Pola Kuman Pada Urin Penderita Yang Menggunakan Karakter Uretra Di Ruang Perawatan Intensif Dan Bangsal Bedah
POLA KUMAN PADA URIN PENDERITA YANG
MENGGUNAKAN KARAKTER URETRA DI RUANG
PERAWATAN INTENSIF DAN BANGSAL BEDAH
PENELITI
HARDY HASIBUAN
SUB DEPARTEMEN BEDAH UROLOGI
DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
(2)
SURAT KETERANGAN
SUDAH DIPERIKSA KARYA TUGAS AKHIR
JUDUL : POLA KUMAN PADA URIN PENDERITA YANG MENGGUNAKAN KATETER URETRA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF DAN BANGSAL BEDAH PENELITI : Dr. HARDY HASIBUAN
DEPARTEMEN : ILMU BEDAH
INSTITUSI : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN, JUNI 2007 KONSULTAN
METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
(Prof. DR. AZNAN LELO, PhD)
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas ridho-Nya jualah saya berkesempatan mengikuti program pendidikan dokter spesialis bedah di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, serta kesempatan yang diberikan-Nya untuk dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat akhir pendidikan.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof.dr. Usul M Sinaga, SpB, FInaCS (K) Trauma sebagai pembimbing penelitian, yang senantiasa memberi bimbingan dalam penulisan karya tulis ini sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Prof. dr.Aznan Lelo, PhD, SpFK, sebagai konsultan metodologi penelitian, yang telah meluangkan waktu membantu menyelesaikan penelitian ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan saya kepada dr. Edhie Djohan, SpMK, sebagai konsultan mikrobiologi yang telah meluangkan waktu membantu menyelesaikan penelitian ini.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. dr. Bachtiar Surya, SpB,KBD, sebagai Ketua Departemen Ilmu Bedah FK-USU dan Ketua Sub Departemen Bedah Digestif.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Emir Taris Pasaribu,SpB(K)Onk, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul Simangunsong, SpB-KBD, sebagai Sekretaris Program
(4)
Studi Ilmu Bedah dan dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Bedah, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti program pendidikan ini.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada guru-guru saya : Dr. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)Onk; dr.Hafas Hanafiah,SpB,SpOT(K)FICS; Prof. dr. Adril A.Hakim, SpS, SpBS(K); Prof.dr. Usul M. Sinaga, SpB(K)Finacs; Prof.dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K); Prof.dr. Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K); dr. Ismet, SpB; dr. Syahbudin Harahap, SpB; dr. Harry Soedjatmiko, SpB, SpBTKV; dr. Ronald Sitohang, SpB; dr. Bungaran Sihombing, SpU; dr. Marshal, SpB, SpBTKV; dr. Riahsyah Damanik, SpB(K)Onk; dr. Chairiandi Siregar,SpOT; dr. Edy Sutrisno, SpBP; dr. Syah Mirsa Warli, SpU; dr. Liberty Sirait, SpB-KBD; dr. Tiur Purba, SpB; dr. Supredo Kembaren, SpB; dr. Nino Nasution, SpOT; dr. Otman Siregar, SpOT(K)Spine; dr. Husnul Fuad Albar, SpOT; dr. Frank Bietra Buchari, SpBP dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang tanpa pamrih telah memberikan bimbingan, koreksi dan saran-saran kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada senior-senior yang lebih dahulu menyelesaikan program pendidikan dan teman-teman peserta program pendidikan, yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.
Rasa syukur dan terima kasih sebesar-besarnya saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Harun
(5)
Hasibuan dan Ibunda Kartini atas segala jerih payah dan pengorbanan beliau berdua dalam mengasuh, membimbing dan mendidik saya. Demikian halnya kepada kedua mertua saya H. Hasroel Harahap (Alm) dan Hj. Nurhayani Siregar yang senantiasa memberikan semangat dan nasehat. Demikian juga kepada adik, kakak dan abang ipar saya yang telah banyak memberi bantuan moral maupun materil selama saya mengikuti program pendidikan ini.
Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta Aswita Khairani Harahap, SS dan anak-anakku Rahmad Aditya Hasibuan, Andri Wifaldi Hasibuan dan Karina Astria Hasibuan, atas segala pengertian, dorongan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang dan melelahkan ini.
Semoga ilmu dan ketrampilan yang telah saya dapatkan, bantuan dan kemurahan hati yang telah diberikan kepada saya selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah, dapat menjadi bekal untuk mengabdi kepada sesama insan yang membutuhkan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita kembali, semoga kita semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-Nya, Amin.
Wassalam
Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
ABSTRACT vi
ABSTRAK viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 2
1.4. Kontribusi Penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.5. Infeksi Saluran Kemih 3
2.5.1. Defenisi 3
2.5.2 Klasifikasi 3
2.5.3. Patogenesis 5
2.5.4. Etiologi 6
2.5.5. Gambaran Klinis 11
2.5.6. Diagnosa 11
(7)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan penelitian 14
3.2. Lokasi dan waktu penelitian 14
3.3. Objek Penelitian 14
3.3.1. Sampel 14
3.3.2. Kriteria inklusi 14
3.3.3. Kriteria eksklusi 15
3.4. Pelaksanaan penelitian 15
3.5. Besar sampel 16
3.6. Analisa data 16
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 17
4.2. Pembahasan 21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 26
5.2. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN I Daftar isian penelitian 31
LAMPIRAN II Hasil penelitian 32
(8)
ABSTRACT
Background : Several study demonstrate different microbiologic profile catheter related UTI, changes with time and varies among hospitals and among different locations in the same hospitals. Contributes to antimicrobial resitance among pathogens causing nosocomial UTI.
Objektif : This study were to describe incidence and microbiologic profile for acquiring UTI associated urethral catheter in the surgical ward and intensive care unit
Methods : A surveillance cross sectional study was conducted among 40 subject in surgical ward and 40 subject in intensive care unit H. Adam Malik Hospital Medan from March 2007 to June 2007. Urine cultures were done after the first time of catheter insertion and 4 days in the microbiologic laboratorium faculty of medicine North Sumatera University Medan. Data was analyzed by Chi square test.
