Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Fraksi n-Heksana Teripang Pearsonothuria graeffei
ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI
EKSTRAK ETANOL FRAKSI
n-
HEKSANA
TERIPANG
Pearsonothuria graeffei
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FITRI FALAH
NIM 111501020
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI
EKSTRAK ETANOL FRAKSI
n-
HEKSANA
TERIPANG
Pearsonothuria graeffei
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FITRI FALAH
NIM 111501020
PENGESAHAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK
ETANOL FRAKSI
n
-HEKSANA TERIPANG
Pearsonothuria graeffei
OLEH: FITRI FALAH NIM 111501020
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 24 November 2015
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195310301980031002
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.
Pembimbing II, NIP 195107231982032001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Suryadi Achmad., M.Sc., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195109081985031002
Dra. Herawaty Ginting., M.Si., Apt. NIP 195112231980032002
Medan, Januari 2016 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan
Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Fraksi n
-Heksana Teripang Pearsonothuria graeffei. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S.,
Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi, kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si.,
Apt., Alm. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia
Reveny, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing, kepada Bapak Dr. Panal Sitorus,
M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryadi Achmad., M.Sc., Apt dan Ibu Dra. Herawaty
Ginting., M.Si., Apt., selaku dosen penguji serta Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi,
M.App., Sc., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf
pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis
selama perkuliahan di Fakultas Farmasi dan telah meluangkan waktu dan tenaga
dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab serta
memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi
ini.
Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada keluarga tercinta, Ayahanda Fatruzi, S.T dan Ibunda Lambiah, serta
adikku Fatjrian Falah atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tak
(5)
teman-Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Januari 2016 Penulis,
Fitri Falah NIM 111501020
(6)
ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETANOL FRAKSI n-HEKSANA TERIPANG
Pearsonothuria graeffei
ABSTRAK
Teripang adalah salah satu komoditas hasil laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia tetapi belum banyak dieksplorasi manfaat kandungannya. Kandungan metabolit sekunder utama dari teripang adalah steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida yang memiliki aktivitas biologi yang baik sehingga dapat dikembangkan dalam berbagai bidang pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi steroid/triterpenoid dari teripang.
Pemeriksaan karakteristik simplisia hewan meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia hewan meliputi pemeriksaan glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi dan fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair, isolasi senyawa steroid/triterpenoid dilakukan secara kromatografi lapis tipis, lalu diuji kemurnian isolat menggunakan kromatografi lapis tipis dua arah serta analisis isolat dengan spektrofotometri UV, IR dan spektrofotometer massa. Hasil karakteristik simplisia teripang yaitu kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56% , kadar sari larut etanol 24,01 % , kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang mempunyai spikula bentuk kancing (buttons), spikula bentuk batang (rods) dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables) dari dinding tubuh. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil analisis isolat secara kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa golongan steroid/triterpenoid yang memberikan noda berwarna merah ungu dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil uji kemurnian isolat secara kromatografi lapis tipis dua arah memberikan noda tunggal yang dapat dianggap murni. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202 nm yang menunjukkan adanya gugus kromofor serta secara spektrofotometri inframerah isolat menunjukkan adanya gugus O–H, C–H, C=C, –CH3, C=O dan C–O spektrofotometri massa menunjukkan berat molekul 368,5. Hasil analisis diduga adalah senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.
(7)
ISOLATION STEROID/TRITERPENOID FROM ETHANOL EXTRACT n-HEXANE FRACTION OF SEA
CUCUMBER Pearsonothuria graeffei
ABSTRACT
Sea cucumbers are one of marine commodities that widely spread in Indonesia but its content has not been explored further. The main secondary metabolites of sea cucumber are steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides that have good biological activity that can be developed in various medical fields. The purpose of this study was to determine the simplex characterization and isolated steroids/triterpenoids from sea cucumber.
Simplex characterization including moisture content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash content and acid insoluble ash content. Examination of secondary metabolites of simplex powder including determination glycoside, saponin and steroid/triterpenoid. Extraction was held using percolation method and fraction was held by using liquid-liquid extraction method. Isolating steroid/triterpenoid compounds using preparative thin-layer chromatography and the isolated was tested for its purity with two-dimentional thin layer chromatography and identification of isolates with ultraviolet spectrophotometry, infrared spectrophotometry and mass spectrofotometry.
Simplex characteristics of sea cucumbers result are 9.47% of water content, water soluble extract content of 36.56%, soluble extract ethanol content of 24.01%, 28.75% total ash content and acid insoluble ash content of 3.66%. Microscopic of the simplex powder are spicules form buttons (buttons), spicules form rods (rods) from the tentacles and the spicules form a pseudo table (pseudo-tables) from its body wall. Result test secondary metabolites of sea cucumber are glycosides, saponins and steroid/triterpenoid. Results of analysis by thin-layer chromatography isolates obtained triterpenoids class of compounds which give one red stain purple with Liebermann-Burchard. Purity test of isolates was held by using thin layer chromatography two phases prove the isolates is considered pure. Results of identification of isolates obtained ultraviolet spectrophotometry maximum absorbance at 202 nm wavelength indicating chromophor group and the infrared spectrophotometry isolates showed OH group, aliphatic CH, C=C, -CH3, C=O and C-O result of mass spectrophotometer showed a molecular weight of 368,5. Based of the results assumption of the the identification isolated compound is 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL .. ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Hewan ... 5
2.1.1 Sistematika hewan ... 6
2.1.2 Habitat ... 6
2.1.3 Morfologi ... 6
2.2 Uraian Kandungan Kimia Hewan ... 7
(9)
2.2.2 Glikosida ... 7
2.2.3 Steroid/triterpenoid ... 8
2.3 Ekstraksi ... 9
2.4 Ekstraksi Cair-Cair ... 12
2.5 Kromatografi ... 13
2.5.1 Kromatografi lapis tipis ... 14
2.5.2 Kromatografi lapis tipis preparatif ... 15
2.5.3 Kromatografi lapis tipis dua arah ... 15
2.6 Spektrofotometri ... 15
2.6.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet ... 15
2.6.2 Spektrofotometri sinar inframerah ... 16
2.6.3 Spektrfotometri massa ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat dan Bahan ... 19
3.1.1 Alat-alat ... 19
3.1.2 Bahan-bahan ... 20
3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Teripang .. ... 20
3.2.1 Pengumpulan teripang ... 20
3.2.2 Identifikasi teripang ... 20
3.2.3 Pengolahan teripang ... 20
3.3 Pembuatan pereaksi ... 21
3.3.1 Pereaksi Molish ... 21
3.3.2 Larutan asam klorida 2 N ... 21
3.3.3 Larutan asam nitrat 0,5 N ... 21
(10)
3.3.5 Larutan pereaksi kloraljidrat ... 21
3.3.6 Larutan pereaksi Liebermann-Bourchard ... 21
3.3.6 Larutan asam sulfat 2 N ... 21
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22
3.4.3 Penetapan kadar air ... 22
3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 23
3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 24
3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 24
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 24
3.5 Pemeriksaan Senyawa pada Teripang ... 25
3.5.1 Pemeriksaan saponin ... 25
3.5.2 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 25
3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 25
3.6 Pembuatan ekstrak ... 26
3.6.1 Pembuatan ekstrak etanol ... 26
3.6.2 Fraksinasi dengan n-heksana ... 26
3.7 Analisis Ekstrak Teripang secara KLT ... 27
3.8 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid secara KLT Preparatif ... 27
3.9 Uji Kemurnian Isolat secara KLT Dua Arah ... 28
3.10 Karakterisasi Isolat ... 28
3.10.1 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri UV ... 29
3.10.2 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri IR ... 29
(11)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Hasil identifikasi teripang ... 30
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 30
4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa ... 32
4.4 Ekstraksi ... 33
4.5 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.1 Kesimpulan ... 37
5.2 Saran ... ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi tubuh teripang ... 7
2.2 Struktur aglikon triterpenoid ... 8
2.3 Struktur aglikon steroid ... 8
2.4 Struktur aglikon steroid alkaloid ... 8
2.5 Sistem penomoran steroid ... 10
4.1 Struktur Estrone, Hexanoate ... 36
4.2 Struktur 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21- Pentahydroxypregnane ... 36
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang ... 31
4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia teripang
Pearsonothuria graeffei ... 32
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Identifikasi sampel ... 42
2. Gambar makroskopik teripang Pearsonothuria graeffei ... 43
3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graffei ... 45
4. Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 46
5. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 47
6. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 48
7. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 49
8. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 50
9. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei ... 51
10. Bagan alur ekstraksi cair-cair ekstrak etanol dengan pelarut n-heksan ... 52
11. Kromatogram KLT analisis ekstrak teripang Pearsonothuriagraeffei ... 53
12. Bagan isolasi senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsonothuria graeffei ... 54
13. Kromatogram KLT preparatif teripang Pearsonothuria graeffei ... 55
14. Kromatogram KLT dua arah isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 56
15. Spektrum UV isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 57
16. Spektrum IR isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 58
(15)
ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETANOL FRAKSI n-HEKSANA TERIPANG
Pearsonothuria graeffei
ABSTRAK
Teripang adalah salah satu komoditas hasil laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia tetapi belum banyak dieksplorasi manfaat kandungannya. Kandungan metabolit sekunder utama dari teripang adalah steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida yang memiliki aktivitas biologi yang baik sehingga dapat dikembangkan dalam berbagai bidang pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi steroid/triterpenoid dari teripang.
