8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh efektifitas sistem perpajakan terhadap willingness to pay taxes?
2. Bagaimana pengaruh pemahaman terhadap willingness to pay taxes? 3. Bagaimana pengaruh tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan
hukum terhadap willingness to pay taxes? 4. Bagaimana pengaruh tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan
hukum terhadap willingness to pay taxes? 5. Bagaimana pengaruh efektifitas sistem perpajakan, pemahaman dan tingkat
kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum, kualitas pelayanan pajak terhadap willingness to pay taxes?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh variabel efektifitas sistem perpajakan terhadap willingness to pay taxes.
2. Menganalisis pengaruh variabel pemahaman terhadap willingness to pay taxes.
3. Menganalisis pengaruh variabel tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum terhadap willingness to pay taxes.
9 4. Menganalisis pengaruh variabel kualitas pelayanan pajak terhadap
willingness to pay taxes. 5. Menganalisis pengaruh secara simultan variabel efektifitas sistem
perpajakan, pemahaman dan tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum, kualitas pelayanan pajak terhadap willingness to pay taxes.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, adapun manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor
Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh efektifitas sistem perpajakan, pemahaman dan tingkat
kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum, kualitas pelayanan pajak terhadap willingness to pay taxes.
2. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh dari efektifitas sistem perpajakan, pemahaman, dan tingkat
kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum, kualitas pelayanan pajak terhadap willingness to pay taxes.
10 3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti, khususnya dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan
mengenai pengaruh efektifitas sistem perpajakan, pemahaman, dan tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum terhadap willingness to
pay taxes. 4. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan efektifitas sistem
perpajakan, pemahaman, dan tingkat kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum terhadap kemauan membayar pajak.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak
a. Pengertian Pajak
Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang tercantum dalam Undang-undang yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya: Definisi pajak menurut Undang-undang No.28 tahun 2010:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Soemitro dalam Mardiasmo 2011:1:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
jasa timbal kontra Prestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
”. Menurut Soeparman dalam Suandy 2011:9:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum”. Menurut Andriani dalam Lubis 2007:
“Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemer
intahan.”
12 Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpukan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur Lubis, 2007:5: 1 Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan. 2 Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. 3 Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke negara
pemerintah. 4 Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.
5 Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah fungsi budgetair, yang bila dari pemasukannya masih terdapat
surplus, digunakan untuk membiayai investasi publik. 6 Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi fungsi regulerend. Contoh: dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras
dapat ditekan. Berdasarkan definisi di atas, pengertian pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita.
Setiap wajib pajak yang membayar iuran atau pajak kepada negara tidak akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi
imbalan yang secara tidak langsung diperoleh wajib pajak berupa pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah dan sebagainya.
13
b. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo 2011:1 fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam 2 dua fungsi, yaitu:
1 Fungsi Budgetair sumber dana bagi pemerintah fungsi ini bertujuan untuk memasukan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-
banyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah
ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang tercapai.
2 Fungsi Regulerend mengatur fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakan perkembangan sarana
perekonomian nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka akan dapat menumbuhkan objek
pajak dan subjek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat lagi.
Berdasarkan fungsi pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau
daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi
regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya.
c. Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo 2011:5 terdapat berbagai jenis pajak yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut
golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.
14
1
Menurut golongannya, jenis pajak terdiri: a Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
b Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
2
Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari: a Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan
pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan pada subjeknya.
b Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak wajib pajak
maupun tempat tinggal.
3
Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari: a Pajak negara atau pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
b Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga masing-masing.
15 Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas bahwa jenis-jenis dari
pajak daerah pada hakekatnya sama dengan pajak pusat, yaitu dalam pemungutannya pajak pusat maupun pajak daerah sama harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan begitu juga dengan hasil penerimaannya dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, baik
pembangunan pusat maupun pembangunan daerah, dan yang membedakannya hanyalah pelaksana pemungutnya.
d. Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo 2011:16 tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.
1 Stelsel Pajak a Stelsel nyata rill, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak
didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi untuk pajak penghasilan maka objeknya adalah pajak penghasilan. Oleh karena
itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam
suatu tahun pajak diketahui. b Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. c Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak
didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
16 Dianutnya suatu stelsel pajak tertentu dalam suatu negara
membawa adanya sistem pemungutan tertentu juga di dalamnya, seperti yang telah di uraikan di atas stelsel dibagi menjadi tiga, dan ketiganya
juga memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing.
e. Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo 2011:7 dalam era globalisasi sekarang ini, batas negara menjadi tidak jelas bagi wajib pajak dalam mencari dan
memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan sebagai berikut:
1 Asas Domisili Asas Tempat Tinggal Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau
tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak
tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa
melihat kebangsaan atau kewarganegaraan wajib pajak tersebut. 2 Asas Sumber
Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini,
negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan
kewarganegaraan wajib pajak.