Results : There was 11 (27.5 %) subjects in surgical wards and 6 (15 %) subjects in intensive care unit acquired UTI, it is statistically not significant (p > 0.05). There was 7 species in surgical ward and 3 species in intensive care unit. The most common microorganism isolated were Staphylococcus
epidermidis (35.2 %), Staphylococcus aureus (23.5 %) and Escherechia
coli (17.7 %). This study different from the others study had reported
Escherechia coli is the most common urinary pathogen. Altough, few study
reported Staphylococcus epidermidis infrequently causative urinary pathogen, but Lin Su (2006) reported the opportunistic human pathogen
(9)
nosocomial infection in recent years. Its pathogenicity is mainly due to ability to form biofilm formation on indwelling medical devices. The other situations like contaminated or collecting system manipulation can also be acquired.
Conclusions : surveillance evaluation of the microbial profile of UTI associated urinary catheter can provide important information local trends and shift in etiologi and antimicrobial resistens. Consequences antimicrobial preparing appropriate microbial profile and furthermore may decrease of morbidity, mortality, the costs and duration of hospital stay Key words : UTI, urethral catheter, surgical ward, intensive care unit
(10)
ABSTRAK
Latar belakang : Pada beberapa studi terdapat perbedaan pola kuman ISK yang terjadi akibat penggunaan kateter uretra dari suatu periode ke periode , dari suatu rumahsakit dengan rumahsakit dan berbeda pada suatu lokasi di rumahsakit. Hal ini berkaitan dengan resistensi obat-obat antibiotika sehingga berbeda pula antibiotika yang harus disediakan.
Tujuan : Mengetahui angka kejadian ISK akibat pemakaian kateter uretra pada penderita di ruang perawatan intensif dan bangsal bedah serta mengetahui pola kumannya.
Metode : Penelitian cross sectional dilakukan pada 40 subjek penelitian pada kelompok bangsal bedah dan 40 subjek penelitian diruang perawatan intensif RSHAM Medan selama kurun waktu Maret 2007 sampai Juni 2007. Dilakukan pemeriksaan kultur urin subjek penelitian dilaboratorium mikrobiologi FK USU pada hari pertama dan ke empat paska pemakaian kateter uretra. Data dianalisa secara statistik dengan Chi-square.
Hasil : Dijumpai 11 (27.5 %) subjek penelitian pada kelompok bangsal bedah dan 6 (15 %) subjek penelitian pada kelompok ruang perawatan intensif yang mengalami ISK, tetapi berdasarkan analisa statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna (p > 0.05). Diperlihatkan 7 spesies kuman pada kelompok bangsal bedah dan 3 spesies kuman pada kelompok ruang perawatan intensif. Penyebab ISK terbanyak adalah oleh
Staphylococcus epidermidis (35.2 %) diikuti oleh Staphylococcus aureus
(11)
penelitian lainnya dimana penyebab ISK terbanyak adalah oleh kuman
Escherechia coli. Meskipun Staphylococcus epidermidis pada beberapa
penelitian dalam persentase kecil, namun oleh Lin Su (2006) disebutkan bahwa kemampuan Staphylococcus epidermidis membentuk formasi biofilm telah menjadi penyebab penting infeksi nosokomial pada tahun-tahun terakhir ini. Faktor lain kemungkinan oleh kontaminasi ataupun manipulasi pada sistem penampungan urin.
Kesimpulan : Perlu dilakukan evaluasi pola kuman pada penderita yang menggunakan kateter uretra agar memberikan informasi kecenderungan perubahan ataupun pergeseran pola kuman sehingga penyediaan antibiotika sesuai dengan pola kuman tersebut yang pada gilirannya dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan.
Kata kunci : ISK, kateter uretra, bangsal bedah, ruang perawatan intensif
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Infeksi nosokomial yang terjadi di rumahsakit masih merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan, berkaitan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan rumahsakit yang meningkat.(Topal J et al, 2005)
Sekitar 40-60 % infeksi nosokomial merupakan infeksi saluran kemih (ISK). Hampir 80 % ISK yang di dapat di rumahsakit dihubungkan dengan penggunaan kateter. (Adukauskiene D et al, 2006)
Resiko terjadinya ISK semakin meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan kateter. Sekitar 50% penderita yang memakai kateter selama 7- 10 hari mengalami ISK dan meningkat lebih dari 90% apabila penggunaannya lebih dari 30 hari.(Bongard FS, 2002)
Terdapat perbedaan pola kuman ISK yang terjadi akibat penggunaan kateter, khususnya resistensi terhadap antibiotik dari satu rumahsakit dengan rumahsakit lainnya dan berbeda pada satu tempat di rumah sakit yang sama.(Hsueh et al, 2002).
Apabila terdapat perbedaan akan berbeda pemberian antibioktika dan berbeda pula penyediaan antibiotika yang harus disediakan.
(13)
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1. Kejadian infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter uretra pada penderita yang dirawat di ruang rawat intensif dan bangsal bedah belum diketahui.
2. Apakah ada perbedaan pola kuman urin penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang rawat intensif dan bangsal bedah.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui angka kejadian infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter uretra pada penderita yang dirawat di ruang rawat intensif dan bangsal bedah.
2. Mengetahui pola kuman urin penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang perawatan intensif dan bangsal bedah
1.4 KONTRIBUSI PENELITIAN
Dengan mengetahui adanya pola kuman urin penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang perawatan intensif dan bangsal bedah dapat dilakukan penyediaan antibiotika yang sesuai dengan pola kuman tersebut yang pada gilirannya dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan.
(14)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.5. INFEKSI SALURAN KEMIH 2.5.1. DEFENISI :
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih dan menimbulkan bakteriuria( > 100.000 colony forming units/ml).(Maki DG, 2001; Mangatas SM, 2004)
Karena batasan tersebut, maka diagnosa ISK memerlukan biakan mikroorganisme sebagai baku emas diagnosa.
2.5.2. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi yaitu : 1. Berdasarkan lokasinya dibagi atas :
1. ISK bagian atas 2. ISK bagian bawah
2. Berdasarkan ada atau tidaknya gejala klinis yaitu 1. ISK yang simtomatis
2. ISK yang asimtomatis
3. ISK yang didapat pada komunitas atau ISK yang didapat di rumah sakit 4. ISK tanpa komplikasi dan ISK dengan komplikasi
(15)
Pembagian ISK yang terpenting ialah pembagian berdasarkan ada atau tidaknya komplikasi :
- ISK tanpa komplikasi ialah ISK tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih. - ISK dengan komplikasi yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai
penyulit seperti :
A. Obstruksi aliran urin a. kelainan congenital b. batu saluran kemih c. tumor saluran kemih B. Refluks vesicoureteral
C. Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal, glomerulus nefritis, pielonefritis.