Pemeriksaan karakteristik simplisia hewan meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia hewan meliputi pemeriksaan glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi dan fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair, isolasi senyawa steroid/triterpenoid dilakukan secara kromatografi lapis tipis, lalu diuji kemurnian isolat menggunakan kromatografi lapis tipis dua arah serta analisis isolat dengan spektrofotometri UV, IR dan spektrofotometer massa. Hasil karakteristik simplisia teripang yaitu kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56% , kadar sari larut etanol 24,01 % , kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang mempunyai spikula bentuk kancing (buttons), spikula bentuk batang (rods) dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables) dari dinding tubuh. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil analisis isolat secara kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa golongan steroid/triterpenoid yang memberikan noda berwarna merah ungu dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil uji kemurnian isolat secara kromatografi lapis tipis dua arah memberikan noda tunggal yang dapat dianggap murni. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202 nm yang menunjukkan adanya gugus kromofor serta secara spektrofotometri inframerah isolat menunjukkan adanya gugus O–H, C–H, C=C, –CH3, C=O dan C–O spektrofotometri massa menunjukkan berat molekul 368,5. Hasil analisis diduga adalah senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.
(16)
ISOLATION STEROID/TRITERPENOID FROM ETHANOL EXTRACT n-HEXANE FRACTION OF SEA
CUCUMBER Pearsonothuria graeffei
ABSTRACT
Sea cucumbers are one of marine commodities that widely spread in Indonesia but its content has not been explored further. The main secondary metabolites of sea cucumber are steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides that have good biological activity that can be developed in various medical fields. The purpose of this study was to determine the simplex characterization and isolated steroids/triterpenoids from sea cucumber.
Simplex characterization including moisture content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash content and acid insoluble ash content. Examination of secondary metabolites of simplex powder including determination glycoside, saponin and steroid/triterpenoid. Extraction was held using percolation method and fraction was held by using liquid-liquid extraction method. Isolating steroid/triterpenoid compounds using preparative thin-layer chromatography and the isolated was tested for its purity with two-dimentional thin layer chromatography and identification of isolates with ultraviolet spectrophotometry, infrared spectrophotometry and mass spectrofotometry.
Simplex characteristics of sea cucumbers result are 9.47% of water content, water soluble extract content of 36.56%, soluble extract ethanol content of 24.01%, 28.75% total ash content and acid insoluble ash content of 3.66%. Microscopic of the simplex powder are spicules form buttons (buttons), spicules form rods (rods) from the tentacles and the spicules form a pseudo table (pseudo-tables) from its body wall. Result test secondary metabolites of sea cucumber are glycosides, saponins and steroid/triterpenoid. Results of analysis by thin-layer chromatography isolates obtained triterpenoids class of compounds which give one red stain purple with Liebermann-Burchard. Purity test of isolates was held by using thin layer chromatography two phases prove the isolates is considered pure. Results of identification of isolates obtained ultraviolet spectrophotometry maximum absorbance at 202 nm wavelength indicating chromophor group and the infrared spectrophotometry isolates showed OH group, aliphatic CH, C=C, -CH3, C=O and C-O result of mass spectrophotometer showed a molecular weight of 368,5. Based of the results assumption of the the identification isolated compound is 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Teripang atau timun laut termasuk dalam filum Echinodermata merupakan
salah satu komoditas laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Hal ini
karena kondisi alam dan iklim Indonesia tidak banyak mengalami perubahan
sepanjang tahun sehingga sangat memungkinkan memiliki banyak jenis biota
akuatik. Komoditas ini memiliki prospek yang cukup baik dan bernilai tinggi,
baik di pasar lokal maupun internasional karena memiliki kandungan nutrisi yang
tinggi. Hewan ini dikenal pula dengan nama ketimun laut (holothuria) sea
cucumber (Inggris), bech-de-mer (Prancis), atau dalam istilah pasar internasional
dikenal dengan nama teat fish (Ghufran dan Kordi, 2010).
Daerah penyebaran teripang yaitu perairan Madura, Bali, Lombok, Aceh,
Bengkulu, Bangka, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, dan kepulauan Seribu dan
umumnya ditemukan pada daerah dangkal hingga 40 m. Teripang dipasarkan
dalam bentuk produk yang bermacam-macam, misalnya teripang kering (
beche-de-mer), teripang kaleng dan kerupuk teripang. Teripang selain dikonsumsi juga
digunakan sebagai obat tradisional seperti untuk menyembuhkan luka dan
mengatasi gangguan pencernaan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pantai
(Martoyo, dkk., 2006).
Kandungan zat gizi teripang adalah vitamin, asam lemak tak jenuh
misalnya linolenat dan eikosa pentanoat (EPA) yang memiliki fungsi sebagai
antiinflamasi, analgesik, menyehatkan otak serta memperkuat kekebalan tubuh.
(18)
kolagen. Teripang juga mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu
saponin, steroid/triterpenoid, dan glikosida (Meydia, 2006). Senyawa metabolit
sekunder yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah
steroid/triterpenoid yang memiliki efek sebagai aprodisiaka alami, antibakteri dan
antifungi (Kurnia, dkk., 2010).
Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa teripang memiliki
beberapa zat aktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Dharmananda mengatakan
teripang kaya akan saponin, terutama triterpenoid glikosida. Senyawa ini
mempunyai aktivitas sebagaimana tonik yang berasal dari ginseng, ganoderma
dan tumbuhan. Secara farmakologis, saponin menunjukkan aktivitas sebagai
anti-inflamasi dan antikanker (Dharmananda, 2003). Penelitian Nurjanah melaporkan
adanya tepung teripang memiliki efek aprodisiaka yang diuji coba pada mencit
(Nurjanah, dkk., 2009).
Gusnanto melaporkan ekstrak teripang dapat digunakan untuk maskulinasi
lobster air tawar dengan teknik sex reversal. Sex reversal merupakan teknik
pembalikan arah perkembangan kelamin yang seharusnya berkelamin betina
menjadi jantan atau sebaliknya (Gusnanto, 2013). Penelitian Remy dkk,
melaporkan teripang jenis Bohadschia graffei memiliki aktivitas hemolitik
(Remy, dkk., 2013).
Hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah teripang yang diperoleh
di perairan pulau Barrang Lompo, kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Hal
ini karena perairan Makassar terdapat banyak jenis teripang alami maupun
budidaya serta memiliki harga yang lebih ekonomis.
Berdasarkan alasan di atas, penulis melakukan penelitian isolasi senyawa
(19)
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. apakah karakteristik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei
(Semper, 1868) memenuhi persyaratan mutu secara umum?
b. apakah senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsonothuria graeffei
(Semper, 1868) dapat dipisahkan dengan baik melalui metode ekstraksi
cair-cair dan dilanjutkan dengan KLT preparatif?
c. apakah isolat mempunyai panjang gelombang dan gugus fungsi yang
mendukung adanya senyawa steroid/triterpenoid setelah dianalisis secara
spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan
spektrofotometri massa?
1.3Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
a. karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)
memenuhi persyaratan mutu secara umum.
b. senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsnothuria graeffei (Semper, 1868)
dapat dipisahkan dengan baik menggunakan metode ekstraksi cair-cair dan
dilanjutkan secara KLT preparatif.
c. isolat mempunyai panjang gelombang dan gugus fungsi yang mendukung
adanya senyawa steroid/triterpenoid setelah dianalisis secara spektrofotometri
ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrofotometri
(20)
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. untuk mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei
(Semper, 1868) memenuhi persyaratan mutu secara umum.
b. untuk mengetahui hasil pemisahan senyawa steroid/triterpenoid teripang
Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)dengan ekstraksi cair-cair dan KLT
preparatif.
c. untuk mengetahui panjang gelombang dan gugus fungsi senyawa
steroid/triterpenoid hasil isolasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV),
spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrofotometri massa.
1.5Manfaat Penelitian.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Hewan
Teripang adalah salah satu hewan berkulit duri atau berbintil
(Echinodermata). Tidak semua teripang memiliki duri atau bintil pada permukaan
tubuhnya. Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar
10-30 cm dengan mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung yang
lainnya. Bentuk umum teripang tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang
dikenal dengan nama sea cucumber atau ketimun laut. Warna tubuh teripang
bermacam-macam, ada yang hitam pekat, cokelat, bergaris-garis dan mempunyai
bercak-bercak pada permukaan tubuhnya. Gerakan teripang sangat lamban
sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Sebagai bentuk
perlindungan diri dari pemangsa, teripang dapat mengeluarkan lendir yang
beracun dari tubuhnya seperti pada jenis teripang getah (Holothuria vacabunda)
(Ghufran dan Kordi, 2010).
2.1.1 Sistematika hewan
Identifikasi sampel teripang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi dengan hasil sebagai berikut:
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Bangsa : Aspidochirotida
Suku : Holothuriidae
Marga : Pearsonothuria
(22)
2.1.2 Habitat
Teripang ditemukan hampir diseluruh perairan, dari daerah perairan yang
dangkal hingga bagian yang dalam. Teripang yang telah dewasa biasanya berada
di daerah dasar laut atau bisa juga ditemukan hidup daerah bebatuan dan terumbu
karang (Purcell, dkk., 2012).
Umumnya masing-masing jenis teripang memiliki habitat yang spesifik,
misalnya teripang putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir
bercampur lumpur dengan kedalaman 1-40 m. Teripang putih juga sering
ditemukan di perairan yang dangkal dan banyak ditumbuhi rumput laut. Teripang
kapuk dan teripang pasir banyak ditemukan di daerah terumbu karang, sementara
teripang koro dan teripang pandan banyak ditemukan di perairan yang lebih
dalam. Hewan ini dalam habitatnya teripang hidup secara berkelompok dengan
cara membentuk kelompok yang terdiri dari 3-30 ekor teripang dan ada pula yang
hidup sendiri (Martoyo, dkk., 2006).
2.1.3 Morfologi
Teripang merupakan salah satu kelompok biota laut yang spesifik dan
mudah dikenal. Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris memanjang
dari ujung mulut ke arah anus. Teripang bergerak dengan kaki tabung yang
disebut dengan podia, yaitu bagian dari sistem saluran air yang bekerja secara
hidrolik. Fungsi utama sistem saluran air adalah mengatur tekanan hidrolik ini
sehingga kaki tabung dapat digerakkan. Beberapa jenis teripang dari Bangsa
Apodida, kaki tabungnya tereduksi atau hilang sama sekali. Pergerakan teripang
dari bangsa ini dilakukan dengan kontraksi peristaltik tubuh. Terhadap kaki
tabung di daerah sekeliling mulut, kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel
(23)
dengan tentakel atau dengan menelan pasir dan kemudian menangkap sumber
makanannya yang terkandung di dalamnya. Bentuk tubuh teripang dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dibawah ini:
Gambar 2.1 Morfologi tubuh teripang (Purcell, dkk., 2012)
Teripang mempunyai tulang-tulang berukuran mikroskopis yang dikenal
sebagai "spikula". Bentuk spikula bervariasi dan karakteristik untuk setiap jenis
(spesies), sehingga spikula sangat penting dan menentukan dalam klasifikasi
maupun identifikasi. Variasi bentuk spikula bermacam-macam, seperti bentuk
batang, kancing, roset, jangkar dan meja (Purcell, dkk., 2012).
2.2 Uraian Kandungan Kimia Hewan 2.2.1. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan bersifat sepeti
sabun, memiliki kemampuan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah
(Harborne, 1987).
Menurut, Hostettman dan Marston, (1995) senyawa saponin terdiri dari
(24)
genin atau sapogenin. Berdasarkan aglikonnya saponin dibagi menjadi tiga kelas
utama, yaitu:
a. aglikon triterpenoid
Gambar 2.2Struktur aglikon triterpenoid
b. aglikon steroid
Gambar 2.3 Struktur aglikon steroid
c. aglikon steroid alkaloid
(25)
2.2.2. Glikosida
Glikosida merupakan senyawa terdiri atas dua bagian yaitu molekul gula
(glikon) dan aglikon. Gugus gula bisa berikatan dengan aglikon dengan berbagai
cara. Paling umum dijembatani oleh atom oksigen (O-glikosida), tetapi bisa juga
dijembatani oleh sulfur (S-glikosida), juga oleh atom nitrogen (N-glikosida) dan
atom karbon (C-glikosida). Glikosida umumnya cukup larut dalam air dan alkohol
tetapi sedikit larut dalam eter. Ikatan glikosidik resisten terhadap hidrolisis oleh
alkali tetapi mudah pecah oleh asam mineral encer seperti asam sulfat encer
(Supriyatna, dkk., 2015).
2.2.3. Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan
dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa
warna berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi. Triterpenoid dibagi
menjadi empat golongan, yaitu triterpen, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Uji yang banyak dilakukan untuk identifikasi triterpenoid dan steroid adalah
reaksi Liebermann-Burchard yang biasanya menghasilkan warna merah ungu
hingga biru-hijau. Triterpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antifungi
(Harborne, 1987).
Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantren atau struktur dasar yang terdiri dari 17 atom
karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana.
Senyawa ini tersebar luas di alam baik pada hewan maupun tumbuhan tingkat
tinggi dan mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya sebagai
(26)
Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid menurut Robinson (1995),
dapat dilihat pada Gambar 2.5 dibawah ini:
Gambar 2.5 Sistem penomoran steroid
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan satu atau lebih zat dari bahan asal
dengan menggunakan pelarut. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik,
namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan
atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan
dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan
diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan
tujuan pengobatannya terjamin (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan merendam simplisia
(27)
pengadukkan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan
secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan penambahan ulang
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi (Depkes RI, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Depkes
RI, 2000).
