. Hingga waktu yang disepakati berakhir baru warga
mengambil uang tali asih. Sikap warga merupakan ekspresi dari kekecewaan atas tidak dikabulkannya tuntutan maksimal mereka soal relokasi. Sebagian warga juga beralasan
tidak mau berpisah dan tercerai berai dengan warga Pasar VI Kualanamu yang lain. Penerimaan kompensasi merupakan keterpaksaan warga dalam kondisi yang sangat
terdesak.
6
Istilah uang tali asih menjadi sangat populer di kalangan warga Pasar VI Kualanamu dan para pihak yang ikut membicarakan proses penyelesaian warga Pasar VI Kualanamu atau proses negosiasi tahun
2012. Merujuk arti kata terpisah antara kata tali dan asih pada kamus besar bahasa Indonesia KBBI, dapat ditarik garis kesimpulan bahwa, tali asih merupakan sebuah istilah untuk menjalin kembali
kasih sayang.
222
Awalnya para pihak pemangku tanggungjawan bersepakat akan memberikan kompensasi pada 41 keluarga. Setelah muncul pernyataan Wakil Presiden, Jusuf Kalla,
pada media masa ditindaklanjuti 2 kali kunjungan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, akhirnya warga menerima kompensasi seperti yang termuat dalam tabel
Persebaran Penduduk Pasar VI Kualanamu Pendataan tahun 2015. Akhirnya 41 keluarga mendapatkan kompensasi, masing-masing sejumlah Rp
5.000.000,- dari uang senilai Rp 360.000.000,- yang diserahkan PT Angkasa Pura II sebagai uang tali asih. Diantara 41 keluarga tersebut juga 26 orang mantan karyawan dan
pensiunan mendapatkan Rp 12.000.000,- dari PTPN2. Beberapa orang yang pernah berhubungan dengan PTPN2, termasuk buruh harian lepas BHL mendapatkan tambahan
uang tali asih sebesar 4 – 7 juta per-keluarga.
Sementara yang mendapatkan tanah di sebelah Timur tembok bandara tanpa status hukum apapun, hasil kesepakaran warga di dalam tembok dan kelompok perjuangan di
luar tembok, seluas 8 X 20 160 m² berjumlah 15 keluarga.
7.6. Strategi Adaptasi Masyarakat