17 3 Asas Kebangsaan
Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari
mana sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal domisili dari wajib pajak yang bersangkutan.
Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara
ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang
akan dijadikan landasan oleh negara. Seperti yang telah di uraikan di atas merupakan asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.
f. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo 2011:9 sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 tiga yaitu Official Assessment System, Self Assessment
System, With Holding System.
1 Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif. Utang pajak
timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
18
2 Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. Wajib pajak aktif mulai dari
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3 With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga bukan fiskus atau bukan wajib pajak yang bersangkutan
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. Di Indonesia, menerapkan ketiga sistem tersebut: 1 Official
Assessment System diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan PBB, dimana Kantor Pelayanan Pajak KPP akan
mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri,
tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang SPPT yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak
tersebut terdaftar. 2 Self Assessment System contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh baik untuk wajib pajak badan
maupun wajib pajak orang oribadi, dan SPT Masa PPN. PBB juga
19 menganut System Self Assessment dimana wajib pajak diberikan
kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang dikuasai dimiliki
atau dimanfaatkan Self Declaration dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP. 3 With Holding System diterapkan
dalam mekanisme pemotongan atau pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat 2,
PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga
yang berupa Surat Setoran Pajak SSP. Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh SPT masa PPN dari wajib pajak
yang bersangkutan.
g. Tarif Pajak
Menururt Mardiasmo 2011:9 pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif
progresif, dan tarif degresif. 1 Tarif Proposional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. 2 Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
20 3 Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
4 Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai
pajak semakin besar. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak,
dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana
diatur dalam pasal 17 ayat 1 UU PPh. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10.
2. Wajib Pajak
Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, pengertian wajib pajak yaitu:
“Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan. Orang Pribadi merupakan Subjek Pajak yang bertempat
tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia
” Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
21 politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan wajib pajak badan maupun perseorangan sesuai dengan undang-undang
KUP antara lain: a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak KPP terdekat
untuk mendapatkan NPWP. b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan SPT dengan
benar, lengkap dan jelas. c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui kantor pos
atau bank persepsi yang ditunjuk. Menurut “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” UU No. 28
Tahun 2007, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Ramadiansyah, 2014:2.
Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan
yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.
22
3. Efektifitas Sistem Perpajakan
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan membayar pajak, maka diperlukan perubahan atau penyempurnaan dan perbaikan
dalam sistem administrasi modern yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68PMK.012011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Intansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak mengenai tentang Pedoman Umum Kelembagaan Instansi yang Menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum. Dari sisi akuntabilitas, berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat tahun 2011.
Berdasarkan hal tersebut diharapakan sistem perpajakan yang sekarang sudah ada seperti e-SPT, e-filling, e-NPWP, e-registration, e-
banking dan drop box, dan lain-lain dapat lebih sempurna serta memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam membayar atau melaporkan
kewajiban perpajakan dan dapat memberikan pencitraan atau persepsi yang baik kepada hal yang terkait dengan pajak terutama pada sistem perpajakan.
Menurut Fikriningrum
dan Syafruddin
2012:4 hal-hal
yang mengindikasikan efektifitas sistem perpajakan yang saat ini dapat dirasakan
oleh wajib pajak antara lain: 1 Adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-filling. Wajib pajak dapat melaporkan pajak secara lebih mudah dan
cepat. 2 Pembayaran melalui e-banking yang memudahkan wajib pajak dapat melakukan pembayaran dimana saja dan kapan saja. 3 Penyampaian
SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai tempat, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar. 4 Peraturan perpajakan dapat diakses
secara lebih cepat melalui internet, tanpa harus menunggu adanya
23 pemberitahuan dari KPP tempat wajib pajak terdatar. 5 Pendaftaran NPWP
yang dapat dilakukan secara online melalui e-registration dari website pajak. Hal ini akan memudahkan wajib pajak untuk memperoleh NPWP
secara lebih cepat. Persepsi wajib pajak terhadap sistem perpajakan di Indonesia berkaitan dengan media yang digunakan dalam membayar pajak.