D. Sisa urin dalam kandung kemih (pembesaran prostate, striktur uretra, neurogenik kandung kemih).
E. Instrumentasi saluran kemih (kateterisasi urin, uroendoskopi, pielografi)
F. Keadaan yang spesifik (penderita diabetes mellitus, gangguan sistem imun, wanita hamil, infeksi nosokomial)
2.5.3. PATOGENESIS
ISK terjadi kerena beberapa faktor, yaitu faktor host, virulensi dari
mikroorganisme, dan adanya port of entry. Faktor host terutama meliputi kelainan struktural dan fungsional saluran kemih yang
(16)
mengakibatkan perubahan aliran maupun stasis urin, faktor penurunan daya tahan tubuh penderita. Faktor virulensi mikroorganisme dikatakan tidak terlalu banyak berperan. Faktor port of entry, misalnya instrumentasi saluran kemih.(Mangatas SM, 2004; Purnomo BB, 2003)
Mikroorganisme dapat memasuki saluran kemih melalui cara ;
ascending, hematogen, limfogen dan langsung dari organ sekitarnya
yang mengalami infeksi.(Purnomo BB, 2003)
Pada instrumentasi kateter uretra, ISK yang terjadi akibat
ascending mikroorganisme dari kantong penampungan urin ke dalam
kandung kemih dan kemampuan dari beberapa mikroorganisme yang berkembang dan tumbuh pada permukaan luar dan dalam dari kateter uretra.(Kunin CM, 2006; Wilson WR, 2001)
Kateter uretra merupakan target berkembangnya formasi biofilm. Permukaan luar dan dalam dari kateter memberikan keadaan yang menguntungkan untuk melekatnya mikroorganisme. Penggunaan antibiotik sistemik kemungkinan tidak dapat mencegah terjadinya formasi biofilm.(Tenke P, 2006).
Tata cara pemasangan kateter uretra dengan tindakan aseptik dan atraumatik merupakan syarat mutlak untuk tindakan ini agar infeksi yang mungkin terjadi dapat dicegah. Meskipun sedemikian sempurnanya cara pemasangan kateter, infeksi masih saja terjadi sebesar 2% pada penggunaan kateter pertama kali, 10% pada penggunaan berulang dan 95-100% pada penggunaan menetap (Nichols, 1995; Schaeffer, 1998)
(17)
Pemberian antibiotik sistemik dapat mereduksi jumlah kuman dalam urin, tetapi tidak dapat mengeradikasi ISK akibat penggunaan kateter uretra.(Kunin CM, 2006)
2.5.4. ETIOLOGI
Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah mikroorganisme gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis,
Klebsiela, Citrobacter, Enterobacter dan Pseudomonas. Mikroorganisme
gram positif seperti Enterococcus faecalis, Staphylococcus saprophyticus
dan group B Streptococci dapat juga menyebabkan ISK. Chlamydia dan
Mycoplasma juga diketahui dapat menyebabkan ISK yang sering
ditularkan secara sexual.(Bongard FS, 2002; Maki DG, 2001).
ISK akibat pemakaian kateter uretra biasanya disebabkan oleh berbagai kuman seperti Escherichia coli, , Klebsiela, Proteus,
Enterococcus, Pseudomonas, Enterobacter, Serratia dan Candida.
Beberapa dari mikroorganisme ini merupakan flora normal pada usus penderita, tetapi dapat juga terjadi oleh transmisi silang dari satu penderita ke penderita lainnya, petugas kesehatan atau terpapar oleh cairan dan alat-alat kesehatan yang terkontaminasi. Sering mikroorganisme penyebab ISK nosokomial diperoleh dari koloni kuman yang ada pada penderita dan flora normal di perineum atau dari tangan petugas kesehatan sewaktu pemasangan kateter atau manipulasi pada sistem penampungan urin. Situasi seperti gangguan system imun, penggunaan
(18)
steroid serta penggunaan antibiotika secara luas dapat merubah pola kuman akibat penggunaan kateter uretra. (Alvaren HF, 1993).
Namun dengan timbulnya resistensi obat-obat antimikroba menimbulkan masalah dalam pelayanan kesehatan, khususnya perobahan pola kuman penyebab ISK nosokomial.
Distribusi kuman-kuman patogen penyebab ISK nosokomial, khususnya resistensi obat-obat antimikroba berubah sesuai dengan waktu dan bervariasi antara suatu rumahsakit dan berbeda terhadap lokasi di satu rumahsakit. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial pada suatu periode. Hal ini tidak hanya memberikan informasi penting dalam pemberian antibiotik di rumahsakit tetapi juga memberikan informasi kecenderungan lokal dan pergeseran penyebab dan resistensi obat-obat antimikroba. (Hsueh et al, 2002)
Etiologi ISK di Indonesia.(Mangatas SM, 2004)
Bakteri Frekwensi (%)
- Escherichia coli - Proteus mirabilis - Alkaligenes faecalis - Cytrobacter freundii
- Pseudomonas aeruginosa - Klebsiella pneumoniae - Serratia marcescens
29,4 17,6 14,7 14,7 11,8 8,8 2,9
(19)
Eiologi bakterial ISK di Amerika serikat. (Nicolle LE, 2001)
Bakteri Frekwensi (%)
Bakteri gram negatif
- Escherichia coli
- Klebsiella pneumoniae - Enterobacter sp
- Citrobacter sp - Proteus mirabilis -Providencia sp
- Pseudomonas aeruginosa - Bakteri lainnya
Bakteri gram positif
-Enterococci sp
- Group B streptococci
- Coagulase-negative Staphylococci
- Staphylococcus aureus
- Candida spp
21-54 1,9-17 1,9-9,6 4,7-6,1 0,9-9,6 18 2-19 6,1-20 6,1-23 1,2-3,5 1,4-3,7 0,9-2,0 0-5
Penyebab ISK pada beberapa penelitian
Mikroorganisme Janes 1992 (%) Marshal 1 1996 (%) Marshal 2 1996 (%) Sinaga 1996 (%) Harahap 1997 (%)
E. coli 24.2 44 23 12.5 12
Staph. aureus 13 54.16
Klebsiella sp 17.2 23 9 24
Enterobacter sp 33 33 20
(20)
Proteus sp 9.6 9
Enterococcus
Pseudomonas 12.7 9 8
Lain-lain 10.9 1 16.66 4
Mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih nosokomial yang dihubungkan dengan penggunaan kateter penderita yang dirawat di bangsal dan di ICU United State of America, 1990-1992. (Maki DG,
2001) Mikroorganisme Bangsal (% total) Unit perawatan intensif (% total) Escherichia coli Enterococci Pseudomonas aeruginosa Klebsiella dan Enterobacter sp Candida sp 26 16 12 12 9 18 13 11 13 25
Penyebab ISK nosokomial di “ National Taiwan University Hospital” tahun 1981 s/d 199 ( ICU dan Non – ICU )
Mikrorganisme 1981 s/d 1986 (%) 1987 s/d 1992 (%) 1993 s/d 1998 (%) 1999 (%)
Candida sp 8.4 16 23.6 14.3
Staph. Aureus 1.4 2.6 3.3 2.1
Pseudomonas aeroginosa 11.7 11.2 11.0 10.4
E. coli 19.1 19.9 18.6 18.4
Klebsiella pneumonie 9.0 7.0 8.6 8.2
(21)
Enterococcus sp 11.6 9.7 8.1 6.5
Proteus sp 3.8 3.8 3.8 3.7
Citrobacter sp 5.9 4.4 2.4 2.4
2.5.5. GAMBARAN KLINIS
ISK dapat menimbulkan gejala klinis (simtomatis) dan tanpa gejala
(asimtomatis). Gejala klinis yang timbul tergantung dari lokasi infeksi.
