Penerapan Sanksi Pidana Pasal 23 Undang-undang Nomor 3 Tahun

Data-data diatas yang didapati oleh peneliti yang berupa tabel dari Pengadilan Negeri Surabaya, terhitung bulan Januari 2010 hingga bulan Juni 2010 terdapat 95 perkara tindak pidana biasa yang pelakunya masih anak yang berumur 18 Tahun atau dapat juga dikatanan anak dibawah umur. Dari 95 perkara mengenai anak yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Surabaya peneliti membahasa perkara tentang Percobaan Pencurian Dengan Pemberatan dengan perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan No.1623PID.B2010 yang dilakukan oleh Suprambodo alias mbodo bin Supriyadi.

2.1 Penerapan Sanksi Pidana Pasal 23 Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak Pengadilan Anak bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak. Hakim yang mengadili perkara anak, adalah hakim yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Hakim yang menangani perkara anak ditangani oleh hakim tunggal. Dan dalam hal-hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk hakim majelis. Yang dimaksud dengan hal-hal tertentu adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 lima tahun dan sulit pembuktiannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses persidangan anak antara lain Persidangan dilakukan secara tertutup. Hakim, Penuntut Umum, dan Penasehat Hukum, tidak menggunakan toga. Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian mengenai anak yang bersangkutan Pasal 56 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997. dan laporan yang dimaksud antara lain tentang data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak. dan selama proses persidangan, terdakwa wajib didampingi oleh orang tua, wali atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Waktu memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa di bawah keluar ruang sidang akan tetapi orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang persidangan. Putusan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Menurut Baharudin bahwa : “Dalam menjatuhkan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan sanksi yang ada dalam Undang-undang, khusus Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan juga dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan hati nurani hakim itu sendiri”. Penjatuhan Sanksi Pidana dapat dikatakan hakim bebas menjatuhkan pidana dan kebebasan ini tentu saja ada batasannya mengenai pidana ada maksimum khusus dan minimum umum dan jenis pidananya tertentu. Dalam pemidaan mengenai berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan tergantung dari pendirian dan penelitian hakim. Mengenai penerapan sanksi pidana, putusan yang dapat diambil oleh hakim mengenai perkara pidana anak terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak terdapat dalam Pasal 23 ada putusan, yaitu berupa pemidanaan. Keadilan dan hukum adalah merupakan dasar dari kehidupan manusia, sehingga tugas mengadili yang dibebankan pada lembaga pengadilan merupakan suatu tugas yang memerlukan kecermatan dan kematangan baik dalam menyusun pertimbangan hukumnya maupun dalam menetapkan putusannya. Bagi anak nakal yang melakukan tindak pidana maka hakim dapat memilih menjatuhkan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 Sanksi Pidana Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 atau penjatuhan Tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Sedangkan terhadap anak nakal yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut Undang-undang maupun menurut peraturan hukum lain yang masih hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, maka hakim hanya dapat menjatuhkan tindakan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-undanga Nomor 3 tahun 1997 Bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana adalah masalah pemidanaan. Bukan merupakan hukum pidana apabila suatu peraturan hanya mengatur norma tanpa diikuti dengan suatu ancaman pidana saja. Namun, pemidanaan merupakan suatu proses. sebelum proses ini berjalan, pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalaninya walaupun demikian sanksi pidana bukanlah semata-mata bertujuan memberikan rasa derita. Dalam usaha penerapan Sanksi Pidana Pasal 23 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dapat dilaksanakan dan dijatuhkan oleh hakim anak terhadap anak dan perlu adanya kerja-sama dari masing-masing pihak seperti, orang tua, wali, atau orang tua asuh dari anak tersebut dan juga peran masyarakat itu sendiri yang berada pada lingkungannya. Hidup bermasyarakat selalu berhubungan satu dengan yang lain, dalam arti hidup dalam masyarakat saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Kehidupan bersama ini menyebabkan adanya interaksi, kontak atau hubungan satu dengan yang lain. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan ataupun menimbulkan pertentangan atau konflik. Mengingat banyaknya kepentingan, tidak mustahil terjadi konflik atau bentrok antar sesama manusia, karena kepentingan yang saling bertentangan. Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang merugikan orang lain. Di dalam kehidupan bersama, atau dalam bermasyarakat konflik itu tidak dapat dihindarkan. Hal ini, anak di dalam suatu lingkungan masyarakat perlu adanya hubungan, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi anak yang melakukan tindak pidana. Hubungan anak terhadap masyarakat tidak hanya sebelum terjadi suatu akibat dari anak yang melakukan tindak pidana, akan tetapi lebih pentingnya lagi hubungan masyarakat terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau peranan masyarakat dalam hal anak nakal. Maka dianggap perlu adanya penyelesaian yang dilihat dari dua sudut antara kepentingan masyarakat dan kepentingan anak itu sendiri. Jadi disini masyarakat dalam memenuhi kepentingannya harus dapat melihat kepentingan dari anak tersebut, sehingga keduanya dapat dianggap perlu dalam peranan keseimbangan dan keamanan dalam masyarakat. Lingkungan di dalam masyarakat sangat beragam dan berpengaruh pada kepribadian seseorang khususnya anak. Akan tetapi, tidak semua orang tidak terpengaruh keadaan lingkungannya. Terpengaruh atau tidaknya seseorang anak pada lingkungan adalah tergantung pada didikan orang tuanya atau keluarganya. Karena, keluarga merupakan suatu lingkungan dalam ruang lingkup kecil dimana, seorang anak mulai belajar mengenai sesuatu hal pertama kalinya. Dalam lingkungan keluargalah, pembentukan kepribadian anak mulai berkembang. Begitu pula pada lingkungan tidak baik atau lingkungan buruk akan memberikan suatu kesempatan timbulnya kejahatan, kenakalan, karena apa yang ada disekitarnya merupakan contoh, baik itu perbuatan buruk, maupun perbuatan baik. Hal inilah yang mudah ditiru untuk dikerjakan oleh seorang anak. Anak yang melakukan tindak pidana adalah karena anak berada di lingkungan yang masyarakatnya selalu melakukan perbuatan dilarang oleh Undang-undang yang berlaku, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung anak itu sendiri akan melakukan tindak pidana tersebut, ataupun dari ajakan teman-temannya baik teman sekolahnya maupun teman-teman lainnya di luar rumah atau lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini bisa terjadi apabila anak tersebut salah memilih teman, sehingga anak tersebut terpengaruh pada pergaulan salah dan membuatnya menjadi anak nakal yang melakukan tindak pidana sehingga merugikan dan meresahkan masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh penelitian dari Pengadilan Negeri Surabaya yang dilakukan dengan wawancara kepada hakim anak yang menangani perkara pidana yang dilakukan oleh anak terhadap penerapan sanksi pidana dan tindakan yang penjatuhan sanksi pidana atau tindakan terhadap anak nakal dapat diancam ½ setengah pidana pokok dari ketentuan orang dewasa, seperti yang tercantum dalam Pasal 26 tentang pidana penjara, Pasal 27 tentang pidana kurungan, dan Pasal 28 tentang pidana denda. Mengenai pidana bersyarat dan pidana pengawasan itu, tidak ada ketentuan yang mengatur ancaman ½ setengah pidana pokok dari ketentuan orang dewasa. Namun dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak mengatur lebih khusus atau mengatur tersendiri mengenai pidana bersyarat dan pidana pengawasan. Menurut Nelson Pasaribu bahwa : “dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan sanksi yang ada dalam Undang-undang, khususnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak pada Pasal 23 dan Pasal 24 dan dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan berdasarkan hati nurani hakim itu sendiri”. 11 Menurut Undang-undang Tentang Pengadilan Anak yang telah berlaku pada tanggal 3 Januari 1998, sanksi hukuman yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Untuk pidana pokok terdiri dari 4 empat macam sebagaimana telah ditetapkan Pasal 23 ayat 2 dan sanksi pidana tambahan terdiri dari 2 dua macam dalam Pasal 23 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu :

a. Pidana Pokok :

Dokumen yang terkait

Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.854 /Pid.B/2012/Pn.Mdn )

2 81 84

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)

1 65 128

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kurir Narkotika dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Perkara Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm )

3 111 106

STUDI KOMPARASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK

1 23 62

IMPLEMENTASI SANKSI PASAL 24 UU NOMOR 3 TAHUN 1997 MENGENAI TINDAKAN YANG DAPAT DIJATUHKAN OLEH HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH PONOROGO

0 7 87

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI MEDAN).

0 3 25

UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

0 0 34

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 1 Pid.Sus.Anak 2015 PN-STB)

0 1 36

Beberapa Catatan Mengenai UU Pengadilan Anak (UU No. 3 ,Tahun 1997)

0 0 14

PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 3 TAHUN 1997

0 0 38