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang umumnya menggunakan
alat khusus (soklet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50o C (Depkes RI, 2000).
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o C
(28)
5. Dekoktasi
Dekoksi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o C selama
30 menit (Depkes RI, 2000).
2.4 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik pemisahan atau
pengambilan zat dalam suatu larutan menggunakan pelarut lain (biasanya pelarut
organik) yang tidak tercampurkan. Pemisahan yang dilakukan, bersifat sederhana,
bersih, cepat dan mudah. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok
dalam sebuah corong pemisah selama beberapa waktu hingga terbentuk dua
lapisan (Basset, dkk., 1994).
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti
benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Teknik ini dapat digunakan untuk
kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis (Khopkar,
1990).
2.5 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu untuk memisahkan suatu senyawa yang
terdistribusi antara dua fase, yaitu fase gerak yang membawa sampel dan fase
diam yang menahan sampel. Pemisahan dan pemurnian suatu bahan dapat
dilakukan menggunakan salah satu dari teknik kromatografi yang ada. Pemilihan
teknik kromatografi sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian
senyawa yang akan dipisah (Bintang, 2010).
Pemakaian kromatografi dapat memberikan informasi mengenai ada atau
(29)
dengan senyawa murni. Kromatografi juga dapat menunjukkan jumlah minimum
komponen yang ada dalam campuran (Gritter, dkk., 1991).
2.5.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi. Fase diam pada
kromatografi lapis tipis berupa lapisan tipis yang terdiri dari bahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca atau
logam. Fase gerak pada kromatografi lapis tipis adalah zat cair yang disebut
larutan pengembang (Gritter, dkk., 1991).
Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan terlebih dahulu
dalam pelarut yang sesuai. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi
yang terbaik adalah yang bertitik didih antara 50o hingga 100o C agar mudah
menguap dari lapisan (Gritter, dkk., 1991). Cuplikan ditotolkan berupa pita yang
harus sesempit mungkin karena pemisahan berdasarkan pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan kapiler halus atau dengan penotol otomatis. Plat dielusi dengan
pelarut yang diinginkan dan setelah elusi selesai disemprot dengan penampak
bercak (Hostettman, dkk., 1995).
a. Fase diam
Fase diam berfungsi untuk menahan sampel, dapat berupa cairan ataupun
padatan. Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis beberapa
diantaranya adalah silika gel, alumina dan kieselguhr. Silika gel adalah bahan
yang paling banyak digunakan untuk pemisahan sebagian besar senyawa, seperti
asam amino, alkaloid, lipid, steroid, triterpenoid dan gula. Alumina digunakan
untuk pemisahan alkaloid, vitamin, karoten, fenol, steroid dan asam amino
sedangkan kieselguhr digunakan untuk pemisahan gula, oligosakarida, asam
(30)
untuk mengikat lapisan pada lempeng (Bintang, 2010).
b. Fase gerak
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri dari satu atau beberapa
pelarut. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like
dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan
sistem pelarut yang bersifat non polar dan untuk memisahkan pelarut sampel yang
bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).
c. Harga Rf
Identifikasi bercak komponen dilakukan dengan menghitung harga
Retardation Factor (Rf) sebagai derajat retensi, yang didefinisikan sebagai jarak
yang ditempuh senyawa pada kromatografi dari tempat totolan terhadap jarak
tempuh pelarut atau dapat dituliskan sebagai berikut:
Faktor yang mempengaruhi harga Rf antara lain adalah suhu, pelarut, sifat
penjerap dan jumlah cuplikan (Bintang, 2010).
2.5.2 Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan menggunakan
peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm,
ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm. Penyerap yang paling sering dipakai
adalah silika gel. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan lebar yang sesempit
mungkin. Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator
fluorosensi yang membantu mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar
(31)
dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi
dengan pereaksi semprot (Hostettman, dkk., 1995).
2.5.3 Kromatografi lapis tipis dua arah
Kromatografi lapis tipis (KLT) dua arah bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen mempunyai karakteristik kimia yang
hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Dua sistem fase gerak yang
sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu,
sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai
tingkat polaritas yang hampir sama, sehingga KLT dua arah dapat dipakai untuk
memeriksa kemurnian isolat (Rohman dan Ibnu, 2012).
KLT dua dimensi dilakukan dengan menotolkan sampel pada satu sudut
lapisan berbentuk bujur sangkar dan dikembang dengan satu sistem pelarut
sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Plat
diangkat, dikeringkan, diputar 90 derajat, lalu diletakkan di dalam sistem pelarut
kedua (Gritter, dkk., 1991).
2.6 Spektrofotometri
2.6.1. Spektrofotometri sinar ultraviolet
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan pemeriksaan visual,
yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorbsi energi radiasi
macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya pengukuran kualitatif dari
suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day dan Underwood, 1986).
Spektrum ultraviolet senyawa-senyawa organik dihasilkan oleh transisi
antara tingkat-tingkat energi elektron. Elektron dari orbital energi rendah dalam
(32)
gelombang. Panjang gelombang serapan merupakan suatu ukuran perbedaan
tingkat-tingkat energi pada orbital-orbital yang tereksitasi (William dan
Flemming, 2014).
2.6.2 Spektrofotometri sinar inframerah
Spektrofotometri sinar inframerah digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa organik. Pengukuran spektrum inframerah paling banyak dilakukan pada
daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Bintang, 2010). Spektrum inframerah
terjadi akibat adanya berbagai transisi antara tingkat-tingkat energi vibrasi yang
dihasilkan oleh gugus fungsional (William dan Flemming, 2014).
Langkah-langkah umum untuk memeriksa spektrum inframerah menurut
Pavia, dkk (2001) adalah:
1. apakah terdapat gugus karbonil?
Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1660-1820 cm-1. Puncak ini
biasanya memiliki puncak yang lebar pada spektrum.
2. jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut:
a. Asam: memiliki serapan melebar pada 2500-3000 cm-1.
b. Amida: memiliki serapan medium di dekat 3500 cm-1. Kadang-kadang
puncak rangkap
c. Ester: memiliki serapan medium di daerah 1000-1300 cm-1.
d. Anhidrida: mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1.
e. Aldehida: mempunyai dua serapan lemah di dekat 2850-275- cm-1.
f. Keton: jika kelima kemungkinan di atas tidak ada.
3. jika gugus C=O tidak ada
a. Alkohol/fenol: memiliki gugus OH, puncak serapan melebar di daerah
(33)
b. Amina: memiliki gugus N-H, yaitu serapan medium di daerah 3500cm-1
c. Eter: memiliki gugus C-O (tidak ada -OH), yaitu serapan medium di daerah
1000-1300 cm-1.
4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik
a. Ikatan C=C mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.
b. Serapan medium sampai kuat pada daerah 1450-1650 cm-1 sering
menunjukkan adanya cincin aromatik.
5. Ikatan rangkap tiga
a. C N mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.
b. C C mempunyai serapan tapi tajam di daerah 2150 cm-1.
6. Hidrokarbon
a. Kelima kemungkinan diatas tidak ada.
b. Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1.
c. Serapan lain di daerah 1375-1450 cm-1.
2.6.3 Spektrofotometri massa
Spektrofotometer massa merupakan perangkat untuk menghasilkan dan
menghitung berat ion suatu senyawa yang berat molekul dan informasi struktur
yang ingin diketahui. Semua spektrofotometri massa menggunakan tiga tahapan
dasar, yaitu molekul dibuat menjadi fase gas, lalu ditembakkan berkas elektron
dan menghasilkan ion bermuatan positif seperti kation M.+ kemudian ion-ion
dipisahkan berdasarkan rasio massa terhadap muatannya (m/z) (William dan
Fleming, 2014).