Jika wajib pajak merasa bahwa sistem parpajakan yang ada adalah terpercaya, handal dan akurat, maka wajib pajak akan memiliki pandangan
yang positif untuk sadar membayar pajak. Namun jika sistem perpajakan yang ada tidak memuaskan bagi wajib pajak, maka hal itu dapat turut
mempengaruhi kesadaran wajib pajak. Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian,
pengintepretasian terhadap stimulus oleh organisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri
individu. Sedangkan efektifitas memiliki pengertian suatu pengukuran yang menyatakan seberapa jauh target kualitas, kuantitas dan waktu telah
tercapai Handayani, 2012:4. Hal-hal yang mengindikasikan efektifitas sistem perpajakan dan saat
ini dapat dirasakan oleh wajib pajak antara lain Sutari dan Wardani, 2013:2 adalah sebagai berikut:
a. Adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-filling. Wajib pajak dapat melaporkan pajak secara lebih mudah dan cepat.
b. Pembayaran melalui e-banking yang memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran dimana dan kapan saja.
24 c. Pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online melalui e-register
dari website pajak untuk memudahkan wajib pajak memperoleh NPWP. d. Penyampaian SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai
tempat, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar. e. Adanya Kring Pajak 500200 yang digunakan sebagai informasi peraturan
perpajakan yang dilayani melalui telepon. Menurut Fitriana 2013:4 menyatakan bahwa efektifitas sistem
perpajakan terdiri dari: a. Adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-filling. Wajib pajak dapat
melaporkan pajak secara lebih mudah dan cepat. b. Pembayaran melalui e-banking yang memudahkan wajib pajak dalam
melakukan pembayaran dimana dan kapan saja. c. Penyampaian SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai
tempat, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar. d. Peraturan perpajakan dapat diakses dengan lebih cepat melalui internet
tanpa harus menunggu adanya pemberitahuan dari KPP. e. Pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online melalui e-register
dari website pajak untuk memudahkan wajib pajak memperoleh NPWP.
4. Pemahaman Wajib Pajak
Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah masih banyaknya wajib pajak yang belum memahami akan peraturan pajak. Masih terdapat wajib pajak yang
25 menunggu ditagih baru membayar pajak, seperti peraturan pajak pada
periode lama. Hal ini dapat menurunkan jumlah penerimaan pajak negara serta tingkat kepatuhan wajib pajak Adiasa, 2013:2.
Pemahaman dan pengetahuan tentang peraturan perpajakan akan meningkatkan kemauan Wajib Pajak untuk membayar pajak. Karena Wajib
Pajak yang sudah memahami peraturan pajak kebanyakan berpikiran lebih baik membayar daripada terkena sanksi pajak Handayani, 2012:4.
Pengetahuan dan pemahaman adalah suatu proses atau cara dimana manusia mengerti, paham dan mengetahui sesuatu yang bertujuan. Ini timbulnya
adanya motivasi yang merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan Andi, 2014:2.
Adanya pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan syarat-syarat terkait pembayaran pajak. Syarat-syarat untuk melakukan
pembayaran pajak adalah 1 Wajib pajak harus memiliki NPWP dan 2 Wajib pajak harus melaporkan SPT Permadi, 2013:6.
Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan wajib pajak antara lain dibuktikan dengan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak
NPWP. Peningkatan jumlah pajak tercapai seiring dengan peningkatan jumlah wajib pajak. Pemberian NPWP dapat digunakan untuk
meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar Sutari dan Wardani, 2013:2. Pasal 1 ayat 6 Undang-udang No. 28 Tahun 2007 tentang
“Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”, menyatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib
26 pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakaannya. Setiap wajib pajak yang memiliki
penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak. Pendaftaran
NPWP dapat dilakukan secara langsung, untuk orang pribadi yaitu wajib pajak orang pribadi berdasarkan domisili, mengisi formulir pendaftaran
dengan melampirkan persyaratan tertentu foto copy KTP, foto copy kartu keluarga dan surat keterangan domisili dan untuk orang pribadi karyawan
ditambah dengan surat rekomendasi dari instansi yang bersangkutan. Setelah itu, wajib pajak akan memperoleh NPWP dan Surat Keterangan
Terdaftar SKT. Pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui internet yaitu dengan membuka situs www.pajak.go.id pilih menu e-reg, kemudian
isi formulirnya. Kemudian wajib pajak akan memperoleh NPWP dan SKTS jangka waktu 30 hari. Sebelum jatuh tempo wajib pajak harus ke KPP
terdaftar untuk meminta SKT. Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban
sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami hak wajib pajak seperti penggunaan fasilitas umum, pemakaian jalan raya
yang halus, pembangunan sekolah-sekolah negeri dan lain-lain, dan mengetahui kewajibannya sebagai wajib pajak seperti membayar pajak dan
melaporkan Surat Pemberitahuan SPT tepat waktu, maka mereka akan melakukan kewajiban perpajakannya.