Gejala ISK bagian bawah seperti nyeri sewaktu kencing (disuria), sering kencing (polaksuria), rasa terdesak kencing (urgensi), sulit kencing disertai nyeri otot pinggang, nyeri supra simfisis, sering kencing malam hari.
Gejala ISK atas dapat berupa demam, menggigil, nyeri pinggang, kolik, mual dan muntah, hematuria, maupun nyeri ketok sudut kostovertebra.
ISK akibat penggunaan kateter uretra biasanya tanpa gejala
(asimtomatis). Sekitar 30 % dari penderita mengalami demam dan
tanda-tanda ISK. (Bongard FS, 2002; Wilson WR, 2001)
2.5.6. DIAGNOSA
Diagnosa ISK di buat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang terpenting ialah biakan urin sebagai baku emas diagnosa.(Mangatas SM, 2004; Purnomo BB, 2003)
Pemeriksaan biakan urin diindikasikan pada :
(22)
3. Penderita dengan nefropati/uropati obstruksi terutama sebelum dilakukan instrumentasi saluran kemih.
2.5.7. LABORATORIUM
Metode pengambilan sampel urin :
Sampel urin harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam setelah urin diambil. Jika tidak dapat segera diperiksa, sample dapat disimpan dalam lemari es atau diberi pengawet seperti asam format. (Mangatas SM, 2004)
Bahan sample urin dapat diambil dari : 1. Urin porsi tengah
2. Urin hasil aspirasi supra pubik 3. Urin yang diambil melalui kateter
Yang dinilai pada biakan urin ialah jenis mikroorganisme, kuantitas koloni kuman dalam satuan CFU (colony forming unit).
Kriteria diagnosa bakteriuria bila didapatkan. (Mangatas SM, 2004; Wilson WR, 2001)
1. 100.000 CFU/ ml urin dari biakan urin porsi tengah yang dilakukan secara berturut-turut
2. 100.000 CFU/ ml urin dari 1 biakan porsi tengah dengan leukosit urin > 10/ml urin segar
3. 100.000 CFU/ ml urin dari 1 biakan porsi tengah disertai gejala klinis ISK
(23)
5. Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik
Bila ditemukan jumlah kuman pada penggunaan kateter uretra lebih kecil dari 10.000 CFU maka yang terjadi kemungkinan adalah kuman kontaminasi dan tidak ada hubungannya dengan ISK.
Yang menjadi perdebatan adalah bila ditemukan jumlah kuman antara 10.000 CFU dan 100.000 CFU. Untuk itu harus dilihat cara dan tehnik pengambilan sampel urin.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa kuman dalam urin lebih kecil dari 100.000 CFU sering terjadi pada :
- penderita yang banyak minum
- penderita dalam pengobatan dengan antibiotik - penderita dengan ISK kronis.
(24)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian observasi-cross sectional
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di sub bagian bedah urologi FK-USU / RSUP H . Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.
3.3 OBJEK PENELITIAN 3.3.1 Sampel
1. Penderita yang dirawat di ruang rawat intensif dengan menggunakan kateter uretra
2. Penderita yang dirawat di ruang bangsal bedah dengan menggunakan kateter uretra.
3.3.2 Kriteria inklusi
1. Penderita laki-laki dan wanita usia ≥ 15 tahun
2. Penderita yang dirawat di ruang perawatan intensif dan bangsal bedah RSUP H. Adam Malik Medan
(25)
3.3.3 Kriteria eksklusi
1. Semua penderita yang dirawat di ruang rawat intensif dan di ruang bangsal bedah yang tidak memakai kateter uretra
2. Penderita yang mengalami piuria (leukosit urin > 20/ mm3)
3.4 PELAKSANAAN PENELITIAN :
1. Penggunaan kateter uretra sesuai indikasi, tata cara pemasangan kateter yang telah ditetapkan oleh rumahsakit
serta merupakan kewenangan dokter yang merawat. 2. Dilakukan desinfeksi pada kateter uretra dengan menggunakan
alkohol 70 % sebelum pengambilan sampel urin
3. Dilakukan pengambilan sampel urin sebanyak 1 ml segera setelah pemasangan kateter uretra dan hari ke 4 setelah pemasangan kateter uretra melalui aspirasi kateter dengan jarum suntik yang berjarak 2 – 3 cm dari muara uretra eksterna. 4. Urin yang telah diambil dengan jarum suntik segera disimpan
dalam termos es sebagai sarana transportasi untuk membawa sampel urin yang akan dikultur.
5. Kultur uriin dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Urin dibiakkan pada media blood agar dan
Mc Conkay. Kalau yang dijumpai coccus/ Gram (+), dibiakkan/ subkultur pada media MSA ( Manitol Salt Agar).