Salah satu sistem dari spektrofotometri massa yaitu Electrospray Mass
Spectrometry (ESI). Istilah electrospray adalah istilah yang diterapkan untuk
(34)
meninggalkan kapiler berupa kabut halus dan terdiri dari tetesan cairan bermuatan
tinggi, yang dapat ditentukan sebagai muatan positif atau negatif sesuai dengan
tegangan yang diterapkan pada pipa kapiler (William dan Fleming, 2014).
Keuntungan utama spektrofotometri massa yaitu metode ini lebih spesifik
dan sensitif untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk
menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini karena spektrofotometri massa
dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul
berdasarkan pola fragmentasi. Puncak ion molekul penting dikenali karena
memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa (Silverstain, dkk., 1981).
Spektrofotometri Lc-Ms sistem ESI disebut juga dengan ionisasi lunak,
yang artinya menghasilkan ion molekul dengan sedikit fragmentasi. Hal ini dapat
menguntungkan dalam arti bahwa ion molekul (atau lebih tepatnya ion molekul
pseudo) selalu dapat diamati, namun informasi struktural yang didapat dari
spektrum massa sangat sedikit. Kerugian ini dapat diatasi dengan kopling tandem
(35)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi
pengumpulan hewan, identifikasi hewan, pembuatan simplisia, pemeriksaan
karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa, pembuatan ekstrak
etanol, fraksinasi n-heksana dengan metode ekstraksi cair-cair, analisis senyawa
steroid/triterpenoid secara kromatografi lapis tipis (KLT) dan dilanjutkan isolasi
secara KLT preparatif, isolat yang diperoleh diuji kemurniannya dengan KLT dua
arah, selanjutnya terhadap isolat yang telah murni dikarakterisasi dengan
menggunakan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR)
dan spektrofotometri massa (MS). Penelitian dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat-alat gelas laboratorium, blender (Philips), botol penyemprot, cawan penguap, cawan datar,
chamber, deck glass, krus porselin, lemari pengering, mikroskop, neraca kasar
(Ohaus), neraca analitik (Mettler Toledo), oven listrik (Fischer Scientific), object
glass, pipet tetes, penangas air (Yenaco), tanur, rotary evaporator, spatula,
seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat destilasi, seperangkat alat perkolasi, spektrofotometri ultraviolet (Shimadzu QP 5000), spektrofotometri
inframerah (FTIR-8201 PC Shimadzu) dan spektrometer massa (Mariner
(36)
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang. Semua
bahan yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas proanalisa yaitu
air suling, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, etilasetat,
etanol destilasi, kalium bromida, kloralhidrat, kloroform, metanol, n-heksana, plat
pra lapis silika gel 60 F254 dan toluen.
3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Teripang 3.2.1 Pengumpulan teripang
Metode pengumpulan bahan teripang dilakukan secara purposif yaitu
tanpa membandingkan dengan bahan teripang yang sama dari daerah lain. Bahan
yang digunakan adalah teripang yang diambil dari perairan daerah sekitar
Makassar, Pulau Barrang Lompo, kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2.2 Identifikasi teripang
Identifikasi teripang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta. Teripang yang digunakan sama
dengan teripang yang diidentifikasi atas nama Tobing (2015). Hasil identifikasi
dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42.
3.2.3 Pengolahan teripang
Teripang yang telah dikumpulkan, dibersihkan isi perutnya dengan cara
memotong pada bagian perut, kemudian dicuci untuk menghilangkan pengotor
yang melekat menggunakan air yang mengalir, kemudian tiriskan lalu di timbang
(berat basah). Teripang di potong dengan ukuran 2x2 cm, kemudian dimasukkan
dalam lemari pengering. Teripang telah kering apabila sudah dapat dipatahkan.
Teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewan. Teripang kemudian di
(37)
Serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik untuk mencegah pengaruh
lembab dan pengotoran lainnya.
3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.3.2 Larutan asam klorida 2 N
Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling
sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.3.3 Larutan asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
volume 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.3.4 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon
dioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.3.5 Larutan pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml
air suling (Depkes RI, 1995).
3.3.6 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dicampurkan dalam 50 ml etanol 96%,
kemudian ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut
(Depkes RI, 1995).
3.3.7 Larutan asam sulfat 2 N
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai
(38)
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Hewan yang dikarakterisasi adalah hewan yang diambil pada waktu dan
tempat yang sama, memiliki jenis yang sama serta waktu pengerjaan karakterisasi
dilakukan secara bersamaan dengan Tobing, (2015). Pemeriksaan karakteristik
simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik,
penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar
sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu
yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995).
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik terhadap teripang dilakukan dengan cara
mengamati bentuk, ketebalan, diameter, permukaan tubuh. Pemeriksaan
organoleptis meliputi warna, bau dan rasa dari teripang. Gambar makroskopik
teripang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43.
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang dilakukan
dengan cara serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek yang telah diteteskan
dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati
dibawah mikroskop. Gambar mikroskopik serbuk teripang dapat dilihat pada
Lampiran 3, halaman 45.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Prosedur kerja:
1. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
(39)
menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml
(WHO, 1998).
2. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
ke dalam labu alas bulat berisi toluen yang telah dijenuhkan, lalu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih
kurang 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes per detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen
memisah sempurna, lalu volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih
kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air. Kadar air dihitung
dalam persen (WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar air dapat dilihat pada
Lampiran 4, halaman 46.
3.4.4 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
air-kloroform (sebanyak 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam
labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat lalu diuapkan
sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa
dipanaskan pada suhu 105℃ sampai bobot tetap menggunakan oven. Kadar dalam persen sari yang larut air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes
RI, 1995). Hasil perhitungan kadar sari larut air dapat dilihat pada Lampiran 5,
(40)
3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105℃ sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Depkes RI, 1995). Perhitungan kadar sari larut etanol dapat dilihat
pada Lampiran 6, halaman 48.
3.4.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus porselin kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
pijaran dilakukan pada suhu 600℃, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 7,
halaman 49.
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan
dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci
dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600℃ sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut asam
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar
(41)
3.5 Pemeriksaan Senyawa pada Teripang 3.5.1 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10
cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N apabila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.5.2 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama
2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat, timbul
warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
adanya steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).
3.5.3 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisa ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml
campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, setelah itu
direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat
ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4 M, dikocok lalu didiamkan 5
menit kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan
kloroform (2:3), perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air
diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50o C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml
metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di
atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.
Asam sulfat pekat 2 ml ditambahkan melalui dinding tabung, terbentuk cincin
(42)
3.6 Pembuatan Ekstrak
3.6.1 Pembuatan ekstrak etanol
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut
etanol 96%.
Cara kerja :
Sebanyak 350 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup,
lalu direndam dengan cairan penyari etanol selama 3 jam. Massa dimasukkan ke
dalam perkolator, lalu pelarut etanol dituang secukupnya sampai terdapat selapis
larutan penyari di atas serbuk sumplisia, mulut perkolator ditutup dengan plastik
dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka setelah
24 jam dan cairan perkolat dibiarkan menetes 1 ml/menit. Perkolasi dihentikan
apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak
meninggalkan sisa. Perkolat diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator
pada suhu tidak lebih dari 40o C. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang dapat
dilihat pada Lampiran 9, halaman 51.
3.6.2 Fraksinasi dengan n-heksana
Dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair (ECC) ekstrak etanol dengan
pelarut n-heksana.
Cara kerja:
Sejumlah 10 g ekstrak teripang ditimbang dan dilarutkan dalam 10 ml
etanol, ditambah 50 ml air suling, kemudian diekstraksi dengan n-heksana
sebanyak 50 ml menggunakan corong pisah yang diulang sebanyak tiga kali.