27 Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.
Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sanksi keterlambatan penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan wajib pajak orang pribadi adalah Rp.100.000,00, Sedangkan sanksi untuk keterlambatan pembayaran pajak adalah berupa
bunga 2 per bulan yang dihitung dari berakhirnya batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan sampai tanggal pembayaran,
sanksi untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi pidana berupa penjara paling singkat
6 bulan dan paling lama 6 tahun. Batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahun Tahunan wajib pajak orang pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Sedangkan batas waktu pembayaran, paling
lambat sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan 30 Maret. SPT harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Semakin mengetahui dan
paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan
kewajiban perpajakan mereka. Hal ini tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan kewajibannnya dengan baik.
Keempat, pengetahuan dan pemahaman mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP, Penghasilan Kena Pajak PKP, dan tarif pajak.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
28 162PMK.Oll2012 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2013 tentang Pajak
Penghasilan pada pasal 7 ayat 1, PTKP pertahun paling sedikit sebesar: a. Rp. 24.300.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
b. Rp. 2.025.000,00 untuk wajib pajak yang kawin. c. Rp.24.300.000,00
untuk tambahan
untuk seorang
istri yang
penghasilannya digabung oleh suami. d. Rp.2.025.000,00 untuk anggota keluarga wajib pajak yang menjadi
tanggungan wajib pajak, maksimal tanggungan tiga orang. Penghasilan Kena Pajak PKP adalah penghasilan yang melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tarif pajak. Tarif pajak orang pribadi berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun 2008 yang berlaku pada tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 17 ayat 1a:
Tabel 2.1 Tarif Pajak Tahun 2013
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5
Di atas Rp. 50.000.000,00 - Rp. 250.000.000,00 15
Di atas Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25
Di atas Rp. 500.000.000,00 30
Sumber: http: www.ekonomi-holic.com Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang
berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajak sendiri secara benar.
Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak
29 dan yang keenam adalah bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami
peraturan pajak melalui training perpajakan yang mereka ikuti. Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan
peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih dahulu. Adanya
pemahaman tentang perpajakan diharapkan dapat mendorong kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
5. Tingkat Kepercayaan pada Sistem Pemerintahan dan Hukum
Di beberapa negara maju yang memberlakukan wajib pajak, warga negara mendapatkan tunjangan dari negara, misalnya tunjangan untuk yang
pengangguran, tunjangan kesehatan gratis, pendidikan dasar gratis, transportasi yang nyaman, dll. Keuntungan-keuntungan secara langsung
maupun tidak langsung ini mendorong wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak dengan kesadaran penuh bahwa
mereka akan mendapatkan imbalannya melalui fasilitas yang telah dirancang oleh pemerintah. Secara otomatis keinginan untuk mengingkari
kewajiban membayar pajak akan terkikis Handayani, 2012:5. Penelitian James dalam Handayani 2012:5 yang dilakukan di Rusia
sebelum, selama dan sesudah masa transisi perubahan sistem pemerintahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk
membayar pajak karena kebanggaan nasional dan kepercayaan kepada sistem pemerintahan yang tinggi dari pemanfaatan pajak tersebut.
30 Sedangkan dalam penelitian Henriket dalam Handayani 2012 yang
dilakukan di Swedia mengemukakan bahwa ketidakpercayaan wajib pajak terhadap politisi terkemuka akan berpengaruh pada kemauan membayar
pajak memburuk dan kemungkinan mengumpulkan pajak untuk menjaga kesejahteraan negara dikurangi.
Kepercayaan sistem pemerintahan dan hukum dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan penilaian antar lembaga negara dalam
menyelenggarakan kekuasaan-kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya sesuai
dengan undang-undang yang berlaku Permadi, 2013:6. Kepercayan terhadap sistem pemerintahan dan hukum yang berlaku turut mendorong
kemauan wajib pajak untuk membayar pajaknya ketika wajib pajak memiliki kepercayaan yang tinggi kepada sistem pemerintahan dan hukum
yang tegas dalam melaksanakan semua aturan-aturan yang berlaku Probondari, 2013:4.
