sadar dapat diproyeksikan ke kesadaran tanpa mengalami distorsi terlebih dahaulu.
C. Mindset stres
Crum dkk 2013 mendefinisikan mindset stres sebagai keyakinan individu mengenai sifat stres dalam mempengaruhi hal-hal tertentu. Hal-
hal tersebut antara lain performansi dan produktivitas, kesehatan dan kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Berdasarkan sifat
yang diyakini, mindset stres dapat dibagi menjadi dua, yaitu mindset stres- itu-menguatkan
dan mindset
stres-itu-melemahkan. Berdasarkan
pemahaman ini, aspek mindset stres dapat dijabarkan menjadi keyakinan mengenai sifat stres secara umum dan keyakinan mengenai sifat stres pada
hal-hal tertentu. Perlu dipahami bahwa mindset stres tidak sama dengan beberapa
variabel terkait stres seperti coping dan apraisal. Coping adalah usaha mengelola stres Huffman, Vernoy, Vernoy, 2000. Apraisal adalah
proses individu menilai suatu stresor. Secara konseptual, mindset stres bergerak di tingkat yang lebih mengakar dibandingkan variabel-variabel
ini karena mindset lebih melibatkan keyakinan individu terkait sifat stres secara umum. Individu melakukan coping dan apraisal cenderung hanya
saat menghadapi stres atau mengalami stres. Namun, mindset stres tetap ada meskipun individu tidak mengalami stres. Misal, perbandingan antara
coping dan apraisal dengan mindset stres, ada seorang mahasiswa sedang
menghadapi ujian kenaikan tingkat, kehabisan uang untuk makan, belum membayar kontrakan, dan lain-lain stresor. Secara teori coping dan
apraisal, mahasiswa tersebut memproses tiap stresor secara satu persatu. Mahasiswa tersebut akan melihat ujian kenaikan tingkat sebagai sebuah
tantangan, kemudian melihat kehabisan uang untuk makan sebagai tantangan, dan seterusnya. Kemudian, secara teori coping, mahasiswa
tersebut akan berusaha mengelola satu-persatu strategi yang tepat untuk mengatasi stresor-stresor tersebut. Kelemahan dari pendekatan ini adalah
kadang proses coping dan apraisal ini bisa menjadi stresor tambahan juga. Selain itu, pendekatan ini juga cenderung mengarahkan individu untuk
memiliki mindset bahwa stres-itu-melemahkan, sehingga stres tersebut perlu dikelola.
Jika dibandingkan dengan pendekatan mindset stres, misal mahasiswa tersebut memiliki mindset bahwa stres-itu-menguatkan, ia melihat secara
umum bahwa pengalaman stres itu baik untuk dirinya. Mahasiswa tersebut tidak akan melakukan usaha mengelola stres, tetapi lebih ke arah usaha
memanfaatkan stres. Terdapat nuansa yang berbeda di antara kedua hal ini. Pada sisi coping dan apraisal, stres dianggap sebagai sesuatu yang negatif,
sehingga perlu dikelola. Sedangkan pada sisi mindset stres-itu- menguatkan, stres dianggap sebagai sesuatu yang positif, sehingga lebih
tepat jika menyikapinya dengan memanfaatkannya. Dengan nuansa seperti ini, mahasiswa tersebut bukan lagi melakukan coping dan apraisal dengan
tekanan, tetapi lebih dengan semangat karena yakin bahwa stres itu menguatkan hal-hal dalam hidupnya.
Crum dkk 2013 membuktikan perbedaan konsep ini pada penelitiannya. Hasil salah satu studinya menemukan bahwa pada analisis
Structural Equation Model, variabel coping dan apraisal terpisah dari variabel mindset stres. Hal ini menunjukkan bahwa mindset stres
merupakan konstruk yang berkaitan dengan stres, tetapi bukan konstruk yang sama dengan konstruk-konstruk yang ada coping dan apraisal.
Selain membuktikan bahwa mindset stres merupakan variabel yang baru dan berbeda, mindset stres ini juga ditemukan memiliki pengaruh
terhadap kesehatan dan keinginan meminta feedback. Pada salah satu studinya, Crum dkk 2013 mengukur tingkat kortisol dasar pada sebuah
kelompok suibjek. Kortisol ini adalah salah satu hormon yang disekresikan tubuh ketika mengalami stres. Jika diproduksi terlalu sedikit atau terlalu
banyak, tubuh menjadi kurang optimal dalam mengatasi stres kekebalan tubuh menurun, tekanan darah tinggi, dan lain-lain. Kelompok tersebut
kemudian diinduksi stresor berupa tugas untuk pidato. Kemudian, dilakukan pengukuran lagi untuk melihat kadar kortisol mereka. Hasilnya
menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki mindset stres-itu- menguatkan memiliki profil kortisol yang lebih adaptif moderat, tidak
terlalu tinggi atau rendah dibandingkan kelompok dengan mindset stres- itu-melemahkan. Selain secara fisiologis, secara psikologis pun kelompok
dengan mindset stres-itu-menguatkan melaporkan ingin menerima
feedback lebih tinggi dibandingkan kelompok satunya. Keinginan ini mewakili hal yang positif karena menerima feedback sering diasosiasikan
dengan ancaman atau sesuatu yang dapat merusak harga diri, atau dalam bahasan ini dapat dikatakan bahwa feedback adalah stresor. Ketika
individu ingin mendapatkan feedback stresor, dapat diasumsikan bahwa individu tersebut menilai bahwa mengalami stres merupakan sesuatu yang
baik sehingga individu tersebut ingin mendapatkannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mindset stres memang berbeda dengan konstruk stres
yang lain dan juga memiliki pengaruh terhadap aspek fisiologis dan psikologis seseorang.
D. Pengukuran mindset stres; Stress Mindset Measurement SMM