BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Crum, Achor, Salovey 2013, mindset stres adalah keyakinan seseorang mengenai sifat stres terhadap hal-hal terkait stres.
Hal-hal tersebut adalah performansi dan produktivitas, kesehatan dan kesejahteraan, serta pembelajaran dan perkembangan. Seseorang bisa
meyakini stres berdampak baik terhadap hal-hal tersebut, atau disebut mindset stres-itu-menguatkan. Seseorang juga bisa meyakini stres
berdampak buruk terhadap hal-hal tersebut, atau disebut mindset stres-itu- melemahkan. Alat untuk mengukur mindset stres ini disebut Stress
Mindset Measurement, yaitu 8 pernyataan mengenai dampak dari stres terhadap hal-hal yang telah disebutkan. Subjek diminta untuk memberi
nilai antara 0, sangat tidak setuju, hingga 4, sangat setuju. Skor dari kedelapan pernyataan ini kemudian dirata-rata setelah membalik
pernyataan yang unfavorable. Crum dkk 2013 menemukan bahwa mindset stres ini merupakan
konstruk yang berbeda dan bermakna dalam menentukan respon individu terhadap stres. Berbeda yang dimaksud adalah mindset stres berbeda dari
konstruk penentu respon individu terhadap stres sebelumnya, yaitu coping. Maksud dari bermakna ini ada dua, yang pertama adalah mindset stres
ditemukan mempengaruhi reaksi fisiologis dan perilaku. Individu dengan
mindset stres-itu-menguatkan memiliki profil kortisol reaksi fisiologis dan keinginan meminta feedback perilaku yang lebih adaptif. Makna
pertama ini menjadi lebih bermakna karena makna kedua, yakni bahwa mindset stres ini merupakan variabel yang dapat diintervensi meskipun
sifat dari mindset secara umum adalah stabil. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Crum dkk 2013
menyimpulkan bahwa pendekatan terhadap stres ke depannya bisa menjadi lebih efisien. Efisien yang dimaksud adalah dengan mengintervensi pada
tingkat mindset stres, rangkaian reaksi fisiologis dan perilaku akan terjadi, dan dampak akhirnya adalah peningkatan kesehatan dan performansi.
Pendekatan ini disebut lebih efisien karena pendekatan sebelumnya bergerak pada tingkat yang spesifik. Misal, teknik relaksasi untuk merubah
proses fisiologis terhadap stres dan pelatihan kemampuan sosial untuk meningkatkan kemungkinan mendapatkan dukungan sosial. Jadi,
intervensi pada mindset stres ini dinilai lebih efisien karena perubahan aspek-aspek lain fisiologis dan perilaku akan mengikuti jika mindset
stres ini diintervensi. Efisiennya intervensi melalui mindset stres tidaklah lepas dari
beberapa keterbatasan. Crum dkk 2013 menyarankan untuk meninjau tingkat kesadaran di mana mindset beroperasi. Untuk memahami mengapa
hal ini perlu ditinjau, ada baiknya untuk memahami beberapa hal terlebih dahulu. Hal pertama, yaitu tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran pada
umumnya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat tinggi, tingkat
menengah, dan tingkat rendah atau tidak sadar Huffman, Vernoy, Vernoy, 2000. Isinya adalah persepsi objek dan kejadian, pikiran verbal
dan gambar, perasaan, dan tindakan. Pembeda antar tingkatan ini dilakukan berdasarkan tingkat pengontrolannya. Pada tingkat tinggi, isi
kesadaran tersebut dikontrol dengan kuat. Misal, mengerjakan ujian, bermain catur, dan lain-lain. Pada tingkat menengah, isi kesadaran tidak
terlalu dikontrol, atau cenderung otomatis, tetapi sewaktu-waktu dapat diakses atau dikontrol secara penuh. Misal, memasak sambil
mendengarkan radio, berbicara di telepon sambil menggambar, dan lain- lain. Pada tingkat bawah, isi kesadaran sulit bahkan tidak dapat dikontrol.
