Dasar Perkawinan KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TAHUN 1974 TENTANG

32

BAB III KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN WANITA HAMIL DARI ZINA

A. Dasar Perkawinan

Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 1 Di dalam hukum perdata pernikahan tidak jauh berbeda dengan hukum Islam, didalam hukum perdata perkawinan adalah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas dalam hubungan hukum antara suami dan istri. Dengan perkawinan itu timbul ikatan yang berisi hak dan kewajiban misalnya; kewajiban untuk bertempat tinggal yang sama, yang tidak kalah penting adalah hukum yang terjadi antara anak yang lahir dari perkawinan. Menurut kitab undang-undang hukum perdata, perkawinan adalah persatuan seorang laki-laki dan perempuan secara hukum untuk hidup bersama-sama, maksudnya untuk hidup berlangsung selama lamanya sampai akhir hayat. hamil karena zina itu sah selama mengikutimemenuhi syarat-syarat dan rukun nikah yang telah ditentukan oleh undang-undang. 2 Dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, dasar perkawinan dijelaskan pada pasal 1 dan 2, antara lain: 1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1994, h. 23 2 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1991 Cet.1, h. 112 33 Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa Pasal 2 1 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2 Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rumusan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 itu tercantum juga tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Ini berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau untuk jangka waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi untuk seumur hidup atau untuk selamanya. Dengan adanya perkawinan, maka suami istri dapat hidup bersama dengan ikatan bathin, yang tercermin dari adanya kerukunan suami istri yang bersangkutan dalam membina keluarga bahagia. 3 3 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Penerbit Alumni, 1992, h. 67 34

B. Syarat-Syarat Perkawinan