22 ditara  dan  sisanya  dipanaskan  pada  suhu  105
o
C  sampai  bobot  tetap.  Kadar  sari larut  dalam  etanol  dihitung  dalam  persen  terhadap  bahan  yang  telah  kering
Depkes  RI,  1995.  Perhitungan  penetapan  kadar  sari  larut  etanol  dapat  dilihat pada Lampiran 6, halaman 47.
3.5.6.  Penetapan kadar abu total Sebanyak  2  g  serbuk  yang  telah  digerus  dan  ditimbang  seksama
dimasukkan  kedalam  cawan  porselin  yang  telah  dipijar  dan  ditara,  kemudian diratakan.  Krus  dipijar  perlahan-lahan  sampai  arang  habis,  pemijaran  dilakukan
pada suhu 500-600
o
C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh  bobot  tetap.  Kadar  abu  dihitung  terhadap  bahan  yang  telah  kering
WHO, 1998. Perhitungan penetapan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 48.
3.5.7.  Penetapan kadar abu tidak larut asam Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml  asam  klorida  encer  selama  5  menit,  bagian  yang  tidak  larut  dalam  asam dikumpulkan,  disaring  melalui  kertas  saring  dipijarkan  sampai  bobot  tetap,
kemudian  didinginkan  dan  ditimbang.  Kadar  abu  yang  tidak  larut  dalam  asam dihitung  terhadap  bahan  yang  kering  Depkes  RI,  1995.  Perhitungan  penetapan
kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 49.
3.6. Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia 3.6.1. Pemeriksaan saponin
Sebanyak  0,5  g  serbuk  simplisia,  dimasukkan  kedalam  tabung  reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika
Universitas Sumatera Utara
23 terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan
tidak hilang dengan penambahan asam  klorida 2 N bila  adanya saponin  Depkes RI, 1995.
3.6.2. Pemeriksaan glikosida Sebanyak  3  g  serbuk  simplisia  disari  dengan  30  ml  campuran  etanol  95
dengan air 7:3 dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan dan  disaring.  Sebanyak  20  ml  filtrat  ditambahkan  25  ml  air  dan  25  ml  timbal
asetat 0,4 M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan
sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50
o
C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan
di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Tambahkan  2  ml  asam  sulfat  pekat  melalui  dinding  tabung,  terbentuknya  cincin
ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula.
3.6.3.  Pemeriksaan steroidtriterpenoida Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml  n-heksana selama
2  jam,  disaring,  filtrat  diuapkan  dalam  cawan  penguap  dan  pada  sisanya ditambahkan  1  tetes  asam  asetat  anhidrida  dan  1  tetes  asam  sulfat  pekat.
Terbentuk  warna  ungu  atau  merah  berubah  menjadi  ungu  atau  biru  hijau  bila adanya steroidatriterpenoida Harborne, 1987.
3.7. Pembuatan Ekstrak 3.7.1. Pembuatan ekstrak etanol
Pembuatan  ekstrak  dilakukan  dengan  metode  perkolasi  menggunakan
pelarut etanol 96.
Universitas Sumatera Utara
24 Cara kerja :
Sebanyak 400 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, lalu direndam dengan cairan penyari etanol 96 selama 3 jam. Massa dimasukkan ke
dalam  perkolator, lalu pelarut  etanol dituang secukupnya sampai terdapat selapis larutan  penyari  di  atas  serbuk  simplisia,  mulut  perkolator  ditutup  dengan  plastik
dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka setelah 24 jam dan cairan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 20 tetes per menit
dan  ditampung  ke  dalam  botol  berwarna  bening.  Perkolasi  dihentikan  setelah tetesan  terakhir  perkolat  tidak  bereaksi  lagi  dengan  pereaksi  untuk  uji  senyawa
golongan  steroidtriterpenoid  pereaksi  Lieberman-Burchard  atau  apabila sebanyak  500  mg  cairan  perkolat  diuapkan  di  atas  penangas  air  tidak
meninggalkan  sisa.  Perkolat  diuapkan  dengan  menggunakan  rotary  evaporator pada  suhu  tidak  lebih  dari  40
o
C.  Bagan  pembuatan  ekstrak  etanol  dapat  dilihat pada Lampiran 10, halaman 51.
3.7.2. Fraksinasi ekstrak 1.  Fraksinasi dengan n-heksana
Fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair cair ECC. 10 g ekstrak pekat  teripang  dilarutkan  dalam  10  ml  etanol,  ditambah  50  ml  air  suling,
kemudian  diekstraksi  dengan  n-  heksana  sebanyak  50  ml  menggunakan  corong pisah  yang  diulang  sebanyak  tiga  kali.  Lapisan  n-  heksana  dipisahkan  dan
kemudian diuapkan hingga diperoleh fraksi n- heksana kental.
2.  Fraksinasi dengan etilasetat
Lapisan  air  dari  pemisahan  n-  heksana  diekstraksi  dengan  etilasetat  dalam corong pisah sebanyak 50 ml yang diulang sebanyak tiga kali. Lapisan etilasetat
Universitas Sumatera Utara
25 dipisahkan  dan  ditampung  kemudian  diuapkan.  Fraksi  air  yang  diperoleh  juga
diuapkan  untuk  digunakan  pada  pengujian  toksisitas.  Bagan  pembuatan  fraksi dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 52.