Misal, mimpi. Hal kedua yang perlu dipahami adalah mindset stres merupakan
sebuah keyakinan. Jika dilihat dari teori kognitif Corsini Wedding, 2011, keyakinan merupakan variabel individu yang beroperasi di tingkat
kesadaran menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan keyakinan merupakan salah satu komponen dari sistem yang disebut unit kognitif afektif, yaitu
unit yang bertugas menentukan respon individu. Unit ini cenderung bekerja kompleks dan otomatis. Kompleks karena unit ini terdiri bukan
hanya dari keyakinan, tetapi juga tujuan, perasaan, nilai, dan lain-lain, di mana semua komponen ini berinteraksi satu sama lain sehingga munculah
suatu respon. Otomatis karena individu sering tidak menyadari proses ini dalam membentuk respon mereka. Operasi atau proses kerja keyakinan,
yang merupakan bagian dari unit ini, tentu jadi sulit disadari karena
kompleks dan cenderung otomatisnya keseluruhan kerja unit ini. Jadi, dapat dikatakan bahwa keyakinan beroperasi di tingkat kesadaran yang
menengah otomatis bahkan rendah sulit disadari. Hal ketiga yang perlu dipahami adalah bagaimana dinamika bawah
sadar dengan kesadaran. Freud menghipotesiskan bahwa isi bawah sadar terdiri dari berbagai macam hal, yang apabila dibawa ke kesadaran dapat
menimbulkan kecemasan Huffman, Vernoy, Vernoy, 2000. Untuk mencegah kecemasan ini terjadi, ego memiliki mekanisme pertahanan diri
MPD. MPD memiliki prinsip utama, yaitu distorsi realitas. Jadi, ketika sesuatu dari bawah sadar hendak muncul ke kesadaran, fungsi ego ini akan
mendistorsi isi bawah sadar tersebut sehingga isi yang sampai ke kesadaran cenderung tidak menimbulkan kecemasan. Dinamika MPD
dalam menjembatani bawah sadar dan kesadaran ini membuat kecurigaan bahwa apa yang disadari belum tentu mewakili apa yang berada di bawah
sadar. Berdasarkan ketiga hal tersebut, muncul kecurigaan bahwa
pengukuran mindset stres yang dilakukan dengan SMM belum mewakili mindset stres yang sebenarnya beroperasi di bawah sadar. SMM yang
berupa pernyataan lengkap cenderung membuat subjek menyadari mindset stres mereka. Ketika subjek menyadari mindset stres mereka, dinamika
MPD diasumsikan terjadi. Oleh karena inilah SMM secara teoritis, hanya menangkap mindset stres yang telah terdistorsi MPD, bukan mindset stres
yang sebenarnya.
Untuk mengkonfirmasi hal ini, peneliti hendak membandingkan skor SMM ini dengan skor SMM yang telah dimodifikasi. Modifikasi
SMM ini dilakukan berdasarkan prinsip kebebasan merespon yang merupakan prinsip dari teknik-teknik praktis para psikolog psikoanalisis
dan kognitif dalam menangkap isi bawah sadar, salah satunya yaitu keyakinan Huffman, Vernoy, Vernoy, 2000; Neenan Dryden, 2006.
Prinsip ini diasumsikan dapat menangkap keyakinan atau bawah sadar dengan baik karena ketika individu diberi kebebasan untuk merespon,
fungsi MPD individu tersebut dihipotesiskan akan melemah. Ketika individu membaca suatu pernyataan, misal item SMM versi Likert,
informasi yang masuk akan diolah oleh ego. Hal ini memungkinkan fungsi MPD ego untuk mengeluarkan isi bawah sadar, yakni mindset stres yang
sebenarnya, dalam wujud yang telah didistorsi. Sedangkan ketika individu diberi kebebasan untuk merespon, atau menuliskan apa yang ada di
benaknya, fungsi MPD ego dihipotesiskan akan lebih mengendor. Fungsi MPD ego yang mengendor ini memungkinkan apa yang benar-benar di
bawah sadar muncul dengan distorsi yang lebih rendah. Berdasarkan penjabaran yang ada, peneliti memiliki hipotesis
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor SMM versi Likert dengan SMM versi terbuka. Asumsinya adalah SMM versi Likert
menangkap mindset stres yang telah didistorsi, sedangkan SMM versi terbuka menangkap mindset stres yang lebih sedikit distorsinya.
B. Rumusan Masalah