(26)
3.5 BESAR SAMPEL
Besar sampel bila nilai α error (Tingkat Kepercayaan = 0,05) sesuai dengan literatur (Maki DG, 2001). Persentasi proporsi kelompok I = 26 % dan persentasi kelompok II = 18 % dengan persentasi ketepatan perbedaan yang diharapkan 20 % maka besar sample yang dibutuhkan untuk tiap-tiap kelompok masing-masing 40 sampel
3.6 ANALISA DATA
Data yang diperoleh diuji statistik dengan menggunakan chi-square test. Perbedaan bermakna bila p ≤ 0,05.
(27)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Selama kurun waktu Maret 2007 sampai dengan Juni 2007, sesuai dengan protokol penelitian didapati masing-masing 40 subjek tiap kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif RSUP H. Adam Malik Medan penderita yang menggunakan katéter uretra kemudian dilakukan pemeriksaan kultur urin pada hari pertama dan hari keempat pemasangan kateter.
Distribusi demografi subjek penelitian untuk tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
4.1.1 Demografi subjek penelitian
Tabel 1. Distribusi jenis kelamin subjek penelitian untuk kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif
Bangsal bedah
Perawatan
intensif Jumlah Jenis Kelamin
n % n % n %
Laki-laki 24 60 29 72.5 53 66.2
Perempuan 16 40 11 27.5 27 33.8
Total 40 100 40 100 80 100,0 X2= 1.398 p = 0.237
Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa pada kelompok bangsal bedah dari 40 subjek lebih banyak subjek laki-laki (60%) daripada subjek perempuan (40%). Hal yang sama juga dijumpai pada ruang perawatan intensif, dari 40 subjek lebih banyak laki-laki (72.5%) daripada subjek perempuan (27,5%). Berdasarkan analisa statistik tidak dijumpai
(28)
perbedaan bermakna (p > 0.05) dalam hal distribusi jenis kelamin subjek yang menggunakan kateter uretra antara kelompok di bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif.
Tabel 2. Distribusi umur subjek penelitian untuk kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif
Bangsal bedah
Perawatan
intensif Jumlah Umur
n % n % n %
<20 4 10.0% 2 5.0% 6 7.5%
21-30 11 27.5% 7 17.5% 18 22.5%
31-40 11 27.5% 9 22.5% 20 25.0%
41-50 7 17.5% 3 7.5% 10 12.5%
51-60 8 15.0% 8 15.0% 14 17.5%
≥ 60 1 2.5% 11 27.5% 12 15.0% Total 40 100 40 100 80 100,0 X2= 11.975 p = 0.035
Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa pada kelompok bangsal bedah distribusi usia terhadap subjek penelitian, usia terbanyak yaitu pada kelompok usia 21-30 thn dan usia 31-40 tahun masing-masing sebanyak 11 orang (27,5%). Sedangkan pada kelompok ruang perawatan intensif usia terbanyak yaitu pada kelompok usia diatas 60 tahun sebanyak 11 orang (27,5%). Berdasarkan analisa statistik dijumpai perbedaan bermakna (p < 0.05) dalam hal distribusi umur subjek yang menggunakan kateter uretra antara kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif.
(29)
4.1.2 Kejadian ISK pada subjek penelitian
Tabel 3. Kejadian ISK pada subjek kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif
Bangsal Bedah
Perawatan
intensif Jumlah Umur
n % n % n %
ISK 11 27.5% 6 15% 17 21.3%
NON ISK 29 72.5% 34 85% 63 78.8% Total 40 100 40 100 80 100,0 X2= 1.867 p = 0.172
Pda tabel 3 ditunjukkan bahwa pada kelompok bangsal bedah subjek dengan kejadian ISK hari keempat paska penggunaan kateter uretra ada sebanyak 11 orang (27,5%). Sedangkan pada kelompok ruang perawatan intensif yang mengalami ISK hari keempat paska penggunaan kateter uretra ada sebanyak 6 orang (15%). Meskipun kelihatannya kejadian ISK pada kelompok bangsal bedah lebih banyak daripada kelompok ruang perawatan intensif, berdasarkan analisa statistik perbedaan ini tidak bermakna (p > 0.05).
(30)
4.1.3 Pola Kuman pada subjek penelitian
Tabel 4. Pola kuman pada kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif
Bangsal Bedah
Perawatan
intensif Jumlah Umur
n % n % n %
Staph
epidermidis 4
36,4
% 2 33.3% 6 35.2%
Staph aureus 1 9.1% 3 50% 4 23.5%
E coli 2 18.2% 1 16.7% 3 17.7%
Enterobacter
fruendii 1 9.1% 0 0% 1 5.9%
Strep faecalis 1 9.1% 0 0% 1 5.9%
Klebsiella
oxytoca 1 9.1% 0 0% 1 5.9%
Staph. aureus &
Pseudomonas 1 9.1% 0 0% 1 5.9%
Total 11 100 6 100 17 100,0 Pada tabel 4 ditunjukkan bahwa pada kelompok bangsal bedah pola kuman dari subjek yang mengalami ISK paska penggunaan kateter uretra adalah Staphylococcus epidermidis sebanyak 4 penderita (36.4%),
Escherichia coli sebanyak 2 penderita (18.2%), Staphylococcus aureus,
Enterobacter fruendii, Streptococcus faecalis dan pertumbuhan kuman
polimikrobial Staphylococcus aureus dan Pseudomonas masing-masing sebanyak 1 penderita (9.1%). Sedangkan pada kelompok ruang perawatan intensif pola kuman pada penderita yang mengalami ISK akibat penggunaan kateter uretra adalah Staphylococcus epidermidis sebanyak 2 penderita (33.3%), Staphylococcus aureus sebanyak 3 penderita (50%)
(31)
diperlihatkan ada 7 spesies kuman penyebab ISK pada kelompok bangsal bedah, sedangkan pada kelompok ruang perawatan intensif hanya 3 jenis spesies kuman. Pada kelompok ruang perawatan intensif tidak dijumpai spesies Enterobacter fruendii, Streptococcus faecalis, Klebsiella oxytoca
dan pertumbuhan polimikrobial kuman Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas.
4.2. PEMBAHASAN
Meskipun telah banyak penelitian tentang hubungan pemakaian kateter dengan terjadinya ISK nosokomial, ternyata terdapat perbedaan distribusi pola kuman penyebabnya dan berubah sesuai dengan waktu dan bervariasi dari suatu rumah sakit dan lokasi di suatu rumah sakit.
Pada tabel 5 dan 6 tampak berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK yang dihubungkan dengan penggunaan kateter dimana penyebab terbanyak adalah Escherichia coli. Namun pada beberapa penelitian perbedaan lokasi di suatu rumah sakit memperlihatkan bahwa penyebab terbanyak ISK bukanlah Escherichia coli.