Pada dasarnya pemungutan pajak dari masyarakat harus dapat dikembalikan pula untuk masyarakat. Ini berarti bahwa apa yang telah
dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara pada akhirnya hasil dari pembayaran pajak tersebut harus dapat dinikmati kembali oleh masyarakat
luas. Namun kenyataannya, saat ini masyarakat belum sepenuhnya merasakan hasil pendapatan negara melalui pajak tersebut. Padahal potensi
yang ada cukup besar untuk dapat mengumpulkan hasil pajak ke dalam kas negara. Kemudian muncul pertanyaan, kemana pemasukan pajak yang
31 seharusnya besar itu? Kenyataan di lapangan tampaknya memberikan
jawaban dari pertanyaan tersebut. Adanya pemasukan yang besar ternyata terkadang bocor di tengah jalan. Ada yang salah dengan perpajakan kita.
Kemauan wajib pajak yang masih rendah disertai dengan rendahnya profesionalitas aparat pajak menjadi bagian dari kesalahan tersebut,
hilangnya kepercayaan terhadap aparat pajak dikarenakan banyaknya kasus- kasus pajak yang ada di indonesia seperti pengelapan pajak maupun
penyimpangan pembayaran pajak lainnya Andi, 2014:2. Kepercayaan adalah sesuatu yang diharapkan dari kejujuran dan
perilaku kooperif yang berdasarkan saling berbagi norma-norma dan nilai yang sama Handayani, 2012:8. Indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 1 Kepercayaan terhadap sistem pemerintahan ditetapkan 2 Kepercayaan terhadap sistem hukum 3 Kepercayaan terhadap politisi akan
politik pemerintah dan 4 Kepercayaan terhadap pemungutan pajak yang dialokasikan kembali ke rakyat dengan kepercayaan terhadap pemungutan
pajak, kepercayaan pengalokasian pajak untuk pembangunan dan kepercayaan akan pengalokasian pajak demi kepentingan rakyat
Handayani, 2012:8. Fitriana 2013:4 menyatakan bahwa indikator pada variabel
kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum yaitu kepercayaan terhadap sistem pemerintahan, kepercayaan terhadap sistem hukum,
kepercayaan terhadap politisi dan kepercayaan terhadap pemungutan pajak yang dialokasikan kembali ke rakyat.
32
6. Kualitas Pelayanan Pajak
Kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada persepsi pihak penyedia jasa tetapi berdasrkan persepsi pelanggan, karena pelangganlah
yang mengkonsumsi dan menikmati jasa pelayanan sehingga konsumen yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan yang diberikan oleh
penyedia jasa. Kualitas merupakan derajat yang dicapai oleh karateristik
yang berkaitan dalam memenuhi persyaratan. Kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas
kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran
seberapa jauh produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan. Kualitas merupakan cara petugas pajak dalam
membantu menyiapkan serta mengurus semua keperluan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakanya Sutari dan Wardani, 2013:2.
Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang
dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Pelayanan
perpajakan dibentuk oleh dimensi kualitas sumber daya manusia SDM, ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan Lovihan, 2013:5.
33 Kualitas pelayanan adalah ukuran sejauh mana pelayanan yang
diberikan dapat memenuhi harapan pelanggan Assegaf, 2009:173. Pelayanan Pajak dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
Wajib Pajak adalah melalui Tempat Pelayanan Terpadu TPT yang dirasakan perlu untuk lebih diberdayakan lagi elemen kualitas pelayanannya
yang meliputi Setyonugroho, 2012:6: a. Prosedur Pelayanan
Dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
09PJ.91995 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Perpajakan dan Buku Pedoman Pelayanan Umum, maka beberapa hal yang perlu
diperhatikan: 1 Pelayanan sesuai standar dan prosedur yang telah ditetapkan.
2 Mengutamakan keramahan, kelancaran, keterbukaan dan kejelasan dalam pemberian informasi dan pelayanan kepada Wajib Pajak.