Lapisan n-heksana dipisahkan dan kemudian diuapkan hingga diperoleh fraksi n
-heksana kental. Bagan alur fraksinasi n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 10,
(43)
3.7 Analisis Ekstrak Teripang secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak n-heksana dianalisis secara KLT menggunakan plat pra lapis tipis
silika gel 60 F
254, dan sebagai fase gerak digunakan campuran n-heksana-etilasetat
dengan perbandingan (100:0), (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dan
(40:60) serta sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Libermann-Burchard.
Cara kerja :
Ekstrak diencerkan dengan n-heksana, ditotolkan pada plat pra lapis tipis
silika gel 60 F
254, dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase
gerak dan ditutup rapat. Plat dikeluarkan dari bejana setelah elusi selesai dan
diamati secara visual, lalu disemprot dengan pereaksi Libermann-Burchard, plat
dipanaskan di oven pada suhu 1050 C selama 10 menit, diamati kembali warna
bercak dan dihitung harga Rf. Hasil analisis KLT senyawa steroid/triterpenoid
ekstrak n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 53.
3.8 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid secara KLT Preparatif
Ekstrak n-heksana teripang diisolasi secara KLT preparatif, sebagai
penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard dan sebagai fase gerak
digunakan n-heksana-etilasetat (70:30) dan fase diam silika gel 60 F254.
Cara kerja:
Ekstrak diencerkan dengan n-heksana, ditotolkan berupa pita pada jarak 2
cm dari tepi bawah plat KLT berukuran 20x20 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase gerak, pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat
(44)
disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 105℃. Bagian tengah plat yang sejajar dengan bercak
berwarna merah ungu dikerok dan dikumpulkan, direndam dengan metanol satu malam lalu disaring kemudian pelarutnya diuapkan, dilakukan uji kemurnian dengan KLT terhadap isolat yang diperoleh. Bagan isolasi steroid/triterpenoid secara KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 54. Gambar hasil KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 55.
3.9 Uji Kemurnian Isolat secara KLT Dua Arah
Isolat hasil isolasi dilakukan uji kemurnian secara KLT dua arah
menggunakan dua sistem pengembang yang berbeda kepolaran. Fase gerak I
n-heksana-etilasetat (70:30) dan fase gerak II toluen-etilasetat (80:20).
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 F254 lalu dielusi memakai
fase gerak I yaitu n-heksana-etilasetat (70:30) hingga mencapai batas
pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan dikeringkan,
setelah plat kering dielusi kembali dengan arah yang berbeda 90℃ memakai fase gerak II yaitu toluen-etilasetat (80:20), disemprot dengan memakai penampak
bercak Liebermann-Burchard, setelah itu plat dipanaskan pada suhu 105℃ selama 10 menit lalu diamati warna yang terbentuk. Hasil uji kemurnian isolat dapat
dilihat pada Lampiran 14, halaman 56.
3.10 Karakterisasi Isolat
Karakterisasi isolat secara spektrofotometri ultraviolet dan
spektrofotometri inframerah dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas
(45)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kimia, Serpong, Provinsi Banten.
3.10.1 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV
Cara kerja:
Karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV dilakukan dengan cara melarutkan isolat dengan metanol kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel dan diukur panjang gelombang maksimumnya pada
panjang gelombang 200–400 nm. Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri
UV dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 57.
3.10.2 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR
Cara kerja:
Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR dilakukan dengan cara
mencampurkan isolat dengan 100 mg kalium bromida kemudian dimasukkan ke
dalam cell holder spektrofotometri inframerah serta diukur pada bilangan
gelombang 400-4000 cm-1. Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri IR
dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 58.
3.10.3 Karakterisasi isolat secara spektrofotometer massa (MS)
Cara kerja:
Karakterisasi isolat dilakukan secara kromatografi cair-spektrofotometri
massa dengan cara melarut isolat dengan metanol kemudian diinjeksikan ke dalam
alat mass spectra (Lc-Ms). Analisis dilakukan dengan sistem electrospray
ionization, kemudian dibaca hasil dari Lc-MS. Hasil spektrofotomer massa dapat
(46)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Teripang
Hasil identifikasi teripang yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta adalah teripang jenis
Pearsonothuria graffei (Semper, 1868), marga Pearsonothuria, suku
Holothuriidae, bangsa Aspidochirotida, kelas Holothuroidea dan filum
Echinodermata (Tobing, 2015).
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia
Secara makroskopis, tubuh teripang segar berbentuk lonjong menyerupai
bentuk timun dengan panjang sekitar 65 cm dengan lebar 10 cm, dengan mulut
pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Tubuhnya lunak dan
berlendir, permukaan tubuhnya berwarna coklat dengan bintik-bintik berwarna
hitam. Diameter tubuh bagian tengah lebih besar dari bagian ujungnya, yaitu
bagian mulut dan anus.
Pemeriksaan makroskopis terhadap simplisia yaitu simplisia berwarna
lebih pucat dan mengkerut. Pemeriksaan organoleptis terhadap teripang segar
yaitu berbau spesifik sedangkan serbuk simplisia berwarna cream, rasa asin, dan
berbau spesifik.
Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia menunjukkan
adanya spikula berbentuk buttons (kancing), meja semu (pseudo-tables), batang
(rods). Berdasarkan Purcell, dkk (2012) Pearsonothuria graffei (Semper, 1868)
(47)
(pseudo-tables) yang berasal dari dinding tubuh.
Hasil pemeriksaan karakteristik teripang yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Tobing, (2015) dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Pearsonothuria graffei
No. Karakteristik
Hasil Pemeriksaan (%) Standar Mutu Teripang Kering (%) 1. 2. 3. 4. 5. Kadar air
Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam
9,47 36,56 24,01 37,11 3,66 20 7
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen),
penetapan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, kadar abu total dan abu
tidak larut asam dilakukan menggunakan metode gravimetri. Tabel 4.1
menunjukkan kadar air simplisia teripang sebesar 9,47%. Berdasarkan standar
mutu teripang kering yaitu (SPI-KAN/02/29/1987) sesuai surat Keputusan
Menteri RI no.701/Kpts/TP.830/10/1987 yang tercantum pada Tabel 4.1 kadar air
dari teripang kering tidak lebih dari 20%, sehingga kadar air dari simplisia
Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) memenuhi persyaratan.
Kadar air yang lebih besar dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan
kapang dan jasad renik lainnya. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Kadar sari larut air yaitu 36,56% hal ini menunjukkan bahwa teripang
(48)
seperti saponin dan garam. Kadar sari larut etanol yaitu 24,01% menunjukkan
adanya senyawa yang dapat larut etanol seperti steroid/triterpenoid, gikosida,
lemak dan kolagen.
Kadar abu total yaitu 28,75% menunjukkan bahwa kadar abu teripang
tinggi, disebabkan karena teripang mengandung berbagai mineral seperti garam
dan kalsium karbonat dari spikula (Bodrbar, dkk., 2011). Tujuan dari penetapan
kadar abu total adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI,
2000). Kadar abu tidak larut asam yaitu 3,66% yang termasuk dalam abu tidak
larut asam adalah silikat. Kadar abu tidak larut asam juga memenuhi persyaratan
mutu teripang kering yaitu (SPI-KAN/ 02/29/1987) sesuai surat Keputusan
Menteri Pertanian RI No. 701/Kpts/TP.830/10/1987.
4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa
Hasil pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia teripang
dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa teripang Pearsonothuria graeffei
Keterangan: (+) Positif : mengandung golongan senyawa () Negatif : tidak mengandung golongan senyawa
Hasil pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia, ekstrak
etanol dan fraksi n-heksana teripang Pearsonothuria graeffei diperoleh pada
No. Pemeriksaan Serbuk Simplisia
Ekstrak Etanol
Fraksi
n-heksana
1 Saponin + + -
2 Steroid/triterpenoid + + +
(49)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa serbuk simplisia dan ekstrak etanol mengandung
saponin, karena pada uji busa terbentuk busa yang stabil melalui pengocokkan
dengan air panas dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2 N. Serbuk simplisia
dan esktrak etanol teripang positif mengandung glikosida, pada penambahan
pereaksi Molish dan asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1995).