(32)
Tabel 5. Pola Kuman penyebab ISK yang berhubungan dengan penggunaan kateter dari beberapa kepustakaan
Maki DG (2001) Laupland KB (2004) Hardy (2007) Mikroorganisme Non ICU (%) ICU (%) ICU & Non ICU (%) Bangsal Bedah (%) Perawatan intensif (%) Pseudomonas
aeruginosa 12 11 10
E. coli 26 18 23 18.2 16.7
Klebsiella sp 5 9.1
Enterobacter sp 12 13 3 9.1
Proteus sp 5
Acinetobacter sp -
Citrobacter sp 1
Enterococcus sp 16 13 15
Staph. aureus 1 9.1 50
Coagulase (-)
Staph/
Staph.epidermidis
5 36.4 33.3
Streptococcus sp 1 9.1
Candida spp 9 25 29
Staph.aureus &
Pseudomonas 9.1
(33)
Pada Penelitian Maki DG (2001) tampak kejadian ISK pada hari ke tujuh paska penggunaan kateter di ruang perawatan intensif terjadi Candidauria, begitu juga pada penelitian Laupland KB (2004) telah terjadi Candidauria
pada hari ke tiga paska penggunaan kateter uretra. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan penggunaan antimikroba serta status imun penderita.
Pada penelitian ini ditemukan kuman penyebab ISK nosokomial terbanyak adalah oleh kuman Staphylococcus epidermidis, diikuti oleh
Staphylococcus aureus. Hal ini berbeda dari beberapa penelitian lainnya
dimana penyebab ISK terbanyak adalah oleh kuman Escherichia coli.
Meskipun Staphylococcus epidermidis yang merupakan flora normal pada kulit dan mukosa tergolong dalam negative coagulase
adalah penyebab ISK dalam persentasi kecil, tetapi dalam suatu kepustakaan disebutkan bahwa patogenitas kuman Staphylococcus
epidermidis telah menjadi penyebab penting infeksi nasokomial pada
tahun-tahun terakhir ini. Patogenitasnya terutama disebabkan kemampuannya membentuk formasi biofilm pada implantasi alat-alat medis seperti kateter vena sentral, kateter urin, protese katub jantung, alat-alat ortopedi dan lensa kontak. (Lin Su, 2006)
Pada penelitian ini memperlihatkan pada bangsal bedah ditemukan 7 spesies kuman penyebab ISK, sedangkan pada ruang perawatan intensif ditemukan 3 spesies kuman. Ditemukannya berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK pada bangsal bedah dibandingkan pada ruang perawatan intensif kemungkinan akibat perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita. Pada bangsal bedah kecenderungan
(34)
kontaminasi oleh penderita terhadap penderita lainnya, kontaminasi oleh keluarga penderita yang datang berkunjung serta manipulasi pada sistem penampungan urin oleh keluarga penderita lebih besar dibandingkan pada ruang perawatan intensif.
Tabel 6. Kejadian ISK paska penggunaan kateter uretra dari beberapa penelitian
Mikroorganisme
Sarim (1987) (%)
Domingo KB (1998)
(%)
Furqan (2003)
(%)
Das RN (2006)
(%)
Pseudomonas
aeruginosa 6.6
3.1
E. coli 20.9 22.3 42.42 48.4
Klebsiella sp 14.9 21.5 6.06 31.2
Enterobacter sp 13.4 5
Proteus sp 11.9 1.7 3.03 14
Acinetobacter sp 9.9
Citrobacter sp 3.03
Enterococcus sp 16.4 7.4 1.5
Staph. aureus 8.96 2.5 9.09 1.5
Coagulase (-)
Staph 5.8
Streptococcus sp
Candida spp 17.4
(35)
Dari laporan penelitian Furqan (2003) disebutkan bahwa meskipun kuman penyebab bakteriuria akibat pemakaian kateter uretra disebabkan oleh E. coli, kemudian diikuti oleh Staphylococcus aureus, Klebsiella sp,
Enterococcus sp dan Proteus sp, dari penelitian lain sebelumnya ada yang
melaporkan kuman penyebab bakteriuria terbanyak bukan E. coli, inii mungkin disebabkan oleh perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita misalnya penderita yang dirawat inap di rumahsakit penyebab bakteriuria sering oleh kuman nosokomial (Pseudomonas), sedangkan pada penderita rawat jalan sering oleh kuman E. coli.
Kejadian ISK akibat penggunaan kateter tetap dapat terjadi meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik. Namun perlu diperhatikan cara pengambilan sampel urin, tempat penyimpanan atau sarana transportasi atau faktor lainnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi.
Pada berbagai penelitian seperti yang terlihat pada tabel 5 dan 6 ditemukan berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK nosokomial akibat penggunaan kateter uretra, terlihat juga tentang perubahan pola kuman dari suatu periode. Dapat disimpulkan bahwa pengawasan mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial pada suatu periode memberikan informasi penting dalam pemberian anti mikroba di rumahsakit juga memberikan informasi kecenderungan lokal dan pergeseran penyebab dan resistensi obat-obat anti mikroba.
(36)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Kejadian ISK hari ke empat paska penggunaan kateter uretra pada kelompok bangsal bedah sebanyak 11 (27,5%) penderita. Sedangkan pada kelompok ruang perawatan intensif sebanyak 6 (15%) penderita.
2. Dijumpai 7 strain kuman penyebab ISK nosokomial pada kelompok bangsal bedah dan 3 strain kuman pada kelompok ruang perawatan intensif.
3. Pola kuman pada urin penderita yang menggunakan kateter uretra pada bangsal bedah dan ruang perawatan intensif di rumah sakit H. Adam Malik Medan yang terbanyak adalah
Staphylococcus epidermidis (35.2%), diikuti oleh
Staphylococcus aureus (23.5%), Escherichia coli (17.7%),,
Enterobacter fruendii, Streptococcus faecalis dan pertumbuhan
kuman polimikrobial Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
masing-masing (5%)
4. Pada penelitian ini ditemukan penyebab ISK hari ke empat paska penggunaan kateter uretra yang terbanyak adalah kuman
Staphylococcus epidermidis. Hal ini berbeda dengan beberapa
penelitian lainnya dimana penyebab ISK paska penggunaan kateter adalah kuman Escherichia coli.
