E. Alokasi Dana Sektor Pendidikan
Sektor pendidikan dianggap penting untuk diprioritaskan demi perjalanan bangsa. Namun yang menjadi masalah bahwa dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 49 ayat 1 menyebutkan bahwa amanat anggaran pendidikan 20 persen tidak termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Beragam opsi pun mengemuka. Tetapi yang jelas anggaran pendidikan sebesar 20 persen akan sulit dilaksanakan secara langsung. Hal ini tentu saja
pemerintah memiliki alasan-alasan yang cukup kuat dan mendasar, mengapa negara belum dapat memenuhi kebijakan anggaran pendidikan sebesar 20
persen tersebut. Perlu pula dipahami dalam mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN bukan masalah yang sederhana. Karena
diketahui bahwa ada keterbatasaan anggaran untuk memenuhi pagu tersebut.
Namun disisi lain bila ingin negara melepaskan diri dari kemiskinan dan kebodohan tentunya mau tidak mau harus memprioritaskan masalah
pendidikan. Problem yang sering mengemukan dalam anggaran pendidikan 20 persen, bahwa APBN tersebut merupakan bentuk dari Undang-undang.
Secara konstitusi pemerintah sudah seharusnya segera melaksanakan putusan MK karena putusan tersebut sudah merupakan hukum positif dan mengikat.
Namun masyarakat harus pula memahami juga kondisi keuangan pemerintah sekarang. Pemenuhan anggaran 20 persen itu sendiri sebenarnya sangat tidak
relevan dengan kondisi Depdiknas saat ini. Lonjakan jumlah anggaran yang lebih dari 100 persen dikawatirkan oleh banyak kalangan tidak akan mampu
diserap oleh sistem birokrasi, perencanaan, pelaksanaan serta kontrol hingga ke pelosok daerah. Namun perlu berhati-hati menyikapi hal ini. Satu sisi,
keputusan ini menggembirakan, tapi bagaimana dengan Depdiknas sendiri, apakah mampu menyerap, karena selama ini dikawatirkan anggaran yang
berlebih akan mengakibatkan pengeluaran yang tidak terkait dengan masalah pendidikan. Selain itu masih belum jelas sektor-sektor, atau kegiatan mana
saja yang seharusnya masuk dalam skema anggaran pendidikan yang tersebar pada sektor-sektor berbagai departemen dan daerah. Kondisi ini perlu
penjelasan secara gamblang agar tidak terjadi kesalahan inteprestasi apa yang dimaksud dengan anggaran pendidikan. Dengan ketidak jelasan tersebut juga
nampak dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003, padahal secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh
rakyat terlihat cukup besar.
Pasal 31 Undang-Undang Dasar UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan , bahkan setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah bertanggung jawab membiayainya. Melalui perubahan Pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut
makin diperkuat dengan adanya ketetapan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara APBN Fery, 2002.Presentase yang sama juga dimandatkan untuk dialokasikan oleh setiap daerah dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah APBD masing-masing. Namun Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian pasal 49 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berujung kepada dimasukkannya gaji guru dalam perhitungan 20 persen anggaran
Pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN Pasal 49
ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional UU Sisdiknas sepanjang mengenai frasa “gaji pendidik” dan bertentangan
dengan UUD 1945.
Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi MK dalam sidang pengucapan putusan perkara No. 24PUU-V2007. Dengan dimasukkannya
komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan, menurut MK, lebih mudah bagi Pemerintah bersama DPR untuk melaksanakan
kewajiban memenuhi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dalam APBN, pernyataan ini tentunya masih dalam perdebatan. Jika
komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 hanya sebesar 11,8 persen. Sedangkan dengan memasukkan komponen
gaji pendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 dapat mencapai 18 persen Fery, 2002.
Artinya hal ini hanya merupakan pemindahan pos anggaran dan semu, karena secara nyata tidak berdampak posistif dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan. Namun, setelah melalui perjuangan yang tidak henti-hentinya oleh Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI dan 28 orang lain yang
peduli pendidikan, membuahkan hasil. Keputusan Mahkamah Konstitusi, menilai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 45 Tahun2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2008 bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945. Anggaran pendidikan sebesar 15,6 persen tidak memenuhi amanat konstitusi sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Pemerintah
diberi waktu hingga tahun 2009 untuk memenuhi ketentuan tersebut. Dengan demikian pada tahun anggaran 2009 akhirnya memenuhi amanat
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total jumlah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Hal ini berarti jumlah anggaran pendidikan akan menjadi Rp. 224 triliun yang sebelumnya hanya Rp. 152 triliun. Walupun anggaran itu
masih lebih kecil dibanding anggaran negara tetangga, misalnya dengan basis produk domestik bruto PDB angka Indonesia adalah 1,9 persen, sementara
Thailand 5,0 persen, Malaysia 5,2 persen, dan Vietnam 2,8 persen. Namun jumlah ini jauh di atas rata-rata anggran sektor lain seprti sosial, pemuda dan
olah raga, hankam dan kesehatan.
Melalui instrumen kebijakannya, yaitu kebijakan fiskal, pemerintah mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan. Alokasi anggaran ini berupa
anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Kualitas pendidikan yang dilihat merupakan kualitas pendidikan dasar, yang dapat diukur melalui angka putus
sekolah dan angka buta huruf. Angka partisipasi sekolah dan angka buta huruf merupakan indikator bidang pendidikan.
Angka partisipasi sekolah digunakan untuk melihat kemampuan lembaga pendidikan formal sekolah dalam menyerap anak usia sekolah. Angka ini
termasuk ke dalam indikator pendidikan dikarenakan sekolah merupakan tempat menuntut ilmu guna mencerdaskan bangsa yang telah disusun
berdasarkan kebutuhan yaitu melalui kurikulum. Sedangkan angka buta huruf digunakan untuk melihat ketidakmampuan masyarakat dalam membaca dan