Ketiganya positif mengandung steroid/triterpenoid yang berwarna biru-hijau
hingga merah ungu setelah penambahan pereaksi Liebermann-Burchard
(Robinson, 1995).
4.4 Ekstraksi
Sejumlah 350 g serbuk simplisia diekstrasi dengan cara perkolasi
menggunakan pelarut etanol 96% sehingga diperoleh ekstrak etanol sebanyak 22,4
g. Fraksinasi ekstrak etanol dilakukan menggunakan metode ekstraksi cair-cair
dengan pelarut n-heksana sehingga diperoleh ekstrak n-heksana sebanyak 2,06 g.
4.5 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid
Analisis KLT dari ekstrak n-heksana dilakukan dengan fase gerak
n-heksana:etilasetat dengan perbandingan (100:0), (90:10), (80:20), (70:30),
(60:40), (50:50), (40:60) menunjukkan bahwa fase gerak yang paling baik adalah
n-heksana-etilasetat (70:30) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling
baik yaitu diperoleh dua noda yang berwarna merah ungu dengan penampak noda
Liebermann-Burchard.
Pemisahan senyawa steroid/triterpenoid dilanjutkan secara KLT preparatif
menggunakan fase gerak terbaik yaitu n-heksana-etilasetat (70:30) dengan
(50)
pada kedua sisi plat memberikan dua bercak berwarna merah ungu kemudian
keduanya dikerok pada bagian plat yang tidak disemprot lalu direndam dengan
metanol dingin selama satu malam kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat.
Filtrat yang diperoleh dari kedua bercak diuapkan hingga kering, setelah
itu ditambahkan metanol dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama satu
malam. Filtrat dikeluarkan dari lemari pendingin setelah satu malam dan dibiarkan
menguap. Perlakuan diulangi beberapa kali sampai terbentuk kristal. Kristal yang
terbentuk dari kedua filtrat yaitu isolat 1 berupa kristal amorf berwarna putih
kekuningan sebanyak 11,56 mg sedangkan pada isolat 2 kristal yang terbentuk
sangat sedikit sehingga tidak dilakukan uji selanjutnya.
Uji kemurnian isolat dilakukan secara KLT dua arah menggunakan dua
sistem pengembang yang berbeda kepolaran. Fase gerak pertama yang digunakan
adalah n-heksana-etilasetat (70:30) yang bersifat lebih non-polar dari fase gerak
kedua yaitu toluen-etilasetat (80:20). Hasil KLT dua arah menunjukkan isolat
memiliki satu noda dengan harga Rf 0,51. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa
steroid/triterpenoid yang diperoleh dianggap murni.
Isolat yang telah dianggap murni dianalisis secara spektrofotometri UV,
spektrofotometri IR dan spektrofotometri MS. Isolat yang akan dianalisis secara
spektrofotometri UV dilarutkan menggunakan metanol. Hasil spektrofotometri
UV isolat memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202,00
nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus kromofor (William dan Flemming, 2014).
Hasil spektrofotometri IR isolat menunjukkan adanya serapan melebar
pada bilangan gelombang 3433,29 cm-1 hal ini menunjukkan adanya gugus –OH. Gugus –OH tersebut dikuatkan oleh serapan C-O pada bilangan gelombang 1122,57 cm-1. Dua puncak yang berdekatan pada bilangan gelombang 2924,94
(51)
cm-1 dan 2858,51 cm-1 menunjukkan adanya gugus C–H alifatis, yang diperkuat oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1423,47 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus metil (–CH3). Pita serapan pada bilangan gelombang 1562,34 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua C=C (Harmita, 2015). Hasil identifikasi
dengan spektrofotometer dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Hasil identifikasi spektrum inframerah isolat
No Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi
1. 3433,29 OH
2. 2924,94 CH alifatis
3. 2858,31 CH alifatis
4. 1562,34 C=C
5. 1423,47 CH3
6. 1122,57 C-O
Hasil identifikasi oleh spektrofotometer massa menunjukkan puncak ion
molekul adalah m/z 369,5 yang merupakan m/z ion [M+H]+ yaitu berat molekul
senyawa ditambah dengan satu muatan positif sehingga berat molekul isolat
adalah 368,5. Hal ini karena pada sistem electrospray ionisation (ESI) sampel
yang akan diidentifikasi akan dirubah mejadi tetesan-tetesan kecil yang kemudian
diberi muatan sehingga tetesan sampel memiliki muatan. Puncak yang dihasilkan
oleh sistem ESI dapat berupa puncak tunggal ataupun jamak. Studi pustaka
diketahui bahwa pada MS dengan sistem ESI yang muncul hanya puncak ion
molekul sedangkan ion-ion fragmennya tidak muncul (Fitrya, dkk., 2012).
Berdasarkan penelusuran dari situs webbook.nist.gov didapatkan senyawa yang
memiliki berat molekul sama dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 di
(52)
1. Estrone, Hexanoat
Gambar 4.1 Struktur Estrone, Hexanoat (Anonima, 2009)
2. 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane
Gambar 4.2 Struktur 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane
(Anonimb, 2009)
Berdasarkan hasil identifikasi secara spektrofotometri UV, IR dan MS
diduga bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20
(53)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Hasil pemeriksaan makroskopis menunjukkan teripang segar memiliki
bentuk tubuh lonjong dengan panjang sekitar 65 cm, lebar 10 cm, lunak
dan berlendir, warna permukaan tubuhnya coklat dengan bintik-bintik
berwarna hitam, sedangkan pada simplisia berwarna lebih pucat dan
mengkerut. Hasil mikroskopis menunjukkan teripang terdiri dari spikula
bentuk kancing (button), meja semu (pseudo table), dan batang (rods).
Karakteristik simplisia hewan yaitu kadar air 9,47%, kadar sari larut air
36,56%, kadar sari larut etanol 24,01%, kadar abu total 28,75%, kadar abu
tidak larut asam 3,66%.
b. Senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsonothuria graeffei (Semper,
1868) terpisah dengan baik menggunakan metode ekstraksi cair-cair dan
KLT preparatif.
c. Analisis isolat secara spektrofotometri UV diperoleh absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 202 nm dan dari spektrofotometri IR
diketahui isolat mempunyai gugus O–H, C–H alifatis dari metil (–CH3), ikatan C=C dan gugus C–O dan secara spektrofotometri massa diketahui bahwa senyawa tersebut memiliki berat molekul 368,5 diduga senyawa
yang diisolasi adalah senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha,
(54)
5.2 Saran
Peneliti selanjutnya disarankan untuk menentukan struktur senyawa hasil
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2009). Estrone, Hexanoat. http://webbook.nist.gov/cgi/cbookcgi?ID= U368356&Units=SI. Diakses pada tanggal 29 November 2015.
Anonimb. (2009). 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahidroxy. http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID =C516381&Units=SI. Diakses pada tanggal 29 November 2015.
Basset, J., Denny, R.C., Jeffery, G. H., dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Halaman 165.
Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga. Halaman 125, 148-149. 197-198.
Bordbar, S., Anwar. F., dan Saari, N., (2011) High-Value Components and Bioactive from Sea Cucumbers for Functional Food. Journal Marine
drugs. 9(1): 1761.
Day, R. A., dan Underwood, A. L. (1986). Analisis Kimia Kualitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 382.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 300-304, 306, 321-325, 336.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-11, 14, 17.
Dharmananda. (2003). Sea Cucumber: Food and Medicine. Institute for Traditional Medicine. Oregon: Portland.
Stahl, E. (1985). Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopik. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 6.