(37)
5.2 SARAN
1. Meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik resiko terjadinya ISK tetap ada. Oleh kerena itu penggunaan kateter harus benar-benar atas indikasi dan harus segera melepas kateter uretra apabila tidak diperlukan lagi. 2. Perlu dilakukan evaluasi terhadap penderita yang menggunakan
kateter uretra terutama pada penggunaan yang lama, karena dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
(38)
LAMPIRAN I
DAFTAR ISIAN PENELITIAN
1. No. Penelitian : Tanggal masuk rumah sakit : No. Rekam medik :
2. Identitas penderita :
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Diagnosa :
Indikasi pemakaian kateter : Pemakaian antibiotik :
Ruang rawat inap : Tanggal pemasangan kateter : Tempat pemasangan kateter :
Tanggal pengambilan sampel urin I : Tanggal pengambilan sampel urin II : Tanggal kultur urin I : Tanggal kultur urin II : Hasil kultur urin I : Hasil kultur urin II :
Nama dan paraf pemeriksa
(39)
LAMPIRAN II
BANGSAL BEDAH RSHAM NO MR UMUR KEL HASIL
SAMPEL I HASIL SAMPEL II 1 31-83-51 20 TH LK ( - ) ( - )
2 32-02-64 65 TH LK ( - ) ( - ) 3 31-88-63 23 TH LK ( - ) ( + )
STAPH EPIDERMIDIS 4 32-02-35 41 TH LK ( - )
( + )
ENTEROBACTER FRUENDII 5 31-93-37 43 TH LK ( - ) ( - ) 6 32-02-80 60 TH PR ( - ) ( + )
E. COLI 7 31-39-31 47 TH PR ( - ) ( - ) 8 31-94-74 24 TH LK ( - ) ( - ) 9 31-26-45 32 TH LK ( - ) ( - ) 10 31-49-50 36 TH LK ( - ) ( - ) 11 31-84-67 57 TH PR ( - ) ( - ) 12 31-94-69 20 TH LK ( - ) ( + )
KLEBSIELLA OXYTOCA 13 31-86-56 50 TH PR ( - ) ( - )
14 31-96-11 18 TH LK ( - ) ( - ) 15 31-38-27 38 TH LK ( - )
( + )
STAPH. AUREUS PSEUDOMONAS 16 31-12-36 26 TH LK ( - ) ( + )
STAPH EPIDERMIDIS 17 32-18-60 26 TH PR ( - ) ( + )
E. COLI 18 32-09-26 17 TH LK ( - ) ( - ) 19 31-81-61 33 TH LK ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS 20 31-25-29 40 TH LK ( - ) ( + )
STREP. FAECALIS 21 32-13-28 38 TH PR ( - ) ( + )
STAPH EPIDERMIDIS 22 32-10-18 22 TH PR ( - ) ( + )
(40)
23 32-30-92 22 TH LK ( - ) ( - ) 24 32-30-83 54 TH LK ( - ) ( - ) 25 32-30-91 42 TH LK ( - ) ( - ) 26 31-90-68 33 TH LK ( - ) ( - ) 27 32-52-40 59 TH PR ( - ) ( - ) 28 37-47-62 23 TH LK ( - ) ( - ) 29 32-42-66 41 TH PR ( - ) ( - ) 30 32-70-61 34 TH PR ( - ) ( - ) 31 32-49-11 55 TH PR ( - ) ( - ) 32 32-42-95 34 TH PR ( - ) ( - ) 33 32-89-16 35 TH PR ( - ) ( - ) 34 32-52-41 34 TH PR ( - ) ( - ) 35 32-89-42 25 TH LK ( - ) ( - ) 36 32-67-15 46 TH PR ( - ) ( - ) 37 32-77-49 55 TH LK ( - ) ( - ) 38 32-64-57 22 TH LK ( - ) ( - ) 39 32-70-50 27 TH PR ( - ) ( - ) 40 32-67-69 29 TH LK ( - ) ( - )
(41)
RUANG PERAWATAN INTENSIF RSHAM NO MR UMUR KEL HASIL
SAMPEL I HASIL SAMPEL II 1 31-96-31 30 TH LK ( - ) ( - )
2 32-02-10 58 TH LK ( - ) ( - ) 3 32-02-11 25 TH LK ( - ) ( - ) 4 32-02-44 42 TH LK ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS 5 32-02-63 53 TH LK ( - ) ( - )
6 32-02-73 15 TH LK ( - ) ( - ) 7 32-02-99 85 TH PR ( - ) ( - ) 8 32-02-58 54 TH LK ( - ) ( - ) 9 32-02-74 32 TH LK ( - ) ( + )
STAPH AUREUS 10 31-60-10 82 TH LK ( - ) ( - )
11 32-05-61 61 TH PR ( - ) ( - ) 12 32-05-40 40 TH LK ( - ) ( - ) 13 32-02-93 32 TH PR ( - ) ( - ) 14 32-05-83 47 TH LK ( - ) ( - ) 15 32-05-88 38 TH LK ( - ) ( - ) 16 32-05-07 63 TH LK ( - ) ( - ) 17 32-08-19 64 TH PR ( - ) ( - ) 18 32-08-57 24 TH LK ( - ) ( - ) 19 32-00-29 38 TH PR ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS 20 32-08-65 70 TH PR ( - ) ( - )
21 32-10-21 35 TH PR ( - ) ( - ) 22 32-18-66 55 TH LK ( - ) ( - ) 23 32-63-12 23 TH LK ( - ) ( - ) 24 31-93-41 36 TH LK ( - ) ( - ) 25 32-08-86 30 TH PR ( - ) ( - ) 26 32-21-64 70 TH PR ( - ) ( + )
STAPH. AUREUS 27 32-10-45 60 TH LK ( - ) ( - )
(42)
28 32-18-88 17 TH LK ( - ) ( - ) 29 32-18-75 57 TH LK ( - ) ( + )
E. COLI 30 32-21-33 38 TH LK ( - ) ( - ) 31 32-21-59 30 TH LK ( - ) ( - ) 32 32-23-50 38 TH LK ( - ) ( - ) 33 31-92-18 48 TH LK ( - ) ( - ) 34 32-30-54 56 TH PR ( - ) ( + )
STAPH. AUREUS 35 32-30-29 64 TH LK ( - ) ( - )
36 32-80-14 21 TH LK ( - ) ( - ) 37 32-63-17 74 TH LK ( - ) ( - ) 38 32-80-62 54 TH LK ( - ) ( - ) 39 32-72-98 72 TH PR ( - ) ( - ) 40 30-73-63 72 TH LK ( - ) ( - )
