Semikonduktor ZnO Tinjauan Pustaka

10

2. Semikonduktor ZnO

Semikonduktor merupakan suatu zat yang mempunyai sifat di antara isolator dan konduktor. Perbedaan sifat isolator, konduktor dan semikonduktor menurut Yahdiana 2011, dapat dilihat dari ukuran konduktivitas listrik σ, struktur valensi, pita valensi dan pita konduksi, yaitu: a. Konduktor, merupakan suatu bahan yang dapat dengan mudah mengahantarkan arus listrik dengan nilai konduktivitas listrik σ sebesar 10 4 -10 6 ohm -1 cm -1 , mempunyai struktur dengan pita valensi berisi elektron dan pita konduksi kosong serta energi celah pita yang kecil serta struktur yang berhimpit b. Isolator, merupakan bahan dengan daya hantar listrik yang sangat lemah atau bahkan tidak ada, dengan nilai konduktivitas listrik lebih kecil dari 10 -15 ohm -1 cm -1 , mempunyai pita valensi yang terisi sebagianpenuh dan pita konduksi kosong, serta energi celah pita yang besar lebih besar dari 4,0 eV. c. Semikonduktor, merupakan suatu bahan dengan konduktivitas listrik di antara konduktor dan isolator, mempunyai nilai konduktivitas listrik sebesar 10 4 σ 10 -8 ohm -1 cm -1 , mempunyai pita valensi yang terisi penuh dan pita konduksi yang kosong serta energi celah pita yang tidak terlalu besar sehingga memungkinkan beberapa elektron yang mempunyai cukup energi bila diberi energi berupa radiasi dari pita valensi dapat berpindah ke pita konduksi. Besar energi celah pita berbeda-beda untuk setiap material semikonduktor, tetapi diisyaratkan tidak melebihi 3 atau 4 eV. Diagram energi celah pita dari konduktor, isolator dan semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2. 11 Gambar 2. Diagram Energi Celah Pita dari Metal Konduktor, Isolator dan Semikonduktor Sumber : Eni Hartini, 2011 Semikonduktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah semikonduktor ZnO. Zink oksida adalah salah satu material semikonduktor yang menarik perhatian para peneliti sejak 40 tahun yang lalu. Material ZnO merupakan semikonduktor golongan II-VI yang memiliki jarak celah pita sebesar 3,4 eV dan mempunyai struktur yang stabil yakni wurtzite dengan jarak kisi a=0,325 nm dan c=1,521 dengan energi eksitasi ikatan sebesar 60 meV Sing, 2009. Besarnya energi celah pita dan perbandingan besarnya potensial redoks relatif terhadap elektroda hidrogen atau potensial hidrogen Nerst dari beberapa semikonduktor dapat dilihat pada Gambar 3. 12 Gambar 3. Energi Celah Pita dan Harga Potensial Redoks dari Beberapa Semikonduktor Sumber : Eni Hartini, 2011. Secara kristalografi, zink oksida memiliki tiga jenis struktur kristal, yaitu wurtzite, zincite atau zincblende dan rocksalt. Zink oksida yang tersedia sebagai mineral di alam memiliki struktur zincite. Struktur kristal ini berbentuk sphalerite dengan adanya atom Zn di setiap sudut dan bagian tengah sisi face centered cubic, FCC dan atom O sebagai interstisi di antara empat atom Zn yang berdekatan. Di lain hal, zink oksida yang biasa diproduksi secara komersial merupakan hasil sintesis dan berstruktur wurtzite . Struktur ini memiliki bentuk heksagonal dan stabil pada suhu ruang. Struktur kristal wurtzite dapat dilihat pada Gambar 4a. sedangkan pola difraksi sinar-X dari material ZnO nanorods dengan struktur wurtzite tersebut dapat dilihat pada Gambar 4b. Berbeda dengan dua struktur kristal lain yang cukup banyak diperoleh, zink oksida 13 dengan struktur rocksalt hanya dapat diperoleh pada tekanan tinggi di atas 10 Gpa Ozgur et al., 2005. Gambar 4. a. Struktur Kristal Zink Oksida Wurtziti Sumber : Haslinda, 2009. b. Pola Difraksi S-X ZnO Sumber : Hongxia, 2007. Keunggulan ZnO ini dapat kita lihat dari segi aplikasinya yang sangat luas. Zink oksida tidak hanya digunakan dalam bidang elektronik sebagai semikonduktor, tetapi juga dapat berperan sebagai material piezoelektrik, sensor, sel surya dan fotokatalis. Selain dari segi aplikasinya, ZnO mudah disintesis baik secara konvensional sekalipun. Serbuk ZnO dapat disintesis dengan metode reaksi pada kondisi solid solid-state reaction dan metode larutan-cair liquid solution. Reaksi pada kondisi padat dilakukan pada temperatur tinggi memiliki keuntungan antara lain ZnO yang dihasilkan memiliki kemurnian dan kristalinitas yang baik, akan tetapi ZnO yang disintesis dengan metode reaksi pada kondisi padat menghasilkan partikel dengan ukuran besar dan morfologi tidak teratur. Selain itu, proses ini memerlukan proses sintering dan pelelehan. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi yang mampu mensistesis ZnO a b 14 pada suhu yang rendah. Metode yang tepat yang bisa digunakan untuk mengatasi kekurangan pada kondisi padat adalah metode kimia basah, antara lain metode sol-gel dan presipitasi. Metode presipitasi merupakan salah satu metode yang digunakan karena semua produk hasil reaksinya menghasilkan ukuran kristalit yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil sol-gel. Metode presipitasi dilakukan dengan temperatur sistesis yang rendah, peralatan yang digunakan sederhana, proses yang sederhana, dan kemudahan dalam mengontrol setiap proses Romaida Hutabarat, 2012. Sayed-Dorraji, Danesvar Abel 2009, menginvestigasi pembuatan nano partikel ZnO dengan metode presipitasi menggunakan ZnSO 4 .7H 2 O sebagai material awal dan NaOH sebagai precipitants tanpa melalui pemurnian lanjutan. Behnajady, Modirshhla Ghazalin 2011, juga melaporkan sintesis nanopartikel ZnO dengan menggunakan metode presipitasi dari ZnSO 4 .7H 2 O dengan menggunakan NaOH sebagai pembasa dengan pengadukan ultrasonik dan teknik pengeringan pada suhu 100 C untuk menghasilkan bubuk nanopartikel ZnO.

3. Mekanisme Fotokatalisis