Fitrya., Muharni., dan Kobaywan, M., (2012). Senyawa Fenolat Dari Fraksi Etil Asetat Buah Tumbuhan Mempelas (Tetracera Indica Merr.). Jurnal
Penelitian Sains. Palembang: Universitas Sriwijaya. 15(3): 107-110.
Gusnanto A, Nugroho S G., dan Sri M. (2013). Maskulinisasi Lobster Air Tawar
(Cherax Quadricarinatus) dengan Ekstrak Steroid Teripang Pasir
(Holothuria Scabra) Pada Umur Larva Yang Berbeda. Seminar Nasional
Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian. Lampung: Universitas
Lampung.
Ghufran M. H., dan Kordi K. (2010). A to Z Budi Daya Akuatik untuk Pangan,
Kosmetik dan Obat-Obatan. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman
(56)
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwirting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi.
Edisi II. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 14, 109, 114 – 115, 130-131. Harbourne (1987). Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 11,
147-149, 151.
Harmita. (2015). Analisis Fisikokimia Potensiometri dan Spektroskopi. Volume 1. Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 76-79.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi
Preparatif: Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam. Bandung: ITB.
Halaman 9 – 11.
Hostettman, K., dan Marston, A. (1995). Saponins. UK: Cambridge University Press. Halaman 2.
Kazakevich, Y., dan Rosario L. (2007). HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey: John Willey & Sons, Inc. Halaman 289, 306-307.
Kurnia, D.H, Devi, S., Laili, S., Masturah, M., dan Evi, N.Y. (2010). Pengaruh Kecepatan Sentrifugasi Pada Proses Pemisahan Hasil Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Sebagai Sumber Testosteron Alami Dan Antigen. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Halaman 85.
Martoyo, J.N., Aji, dan Winanto, T. (2006). Budidaya Teripang. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 6-7, 9.
Meydia. (2006). Isolasi Senyawa Steroid dari Teripang Gama (Stichopus variegatus) dengan Berbagai Jenis Pelarut. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah S., Said E.G., Syamsu K., Suprihatin., dan Riani E. (2009). Pengaruh Ekstrak Steroid Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Terhadap Perilaku Seksual Dan Kadar Testosteron Darah Mencit (Mus musculus). Tesis. Bandung: Universitas Padjajaran.
Pavia, D.L., Lampman, G.M., dan Kriz, K.S. (2001). Introduction to
Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry. Edisi III.
United States of America: Thomson Learning, Inc. Halaman 28 – 29. Purcell, S.W., Samyn, Y., dan Conand, C. (2012). Commercially Important Sea
(57)
Remy, M.E.P., dan Losung, F. (2013). Aktivitas Hemolitik Teripang (Bohadschia
Graeffei) dari Pantai Malalayang, Sulawesi Utara Pada Beberapa Suhu
Dan PH. Jurnal Ilmiah Sains . 13(1): 29-32.
Robinson, T. (1995). Kandungan Oganik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 154.
Rohman, A., dan Ibnu, G.G. (2012). Analisis Obat secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 349.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morrill, T.C. (1981). Spectrometric
Identification of Organic Compounds. Edisi IV. Singapore: John Wiley
& Sons. Halaman 96.
Supriyatna., Mulyono. M.W., Yoppi. I., dan Maya F.R. (2010). Prinsip Obat
Herbal: Sebuah Pengantar untuk Fitoterapi. Yogyakarta: Deepublish.
Halaman 31.
Tobing, C. N. (2015). Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis
Pearsonothuria graeffei (Semper) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa
Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
William, H. D., dan Flemming, I. (2014). Metode Spektroskopi Dalam Kimia
Organik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 1-10, 33.
WHO. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Halaman 31-33.
(58)
(59)
(60)
(61)
Lampiran 3. Gambar mikroskopik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei perbesaran 10x40
Keterangan :
1. spikula bentuk kancing(buttons)
2. spikula bentuk meja semu (pseudo-tables)
3. spikula bentuk batang (rods)
1
2
(62)
Lampiran 4. Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisia teripang
Kadar air = e a
be a a e g
1. Kadar air 1
Berat sampel = 5,010 g Volume air = 0,5 ml
Kadar air =
= 9,98 % 2. Kadar air II
Berat sampel = 5,003 g Volume air = 0,45 ml
Kadar air =
3
= 8,99 % 3. Kadar air III
Berat sampel = 5,026 g Volume air = 0,65 ml
Kadar air =
= 9,45 %
Kadar air rata – rata =
3
(63)
Lampiran 5. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia
teripang
1. Kadar sari larut air I
Berat sampel = 5,008 g
Berat sari = 0,443 g
Kadar sari larut air = 3
x
x
100% = 44,23 %2. Kadar sari larut air II
Berat sampel = 5,009 g
Berat sari = 0,339 g
Kadar sari larut air = 33
x
x
100% = 33,84 %3. Kadar sari larut air III
Berat sampel = 5,012 g
Berat sari = 0,318 g
Kadar sari larut air = 3
x
x
100%= 31,73 %Kadar sari larut air rata – rata = 3 33 3 3
3
= 36,56% % Kadar sari larut air = be a a
(64)
Lampiran 6. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia
teripang
1. Kadar sari larut etanol I
Berat sampel = 5,021 g
Berat sari = 0,258 g
Kadar sari larut etanol =
100% = 25,73%
2. Kadar sari larut etanol II
Berat sampel = 5,004 g
Berat sari = 0,235 g
Kadar sari larut etanol = 3
100% = 25,53%
3. Kadar sari larut etanol III
Berat sampel = 5,009 g
Berat sari = 0.228 g
Kadar sari larut etanol =
100% = 22,78%
Rata-rata kadar sari larut etanol = 3 3
3
=24,01% Kadar sari larut etanol be a a
be a a
(1)
KLT Preparatif
Fase diam : silika gel 60 F254
F Fase gerak : n-heksana- etilasetat (70:30)
Lampiran 12. Bagan isolasi steroid/triterpenoid dari teripang
Ekstrak n-heksana Kromatogram Isolat Isolat murni Spektrum
KLT 2 arah
Identifikasi secara spektrofotometri UV, spektrofotometri IR dan spektrofotometri MS
KLT Analisis
Fase diam : Silika gel GF254
Fase gerak : n-heksana-etil asetat dengan berbagai perbandingan
(2)
Lampiran 13. Kromatogram KLT preparatif teripang Pearsonothuria graeffei
Keterangan : Fase gerak n-heksana-etilasetat (70:30), fase diam silika gel 60 F254,
penampak noda Liebermann-Burchard (LB), tp = titik penotolan, bp= batas penotolan
Bp
(3)
Lampiran 14. Kromatogram KLT dua arah isolat teripang Pearsonothuria graeffei
Keterangan : Fase gerak I = n-heksana-etilasetat (70:30), fase gerak II = toluen-etilasetat (80:20), fase diam silika gel 60 F254, penampak noda
Liebermann-Burchard (LB), M= merah ungu, tp = titik penotolan, bp1= batas penotolan 1, bp2 = batas penotolan 2
Bp 1
Bp 2
Tp M
(4)
Lampiran 15. Spektrum UV isolat teripang Pearsonothuria graeffei
Panjang gelombang (nm) Absorbansi
(5)
Lampiran 16. Spektrum IR Isolat teripang Pearsonothuria graeffei
(6)
Lampiran 17. Spektrum MS teripang isolat Pearsonothuria graeffei
329.0 338.6 348.2 357.8 367.4 377.0
Mass (m/z) 0 207.8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 % I n te n s ity
Mariner Spec /90:92 (T /3.46:3.53) -82:84 (T -3.46:3.53) ASC= > NR(2.00)[BP = 337.3, 208]
337.2750
338.2676 337.8721
359.3943 331.3402
338.8620 347.3891 369.3570
359.9486