3 Pelayanan yang mudah, tepat, cepat dan professional. 4 Pelayanan yang adil dan tanpa biaya.
5 Diperlukan budaya kerja yang tinggi, responsif dan efektif. 6 Kepuasan Wajib Pajak menjadi tanggung jawab KPP
b. Organisasi Pembentukan TPT di KPP bersamaan dengan implementasi
Sistem Informasi Perpajakan SIP berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-09PJ.91995 tanggal 20 Oktober 1995, untuk
memberikan kejelasan tanggung jawab tugas-tugas administrasi,
34 pemberian informasi, dan pelayanan kepada Wajib Pajak di TPT menjadi
tanggung jawab Kepala Seksi TUP, sedangkan tugas-tugas penyediaan data dan hal-hal teknis yang berhubungan dengan komputer menjadi
tanggung jawab Kepala Seksi PDI. c. Sumber Daya Manusia
Penunjukan petugas pajak yang bertugas di TPT dilakukan melalui Nota Dinas Kepala KPP yang dilakukan setiap bulan, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1 Berpenampilan menarik serta ramah.
2 Menunjukan sikap dan perilaku yang simpatik. 3 Integritas dan dedikasi yang tinggi.
4 Kemapuan berkomunikasi yang baik serta dapat mengoperasikan komputer.
5 Pengetahuan yang memadai di bidang perpajakan bagi yang ditempatkan di information desk.
6 Penunjukan koordinasi harianmingguan yang bertanggung jawab. d. Sarana dan prasarana
Petugas pajak dituntut untuk mampu melayani setiap Wajib Pajak dengan baik, sopan santun, memiliki rasa hormat kepada Wajib Pajak
sebagai pelanggan, serta memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang pajak yang tentunya akan menujang kualitas dari pelayanan dari petugas
pajak kepada Wajib Pajak. Selain itu, peralatan yang dimilik oleh kantor pajak tentunya juga diperlukan seperti alat komunikasi, komputer, ruang
tunggu yang bagus, nomor antrian, serta peralatan penunjang lainnya.
35
7. Kemauan Membayar Pajak Willingness Pay Taxes
Kemauan merupakan dorongan dari dalam yang sadar, berdasarkan pertimbangan pikir dan perasan, serta seluruh pribadi seseorang yang
menimbulkan kegiatan yang terarah pada tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. Kemauan membayar merupakan
suatu nilai dimana seseorang rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan
sesuatu untuk
memperoleh barang
atau jasa
Fikriningrum dan Syafruddin, 2012:8. Berdasarkan definisi di atas, maka kemauan membayar pajak dapat
diartikan sebagai suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang yang ditetapkan dengan peraturan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum negara dengan tidak mendapat jasa timbal kontraprestasi secara langsung. Kemauan membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu nilai
yang rela dikontribusikan oleh seseorang kepada negara yang ditetapkan dengan peraturan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
Fitriana, 2013:3. Definisi kemauan membayar pajak sependapat dengan Sutari dan
Wardani 2013:3 yang menyatakan bahwa kemauan membayar pajak adalah suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang yang ditetapkan
dengan peraturan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara dengan tidak mendapat kontraprestasi secara langsung.
Selain itu, menurut Sanjaya dalam Tatiana dan Priyo 2009:4 menjelaskan bahwa kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang pajak, persepsi terhadap sanksi pajak, kesadaran
36 masyarakat dalam membayar pajak, persepsi terhadap para petugas pajak,
dan persepsi terhadap kemudahaan dalam pelaksanaan sistem pajak. Konsep kemauan membayar pajak dikembangkan melalui dua
subkonsep yaitu, konsep kemauan membayar dan konsep pajak. Pertama, konsep kemauan membayar. Kemauan membayar merupakan suatu nilai
dimana seseorang rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu untuk memperoleh barang atau jasa. Kedua, konsep pajak. pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh negara dan terutang kepada pengusaha menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum, tanpa
adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum Lovihan, 2013:4.
Setyonugroho 2012:7 menyatakan bahwa pengukuran kemauan membayar pajak yaitu:
a. Jumlah pajak yang tidak memberatkan, wajib pajak akan membayarkan pajaknya jika jumlah pajak sesuai dengan penghasilan wajib pajak dan
tidak memberatkan wajib pajak b. Keadilan sanksi perpajakan, suatu sanksi dikatakan adil jika sanksi
dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memberikan sanksi secara adil
c. Pemanfaatan pajak yang tepat, wajib pajak akan melakukan pembayaran jika pajak digunakan sesuai dengan manfaatnya seperti pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat d. Pelayanan yang baik, kemauan membayar pajak akan meningkat dengan
pelayanan yang baik oleh aparat pajak.
37
B. Penelitian Terdahulu