3.8. Uji Toksisitas
Uji  toksisitas  dilakukan  terhadap  ekstrak  etanol,  fraksi  n-heksana,  fraksi etilasetat  dan  fraksi  air  menggunakan  larva  Artemia  salina  Leach,  yaitu  sebagai
berikut : Air  laut  buatan  disiapkan  dengan  melarutkan  38  g  garam  tidak  beriodium
dengan  air  suling  dicukupkan  hingga  1  L,  kemudian  disaring.  Bejana  penetasan disekat  menjadi  dua  bagian,  yaitu  bagian  yang  besar  dan  bagian  yang  kecil,  lalu
diberi  lubang  pada  sekatnya.  Air  laut  buatan  dimasukkan  ke  dalam  bejana,  telur Artemia  salina  Leach  ditaburkan  ke  dalam  bagian  yang  kecil  kemudian  bagian
atasnya  ditutup  dengan  aluminium  foil  sedangkan  bagian  yang  besar  dibiarkan terbuka menghadap lampu selama 48 jam, telur  akan menetas menjadi  larva dan
siap  digunakan  untuk  hewan  uji.  Gambar  wadah  penetasan  dapat  dilihat  pada Lampiran 12, halaman 53.
Larutan uji yang terdiri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etilasetat dan  fraksi  air  dengan  konsentrasi  1000,  100  dan  10  mcgml,  disiapkan  5  vial
untuk  masing-masing konsentrasi  larutan uji sehingga semuanya menjadi  60 vial dan  vial  untuk  kontrol.  Masing-masing  ekstrak  ditimbang  sebanyak  50  mg
didalam vial, lalu di larutkan dengan pelarutnya masing-masing sebanyak 0,1 ml dan cukupkan dengan air laut buatan sampai garis tanda kalibrasi 5 ml pada vial.
Larutan  ini  sebagai  larutan  induk  baku  I  LIB  I  dengan  konsentrasi  10.000 mcgml. Larutan  induk  I  masing-masing  ekstrak dipipet  0,5  ml lalu diencerkan
Universitas Sumatera Utara
26 sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan induk II dengan konsentrasi 1000 mcgml.
Larutan induk  II masing-masing ekstrak dipipet  0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcgml. Konsentrasi 100 mcgml masing-
masing  ekstrak  dipipet  0,5  ml  lalu  diencerkan  sampai  5  ml  sehingga  diperoleh konsentrasi  10  mcgml.  Kontrol  dibuat  dengan  menambahkan  pelarut  ke  dalam
vial sesuai jumlah yang digunakan untuk melarutkan ekstrak, kemudian cukupkan dengan  air  laut  buatan  sampai  5  ml.  Larva  Artemia  salina  Leach  ditambahkan
sebanyak  10  ekor  ke  dalam  masing-masing  vial  yang  telah  berisi  larutan  uji  dan kontrol. Sebanyak 1 tetes suspensi ragi 3 mg dalam 5 ml air laut buatan sebagai
makanannya kemudian semua vial diletakkan dibawah cahaya lampu. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dan dihitung jumlah persentase kematian larva tiap dosis
dan kontrol. Data dihitung menggunakan rumus Abbott : Kematian =
te -kontrol kontrol
x 100 .
Data dianalisis dengan regresi linear untuk menentukan LC
50
Meyer, dkk., 1982.  Perhitungan  LC
50
ekstrak  etanol,  fraksi  n-heksana,  fraksi  etilasetat  dan fraksi air dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 54 - 61.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Identifikasi Hewan
Hasil  identifikasi  teripang  yang  di  lakukan  di  Pusat  Penelitian Oseanografi,  Lembaga  Ilmu  Pengetahuan  Indonesia  LIPI  yaitu  teripang  jenis
Pearsonothuria  graeffei  Semper,  1868,  marga  Pearsonothuria  Levin,  Kalin Stonink, 1984, suku Holothuriidae Ludwig, 1894, bangsa Aspidochirotida Grube,
1840, kelas Holothuroidea dan filum Echinodermata.
4.2. Pemeriksaan Makroskopis
Secara  makroskopis,  tubuh  teripang  segar  berbentuk  lonjong  dengan panjang  sekitar  65  cm  dan  lebar  10  cm,  dengan  mulut  pada  salah  satu  ujungnya
dan anus pada ujung lainnya. Tubuhnya lunak dan berlendir, permukaan tubuhnya berwarna  coklat  dengan  bercak  berwarna  hitam.  Diameter  tubuh  bagian  tengah
lebih besar dari bagian ujungnya, yaitu bagian mulut dan anus. Pemeriksaan  makroskopis  terhadap  simplisia  yaitu  simplisia  berwarna
lebih  pucat  dan  mengkerut.  Pemeriksaan  organoleptis  terhadap  teripang  segar yaitu berbau spesifik, sedangkan serbuk simplisia berwarna cream, rasa asin, dan
berbau spesifik.
4.3. Pemeriksaan Mikroskopis
Hasil  pemeriksaan  serbuk  simplisia  secara  mikroskopis  terlihat  adanya spikula berbentuk kancing button, bentuk meja semu pseudo-table dan spikula
bentuk  batang  rods.  Menurut  Purcell,  dkk.  2012  Pearsonothuria    graeffei
Universitas Sumatera Utara