(1)
5.2 SARAN
1. Meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik resiko terjadinya ISK tetap ada. Oleh kerena itu penggunaan kateter harus benar-benar atas indikasi dan harus segera melepas kateter uretra apabila tidak diperlukan lagi. 2. Perlu dilakukan evaluasi terhadap penderita yang menggunakan
kateter uretra terutama pada penggunaan yang lama, karena dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
(2)
LAMPIRAN I
DAFTAR ISIAN PENELITIAN
1. No. Penelitian :
Tanggal masuk rumah sakit :
No. Rekam medik :
2. Identitas penderita :
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Diagnosa :
Indikasi pemakaian kateter :
Pemakaian antibiotik :
Ruang rawat inap :
Tanggal pemasangan kateter :
Tempat pemasangan kateter :
Tanggal pengambilan sampel urin I : Tanggal pengambilan sampel urin II :
Tanggal kultur urin I :
Tanggal kultur urin II :
Hasil kultur urin I :
Hasil kultur urin II :
Nama dan paraf pemeriksa
(3)
LAMPIRAN II
BANGSAL BEDAH RSHAM
NO MR UMUR KEL HASIL
SAMPEL I HASIL SAMPEL II
1 31-83-51 20 TH LK ( - ) ( - )
2 32-02-64 65 TH LK ( - ) ( - )
3 31-88-63 23 TH LK ( - ) ( + )
STAPH EPIDERMIDIS
4 32-02-35 41 TH LK ( - )
( + )
ENTEROBACTER FRUENDII
5 31-93-37 43 TH LK ( - ) ( - )
6 32-02-80 60 TH PR ( - ) ( + )
E. COLI
7 31-39-31 47 TH PR ( - ) ( - )
8 31-94-74 24 TH LK ( - ) ( - )
9 31-26-45 32 TH LK ( - ) ( - )
10 31-49-50 36 TH LK ( - ) ( - )
11 31-84-67 57 TH PR ( - ) ( - )
12 31-94-69 20 TH LK ( - ) ( + )
KLEBSIELLA OXYTOCA
13 31-86-56 50 TH PR ( - ) ( - )
14 31-96-11 18 TH LK ( - ) ( - )
15 31-38-27 38 TH LK ( - )
( + )
STAPH. AUREUS PSEUDOMONAS
16 31-12-36 26 TH LK ( - ) ( + )
STAPH EPIDERMIDIS
17 32-18-60 26 TH PR ( - ) ( + )
E. COLI
18 32-09-26 17 TH LK ( - ) ( - )
19 31-81-61 33 TH LK ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS
20 31-25-29 40 TH LK ( - ) ( + )
STREP. FAECALIS
21 32-13-28 38 TH PR ( - ) ( + )
(4)
23 32-30-92 22 TH LK ( - ) ( - )
24 32-30-83 54 TH LK ( - ) ( - )
25 32-30-91 42 TH LK ( - ) ( - )
26 31-90-68 33 TH LK ( - ) ( - )
27 32-52-40 59 TH PR ( - ) ( - )
28 37-47-62 23 TH LK ( - ) ( - )
29 32-42-66 41 TH PR ( - ) ( - )
30 32-70-61 34 TH PR ( - ) ( - )
31 32-49-11 55 TH PR ( - ) ( - )
32 32-42-95 34 TH PR ( - ) ( - )
33 32-89-16 35 TH PR ( - ) ( - )
34 32-52-41 34 TH PR ( - ) ( - )
35 32-89-42 25 TH LK ( - ) ( - )
36 32-67-15 46 TH PR ( - ) ( - )
37 32-77-49 55 TH LK ( - ) ( - )
38 32-64-57 22 TH LK ( - ) ( - )
39 32-70-50 27 TH PR ( - ) ( - )
(5)
RUANG PERAWATAN INTENSIF RSHAM
NO MR UMUR KEL HASIL
SAMPEL I HASIL SAMPEL II
1 31-96-31 30 TH LK ( - ) ( - )
2 32-02-10 58 TH LK ( - ) ( - )
3 32-02-11 25 TH LK ( - ) ( - )
4 32-02-44 42 TH LK ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS
5 32-02-63 53 TH LK ( - ) ( - )
6 32-02-73 15 TH LK ( - ) ( - )
7 32-02-99 85 TH PR ( - ) ( - )
8 32-02-58 54 TH LK ( - ) ( - )
9 32-02-74 32 TH LK ( - ) ( + )
STAPH AUREUS
10 31-60-10 82 TH LK ( - ) ( - )
11 32-05-61 61 TH PR ( - ) ( - )
12 32-05-40 40 TH LK ( - ) ( - )
13 32-02-93 32 TH PR ( - ) ( - )
14 32-05-83 47 TH LK ( - ) ( - )
15 32-05-88 38 TH LK ( - ) ( - )
16 32-05-07 63 TH LK ( - ) ( - )
17 32-08-19 64 TH PR ( - ) ( - )
18 32-08-57 24 TH LK ( - ) ( - )
19 32-00-29 38 TH PR ( - ) ( + )
STAPH. EPIDERMIDIS
20 32-08-65 70 TH PR ( - ) ( - )
21 32-10-21 35 TH PR ( - ) ( - )
22 32-18-66 55 TH LK ( - ) ( - )
23 32-63-12 23 TH LK ( - ) ( - )
24 31-93-41 36 TH LK ( - ) ( - )
25 32-08-86 30 TH PR ( - ) ( - )
26 32-21-64 70 TH PR ( - ) ( + )
(6)
28 32-18-88 17 TH LK ( - ) ( - )
29 32-18-75 57 TH LK ( - ) ( + )
E. COLI
30 32-21-33 38 TH LK ( - ) ( - )
31 32-21-59 30 TH LK ( - ) ( - )
32 32-23-50 38 TH LK ( - ) ( - )
33 31-92-18 48 TH LK ( - ) ( - )
34 32-30-54 56 TH PR ( - ) ( + )
STAPH. AUREUS
35 32-30-29 64 TH LK ( - ) ( - )
36 32-80-14 21 TH LK ( - ) ( - )
37 32-63-17 74 TH LK ( - ) ( - )
38 32-80-62 54 TH LK ( - ) ( - )
39 32-72-98 72 TH PR ( - ) ( - )
40 30-73-63 72 TH LK ( - ) ( - )